Bab 12
˜Tentu saja aku tahu, aku sudah mengobrol dengan dia
seperti sahabat, tapi kusangka dia itu tadinya putera Kaisar.!
Suling Emas menggaruk-garuk hidungnya yang tidak gatal.
Benar-benar hampir tak mungkin dapat dipercaya seorang gadis liar seperti ini
bercakap-cakap seperti sahabat dengan pangeran mahkota! Akan tetapi ia, biarpun
belum lama bertemu dengan Lin Lin, sudah dapat merasa yakin bahwa bocah seperti
ini tidak bicara bohong, dan percaya pula bahwa di depan pangeran mahkota,
malah di depan kaisar sendiri agaknya tidak mau bersikap merendah dan
menganggap mereka itu orang-orang biasa seperti dia!
˜Kau benar-benar seorang gadis hebat!! Inilah suara
hatinya, akan tetapi tanpa disadari keluar pula dari mulutnya.
Berkembang lubang hidung Lin Lin mendengar ini dan
sekaligus kemengkalan hatinya karena dimaki tolol dan sombong tadi lenyap
seperti embun terusir sinar matahari. Ia tersenyum manis sekali dan berkata
dengan mata tajam mengerling.
˜Kau pun seorang laki-laki yang hebat!!
Terkejutlah Suling Emas, seakan-akan ditampar mukanya.
Pipinya menjadi merah dan ia cepat memalingkan muka, menghindarkan diri dari
sambaran kerling setajam gunting dan senyum semanis madu. Tapi jantungnya
berdenyut aneh dan dengan batinnya yang sudah terlatih, matang dan teguh itu ia
cepat dapat mengusir perasaan yang tidak semestinya itu.
˜Marilah kita lanjutkan perjalanan. Perjalanan ini masih
jauh, di samping itu, kita harus berusaha menyusul Siang-mou Sin-ni, kalau saja
belum terlambat..!
Ucapan ini sekaligus menyadarkan Lin Lin yang tadinya
terayun kebungahan hati yang ditimbulkan oleh pujian Suling Emas yang
mengatakan dia gadis hebat.
˜Apa.. apakah kau anggap Bu Sin koko berada dalam
bahaya?!
˜Hemmm, sukar dikatakan. Akan tetapi yang jelas,
Siang-mou Sin-ni adalah seorang wanita yang kejam seperti iblis.!
˜Akan kubunuh dia! Kalau Sin-ko dia ganggu, akan kubunuh
dia!! Lin Lin berteriak marah dengan semangat menggelora. Biarpun diam-diam
Suling Emas menganggap pernyataan ini amat menggelikan mengingat lihainya
Siang-mou Sin-ni dan ˜mentah!nya Lin Lin, namun ia maklum bahwa pernyataan ini
terdorong oleh keberanian yang luar biasa. Ia percaya bahwa Lin Lin pasti akan
membuktikan ancamannya, biarpun untuk itu harus berkorban nyawa. Ia sudah
menyaksikan ketabahan hati Sian Eng ketika dikubur hidup-hidup oleh
Hek-giam-lo, akan tetapi agaknya adiknya ini lebih tabah dan berani lagi,
mendekati nekat!
˜Kita lihat saja nanti, mudah-mudahan kakakmu masih selamat.
Mari!!
Tanpa mengenal kasihan Suling Emas mengajak Lin Lin
berlari lagi cepat-cepat, agaknya ia tidak peduli bahwa gadis itu sudah
kelihatan amat telah. Lin Lin juga tidak sudi menyerah mentah-mentah, malu
untuk mengaku bahwa ia lelah dan kehabisan napas tadi. Kini, setelah lelahnya
berkurang karena sudah mengaso, ia mengerahkan Khong-in-ban-kin lagi dan
berlari secepat terbang. Ia sama sekall tidak sadar bahwa perbuatan Suling Emas
ini sama sekali bukan karena kejam, melainkan karena disengaja, yaitu bahwa
orang sakti itu hendak memaksa ia melatih Khong-in-ban-kin tanpa sengaja.
Dengan berlari-lari seperti itu, perjalanan dilakukan
cepat sekali. Lin Lin ingin sekali mengajak teman seperjalanan ini
bercakap-cakap, ingin ia tahu lebih banyak tentang diri Suling Emas, akan
tetapi ia tidak diberi kesempatan dan ia pun seorang gadis yang berhati keras.
Malu dan pantang mundur, dengan nekat ia berlari terus mengimbangi kecepatan
Suling Emas.
Pada malam hari itu setelah Lin Lin pergi meninggalkannya
seorang diri di dalam kuil, Sian Eng duduk termenung. Adiknya telah
membayangkan tuduhan bahwa dia cinta kepada Suling Emas. Alangkah jauh
menyimpang tuduhan itu. Memang ia merasa amat kagum terhadap pendekar sakti
yang aneh itu, akan tetapi pribadi Suling Emas sama sekali tidak menarik cinta
kasihnya, melainkan menimbulkan rasa seram, enggan, dan segan. Berpikir tentang
cinta kasih dan pria mana yang menarik hatinya, Sian Eng termenung dan
terkenang kepada.. Suma Boan! Jantungnya berdebar, mukanya terasa panas dan ia
menjatuhkan diri di atas pembaringan sambil menangis!
Memang aneh dan tak masuk di akal agaknya kalau asmara
sudah main-main dengan hati manusia muda. Dewi Asmara yang ganas dan
kadang-kadang kejam itu menyebar anak panah berbisa secara membabi-buta agaknya
sehingga banyak peristiwa terjadi dan cerita terlahir sebagai akibat daripada
bisa anak panah asmara yang menjadi sumber segala kebahagiaan atau sebaliknya
sumber kesengsaraan bagi orang-orang muda.
Sian Eng adalah seorang gadis puteri seorang jenderal.
Sedikit banyak hatinya terpengaruh oleh perbedaan antara orang biasa dan
bangsawan, dan biarpun tidak berterang, ia menganggap diri sendiri sebagai
seorang yang berdarah bangsawan. Atau, mungkin juga di dalam hatinya terdapat
cita-cita untuk mengangkat kembali derajat keluarganya yang sudah runtuh ketika
ayahnya meninggalkan kedudukan sebagai seorang bangsawan tinggi. Atau juga
memang karena kejahilan asmara sehingga begitu bertemu dengan putera Pangeran
Suma itu, seketika ia merasa tertarik sekali. Tentu saja ia tidak dapat
melupakan kenyataan betapa Suma Boan pernah menawannya dan menurut penuturan
Suling Emas, hampir membunuh Bu Sin. Akan tetapi hati kecilnya membisikkan
alasan bahwa untuk perbuatan itu tentu Suma Boan mempunyai sebab-sebab yang
kuat. Agaknya putera bangsawan itu pernah dibikin sakit hati oleh kakaknya, Bu
Song, sehingga ketika bertemu dengan mereka timbul kemarahannya dan berusaha
membalas dendam. Aku akan berikanya kepadanya, hal ini harus dibikin terang,
pikirnya dalam hati. Akan tetapi bagaimana ia dapat berjumpa dengan Suma Boan?
Tiba-tiba ia mendengar suara orang bercakap-cakap di
ruangan tengah kuli itu. Lapat-lapat ia mendengar suara hwesio kepala yang
menjawab dengan suara lemah ketakutan atas pertanyaan orang yang suaranya
nyaring dan galak, Sian Eng tertarik, juga curiga. Cepat ia menyambar pedangnya
dan keluar dari kamar. Dari balik pintu yang menembus ke ruangan itu, ia
mendengarkan dan jantungnya berdebar ketika ia mengenal suara Suma Boan!
˜Pinceng tidak berani membohong, Kongcu. Sesungguhnya
mereka telah pergi lagi, entah ke mana pinceng tidak berani bertanya dan tidak
diberi tahu.!
˜Bukankah Suling Emas sering kali datang ke kuil ini?!
terdengar pula Suma Boan bertanya.
˜Jarang sekali dia datang, sungguhpun pinceng mengenalnya
baik, tapi dia tidak pernah bermalam di sini. Siapakah bisa mengetahui di mana
adanya?!
˜Hemmm, aku percaya semua keterangan Losuhu. Akan tetapi
ketahuilah dua orang yang kucari itu adalah orang-orang berbahaya yang belum
lama ini mengacau rumahku, maka terpaksa aku akan melakukan penggeledahan,
siapa tahu mereka itu sudah kembali lagi ke dalam kuil tanpa setahu Losuhu.!
˜Silakan, silakan..!
Mendengar ini Sian Eng terkejut dan tak terasa lagi ia
bergerak. Suara kakinya cukup bagi pendengaran Suma Boan yang tajam. Pemuda
bangsawan ini melompat, mendorong daun pintu dan.. ia berhadapan dengan Sian
Eng!
Dengan kedua alis terangkat Suma Boan berseru,
˜Eh, kau di sini pula..?! Lalu ia melanjutkan
kata-katanya dengan nada girang.
˜Syukur kau telah bebas dari cengkeraman iblis
Hek-giam-lo, Nona!!
Merah muka Sian Eng. Ia balas memandang, lalu menjawab
marah.
˜Karena gara-gara kau menawanku, maka aku terjatuh ke
tangan Hek-giam-lo. Baiknya ada dia yang menolongku dan membawaku ke kuil
ini..!
˜Suling Emas? Kau ditolong olehnya..!
˜Siapa lagi kalau bukan dia yang menolongku? Suma-kongcu,
kami dulu itu dengan maksud baik datang kepadamu untuk bertanya tentang kakakku
yang hilang, mengapa kau lalu menawanku dan hampir membunuh kakakku Bu Sin?
Mengapa kau membenci kakakku Kam Bu Song yang lenyap? Permusuhan apakah yang
membuat kau membencinya?!
Suma Boan tersenyum, lalu menoleh kepada hwesio kepala
dan menjura.
˜Maaf, Losuhu, bahwa aku tadi menaruh curiga kepadamu.
Kiranya semua ceritamu benar belaka dan kedua orang muda itu tidak berada di
sini. Akan tetapi siapa kira, aku bertemu dengan Nona kenalanku ini. Harap kau
orang tua suka memberi kesempatan kami bicara berdua saja.!
Hwesio tua itu mengangguk dan mengundurkan diri dengan
sikap tenang dan sabar. Suma Boan lalu menghadapi Sian Eng. Pemuda yang sudah
banyak pengalamannya dengan wanita ini sekali pandang saja dapat menjenguk isi
hati Sian Eng, bahwa sedikitnya gadis ini tidak marah dan tidak benci
kepadanya. Dan memang ia pernah amat tertarik hatinya oleh gadis ini, maka
pertemuan yang tak sengaja dan tak tersangka-sangka ini tentu saja mendatangkan
rasa girang di hatinya. Tadi ia menyelidik tentang pemuda dan pemudi yang
mengacau rumahnya dan yang jejaknya menuju ke kuil ini. Ia telah menyiapkan
orang-orangnya di sekeliling kuil, bahkan Tok-sim Lo-tong, seorang tokoh
kang-ouw sahabat baik It-gan Kai-ong, sudah datang pula dan kini ikut menjaga di
luar kuil untuk menghadapi dua orang muda yang amat lihai itu, juga kalau
sekiranya perlu, menghadapi Suling Emas!
Suma Boan maklum bahwa Suling Emas takkan mau
mengganggunya, hal ini ada rahasianya, akan tetapi dia sendiri selalu berusaha
untuk menangkap dan kalau mungkin membunuh orang yang amat dibencinya itu.
Karena adanya Tok-sim Lo-tong inilah maka Suma Boan berbesar hati dan berani
memasuki kuil di kota raja. Sahabat suhunya yang berjuluk Tok-sim Lo-tong (Anak
Tua Berhati Racun) memiliki kepandaian yang amat tinggi, jauh lebih tinggi
daripada kepandaiannya sendiri.
˜Nona Liu..!
˜Aku bukan she Liu, melainkan she Kam,! bantah Sian Eng.
˜Lho, dahulu kau dan kakakmu mengaku sebagai adik-adik
dari Liu Bu Song..!
Mengertilah sekarang Sian Eng mengapa tadi pemuda
bangsawan ini menyebutnya nona Liu. Ia tersenyum manis dan hati Suma Boan makin
berdebar. Tak salah lagi, bocah ini bukan saja tidak membenciku, malah
agaknya.. ah, manis sekali wajah itu!
˜Sesungguhnya dia kakakku, kakak sulung. Akan tetapi
bukan aku yang berganti nama keturunan, melainkan dia. Sebetulnya dia bernama
Kam Bu Song. Suma-kongcu, kau agaknya kenal baik dengan kakakku, bolehkah aku
mendengar di mana adanya Kakak Bu Song sekarang ini dan apakah urusannya maka
kau agaknya bermusuhan dengan dia?!
˜Apakah kau betul-betul hendak bertemu dengan dia, Nona?
Sayang bahwa pertemuan pertama antara kita ternoda oleh permusuhan sehingga aku
khawatir kalau-kalau kau takkan dapat percaya kepadaku lagi.! Suma Brian
menarik napas panjang penuh penyesalan.
˜Aku.. aku percaya kepadamu. Ayahmu seorang pangeran.
Sebagai puteri seorang bekas jenderal besar, aku tahu bahwa kita menjaga nama
baik leluhur kita yang sudah banyak membuat jasa kepada negara.!
˜Ah, kiranya kau seorang gadis bangsawan, Nona? Ayahmu
seorang jenderal? Mengapa.. mengapa Bu Song memakai she Liu dan tidak pernah
bilang bahwa dia putera seorang jenderal besar? Ah, kalau saja ia dahulu
mengaku secara terus terang, kiraku takkan timbul permusuhan ini..!
˜Apakah yang telah terjadi? Dan di mana dia sekarang?!
˜Nona, kurasa bukan di sini tempat kita bicara. Ceritanya
panjang dan agaknya perlu kuperlihatkan bukti-buktinya kepadamu agar kau dapat
percaya. Adapun untuk dapat bertemu dengan kakak sulungmu itu, kurasa
membutuhkan perjalanan jauh yaitu ke negara Nan-cao. Maukah kau ikut denganku
ke Nan-cao? Kutanggung kau akan dapat bertemu dengan kakakmu di sana karena dia
pasti akan hadir pada pesta yang diadakan oleh Agama Beng-kauw.!
Sian Eng menjadi bingung. Ia tahu bahwa antara Lin Lin
dan Suma Boan terdapat permusuhan seperti yang telah diceritakan oleh Lin Lin
kepadanya. Dan agaknya Suma Boan sekarang ini pun datang untuk mencari Lin Lin
dan Bok Liong. Kalau Lin Lin pulang dan bertemu dengan Suma Boan, agaknya tentu
akan terjadi hal yang hebat, Lin Lin sukar diurus. Ia harus dapat mengambil
keputusan tepat.
˜Baiklah, Suma-kongcu. Aku percaya kepadamu. Tunggu
kuambil buntalan pakaianku sebentar.! Sian Eng cepat memasuki kamarnya dan tak
lama kemudian ia keluar lagi membawa buntalan pakaiannya. Ia tidak meninggalkan
pesanan sesuatu untuk Lin Lin karena ia maklum bahwa kalau ia meninggalkan
pesan, tentu Lin Lin akan mengejarnya. Karena ini pula, sengaja ia tidak
berpesan sesuatu kepada para hwesio, dan Suma Boan sudah memberi ingat kepada
para hwesio agar tidak memberitahukan siapa pun juga tentang kedatangannya
malam hari itu.
Di luar kuil, para anak buah Suma Boan menjaga sambil
bersembunyi. Hanya Tok-sim Lo-tong yang muncul menjumpainya. Sian Eng memandang
dengan mata terbelalak dan hatinya merasa ngeri. Orang yang muncul seperti
bayangan setan ini, tidak dapat ia mengikuti gerakannya dan dari mana
datangnya, adalah seorang laki-laki yang bentuknya seperti anak kecil bodoh,
tapi tubuhnya sudah tinggi melebihi tingginya orang biasa. Kepalanya gundul
plontos, tubuhnya kurus sekali. Laki-laki ini sudah tua, buktinya wajahnya yang
kurus penuh keriput dan mulutnya yang selalu terbuka itu dihias gigi-gigi
ompong. Hebatnya, orang ini tidak berpakaian, atau lebih tepat, hanya memakai
cawat, yaitu kain panjang yang dilibatkan di sekeliling pinggang dan paha untuk
menyembunyikan anggauta rahasia saja. Kakinya pun tidak bersepatu.
Akan tetapi, biarpun orang ini lebih pantas disebut orang
gila yang terlepas dari neraka, atau sebangsa siluman yang tersesat keluar dari
neraka, ternyata Suma Boan bersikap amat hormat. Dengan suara seperti orang
sakit napas, orang yang seperti bocah cacingan ini bertanya tak acuh,
˜Mana Suling Emas?! Belum habis pertanyaannya ia sudah
menguap dengan suara memuakkan!
˜Harap Locianpwe sudi maafkan. Dugaan teecu keliru,
ternyata dia tidak berada di sini, malah dua orang musuh teecu juga sudah
kabur. Teecu persilakan Locianpwe bersama teecu malam ini mengaso di rumah adik
teecu di kota raja. Besok pagi-pagi kita berangkat ke Nan-cao.!
˜Suruh aku tidur di rumah gedung? Huh-huh, tak sudi! Aku
tidur di kolong jembatan di luar kota, besok kita bertemu di luar tembok kota!!
Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan kepada Suma Boan untuk
menjawab, ia menoleh ke kiri dan mulutnya mengeluarkan suara seperti cecak.
Hampir Sian Eng meloncat kaget dan jijik ketika tiba-tiba terdengar suara
mendesis dan seekor ular sebesar paha dan panjangnya dua meter lebih merayap
dari tempat gelap, langsung merayap melalui kaki yang kurus panjang itu, terus
melingkar dengan enaknya pada pinggang, dada dan leher. Kemudian, alangkah
kaget dan herannya Sian Eng ketika sekali menggerakkan kaki-kakinya yang
panjang, Si Jangkung itu telah lenyap seperti amblas ke dalam bumi saja! Sian
Eng menjadi kagum, heran, ngeri, jijik dan takut. Ia merasa seperti berhadapan
dengan seorang iblis lain, yaitu Hek-giam-lo!
Suma Boan tersenyum melihat Sian Eng berdiri dengan muka
pucat dan mulut setengah terbuka itu.
˜Nona Kam, tidak aneh melihat kau terheran-heran. Beliau
tadi bukanlah seorang biasa, melainkan seorang sakti yang amat terkenal di
dunia kang-ouw. Julukannya adalah Tok-sim Lo-tong dan nama besarnya tidak kalah
oleh Suhu It-gan Kai-ong sendiri. Beliau adalah seorang di antara Thian-te
Liok-koai, kesaktiannya tak perlu dibicarakan lagi. Dengan beliau sebagai teman
seperjalanan, aku tidak takut kepada siapa pun juga, dan kita akan melakukan
perjalanan dengan aman ke Nan-cao.
˜Kau maksudkan kita kita akan melakukan perjalanan
bersama.. dia tadi?!
Suma Boan tertawa dan giginya yang putih berkilau
tertimpa sinar bulan,
˜Tidak usah kau takut, Nona. Dia tidak akan mengganggumu,
malah menjadi pelindung kita. Pula eh, pertu kunyatakan bahwa dengan adanya aku
di sampingmu, tak perlu kau takut apa pun juga!! Biarpun tidak secara langsung
agar tidak membuat kaget gadis yang masih hijau ini, Suma Boan mulai dengan
rayuannya. Kemudian ia mengajak Sian Eng berjalan menuju ke tengah kota di mana
terdapat sebuah gedung yang mentereng dan bagus, gedung seorang pangeran!
Sambil berjalan, mulailah Suma Boan bercerita. Secara singkat ia telah
menceritakan hal ini kepada Bu Sin, akan tetapi kalau kepada Bu Sin ia
bercerita dengan penuh kebencian, tidaklah demiklan kali ini.
˜Kakakmu Liu Bu Song itu dahulu adalah seorang pelajar
miskin yang datang ke kota raja untuk mengikuti ujian. Melihat wajahnya yang
tampan dan bakatnya yang baik dalam kesusastraan, Ayahku, pada masa itu kepala
pengawas ujian, menaruh kasihan. Apalagi karena kakakmu gagal dalam ujian. Ayah
lalu menolongnya, memberi pekerjaan sebagai tata usaha di gedung perpustakaan
yang juga menjadi pegangan Ayah. Ia rajin dan pekerjaannya dilakukan dengan
baik sehingga Ayah makin sayang dan percaya kepadanya. Kadang kala kakakmu itu
disuruh melakukan pekerjaan tulis-menulis di gedung kami. Malah ia bersahabat
baik denganku, karena usia kami memang sebaya dan aku tidaklah demikian lancar
dalam pelajaran sastra. Ia banyak membantuku dalam hal itu.! Pemuda bangsawan
itu berhenti dan menarik napas panjang. Sian Eng senang sekali mendengar cerita
ini. Ah, kiranya dia ini sahabat baik kakakku?
˜Ceritamu itu baik sekali. Tapi, mengapa lalu terjadi
permusuhan, Kongcu?!
˜Nona, amatlah tidak enak mendengar suaramu yang merdu
lewat mulutmu menyebutku Kongcu..!
˜Akan tetapi, kau seorang putera pangeran..!
˜Dan kau pun puteri seorang goan-swe (jenderal). Setelah
kuketahui bahwa kau ini adik Bu Song yang pernah menjadi sahabat baikku,
perlukah kita saling bersikap sungkan? Apalagi kita akan mengadakan perjalanan
jauh bersama, alangkah tidak enaknya kalau kau menyebut Kongcu dan aku menyebut
Siocia.!
Jantung dalam dada Sian Eng bergelora, membuat mukanya
terasa panas. Biarpun mereka berjalan di bawah sinar bulan yang remang-remang
karena terhalang awan sehingga mukanya takkan tampak, namun Sian Eng menunduk,
khawatir terlihat wajahnya yang membayangkan gelora hatinya.
˜Habis.. bagaimana..?! katanya setengah berbisik.
Suma Boan menatap wajah yang tunduk itu, hatinya girang
bukan main. Gadis ini cantik manis, biarpun kepandaiannya hanya lumayan saja,
namun wataknya gagah berani, dan puteri jenderal besar pula, lebih penting
lagi, dia ini adik Bu Song!
˜Karena kau terlalu sungkan tadi, aku sendiri sampai
takut menanyakan nama. Bolehkah aku mengetahui namamu dan selanjuthya kupanggil
kau adik, sedangkan kau menyebutku kakak?!
Makin panas kedua pipi Sian Eng. Tiba-tiba kakinya
tersandung batu dan ia hampir terguling. Suma Boan cepat-cepat menangkap
lengannya untuk mencegah gadis itu jatuh.
˜Hati-hati..!! serunya. Agak lama juga baru lengan ini
dilepas kembali. Padahal, seorang dengan kepandaian seperti Sian Eng, tak
mungkin bisa jatuh hanya karena tersandung batu kakinya! Hal ini keduanya cukup
maklum.
˜Namaku Kam Sian Eng..!
˜Nama yang indah. Adik Sian Eng, kau tentu sudi
menyebutku kakak, bukan?!
Dengan suara lirih dan kepala tetap tunduk Sian Eng
menjawab.
˜Tentu saja, akan tetapi, kita baru saja berkenalan..
dan.. aku masih belum tahu apakah kau ini terhitung sahabat ataukah musuh..!
˜Ha-ha-ha-ha, kau lucu..! Tapi benar juga, memang
ceritaku tadi belum selesai. Nah kau dengarlah, Bu Song bekerja pada Ayah
sampai lebih dari tiga tahun. Pada suatu malam.. ah, malam celaka itu.. kakakmu
tertangkap basah sedang berduaan dengan adikku perempuan bernama Suma Ceng..!
Hening sejenak dan terdengar Sian Eng memprotes,
˜Ah.. tapi.. tapi tentu adikmu.. eh, suka kepadanya.!
˜Itulah soalnya! Kiranya sudah lama juga agaknya, lebih
setahun, mereka itu saling mencinta di luar tahu semua orang. Akan tetapi kau
tahu sendiri, tak mungkin Ayah menyetujui hal ini. Pertama, adikku itu sudah
ditunangkan dengan Pangeran Kiang. Ke dua, kakakmu yang mengaku she Liu itu
memperkenalkan diri sebagai seorang sebatangkara yang tak berayah ibu lagi,
bahkan katanya datang dari sebuah dusun kecil, sama sekali tidak berdarah
bangsawan. Maka tadi kukatakan, sayang kami tidak tahu bahwa dia itu putera
seorang jenderal!!
˜Kemudian bagaimana? Lalu kakakku itu.. diapakan dia?!
Suara Sian Eng mengandung was-was, juga berada di pinggir jurang kemarahan dan
dendam. Tentu saja seorang yang berpengalaman cukup macam Suma Boan tahu akan
hal ini dan ia sudah berhati-hati.
˜Aku tidak dapat menyalahkan Ayahku dalam hal ini. Ayah
marah dan malu bukan main. Kalau tidak kucegah, agaknya adikku itu sudah
dibunuhnya malam hari itu juga. Baiknya dapat kudinginkan hatinya, adikku
diampuni dan Bu Song dimasukkan dalam penjara. Sebagai seorang yang dianggap
tak kenal budi, sudah ditolong oleh Ayah sampai tiga tahun lebih, kiranya
membalas dengan penghinaan yang mencemarkan nama baik keluarga. Ayah tak dapat
mengampuninya, lalu menyerahkan kepadaku untuk membunuh Bu Song..!
˜Ahhhhh..!! Sian Eng menghentikan langkahnya, membalik
dan memandang wajah Suma Boan dengan mata berapi.
˜Tidak, Adik Sian Eng. Jangan kau sangka bahwa aku mau
begitu saja membunuh seorang yang sudah tiga tahun menjadi sahabat baikku?
Tidak! Tentu saja di depan Ayah aku tidak berani membantah, karena aku pun
dapat menyelami perasaan Ayah dan secara jujur aku harus membenarkan hukuman
itu. Namun, betapapun juga, aku tidak tega untuk melakukan perintah Ayah. Aku
lalu mendatangi Bu Song di kamar tahanan, dan berunding dengannya. Aku hendak
menjalankan siasat, menyuruh teman-teman dari luar kota yang pandai untuk tiga
hari kemudian, malam-malam menyerbu dan membebaskan Bu Song. Dengan akal
demikian Bu Song akan tertolong dan aku sendiri tidak disalahkan Ayah karena
memang tahanan diserbu penjahat-penjahat pandai.! Kembali pemuda bangsawan itu
berhenti, menjadi ragu-ragu.
˜Kemudian bagaimana.. Koko?! Diam-diam Suma Boan
tersenyum girang karena jalan ceritanya telah membuat hati gadis itu kembali
mesra terhadapnya, sehingga menyebutnya koko (kanda) dengan suara demikian
merdu dan mesra. Tentu saja Sian Eng takkan berani menyebutnya koko kalau saja
ia tidak mendahului menyebut gadis itu adik.
˜Untuk memudahkan rencanaku itu, pada malam hari ke
tiganya, di depan Ayah aku mencambuki Bu Song dan mengikatnya pada balok
bersilang..!
˜Seperti yang kau lakukan terhadap kakakku Bu Sin itu?
Apakah kau juga menyiksa kakak Bu Song dengan anak panahmu?!
Bukan main kagetnya hati Suma Boan mendengar pertanyaan
ini. Hampir saja ia melompat menjauhi, seakan-akan pertanyaan itu merupakan
seekor ular berbisa yang menyerangnya tiba-tiba. Akan tetapi melihat sikap Sian
Eng masih biasa, hanya pada suaranya terkandung kegetiran, ia dapat menguasai
perasaannya dan berkata.
˜Dari mana kau bisa tahu tentang kakakmu Bu Sin? Apakah
kau sudah berjumpa dengannya?!
˜Belum. Akan tetapi aku mendengar dari Suling Emas..!
˜Ahhh! Kiranya dia pula yang telah membawa pergi Bu Sin?
Heran sekali..!!
˜Mengapa heran? Dia seorang pendekar yang sakti.!
˜Aneh sekali.. dia benar-benar orang aneh..! Suma Boan
berkata lirih, kepada diri sendiri.
˜Memang dia aneh, akan tetapi sakti dan kalau tidak ada
dia, agaknya aku dan Kakak Bu Sin tentu telah tewas.!
˜Kau tidak tahu akan urusannya, Moi-moi. Dengarlah
baik-baik, dan kau akan mengerti mengapa aku menjadi marah dan benci kepada Bu
Song sehingga ketika kau dan Bu Sin muncul, aku tidak dapat menahan
kemarahanku. Telah kuceritakan tadi, aku menyiksa Bu Song hanya untuk main
sandiwara di depan Ayah saja. Terang saja aku hanya mencambukinya agar Ayah
percaya. Lalu aku dan Ayah pergi meninggalkan Bu Song terikat di taman dan aku
mengerti bahwa menjelang tengah malam, tentu teman-temanku yang sudah siap akan
datang menyerbu dan membawanya lari keluar kota. Akan tetapi, apa yang terjadi?
Teman-temanku benar menyerbu, akan tetapi.. Bu Song sudah tidak ada lagi di
sana! Kegagalan ini membuka rahasiaku sehingga Ayah marah bukan main kepadaku
dan hampir aku diusirnya kalau saja Ibu tidak turut campur. Nah, karena
melanggar janji dalam rencana itulah aku menjadi benci kepada Su Song. Apalagi
setelah beberapa tahun kemudian, adikku sudah menikah dengan pangeran
tunangannya, Bu Song secara sembunyi muncul lagi dan bahkan berani mengunjungi
taman adikku, mengadakan pertemuan di sana!!
˜Apa..?! Sian Eng berseru dengan hati tidak karuan. Heran,
penasaran, juga terharu sekali. Demikian besarkah cinta kasih kakaknya terhadap
Suma Ceng sehingga kakaknya tidak melihat kenyataan bahwa kekasihnya itu sudah
menjadi isteri orang lain?
˜Itulah sebabnya mengapa aku tidak dapat menahan sabar
lagi ketika melihat kau dan Bu Sin muncul dan mengaku sebagai adik dari Bu
Song. Apalagi terhadap Bu Sin yang ketika kuceritakan hal ini malah membela
kakaknya, sehingga kemarahanku menjadi-jadi. Baiknya aku masih ingat dan tidak
membunuhnya, dan bukan main bingung hatiku ketika melihat kau lenyap. Syukur
kau telah tertolong dari tangan Hek-giam-lo yang mengerikan.!
˜Kalau begitu.. agaknya.. Kakak Bu Song memang
keterlaluan. Kalau kekasihnya, adikmu itu sudah menjadi isteri orang lain,
tidak semestinya ia datang mengunjunginya. Akan tetapi, bagaimana kau bisa tahu
bahwa kita akan dapat bertemu dengan dia di Nan-cao?!
˜Dia mempunyai hubungan dengan Kerajaan Nan-cao, kita
pasti akan bertemu dengannya di sana. Kau percayalah kepadaku Adik Sian Eng.!
˜Kalau aku tidak percaya kepadamu, masa aku suka ikut?!
Mereka memasuki pekarangan sebuah gedung indah. Beberapa
orang penjaga segera maju menghadang, akan tetapi mereka cepat memberi hormat
ketika melihat Suma Boan membuka pintu depan dan seorang di antara mereka
berlari-lari ke dalam untuk melaporkan kedatangan mereka. Suma Boan mengajak
Sian Eng terus ke dalam, malah dengan ramah ia menggandeng tangan gadis itu.
Di ruangan tengah mereka disambut oleh seorang wanita
yang cantik sekali dan mengenakan pakaian mewah. Sejenak Sian Eng tercengang
dan kagum. Wanita itu lebih tua beberapa tahun daripadanya, wajahnya yang
cantik jelita membayangkan keagungan, rambutnya yang panjang hitam itu digelung
indah dan dihias permata mutu manikam. Sepasang matanya yang bersinar-sinar,
dagunya yang runcing dan tubuhnya yang langsing padat mengingatkan ia akan Lin
Lin. Akan tetapi, tentu saja berlainan sekali karena Lin Lin mempunyai
kecantikan yang asing, sedangkan wanita ini adalah seorang yang cantik seperti
dewi dalam gambar. Ia cepat-cepat menjura dengan hormat ketika wanita itu
berkata, suaranya halus dengan gerak-gerik yang lemah gemulai.
˜Twako, malam-malam begini kau datang mengunjungiku, dari
manakah dan ada keperluan apa? Dan adik ini, siapa?!
Sian Eng kini memandang sekali lagi, dengan penuh
perhatian setelah mengerti bahwa inilah kiranya wanita yang menjadi kekasih
hati kakaknya. Ah, pantas saja kakak sulungnya tergila-gila, karena memang
wanita ini hebat. Diam-diam ia menaruh kasihan kepada kakaknya, juga kepada
wanita ini, yang ternyata telah gagal dalam percintaan.
˜Ceng-moi aku mempunyai urusan di kota raja sehingga agak
terlambat datang ke sini. Besok pagi-pagi aku akan berangkat ke selatan,
menghadiri pesta Agama Beng-kauw di Nan-cao bersama Nona Sian Eng ini. Maafkan
kalau aku mengganggu, tapi mana suamimu?!
Pandang mata Sian Eng yang tajam menangkap wajah yang
tiba-tiba muram itu, dan suaranya yang halus merdu tadi berubah tergetar
membayangkan batin yang tertekan,
˜Ah.. dia tidak berada di rumah, semenjak sore tadi pergi
bersama teman-temannya..! kemudian suaranya meninggi, wajahnya berseri lagi
seakan-akan ia memaksa diri melupakan hal itu dan mengubah percakapan.
˜Adik ini tentu lihai sekali ilmu pedangnya. Adik, kau
murid siapa, Twako, biarkan dia tidur bersamaku agar kami dapat bercakap-cakap,
kau sendiri pakailah kamar di sebelah timur. Akan kuperintahkan pelayan
membereskannya.!
Suma Boan tersenyum, menyatakan baik lalu meninggalkan
dua orang wanita itu. Akan tetapi sebelum lenyap di ruangan lain, terdengar
suaranya.
˜Asal kau tahu saja bahwa Adik Sian Eng adalah adik dari
Bu Song.!
Suma Ceng menahan seruannya dengan menaruh tangan kiri di
depan mulut, matanya terbelalak memandang Sian Eng, wajahnya menjadi pucat!
Sian Eng makin kasihan melihat ini dan maklumlah ia bahwa biarpun wanita ini
sudah bersuamikan orang lain namun tetap mencinta kakaknya. Ia cepat memegang
tangan Suma Ceng dan berkata,
˜Enci, harap kau jangan kaget. Pertemuan ini tidak
kusengaja, hanya kebetulan saja. Baru saja aku mendengar tentang kakakku dan
kau. Selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan Kakak Bu Song dan sekarang
aku sedang mencarinya. Suma-kongcu menyatakan bahwa kalau aku ikut dengannya ke
Nan-cao, pasti aku akan dapat bertemu dengan Kakak Bu Song di sana.!
Suma Ceng menarik tangan Sian Eng. ˜Adik Sian Eng,
marilah kita bicara di dalam kamarku..!! Dari suaranya, tahulah Sian Eng bahwa
wanita itu menahan isak, agaknya menjadi amat terharu. Maka ia pun mengikutinya
dengan hati berdebar karena ia merasa yakin bahwa dari mulut yang mungil ini ia
akan dapat mendengar banyak tentang diri kakaknya.
***
˜Heeeiiiii! Dengar kalian semua! Aku Si Suling Emas
selamanya tidak pernah bermusuhan dengan orang-orang Nan-ping maupun Nan-han
dan kerajaan-kerajaan di selatan lainnya. Mundurlah dan biarkan kami lewat,
kami sedang menuju ke Nan-cao untuk menghadiri perayaan Beng-kauw di sana.
Mundur, aku tidak suka membunuh kalian!!
Biarpun teriakan Suling Emas itu bagaikan halilintar dan
sulingnya digerakkan menjadi segulungan awan kuning yang hebat, ditambah pula
di sebelahnya terdapat Lin Lin yang juga menggerakkan pedangnya sehingga
gulungan sinar kuning yang lebih muda menyilaukan mata dan mengandung hawa
dingin mengancam para pengurung, namun puluhan orang yang mengurung mereka itu
tidak mau mundur, malah mendesak makin hebat.
˜Jangan kira aku takut, tikus-tikus tak tahu diri!!
Suling Emas membentak dan terdengarlah bunyi senjata yang patah-patah ketika
sulingnya bergerak membabat pedang dan golok yang malang-melintang di depannya,
˜Lin Lin, serang dan robohkan mereka, tapi jangan bunuh!!
Akan tetapi jumlah pengeroyok makin banyak dan mereka
berteriak-teriak,
˜Bunuh anjing pengkhianat! Jangan percaya omongan anjing
penjilat Sung Utara!!
Suling Emas dan Lin Lin dalam perjalanan mereka tiba di
luar kota Ban-in di pinggir Sungai Yang-ce-kiang, dan di tempat inilah mereka
dihadang kemudian dikeroyok oleh banyak sekali orang yang kesemuanya mahir ilmu
silat dan membawa senjata. Hal ini saja cukup membayangkan bahwa mereka ini
memang sudah berjaga di situ, dan bahwa pencegatan terhadap Suling Emas dan Lin
Lin memang sudah diatur lebih dulu.
Biarpun puluhan orang pengeroyok itu adalah orang-orang
yang melihat gerakan-gerakannya, ternyata pandai mainkan senjata tajam, namun
mereka bukanlah lawan Lin Ling apalagi Suling Emas. Sebentar saja, golok-golok
dan pedang-pedang berpelantingan, dan tubuh-tubuh terluka roboh saling tindih.
Tiba-tiba terdengar suara gerengan yang menggetarkan bumi. Agaknya suara ini
merupakan komando karena para pengeroyok makin nekat dan mendesak, kemudian
muncullah di antara para pengeroyok itu dua orang yang hebat-hebat. Mereka
adalah dua orang laki-laki tua yang hampir telanjang. Hanya cawat dan celana
yang menutupi tubuh mereka. Biarpun keduanya sama menjijikkan seperti binatang
atau manusia hutan yang liar, namun keadaan mereka jauh berbeda.
Yang seorang bertubuh gemuk dan di tengkuknya terdapat
daging punuk yang besar seperti punuk di punggung sapi jantan. Kedua lengannya
panjang berbulu, kelihatan kuat sekali sedangkan sepuluh jari tangannya berkuku
panjang dan kotor. Kepalanya gundul, mata dan mulutnya membayangkan kebuasan
yang mengerikan. Orang ke dua tinggi kurus, juga tak berbaju, hanya bercawat,
juga gundul dan mukanya sama buas dan mengerikan. Kita pernah bertemu dengan
yang tinggi kurus itu, karena ia bukan lain adalah Tok-sim Lo-tong, sahabat
baik It-gan Kai-ong yang melakukan perjalanan bersama Suma Boan. Adapun yang
gendut itu juga bukan tokoh sembarangan, karena dia adalah kakak Si Tinggi
Kurus, berjuluk Toat-beng Koai-jin (Manusia Aneh Pencabut Nyawa)! Seperti juga
Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin ini termasuk seorang di antara Thian-te
Liok-koai Si Enam Jahat.
Melihat munculnya dua orang kakak beradik ini, kagetlah
Suling Emas, akan tetapi ia pun menjadi marah sekali.
˜Aha, kiranya Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong dua
manusia buas yang berdiri di belakang semua ini? Kalian mau apa?!
˜Heh-heh, Suling Emas, menyerah kau dan gadis itu!!
Toat-beng Koai-jin menggeram, air liurnya menetes dari
pinggir mulut. Lin Lin mengkirik penuh kengerian.
˜Suling Emas, menyerahlah menjadi tawananku kalau mau
selamat!!
Si Tinggi Kurus Tok-sim Lo-tong mengeluarkan suaranya
yang tak enak didengar.
Tiba-tiba Suling Emas tersenyum lebar dan Lin Lin yang
menoleh kepadanya menjadi bengong. Baru kali ini ia melihat Suling Emas
tersenyum lebar. Wajahnya berubah sekali, kemuraman lenyap, wajah itu
berseri-seri menjadi amat tampan. Alangkah inginnya dapat melihat Suling Emas
seperti itu selalu!
˜Kalian kira aku manusia macam apa, bisa kalian ancam
untuk menyerah?!
˜Heh-heh, aku tahu kau tentu melawan. Lebih baik lagi,
tinggal menyeret bangkaimu kubawa pulang!!
Toat-beng Koai-jin terkekeh lalu menerjang maju, menubruk
Lin Lin. Gerakannya kelihatan lambat, tubuhnya begitu besar dan kaku akan
tetapi entah bagaimana, tubrukan ini hampir tak terhindarkan oleh Lin Lin!
Baiknya ia cepat mengayun pedang yang menjadi sinar kuning berkelebat di depan
tubuhnya, merupakan senjata yang amat kuat dan agaknya Toat-beng Koai-jin
maklum pula akan keampuhan pedang pusaka ini maka ia menggeram dan mengubah
gerakan menubruk menjadi gerakan mencengkeram dari samping bawah!
Sementara itu, Tok-sim Lo-tong juga sudah mengeluarkan
senja istimewa, yaitu seekor ular yang besar dan panjang. Ular dilibatkan di
leher dan pinggang, ia sendiri memegang leher ular dan bersilatlah ia dengan
kacau-balau menerjang Suling Emas. Biarpun kelihatannya ia berjingkrak dan
bersilat kacau-balau seperti itu, namun Suling Emas yang sudah mengenalnya
maklum bahwa Si Tinggi Kurus ini amat hebat kepandaiannya. Justeru di dalam
kekacau-balauan gerakan inilah terletak kekuatannya, apalagi ˜senjata! ular
hidup itu bisa mulur dan mengkeret, amat sukar diduga perkembangannya. Angin
pukulan yang menyambar-nyambar disertai bau amis dan berbisa, membayangkan
teraga sin-kang yang mujijat, bercampuran dengan hawa ilmu hitam dan hawa
beracun. Di samping ini, masih banyak sekali orang yang mengeroyok Suling Emas
dari kanan kiri dan belakangnya.
Mendapat lawan Tok-sim Lo-tong yang lihai ditambah banyak
pengeroyok itu sama sekali tidak membikin gentar hati Suling Emas, akan tetapi
yang membuat ia khawatir sekali adalah keadaan Lin Lin. Ia maklum bahwa
betapapun lihainya Lin Lin dengan ilmu warisan dari Kim-lun Seng-jin, namun
gadis itu masih jauh belum cukup kuat untuk menandingi seorang lawan yang
seperti Toat-beng Koai-jin, seorang di antara Thian-te Liok-koai.
˜He, Toat-beng Si Lembu Edan, tidak malukah kau melawan
seorang gadis cilik? Hayo kau sekalian maju mengeroyokku!! bentak Suling Emas
seraya mainkan sulingnya sedemikian rupa sehingga gulungan sinar sulingnya itu
menahan semua pengeroyok.
Akan tetapi, kiranya malah Lin Lin yang menjawab,
˜Siapa gadis cilik? Aku bukan kanak-kanak lagi. Monyet
gundul liar menjemukan, jangan dengarkan dia, hayo kaulayani pedangku kalau
memang berani! Lihat, ujung pedangku akan mendodet perutmu yang gendut
kebanyakan makan itu!!
Lin Lin menerjang hebat sambil memutar pedangnya dan dengan
hati-hati, karena maklum akan kelihaian lawan, ia mainkan ilmunya
Khong-in-liu-san sambil mengerahkan tenaga sakti dengan Ilmu Khong-in-ban-kin.
Toat-beng Koai-jin yang tadinya memandang rendah dan
menyerbu gadis itu sambil tertawa-tawa, diam-diam kaget juga karena ini.
Biarpun ia kelihatan buas dan liar seperti orang hutan, namun dalam hal ilmu
silat di dunia kang-ouw, sebagian besar telah dikenalnya, maka ia mengenal pula
Ilmu Khong-in (Awan Kosong) ini.
˜Heh, kau murid Kim-lun Seng-jin? Bagus, tentu gurih
dagingmu dibakar setengah matang. Heh-heh!! Tiba-tiba kakek liar ini menyambar
dua orang pengeroyok suling Emas, memegang pada kakinya dan menggunakan dua
˜senjata hidup! ini menerjang Lin Lin.
Lin Lin kaget setengah mati. Terpaksa ia menggerakkan
pedang menangkis.
˜Crak! Crak!! Darah menyembur karena tubuh dua orang itu
terbabat putus oleh pedangnya! Kakek itu tertawa-tawa dan.. menggelogok darah
yang tersembur keluar itu ke dalam mulutnya, seperti orang kehausan minum air
es!
Kemudian ia melemparkan dua mayat itu dan sekali lagi ia
menyambat kaki dua orang pengeroyok.
Lin Lin meramkan matanya melihat kakek itu minum darah,
wajahnya menjadi pucat dan kakinya menggigil. Tapi kembali Toat-beng Koai-lojin
sudah menerjagnya dengan dua ˜senjata hidup!. Lin Lin kewalahan, terpaksa
kembali ia menangkis dan kembali dua orang itu mati seketika dengan perut dan
dada terbelah. Tangan Lin Lin yang memegang pedang gemetar dan sebelum ia tahu
apa yang terjadi, tiba-tiba kakek itu telah menubruknya dan sebuah ketukan
keras pada pergelangan tangannya membuat Lin Lin terpaksa melepaskan pedangnya.
Tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas dan ia sudah disambar oleh Toat-beng Koai-jin
yang tertawa terkekeh-kekeh sambil membawa lari tubuh tin Lin yang lemas.
˜Toat-beng Koai-jin, kalau kau mengganggu dia, aku
bersumpah akan menyiksamu dan memotong-motong dagingmu sekerat demi sekerat!!
Bentakan Suling Emas ini keras sekali dan tiba-tiba sulingnya melakukan
gerakan-gerakan aneh sekali, begitu halus akan tetapi mengandung kekuatan yang
bukan main sehingga dalam sekejap mata enam orang pengeroyok terguling roboh
sedangkan Tok-sim Lo-tong sendiri terdorong mundur sampai lima langkah.
˜Ihhhhh.. ilmu apakah ini..?! Tok-sim Lo-tong berseru
kaget, akan tetapi ia mendesak lagi, dibantu oleh para pengeroyok yang nekat,
menghalangi Suling Emas mengejar Toat-beng Koai-jin. Memang hebat gerakan
Suling Emas tadi. Dalam kemarahan dan kegelisahannya melihat Lin Lin tertawan,
ia tadi mainkan jurus dari ilmu silat yang ia terima dari Bu Kek Siansu. Girang
hatinya melihat hasil ini, dan tahulah ia bahwa ilmu silat sastra ini sama
sekali tidak dikenal Tok-sim Lo-tong sehingga tentu saja hasilnya amat baik.
Cepat sulingnya bergerak lagi, membuat huruf KOK (Negara). Huruf ini mengandung
gerakan dalam yang rumit, akan tetapi dilingkari garis-garis segi empat yang
melengkung. Kembali empat orang pengeroyok roboh dan ketika tubuh Suling Emas
melayang dalam pembuatan gerakan melingkar, tahu-tahu ia telah bebas dari
pengepungan dan cepat ia berkelebat mengejar ke arah larinya Toat-beng
Koai-jin. Akan tetapi yang dikejar telah lenyap, tidak tampak bayangannya lagi.
Suling Emas memasuki kota Ban-sin, langsung menuju ke
rumah Ouw-kauwsu, seorang guru silat di kota itu yang dikenalnya. Ouw-kauwsu
terkejut dan girang bukan main melihat munculnya pendekar sakti ini. Cepat ia
menjura dengan hormat dan dengan wajah berseri-seri ia berkata.
˜Wah, tak pernah mimpi siauwte akan menerima kehormatan
besar dengan kunjungan Taihiap !!
˜Ouw-kauwsu, ada urusan penting. Maaf, aku ingin singkat
saja. Tahukah kau di mana aku dapat menjumpai Toat-beng Koai-jin? Lekas,
sekarang juga!!
Berubah wajah Ouw-kauwsu, terang bahwa dia menjadi
ketakutan.
˜Memang.. memang kulihat dia dalam bulan ini berada di
Ban-sin, biasanya dia di.. di dalam kuil..!
˜Heh-heh-heh, Suling Emas. Tak usah repot-repot, aku sudah
berada di sini!! tiba-tiba terdengar suara keras dan parau. Suling Emas dan
Ouw-kauwsu cepat memutar tubuh dan.. kiranya manusia iblis yang dijadikan bahan
percakapan itu telah berada di situ, duduk nongkrong di atas tiang melintang
dekat langit-langit rumah sambil menggerogoti daging dari tulang paha, entah
paha apa!
Dan pada saat itu juga, terdengar suara orang mengomel,
˜Nanti dulu.. tenanglah, kau ajak aku berlari-lari. Kalau
betul dia Suling Emas, mau apa? Mau suruh dia tiup suling? Eh, tidak enak memasuki
rumah orang seperti ini. Heee, tuan atau nyonya rumah. ke mana kalian? Wah,
agaknya rumah kosong..!
Munculiah orangnya yang berkata-kata itu. Kiranya dia
seorang kakek pendek, kumis dan jenggotnya jarang, sikapnya lucu dan selalu
terkekeh. Di belakangnya berjalan seorang gadis cantik yang bukan lain adalah
Sian Eng. Begitu memasuki ruangan itu, kakek lucu ini melihat Suling Emas dan
Ouw-kauwsu berdongak memandang ke atas. Ia pun ikut memandang dan tiba-tiba ia
berseru kaget.
˜Eh, eh, anak nakal.. kenapa kau naik ke sana? Hayo turun
lekas.. wah, kalau jatuh bisa pecah punukmu. Turun.. turun..!! Ia
menggapai-gapai tangannya menyuruh turun. Akan tetapi Toat-beng Koai-jin hanya
memandang sambil menyeringai dan melanjutkan kesibukannya yaitu menggerogoti
daging.
˜Kau tidak turun? Celaka.. wah, aku paling ngeri melihat
orang jatuh dari tempat tinggi.. hayo turunlah..!! Ia lalu menghampiri tiang
dan mulailah ia memanjat ke atas seperti seorang kanak-kanak memanjat pohon
kelapa! Setelah ia tiba di atas, hampir sama tingginya dengan tempat di mana
Toat-beng Koai-jin duduk nongkrong matanya terbelalak ketakutan.
˜Kau makan apa itu? Hiiiiihhh, daging itu masih mentah!
Lihat ada darahnya, wah-wah, kau memang bocah nakal. Bisa kembung perutmu. Eh,
bukankah kau ini si nakal Toat-beng Koai-jin? Ya, kukenal punukmu itu! Ihhh,
tentu daging manusia yang kau makan. Wah, serem.. serem..!!
Bagaimanakah Sian Eng bisa datang bersama kakek pendek
yang lucu ini dan siapakah gerangan kakek itu? Seperti telah kita ketahui, Sian
Eng pergi bersama Suma Boan ke gedung indah milik adik Suma Boan yang bernama
Suma Ceng. Seperti telah diduga oleh Sian Eng, setelah berada di dalam kamar
berdua dengan bekas kekasih kakaknya ini, ia mendengar banyak tentang diri Bu
Song. Kiranya cerita yang ia dengar dari Suma Ceng tiada bedanya dengan yang
sudah didengarnya dari Suma Boan, hanya tentu saja, dari mulut Suma Ceng
terdengar berlainan. Terang bahwa nyonya muda cantik ini benar-benar mencintai
Bu Song.
˜Dia meninggalkan aku..! Suma Ceng mengakhiri ceritanya
sambil menghapus air matanya.
˜Tapi.. untung Boan-ko menolongnya dan ia tidak sampai tewas.
Aku dipaksa kawin.. sekarang sudah tiga orang anakku.. suamiku baik
terhadapku.. aku berusaha melupakannya sedapat mungkin, tapi.. tapi..! kembali
ia menangis perlahan, ˜yang menyedihkan hatiku, aku tidak tahu bagaimana
nasibnya sekarang, di mana ia berada.. kalau saja dia sudah menikah dengan
gadis lain dan hidup bahagia.. akan terobatilah hatiku..!
Sian Eng ikut menangis. Terharu hatinya mendengar cerita
yang menyedihkan tentang asmara gagal yang diderita nyonya muda ini dan
kakaknya.
˜Betapapun juga, kau sudah berumah tangga, sudah
berputera, harap jangan memikirkan kakakku lagi,! kata Sian Eng. ˜Dan kurasa
kakakku juga berusaha melupakan peristiwa itu..!
˜Tak mungkin! Bu Song takkan dapat melupakan aku, sampai
mati pun takkan ia dapat melupakan aku! Kami.. kami.. ah..!! kembali nyonya
muda itu menangis sedih.
˜Siapa tahu.. ia malah telah membawa cinta kasihnya ke
balik kubur..! terisak-isak ia kini, ˜kalau aku tahu.. ah, aku pun lebih baik
mati..!
Terkejut juga hati Sian Eng. Bukan main! Kiranya cinta
kasih antara mereka itu sudah demikian hebat.
˜Enci, harap kau tenangkan hatimu. Kakakku Bu Song belum
mati dan besok aku diajak oleh Suma-kongcu menyusulnya. Aku akan sampaikan
pesanmu kepadanya kalau aku bertemu dengan kakakku, akan kubujuk dia supaya
menikah dengan gadis lain.!
˜Betulkah? Benar-benar Boan-ko tahu di mana adanya Bu
Song? Hati-hati, Adik Sian Eng.. dia.. kakakku itu..!
Melihat keraguan ini, Sian Eng timbul curiga. ˜Ada apa
dengan kakakmu?!
˜Dia baik, baik sekali kepadaku dan aku amat sayang
kepadanya. Kami hanya berdua saudara dan dia amat sayang pula kepadaku. Tapi..
tapi.. ah, bagaimana aku bisa membiarkan adik Bu Song menjadi korban? Adik Sian
Eng, terus terang saja, betapapun sayangku kepada kakakku, akan tetapi harus
kuakui bahwa dia itu.. dia mudah terjatuh oleh wanita cantik. Dan kau amat
cantik, adikku, kau cantik menarik. Aku khawatir kalau-kalau kau menjadi
korbannya. Sudah terlalu banyak gadis-gadis tak berdosa jatuh ke tangan kakak
kandungku. Kau adik Bu Song, aku harus memperingatkanmu, jangan kau bergaul
dengannya. Kecuali..! wajahnya menjadi bersinar, ˜ah, alangkah baiknya. Kecuali
kalau ia betul-betul cinta kepadamu dan mau mengambilmu sebagai isteri. Ah,
benar! Ini bagus sekali. Aku gagal berjodoh dengan Bu Song, sekarang sebagai
gantinya adiknya berjodob dengan kakakku, bukankah ini baik sekali?!
Merah wajah Sian Eng. ˜Ah, Cici, omongan apakah ini?
Siapa yang berpikir tentang jodoh?! Sampai di sini percakapan mereka berakhir
dan malam hari itu Sian Eng tak dapat tidur nyenyak biarpun ia mendapatkan
kamar yang indah dan tempat tidur yang mewah. Hatinya merasa tidak enak.
Akan tetapi Suma Boan ternyata pintar sekali mengambil
hati. Ia memperlihatkan sikap sopan dan menghormat sehingga Sian Eng mulai
percaya lagi kepadanya. Peringatan Suma Ceng sudah hampir lenyap bekasnya di
hati, sungguhpun ia selalu masih berhati-hati dan tidak kehilangan
kewaspadaannya. Perjalanan jauh itu dilakukan dengan penuh kegembiraan karena
sikap Suma Boan yang baik, dan makin kagumlah Sian Eng ketika melihat betapa
hampir di setiap kota dan dusun, putera pangeran ini agaknya mempunyai
sahabat-sahabat yang amat hormat dan tunduk terhadapnya.
Akhirnya tibalah mereka di kota Ban-sin dan Suma Boan
mengajaknya bermalam di kota ini. Juga di sini Suma Boan mempunyai banyak
hubungan. Malah ia diterima oleh seorang pembesar, dipersilakan bermalam di
sebuah rumah gedung yang dijaga oleh perajurit-perajurit, diperlakukan dengan
segala kehormatan.
Yang membuat Sian Eng kaget bukan main adalah ketika ia
melibat bayangan It-gan Kai-ong si raja pengemis yang mengerikan itu! Ia
melihat pengemis tua ini tanpa sengaja. Ketika itu ia sudah memasuki kamarnya
dan langsung membaringkan tubuh di tempat tidur, karena ia merasa amat lelah.
Tiba-tiba ia mendengar suara Suma Boan di belakang rumah. Selama ini
kecurigaannya terhadap Suma Boan sudah hilang dan makin lama makin baiklah
kesan di hatinya terhadap putera pangeran ini. Kini mendengar suaranya,
tiba-tiba timbul keinginan hatinya untuk mengajaknya bercakap-cakap! Ia turun
dari pembaringan, membuka pintu kamar dan di saat itulah ia mendengar suara
parau yang membuat bulu tengkuknya berdiri.
˜Sungguh kau sembrono sekali!! kata suara parau itu. ˜Dia
hanya berada beberapa puluh li di belakangmu dan kau masih tidak tahu!!
˜Tapi, Suhu, Locianpwe Tok-sim Lo-tong juga tidak memberi
tahu sesuatu!! terdengar suara Suma Boan, membantah.
˜Uh, dasar sembrono! Biar kusiapkan sambutan, untungnya
ada Toat-beng Koai-jin di sini. Hati-hati, jaga baik-baik gadis itu, mungkin
bisa dipergunakan untuk menundukkannya!!
Sian Eng cepat menyelinap ke balik daun pintu sambil
mengintai. Dugaannya tidak keliru, tak lama kemudian ia melihat bayangan It-gan
Kai-ong berjalan terbongkok-bongkok bersandarkan tongkat bututnya. Di bawah
sinar lampu yang suram muram itu kakek ini tampak makin buruk saja, dengan mata
satunya yang berair dan terhias kotoran kuning di ujung, rambutnya yang
riap-riapan dan mulutnya yang hanya bergigi satu. Sian Eng bergidik dan kedua
kakinya gemetar. Sukar untuk mengatakan siapa yang lebih mengerikan antara
It-gan Kai-ong, Hek-giam-lo, dan Tok-sim Lo-tong, juga wanita iblis Siang-mou
Sin-ni!
Munculnya It-gan Kai-ong ini tentu saja membuyarkan
lamunan Sian Eng dan membatalkan niatnya untuk menemui Suma Boan. Akan tetapi
agaknya putera pangeran itu mengalami dorongan hasrat hati yang sama. Buktinya,
tidak lama setelah Sian Eng kembali melempar diri ke atas pembaringan, daun
pintu kamarnya diketok orang. Ketika Sian Eng yang berdebar-debar hatinya
membuka daun pintu, kiranya Suma Boan yang berdiri di situ sambil tersenyum!
Bukan main lega hati Sian Eng, karena tadinya ia sudah merasa cemas dan ngeri,
takut kalau-kalau ia akan berhadapan dengan It-gan Kai-ong. Kelegaan hatinya
ini memancing senyum manisnya.
˜Sian Eng moi-moi, kau belum tidur?!
Sian Eng menggeleng kepala. Pertanyaan tentang It-gan
Kai-ong berada di ujung bibir, akan tetapi ia tahan.
˜Apakah kedatanganku ini mengganggumu?! tanya pula Suma
Boan dengan suara halus.
˜Tidak sama sekali. Kenapa kau begini sungkan, Koko? Dan
kelihatan gugup? Ada apa?!
Senyum Suma Boan melebar, tetapi suaranya gemetar ketika
ia menjawab.
˜Tidak apa-apa.. hanya aku.. ah, sudah beberapa malam aku
tak dapat memejamkan mata, Moi-moi.!
˜Kenapa? sakitkah engkau?! tanya Sian Eng, memandang
tajam.
˜Memang sakit, tapi bukan tubuhku yang sakit, melainkan
hatiku. Moi-moi.. Sian Eng.. hatiku menderita rindu, mataku tak dapat tidur
karena selalu terbayang wajahmu. Ah, alangkah cantik manis engkau, Moi-moi, dam
aku tergila-gila kepadamu, aku cinta padamu..!
Seketika kedua kaki Sian Eng menggigil, mukanya panas
rasanya tapi tangan kaki merasa dingin, jantungnya berdegupan sehingga degup
jantung itu terdengar berdentam-dentam di kedua telinganya, darahnya
berdenyutan sampai terasa hampir memecahkan urat-urat di pelipisnya, ia
menunduk, tak berani memandang, mulutnya setengah tersenyum setengah menangis.
Sian Eng masih dalam keadaan setengah sadar ketika ia
merasa betapa pundaknya dirangkul orang, betapa rambut di kepalanya diciumi
orang dan betapa Suma Boan memeluknya sambil berbisik-bisik tak tentu ujung
pangkal atau pun isinya. Sejenak Sian Eng memejamkan matanya, menyandarkan
kepala pada dada pemuda itu, merasa bahagia dan napasnya terengah-engah sesak.
Aku juga cinta padamu, bisik suara hatinya. Akan tetapi tiba-tiba telinganya
mendengar bisikan-bisikan, itulah suara Suma Ceng ketika bicara kepadanya di
dalam kamar. ˜.. aku khawatir kalau-kalau kau menjadi korbannya.. sudah terlalu
banyak gadis-gadis tak berdosa jatuh oleh kakak kandungku..!
Dan tiba-tiba Sian Eng merasa betapa kurang ajar kedua
tangan Suma Boan. Ia meronta dan tangannya menampar, tepat mengenai pipi Suma
Boan, kemudian ia melompat ke belakang. Melihat betapa pemuda yang sebetulnya
telah merebut hatinya itu berdiri bengong dengan muka pucat, dan pipi yang
ditamparnya tadi merah sekali, Sian Eng menutupi muka dengan kedua tangannya
dan menangis.
˜.. kenapa Moi-moi..? Kenapa kau menamparku? Bukankah..
bukankah kau juga cinta kepadaku seperti cintaku kepadamu?!
Dengan mata berlinang air mata Sian Eng memandang,
kemudian terdengar ucapannya terpitus-putus,
˜.. cintaku bukan untuk.. untuk.. menjadi permainanmu..
aku bukan.. bukan perempuan.. yang boleh kauperlakukan sesukamu.. yang boleh
kau hina..!
˜Eng-moi, kau aneh.., biarlah kau pikir dan pertimbangkan
betapa tidak adilnya sikapmu terhadap aku yang mencintamu sepenuh hati..!
setelah berkata demikian, Suma Boan keluar dari kamar sambil menutupkan daun
pintunya.
Sian Eng tak kuasa menahan kakinya yang lemas gemetar. Ia
menjatuhkan diri di atas pembaringan, duduk termenung mendengarkan langkah kaki
Suma Boan yang makin lama makin menjauhi kamarnya. Kemudian ia merebahkan diri
tertelungkup dan menangis di atas bantal.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Suma Boan sudah
terdengar memaki-maki para penjaga yang berdiri dengan muka pucat dan saling
pandang.
˜Kalian tikus-tikus goblok! Apa kerja kalian malam tadi?
Tidur semua, ya?!
˜Ampun, Suma-kongcu, mana kami berani tidur? Tak sedikit
pun kami tidur dan..!
˜Bohong!! Suma-kongcu menggerakkan tangannya dan
pembicara itu roboh tersungkur.
˜Orang luar telah memasuki gedung, nona dibawa pergi dan
kalian bilang tidak tidur? Pemalas! Goblok!!
˜Eh, eh, apakah yang terjadi?! Suara serak ini disusul
muncuinya It-gan Kai-ong. Melihat gurunya, Suma Boan menjadi agak tenang, akan
tetapi kemurungan masih membayangi mukanya yang tampan.
˜Suhu, semalam ada musuh mendatangi rumah ini dan membawa
pergi Sian Eng. Sungguh teecu tak dapat menduga siapa dia. Akan tetapi dia
meninggalkan tanda tapak kaki di tembok!!
˜Apa katamu? Tapak kaki di tembok?! Si Raja Pengemis
bertanya heran. Memang luar biasa keterangan Suma Boan tadi. Mana bisa ada
telapak kaki di atas tembok?