Cang Ku Ceng adalah seorang menteri yang bukan saja pandai dan bijaksana, akan tetapi juga sederhana. Karena ia selalu melaksanakan tugasnya tanpa dinodai perbuatan korup, seperti pembesar lain yang menyalah gunakan kedudukan untuk memperkaya diri sendiri, maka kehidupan keluarganya yang hanya mengandalkan pada penghasilan halal sebagai seorang menteri, tidak terlalu berlebihan.
Isterinya berasal dari Poa-teng, maka tidak mengherankan apa bila menteri ini mempunyai sebuah rumah di kota ini. Rumahnya memang besar, akan tetapi tidak terlampau mewah, tidak seperti rumah para pembesar lain yang walau pun pangkatnya belum setinggi Cang Taijin, akan tetapi dalam hal kemewahan, menyaingi kehidupan kaisar sendiri.
Isteri dan kedua orang selir Cang Taijin menerima Kui Hong dengan gembira dan ramah sekali sehingga lenyaplah perasaan rikuh dari hati gadis itu. Hanya seorang saja di dalam keluarga itu yang tidak begitu dia sukai, yaitu Cang Sun. Pemuda ini selalu memandang kepadanya dengan sinar mata penuh nafsu. Walau pun di hadapan ayahnya pemuda itu kelihatan pendiam dan tidak pernah mengganggunya, namun sinar mata dan senyumnya jelas membayangkan kegenitan yang cabul!
Sesudah bicara dengan isteri dan dua orang selir Cang Taijin, baru Kui Hong tahu bahwa pemuda itu adalah putera dari salah seorang di antara dua selir itu, dan hanya Cang Sun seoranglah keturunan Cang Taijin.
Isteri Menteri Cang adalah seorang wanita yang lembut dan ramah sekali dan dia segera akrab dengan Kui Hong. Nampak jelas betapa nyonya yang tidak mempunyai keturunan itu sangat sayang kepada Kui Hong. Dan melihat keakraban keluarga itu terhadap dirinya, Kui Hong merasa tidak enak kalau terus disebut lihiap (pendekar wanita), maka dia minta agar mereka menyebut namanya saja, tanpa sebutan pendekar wanita.
Setelah menginap satu malam di rumah keluarga Cang di kota Pao-teng, pada keesokan harinya Cang Taijin menyuruh puteranya mengantar isteri serta dua orang selirnya pulang lebih dulu ke kota raja menggunakan sebuah kereta besar, ada pun dia sendiri bersama Kui Hong akan berkunjung ke rumah keluarga Cia Sun. Pada waktu komandan pengawal hendak membagi pasukan pengawal, Menteri Cang tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, aku melakukan perjalanan bersama nona Cia Kui Hong," katanya kepada komandan pengawal. "Dia sendiri sudah merupakan kekuatan pengawal yang tidak kalah oleh seratus orang prajurit pengawal!"
Dia memerintahkan kepala pasukan pengawal itu supaya mengawal kereta keluarganya saja. Dia sendiri lalu menunggang kuda bersama Kui Hong dan menuju ke dusun Ciang-si-bun…..
********************
Cia Sun adalah seorang pendekar kenamaan yang memiliki ilmu tinggi. Dia adalah putera pendekar dari Lembah Naga Cia Han Tong yang menjadi ketua Pek-liong-pang. Sebagai putera seorang pendekar sakti, juga sempat menjadi murid dari Go-bi San-jin, maka Cia Sun mempunyai kepandaian yang tinggi. Tetapi wataknya sederhana dan pendiam, halus berwibawa. Dia tidak pernah menonjolkan diri dan kini, sesudah usianya empat puluh tiga tahun lebih, dia bahkan jarang sekali muncul di dunia persilatan.
Dia tinggal di dusun Ciang-si-bun bersama isterinya yang bernama Tang Siang Wi. Walau pun isterinya tidak selihai dia, namun Tang Siang Wi yang sekarang berusia empat puluh satu tahun itu bukanlah wanita lemah. Dia pernah menjadi murid kesayangan ketua Cin-ling-pai, yaitu Cia Kong Liang, juga digembleng oleh isteri ketua itu. Bahkan pada waktu masih muda wanita ini pernah terkenal di dunia persilatan dengan julukan Toat-beng Sian-li (Dewi Pencabut Nyawa) karena sikapnya yang sangat ganas dan tidak mengenal ampun terhadap para penjahat.
Suami isteri ini hanya memiliki seorang anak saja, yakni anak perempuan yang bernama Cia Ling atau selalu di sebut Ling Ling. Ling Ling yang kini berusia delapan belas tahun itu sudah menikah dan kini tinggal bersama suaminya yang bernama Can Sun Hok di kota Siang-tan. Can Sun Hok sendiri adalah seorang pemuda perkasa yang kaya raya.
Setelah Ling Ling pergi meninggalkan rumah orang tuanya untuk ikut bersama suaminya, maka Cia Sun dan isterinya hanya hidup berdua dan sering kali merasa kesepian. Karena dia seorang pendekar besar yang kenamaan, maka beberapa orang pejabat pemerintah kadang suka minta bantuannya untuk membasmi penjahat dan mengamankan daerahnya.
Bahkan sesudah mendengar namanya, Menteri Cang Ku Ceng yang bijaksana dan dapat menghargai para pendekar lantas menghubunginya dan setelah bercakap-cakap, Menteri Cang merasa amat cocok dengan Cia Sun sehingga sering kali mereka saling berkunjung. Terjalinlah persahabatan antara menteri dan pendekar itu.
Di dusun Ciang-si-bun, Cia Sun dan isterinya dikenal sebagai sepasang suami isteri yang amat dermawan. Karena semua penduduk dusun itu mengenal siapa mereka, tahu bahwa suami isteri pendekar itu mempunyai banyak kenalan di kalangan pembesar tinggi, maka tentu saja mereka semakin dihormati.
Penduduk dusun Ciang-si-bun tidak akan merasa heran lagi bila mana melihat ada kereta pembesar dari kota raja yang datang berkunjung ke rumah keluarga pendekar itu, kereta yang dikawal oleh pasukan yang gagah. Akan tetapi banyak penduduk memandang heran ketika mereka melihat Menteri Cang datang bersama seorang gadis cantik yang gagah, berdua saja dan hanya berkuda tanpa pengawal.
Akan tetapi Cia Sun dan isterinya yang menyambut dua orang tamu itu tak merasa heran setelah mereka tahu bahwa menteri itu datang bersama Cia Kui Hong yang mereka kenal sebagai seorang gadis gemblengan yang gagah perkasa. Mereka tadinya agak pangling, akan tetapi sesudah Kui Hong memperkenalkan diri, isteri Cia Sun, yaitu Toat-beng Sian-li Tang Siang Wi segera merangkul murid keponakan itu dengan gembira sekali.
"Aih, ternyata engkau, Kui Hong! Pantas saja kali ini Cang Taijin datang berkunjung tanpa pengawal, kiranya ada engkau! Mari, mari, silakan masuk." Ia menggandeng tangan gadis itu dan diajaknya masuk ke dalam setelah memberi hormat kepada kepada Cang Taijin.
Cang Taijin memang seorang pejabat tinggi yang amat bijaksana dan sederhana. Dia tak pernah mengangkat dirinya tinggi-tinggi karena kedudukannya. Biar pun keluarga Cia Sun hanya rakyat biasa, akan tetapi sesudah bersahabat, dia tidak memperkenankan keluarga itu memberi penghormatan yang berlebihan kepadanya, karena itu sambutan Cia Sun dan isterinya juga sederhana saja.
Sebagai seorang menteri dia layak dihormati dengan berlutut, akan tetapi menteri ini tidak mau bila seorang sahabatnya menghormatnya sambil berlutut. Sungguh merupakan sikap yang amat bijaksana! Karena sikapnya inilah maka Cang Taijin amat dikenal dan disayang oleh rakyat.
Diam-diam Cia Sun merasa heran bagaimana menteri itu sekarang berkunjung bersama Kui Hong, dan mengapa hubungan antara menteri itu dengan puteri ketua Cin-ling-pai itu nampak demikian akrabnya.
“Kau tentu heran melihat aku datang ke sini bersama Kui Hong!" pejabat tinggi itu segera mendahului ketika dia melihat sikap Cia Sun, setelah mereka berempat duduk di ruangan dalam.
Cia Sun mengangguk. "Benar sekali, Taijin. Bagaimana Taijin dapat bersama dengan Kui Hong dan agaknya ada keperluan yang amat penting dalam kunjungan Taijin sekali ini."
Menteri Cang menggelengkan kepalanya. "Sama sekali tidak, bahkan ini hanya kunjungan sambil lalu saja, untuk menemani Kui Hong yang memang ingin berkunjung ke sini. Kau tahu, Taihiap, kemarin, Kui Hong telah menyelamatkan aku dari bahaya maut!"
"Ahhh…?!" Cia Sun dan isterinya terkejut mendengar ini.
"Aih, Cang Taijin terlalu membesarkan, harap Paman dan Bibi tidak menerimanya dengan sungguh-sungguh. Yang benar, kereta yang ditumpangi Cang Taijin dan puteranya dibawa kabur oleh empat ekor kuda yang menariknya dan aku hanya menenangkan kuda-kuda itu. Sebelum itu memang aku sudah pernah berkenalan dengan Cang Taijin, yaitu ketika penumpasan gerombolan Kulana dahulu itu. Tentu Paman dan Bibi sudah mendengarnya dari Ling Ling. Oh ya, di mana Ling Ling, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya."
Suami isteri itu memandang kepada Kui Hong. Disebutnya nama puteri mereka itu sudah membuat hati mereka terasa perih. Telah terjadi mala petaka atas diri puteri mereka, akan tetapi menurut keterangan Ling Ling, Kui Hong adalah satu-satunya orang yang dipercaya puteri mereka. Gadis itu tahu pula akan mala petaka yang menimpa diri Ling Ling.
Peristiwa itu terjadi pada waktu Ling Ling berada di antara para pendekar yang membantu Cang Taijin membasmi gerombolan Kulana. Gadis yang sejak kecil telah mempelajari ilmu silat dan telah menjadi seorang pendekar wanita yang cukup tangguh, pada suatu malam telah dibuat tidak berdaya kemudian diperkosa seorang pria!
Tadinya Hay Hay Si Pendekar Mata Keranjang yang dituduh sebagai pemerkosanya, akan tetapi akhirnya diketahui bahwa yang melakukan perbuatan jahat itu adalah Ang-hong-cu, Si Kumbang Merah, jai-hwa-cat (Penjahat Pemetik Bunga) yang amat tersohor itu. Masih baik nasib puteri mereka karena ada seorang pemuda perkasa yang jatuh cinta padanya, yaitu Can Sun Hok, yang tetap mencintanya dan bahkan meminangnya biar pun dia tahu akan mala petaka dan aib yang menimpa diri gadis yang dicintanya itu.
"Ling Ling telah menikah dan sekarang dia ikut dengan suaminya ke Siang-tan," kata isteri Cia Sun singkat.
Berseri wajah Kui Hong mendengar berita itu. Syukurlah, demikian bisik hatinya. Kiranya Can Sun Hok, cucu Pangeran Can Seng Ong itu adalah seorang pemuda yang setia akan kasihnya. Dia tahu bahwa Can Sun Hok seorang pemuda yang baik sekali walau pun Can Sun Hok pernah mendendam kepada ibunya dan pernah memusuhi ibunya. Hal itu adalah karena Can Sun Hok hendak membalaskan kematian ibu kandungnya.
Ibu kandung Can Sun Hok adalah mendiang Siang-tok Sian-li Gui Siang Hwa (Dewi Racun Wangi), seorang tokoh sesat yang tewas di tangan ibu kandungnya, pendekar Ceng Sui Cin. Akan tetapi ibunya bisa menyadarkan Sun Hok mengenai kejahatan ibu kandungnya sehingga pemuda itu mau menghabiskan dendamnya. Hal ini saja sudah memperlihatkan bahwa Can Sun Hok adalah seorang pemuda yang gagah perkasa. Hanya seorang gagah saja yang mampu menyadari kesalahan pihaknya sendiri.
Karena itu, sesudah mendengar keterangan bibinya bahwa kini Ling Ling telah pindah ke rumah suaminya di kota Siang-tan, dia tidak ragu-ragu lagi bahwa suami gadis itu tentulah Can Sun Hok yang rumahnya di kota itu.
"Jadi dia sudah menikah dengan Can Sun Hok? Bagus sekali! Aku turut merasa bahagia, Paman dan Bibi. Akan tetapi, kenapa aku tidak diberi tahu? Keluarga kami tidak ada yang diundang...”
"Maafkan kami. Atas kehendak mereka berdua, pernikahan itu memang tidak dirayakan. Karena tidak dirayakan, kami pun tidak mengundang tamu, apa lagi yang dari jauh karena hanya akan merepotkan saja. Harap maklum,” kata Cia Sun.
Tentu saja Kui Hong maklum. Dalam keadaan ternoda aib seperti keadaan Ling Ling, dia dapat memaklumi apa bila pernikahan itu dilakukan secara sederhana dan diam-diam dia semakin iba kepada Ling Ling dan makin berterima kasih kepada Can Sun Hok.
"Aku dapat memaklumi, Paman dan Bibi. Tidak mengapalah, kelak bila ada kesempatan tentu aku akan berkunjung ke rumah mereka di Siang-tan."
"Sebenarnya urusan apa yang membawamu sampai ke sini, Kui Hong? Apakah engkau hanya pesiar dan sengaja hendak berkunjung ke rumah kami, ataukah ada kepentingan lainnya?” Cia Sun bertanya.
Kui Hong memandang kepada Cang Taijin dan sambil tersenyum menteri ini lalu berkata, "Apakah kehadiranku mengganggu dan membuat kalian sekeluarga menjadi tidak leluasa untuk bicara? Kalau begitu, biar aku menyingkir ke ruangan lain lebih dulu."
"Ah, tidak sama sekali, Taijin,” kata Kui Hong. "Jangan begitu, membuat saya merasa tak enak saja. Kalau orang lain mungkin saja kami anggap orang asing yang tidak berhak ikut mendengar, Taijin, akan tetapi Taijin kuanggap bukan orang lain lagi. Baiklah, akan saya ceritakan keperluan saya maka sampai ke sini." Dia lalu memandang kepada paman dan bibinya. "Paman Cia Sun dan Bibi, sebetulnya perjalananku sekali ini memang membawa tugas atau keperluan yang amat penting, yaitu mencari dua orang yang jahat. Karena aku belum dapat menemukan jejak mereka, maka aku mencari ke arah kota raja dan sekalian hendak berkunjung ke sini, selain sudah rindu juga siapa tahu kalau-kalau Paman dan Bibi dapat membantuku dan mendengar tentang dua orang yang kucari-cari itu."
"Siapakah dua orang jahat yang sedang kau cari itu, Kui Hong? Terus terang saja, sudah lama sekali aku dan bibimu tak lagi berkecimpung di dunia kang-ouw sehingga kami tidak banyak mengetahui tentang mereka yang hidup di dunia sesat,” kata Cia Sun.
"Aku pun ingin sekali mendengar siapa yang kau cari itu, Kui Hong. Barangkali aku dapat membantu pula," kata Menteri Cang Ku Ceng.
"Nama mereka Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek."
Cia Sun dan isterinya saling pandang, lalu mereka menggeleng kepala. Dua buah nama itu tidak ada artinya bagi mereka karena mereka belum pernah mengenalnya. Akan tetapi Cang Taijin mengerutkan alisnya dan mengingat-ingat.
"Sim Ki Liong?" katanya perlahan sambil mengingat-ingat nama itu. "Aku seperti pernah mendengar nama ini, akan tetapi kapan dan di mana?"
“Taijin tentu pernah mendengarnya karena dia adalah seorang di antara tokoh jahat yang ikut membantu gerakan pemberontakan Kulana," kata Kui Hong.
"Ah, benar! Tokoh yang lihai dan berhasil lolos dari kepungan para pendekar. Akan tetapi nama ke dua itu belum pernah aku mendengarnya."
"Tentu saja belum, Cang Taijin. Yang bernama Tang Cun Sek itu adalah seorang murid Cin-ling-pai yang murtad."
"Kui Hong, kenapa engkau bersusah payah mencari dua orang itu?" Cia Sun bertanya.
"Sim Ki Liong pernah menjadi murid Pulau Teratai Merah, namun kemudian dia minggat sambil membawa lari pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari Pulau Teratai Merah, sedangkan Tang Cun Sek minggat melarikan pedang pusaka Hong-cu-kiam milik kongkong Cia Kong Liang."
"Aihhh...!" Tan Siang Wi berseru marah mendengar betapa pedang pusaka milik gurunya dilarikan orang. "Sungguh kurang ajar benar Tang Cun Sek itu. Murid Cin-Iing-pai berani berbuat semacam itu!"
"Aneh sekali memang," kata pula Cia Sun. “Mengapa ada murid Pulau Teratal Merah juga melarikan sebuah pusaka dari sana?"
Kui Hong mengangguk. “Sepandai-pandainya orang, sekali waktu dapat saja dia lengah, Paman. Agaknya sekali ini pun, kedua kongkong (kakek), baik kakek Ceng Thian Sin dari Pulau Teratai Merah mau pun kakek Cia Kong Liang dari Cin-ling-pai, keduanya lengah sehingga ada orang jahat dapat menyusup masuk menjadi murid, yaitu Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek. Aku sudah berjanji kepada kedua kakekku untuk pergi mencari mereka dan merampas kembali kedua pedang pusaka itu."
"Akan tetapi, sampai sekarang engkau belum berhasil menemukan jejak mereka?”
Kui Hong menggeleng kepala. "Aku bertemu dengan Sim Ki Liong ketika kami membantu Cang Taijin membasmi gerombolan Kulana, akan tetapi tidak berhasil merampas kembali pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari Pulau Teratai Merah, bahkan dia berhasil meloloskan diri. Ada pun jejak Tang Cun Sek, sampai sekarang aku belum menemukannya. Sungguh aku akan merasa tidak enak kepada kedua kakekku bila gagal merampas kembali kedua batang pedang pusaka."
"Hemmm, aku pun tidak pernah mendengar berita tentang Sim Ki Liong yang tempo hari lolos," kata Cang Taijin, "akan tetapi aku akan dapat memerintahkan orang-orangku agar menyebar para penyelidik untuk mencari jejak dua orang itu. Jangan khawatir, Kui Hong, engkau tinggallah di rumah kami di kota raja. Aku yakin orang-orangku yang banyak akan segera dapat menemukan jejak mereka. Yang seorang lagi... aku tidak pernah mengenal nama Tang Cun Sek. Akan tetapi she Tang? Hemm, hal itu mengingatkan aku akan suatu peristiwa yang sampai sekarang masih terasa tidak enak bagiku. Mungkin engkau dapat membantuku melakukan penyelidikan di kota raja, Kui Hong."
“Ada peristiwa hebat dan penting apakah yang terjadi di kota raja, Cang Taijin?" tanya Cia Sun setelah mempersilakan tamunya minum dan makan hidangan yang dikeluarkan oleh para pelayan.
Cang Taijin minum air teh yang dihidangkan, lalu menghela napas panjang. "Sebenarnya urusan itu amat menggelisahkan, akan tetapi bagi kami juga mengalami kesukaran untuk memecahkannya, karena menyangkut urusan dalam istana Sribaginda Kaisar! Mula-mula terjadi penyelewengan yang dilakukan seorang selir Sribaginda dengan seorang perwira muda she Tang. Tidak ada yang tahu akan peristiwa itu sampai pada suatu malam, selir itu bersama dayangnya lenyap dari dalam istana. Tak seorang pun menduga bahwa selir itu kiranya berhubungan gelap dengan perwira pengawal istana yang bernama Tang Gun itu. Sribaginda menjadi marah sekali dan sudah menyebar orang untuk mencari selir yang hilang, namun sia-sia belaka karena disembunyikan oleh Tang Gun, perwira muda yang menjadi kekasihnya itu."
Cia Sun, isterinya, dan Kui Hong mendengarkan penuh perhatian. Biar pun agaknya tidak ada hubungannya dengan mereka, akan tetapi mereka maklum bahwa bila Menteri Cang Ku Ceng telah menceritakan sesuatu hal, maka tentu urusan itu amat penting. Cang Taijin kembali meneguk air the, lalu melanjutkan ceritanya.
"Nah, selagi kaisar marah dan semua petugas sudah hampir putus harapan untuk dapat menangkap selir dan dayangnya yang melarikan diri secara aneh, muncullah orang gagah yang bernama Tang Bun An itu. Dan dia telah menangkap Tang Gun dan selir itu, berikut dayangnya. Dia menghadapkan ketiga orang itu kepada kaisar yang tentu saja berterima kasih kepadanya. Selir dan dayang itu dihukum menjadi nikouw, sementara perwira Tang Gun dihukum buang." Menteri Cang berhenti pula.
"Ahh, Taijin, kalau begitu, berarti urusannya sudah selesai, bukan? Yang bersalah sudah ditangkap dan dihukum," kata Kui Hong.
"Urusan bukan hanya sampai di situ," kata Menteri Cang. "Masih ada kelanjutannya dan dalam urusan itu terkandung hal-hal yang aneh. Apakah kalian tidak merasakan sesuatu yang aneh?"
"Hanya ada satu hal yang sedikit aneh, Taijin. Perwira yang melarikan selir kaisar itu she Tang, dan penangkapnya juga seorang yang she Tang. Apakah ini kebetulan saja?" tanya Cia Sun.
Menteri Cang mengangguk. "Memang hal itu juga menarik perhatian dan sudah kuselidiki pula. Akan tetapi agaknya tidak terdapat hubungan kekeluargaan antara Tang Bun An dan Tang Gun itu, karena keduanya hidup sebatang kara dan tidak berkeluarga. Namun ada hal lain yang amat menarik. Tang Gun telah dijatuhi hukuman buang, tapi ketika hukuman dilaksanakan dan dia dikawal menuju ke tempat pembuangan, di tengah perjalanan dua orang pengawal itu dibunuh orang dan Tang Gun meloloskan diri. Tak seorang pun tahu siapa penolongnya itu."
"Hemm, sungguh menarik sekali!" kata Kui Hong. "Peristiwa itu penuh teka-teki."
"Ada satu hal lain yang kiranya patut kalian ketahui, yaitu bahwa pada saat masih menjadi perwira pengawal istana, Tang Gun sering kali membual bahwa dia adalah keturunan Si Kumbang Merah."
"Ahhh...!" Seruan itu keluar dari tiga mulut pendengarnya, hampir berbareng.
Nama Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) bukan nama asing bagi mereka, bahkan nama yang tak pernah mereka lupakan. Bagi Cia Sun suami isteri, nama itu amat dibenci karena Ang-hong-cu itulah yang pernah memperkosa puteri mereka! Dan bagi Kui Hong, dia pun sudah terlalu sering mendengar nama itu, bahkan dia pernah bertemu dengan Ang-hong-cu yang menyamar menjadi Han Lojin.
Han Lojin ini pun malah membantu para pendekar dalam membasmi gerombolan Kulana! Bahkan lebih dari itu. Di dalam penyamarannya sebagai Ang-hong-cu, Han Lojin ini diakui oleh Hay Hay sebagai ayah kandungnya! Dan sekarang, Tang Gun itu mengaku sebagai keturunannya, berarti bahwa Tang Gun adalah seayah dengan Hay Hay. Tentu saja hal itu mengejutkan hati mereka bertiga yang mendengar keterangan Menteri Cang Ku Ceng.
"Kalau begitu, sangat boleh jadi orang yang membebaskan Tang Gun adalah Si Kumbang Merah sendiri!" kata Kui Hong.
Pembesar itu mengangguk-angguk. "Memang boleh jadi, akan tetapi siapa tahu? Sebelum kami dapat menangkap Tang Gun yang menjadi buronan, kami tak akan bisa mengetahui siapa yang membebaskannya. Akan tetapi yang akan kubicarakan ini adalah urusan lain. Mengenai Tang Gun, biarlah tak perlu kita pikirkan karena dia sudah menjadi pelarian dan buruan pemerintah. Ada soal lain yang memusingkan akan tetapi juga mengkhawatirkan bagiku, yaitu mengenai Tang Bun An."
"Orang yang menangkap Tang Gun dan selir Sribaginda itu, Taijin?" tanya Cia Sun.
“Ada apa dengan dia ?” tanya Kui Hong.
"Tang Bun Ang sudah berjasa dengan menangkap selir dan Tang Gun, maka Sribaginda tentu saja tidak akan melupakan jasanya. Dia sudah diangkat menjadi seorang panglima yang memimpin seluruh pasukan pengawal istana!"
"Wah, tinggi benar kedudukan itu!" seru Cia Sun.
"Hemmm, apakah dia mempunyai kemampuan untuk menjadi komandan seluruh pasukan pengawal istana?" Tan Siang Wi turut pula bertanya. Walau pun dia tidak banyak cakap, namun nyonya ini juga amat tertarik dan mencurahkan perhatian karena yang dibicarakan itu amat penting dan tadi menyangkut pula nama Ang-hong-cu.
"Tentu saja dia tidak diterima secara begitu saja. Dia telah diuji oleh Sribaginda dan diadu melawan Perwira Coa, raksasa yang sangat kuat dan lihai, jagoan di antara para perwira pengawal. Dan dia menang! Agaknya Tang Bun An itu memang memiliki ilmu silat yang lihai sekali, dan memang pantas dia menjadi komandan pasukan pengawal. Semenjak dia menjadi komandan pengawal, keamanan dan ketertiban di istana lebih terjamin.”
"Kalau begitu, apa yang menjadi persoalannya?" tanya Kui Hong heran.
Menteri Cang Ku Ceng menghela napas panjang. "Sebetulnya urusan ini terlampau kecil untuk ditangani oleh seorang pejabat tinggi, bahkan dapat memalukan. Karena itu para pejabat tinggi di kota raja pura-pura tidak tahu saja bila mendengarnya,. Akan tetapi, biar pun aku sendiri tak bisa berbuat apa-apa, namun hatiku selalu gelisah akan keselamatan Sribaginda Kaisar. Semua ini disebabkan oleh desas-desus yang bocor dari istana bahwa kalau dahulu terjadi aib karena penyelewengan seorang selir dengan perwira Tang Gun, maka kini terjadi aib yang lebih besar lagi!”
Sebagai seorang gadis, tentu saja Kui Hong merasa rikuh dan malu untuk mendesak dan minta penjelasan mengenai penyelewengan dan aib seperti itu, walau pun hatinya tertarik sekali.
"Ada terjadi penyelewengan apa lagi, Taijin?" Tan Siang Wi yang bertanya.
"Ada desas-desus bahwa kini sudah terjadi penyelewengan lagi, bukan oleh seorang dua orang selir, bahkan semua selir terlibat, melakukan penyelewengan dengan seorang laki-laki!"
"Ahh, bagaimana mungkin itu? Bukankah istana dijaga ketat oleh para pengawal luar dan dalam, bahkan masih banyak pula para thai-kam (laki-laki kebiri) yang berjaga di bagian puteri?" seru Cia Sun.
"Itulah sebabnya maka berita itu hanya merupakan desas-desus yang tidak ada buktinya sehingga sukar sekali bagi kami untuk melakukan tindakan. Bahkan para thai-kam sendiri tidak ada yang membenarkan adanya desas-desus itu. Pernah hal itu disinggung secara halus kepada Hong-houw (permaisuri), akan tetapi beliau marah-marah dan mengatakan bahwa selama dia berada di istana maka hal kotor itu takkan mungkin terjadi! Nah, kalau permaisuri sendiri sudah mengatakan demikian, apa yang dapat kami lakukan?"
"Taijin, kalau demikian halnya, maka mungkin desas-desus itu hanya kabar bohong saja yang timbul karena pengaruh peristiwa yang lalu antara seorang selir dan Tang Gun itu."
"Kurasa tidak sesederhana itu, Kui Hong. Engkau tentu tahu bahwa kalau ada asap, biar pun sedikit, tentu ada apinya. Kalau ada desas-desusnya, tentu ada kenyataannya."
Kui Hong mengerutkan kedua alisnya. "Maaf, Taijin, akan tetapi saya tidak sependapat. Bagaimana kalau desas-desus itu sengaja disiarkan oleh seseorang untuk menjatuhkan fitnah?"
“Kurasa tidak demikian karena desas-desus itu mula-mula keluar dari mulut seorang thai-kam tua yang mati karena sakit. Beberapa saat sebelum mati dia mengeluarkan ucapan itu, bahwa para selir tidak ada yang setia, semuanya melakukan penyelewengan dengan seorang pria.”
"Dan pria itu…?" Kui Hong mendesak.
"Itulah! Thai-kam itu tidak sempat menceritakan siapa lelaki itu. Andai kata dia menyebut nama pun, siapa percaya? Tidak mungkin kami bertindak tanpa bukti,."
"Dan Taijin agaknya sudah mempunyai prasangka siapa lelaki itu?"
Pembesar itu menghela napas dan menggelengkan kepala. “Aku tidak mau sembarangan menuduh. Hanya menurut penyelidikanku, orang yang bernama Tang Bun An itu memang aneh. Sesudah dia menjadi seorang komandan pasukan pengawal, memang dia bersikap baik, sopan santun, tegas, bahkan dia juga sering memberi latihan silat yang baik kepada anggota pasukannya. Akan tetapi, apa bila kita menjenguk keadaan di rumah tinggalnya, hemm...!”
"Mengapa, Taijin?" tanya Cia Sun.
"Dia tidak berkeluarga, akan tetapi di rumahnya penuh dengan wanita-wanita muda yang cantik! Bahkan kumpulan wanita-wanita itu lebih banyak dan lebih cantik dari pada para selir Sribaginda sendiri! Dan menurut keterangan yang kuperoleh, Tang Bun An itu masih terus mengumpulkan wanita, sering mengganti yang lama dengan yang baru. Kabarnya dia memang seorang lelaki yang gila wanita!"
"Hemm, tapi apa hubungannya hal itu dengan penyelewengan para selir?" tanya Cia Sun.
"Memang tidak ada kaitannya, hanya harus diingat bahwa yang berkuasa dalam urusan keamanan di istana adalah Tang Bun An, dan mengingat bahwa dia adalah seorang yang gila wanita...”
"Berapa usianya, Taijin?" tiba-tiba Kui Hong bertanya.
"Menurut pengakuannya, sudah lima puluh lima tahun, akan tetapi kelinatannya jauh lebih muda."
"Ihhh...!" Kui Hong berseru dan bangkit berdiri. "Dialah itu!"
"Siapa, Kui Hong?" Pembesar itu memandang kepadanya dengan tajam.
"Ang-hong-cu...!”
“Ahhh...!” Cia Sun dan isterinya berseru dan mereka pun bangkit berdiri.
Menteri Cang Ku Ceng tersenyum kemudan mengangkat kedua tanganya. “Harap kalian tenang dan silakan duduk kembali.” Kui Hong, Cia Sun dan Tan Siang Wi duduk kembali. Pembesar itu mengangguk kepada Kui Hong dan berkata, "Dugaanku juga persis seperti dugaanmu, akan tetapi setelah kuteliti kembali, ternyata tak ada alasan untuk menyangka bahwa Tang Bun An adalah Si Kumbang Merah atau yang dulu menyamar sebagai Han Lojin. Biar pun usianya sebaya dan kesukaannya sama...”
“Akan tetapi ada hal yang belum Taijin ketahui. Si Kumbang Merah itu juga she Tang!" kata Kui Hong, teringat bahwa Hay Hay adalah she Tang, yaitu nama selengkapnya Tang Hay.
Mendengar ini, sepasang mata pembesar itu terbelalak. "Ahhh, benarkah itu? Dan nama lengkapnya?”
"Saya tidak tahu nama lengkapnya, Taijin, akan tetapi jelas bahwa dia she Tang."
"Hemm, kalau begitu dia semakin mencurigakan. Akan tetapi persamaan nama keturunan bukan merupakan bukti yang sah. Bisa saja orang lain mempunyai she yang sama. Aku sudah mengenal Han Lojin dan tahu akan ciri-cirinya, tetapi Tang Bun An ini sama sekali berbeda dengan Han Lojin. Agaknya Han Lojin lebih kurus dan lebih tinggi, juga Han Lojin memelihara kumis dan jenggot yang rapi, akan tetapi Tang Ciangkun ini mukanya bersih dan halus tanpa jenggot atau pun kumis. Juga sikapnya, gerak-gerik dan suaranya sangat berbeda."
"Taijin, ada ilmu penyamaran yang dengan mudah akan dapat mendatangkan perbedaan-perbedaan itu. Tinggi orang dapat ditambah dengan ganjal dalam sepatu. Gerak gerik dan sikap dapat dibuat-buat, dan suara dapat diubah kalau mulut mengulum sesuatu. Jenggot dan kumis dapat dicukur...”
"Benar, Kui Hong, akan tetapi andai kata benar bahwa Tang Bun An adalah Si Kumbang Merah atau Han Lojin, berarti Tang Gun itu adalah puteranya sendiri. Bagaimana mungkin dia menangkap dan mencelakai puteranya sendiri?"
Mereka tertegun dan termenung, akan tetapi hati mereka semua tertarik sekali. Kemudian Kui Hong bertanya, "Tadi paduka mengatakan bahwa saya. dapat membantu paduka, lalu bantuan apa yang dapat saya lakukan, Taijin?"
"Menurut suara hatiku, perubahan di dalam istana itu, geger tentang penyelewengan para selir itu, mulai terjadi semenjak Tang Bun An menjadi komandan pasukan pengawal. Oleh sebab itu menurut pendapatku dia pasti terlibat atau setidaknya dia mengetahui apa yang terjadi di istana dan kalau benar para selir itu menyeleweng, siapa pria yang berani mati menodai istana itu. Dan sekarang aku bertekad untuk menyelidiki keadaan dalam istana, khususnya dalarn istana bagian puteri. Oleh karena itu, hanya engkaulah yang akan dapat menolong dan membantuku, Kui Hong."
"Bagaimana caranya, Taijin."
"Nanti hal itu akan kita rundingkan dulu di rumahku, Kui Hong. Yang penting, bersediakah engkau membantuku, demi keselamatan kaisar dan keamanan negara?"
"Saya bersedia, Taijin!”
"Bagus, bagus! Legalah hatiku, Kui Hong! Aih, kalau saja engkau selalu dapat berdekatan denganku, sebagai anakku... atau sebagai... mantuku, aku akan selalu merasa aman dan senang."
“Ihhh, Taijin...!” Kui Hong berkata tersipu dengan kedua pipi berubah merah.
"Apa salahnya? Cia-taihiap, bagaimana menurut pendapatmu? Sudah pantaskah jika Kui Hong menjadi mantuku? Atau kalau dia tidak cocok dengan puteraku, bagaimana kalau dia menjadi anak angkatku?"
Cia Sun saling pandang dengan isterinya dan mereka mengangguk-angguk.
"Paduka adalah seorang menteri yang dikenal pandai dan bijaksana, sedangkan Kui Hong adalah seorang gadis pendekar yang gagah perkasa dan budiman, tentu saja sudah cocok dan pantas sekali, Taijin!" kata Cia Sun dan tentu saja Kui Hong menjadi semakin tersipu malu.
Setelah bercakap-cakap hingga tengah hari, Menteri Cang kemudian berpamit dan dia pun mengajak Kui Hong melanjutkan perjalanan berkuda menuju ke kota raja. Kui Hong yang menganggap bahwa tugas yang hendak diserahkan kepadanya sangat penting, mengikuti pembesar itu dengan hati yang terasa tegang karena dia akan berurusan dengan istana kaisar…..!
********************