Si Kumbang Merah Jilid 22

Hal inilah yang dinanti-nantikan oleh Cun Sek. Dia tahu bahwa Hek-tok-pang merupakan perkumpulan ahli racun, karena itu tentu saja ketuanya pandai sekali memainkan senjata beracun. Maka, begitu tangan itu bergerak dan nampak uap hitam menyambar, tahulah dia bahwa lawannya sudah menyebar bubuk racun yang amat berbahaya dan yang sudah rnenewaskan lima orang wanita anggota Kim-lian-pai tadi.

Dia pun cepat-cepat mengumpulkan pernapasannya, lalu meniup ke arah asap atau uap hitam Itu. Uap hitam itu langsung membuyar dan bahkan tiga orang Kwi-san Sun-kiam-mo berloncatan menyingkir agar jangan terkena uap hitam yang menyebar. Demikian pula Ji Sun Bi yang cepat meloncat mundur ke belakang.

"Hek-tok Pangcu bukan seorang laki-laki jantan, belum apa-apa sudah mengandalkan uap beracun!" Cun Sek mengejek. Kini uap itu sudah menjauhi dirinya, terpukul dan terdorong oleh tiupan mulutnya tadi.

Raksasa brewok itu marah sekali. Goloknya mengeluarkan suara berciutan dan berubah menjadi segulung sinar yang menerjang dengan dahsyatnya ke arah Cun Sek.

Pemuda ini maklum betapa berbahayanya serangan itu, maka dia pun cepat meraba ke bawah jubahnya. Tiba-tiba saja nampak sinar emas yang mencorong dan tahu-tahu pada tangannya sudah nampak sebatang pedang yang mengeluarkan sinar emas. Itulah Hong-cu-kiam, pedang pusaka Cin-ling-pai yang bersinar emas dan yang sangat tipis sehingga dapat digulung dan disembunyikan di bawah jubah, bahkan dapat dipakai sebagai sabuk! Ketika dia mengintai di atas pohon, diam-diam dia mengambil pedang itu dari buntalannya dan memakainya sebagai sabuk, sedangkan kini buntalan pakaiannya itu dia gantungkan di atas pohon.

Melihat ini Ji Sun Bi terkejut dan kagum, akan tetapi alisnya berkerut karena dia teringat bahwa pedang itu benar-benar mirip dengan pedang Hong-cu-kiam, pedang pusaka milik Cin-ling-pai! Apa lagi ketika Cun Sek memainkan pedangnya untuk menyambut serangan golok besar dari lawannya, maka Ji Sun Bi yang tadinya kagum kini terkejut dan matanya terbelalak!

Dia adalah seorang tokoh sesat yang telah banyak pengalaman, dan dia sangat mengenal ilmu gaya Cin-ling-pai itu! Pemuda itu adalah murid Cin-ling-pai! Padahal orang-orang Cin-ling-pai adalah para pendekar yang memusuhi golongannya.

Akan tetapi kini Ji Sun Bi hanya bersikap waspada saja dan diam-diam dia memutar otak untuk mencari siasat apa yang akan dia lakukan nanti untuk menghadapi Tang Cun Sek yang mungkin sekali adalah seorang tokoh Cin-ling-pai yang termasuk musuh besarnya itu!

Dia masih ingat benar saat terjadi perang antara gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo di mana dia menjadi seorang pembantu utamanya. Dia berhadapan dengan Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-ling-pai dan hampir saja dia tewas di tangan gadis itu! Cin-ling-pai adalah musuh besarnya!

Akan tetapi sebelum menghadapi Cun Sek sebagai musuh, dia akan mempergunakannya lebih dahulu sebagai pembantu menghadapi pihak musuh yang menyerbu Kim-lian-san ini. Memang tidak sukar baginya untuk mengirim tanda ke puncak, minta bala bantuan. Akan tetapi dia merasa malu kepada Sim Ki Liong, ketua Kim-lian-pai kalau untuk menghadapi pengacau-pengacau itu dia harus minta bantuan sang ketua!

Tepat seperti yang diduga dan diharapkan oleh Ji Sun Bi, pedang Hong-cu-kiam di tangan Cun Sek membuat raksasa brewok itu menjadi kalang kabut dan terdesak hebat! Sesudah lewat tiga puluh jurus, Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanya sanggup menangkis saja, tanpa mampu lagi menggunakan goloknya untuk balas menyerang. Bahkan dia pun tak sempat menggunakan tangan kiri untuk melakukan serangan dengan senjata rahasianya. Begitu hebatnya gulungan sinar emas itu mendesaknya!

Akan tetapi Cun Sek memang tidak ingin membunuh ketua Hek-tok-pang ini. Dia sudah mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan Tok-sim Mo-li, dan dia pun tahu bahwa orang seperti ketua Hek-tok-pang ini bersama anak buahnya akan merupakan pembantu yang amat berguna.

"Haiiitttttt...!"

Tiba-tiba Cun Sek merubah ilmu pedangnya dan kini dia mengeluarkan sebuah jurus dari Siang-bhok Kiam-sut, ilmu pedang yang amat hebat dan langka dari Cin-ling-pai! Ilmu ini sebenarnya merupakan ilmu simpanan, dan untung bagi Cun Sek dia sempat mempelajari beberapa jurus pilihan ilmu pedang itu dari kakek Cia Kong Liang yang dulu menjanjikan bahwa kalau dia sampai dapat menjadi ketua Cin-ling-pai, barulah dia berhak mempelajari seluruh ilmu pedang ini. Namun jurus yang dikeluarkan itu sudah lebih dari cukup.

Terdengar suara nyaring ketika golok besar itu terlepas dari tangan ketua Hek-tok-pang. Cui Bhok. Ketua itu mengeluarkan seruan kaget sambil tangan kirinya memegang tangan kanan yang luka berdarah akibat tergores ujung pedang lawan hingga membentuk guratan memanjang sampai ke siku, dan lengan bajunya juga robek. Pada saat itu pula Cun Sek sudah menodongkan pedangnya ke dadanya, membuatnya tidak berdaya sama sekali!

"Nah, Pangcu, kuharap engkau mengerti bahwa di antara kita tidak ada permusuhan. Kim-lian-pai berniat baik. Memang beberapa orang anggotamu sudah tewas di tangan toanio (nyonya) ini, akan tetapi engkau sudah membalas dengan membunuh sepuluh anggota Kim-lian-pai. Berarti engkau tidak kehilangan muka dan sudah tidak ada perhitungan lagi, bukan? Sekarang, kalau engkau mau menyatakan tunduk kepada Kim-lian-pai, aku akan menganggap engkau sebagai sahabat dan tidak akan membunuhmu."

Biar pun kasar namun Cui Bhok bukan seorang yang tolol. "Baik, aku maklum bahwa aku berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih pandai. Kalau Kim-lian-pai mempunyai banyak pembantu selihai engkau, maka sudah sepatutnya bila Hek-tok-pang berlindung di bawah pengaruh dan kekuasaannya. Aku menyerah! Hayo, kalian lepaskan senjata kalian dan berlutut!"

Dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang itu melepaskan golok mereka dan semua berlutut tanda menyerah. Melihat ini, tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo menjadi marah sekali.

"Bagus kiranya Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanyalah seorang pangecut besar!" teriak Giam Sun, kemudian bersama dua orang sute-nya dia sudah mencabut senjatanya dan mereka bertiga berloncatan ke depan. "Akan tetapi kami bertiga tetap hendak menuntut balas atas kematian sute kami! Tok-sim Mo-li, majulah engkau untuk menerima kematian di tangan kami!"

Tok-sim Mo-li- Ji Sun Bi mengerling ke arah Cun Sek, lalu dengan sikap manja dan suara merdu dia berkata, "Saudara Tang Cun Sek, relakah engkau melihat aku tewas di tangan tiga orang yang hendak mengeroyokku ini?"

Cun Sek tersenyum dan melintangkan pedang Hong-cu-kiam di depan dadanya. "Jangan khawatir, nona. Aku tidak membiarkan mereka main keroyokan dan aku yakin bahwa Hek-tok Pangcu juga akan membuktikan kesungguhan tekadnya untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pai!"

Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok melihat kesempatan untuk membuat jasa yang pertama. Dia seorang yang cerdik dan tahu bahwa yang paling menguntungkan adalah kalau berpihak kepada golongan yang lebih kuat. Maka,tanpa mempedulikan luka guratan bekas pedang Cun Sek pada tangan kanannya, dia sudah menggerakkan golok besarnya yang tadi sudah dipungutnya.

"Kwi-san Su-kiam-mo terlampau sombong! Biar aku Cui Bhok mencoba sampai di mana kelihaian pedang mereka yang begitu disombongkan!"

Kwi-san Su-kiam-mo yang kini tinggal tiga orang itu maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang tangguh dan mereka harus mengadu nyawa. Mereka adalah orang-orang yang telah terlanjur memandang diri mereka sebagai orang-orang gagah, dan juga menganggap bahwa ilmu pedang mereka selama ini tidak ada tandingannya. Karena itu kematian sute mereka telah membuat mereka marah dan sakit hati sekali, karena terutama sekali hal ini menghancurkan bayangan mereka tentang ketangguhan diri mereka berempat.

Giam Sun mengeluarkan teriakan melengking, kemudian bersama adiknya dia pun sudah menggerakkan pedang menerjang ke depan. Giam Sun menyerang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, dan adiknya, Giam Kun menyerang Cun Sek, sedangkan orang ketiga, yaitu Thio Su It, menyerang ketua Hek-tok-pang. Serangan mereka langsung disambut sehingga terjadilah perkelahian yang amat hebat, seru dan mati-matian.

Sementara itu, dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang sekarang menjadi penonton. Tanpa perintah ketua, mereka tidak berani ikut-ikutan turun tangan biar pun mereka terus memusatkan perhatian kepada perkelahian antara ketua mereka dengan Thio Su It, dan mereka pun siap dengan golok di tangan untuk membantu ketua mereka apa bila mereka diperintah atau apa bila mereka melihat ketua mereka terdesak dan terancam bahaya.

Sambil melayani Giam Kun yang terus menyerangnya dengan sengit, diam-diam Cun Sek memperhatikan Ji Sun Bi yang diserang oleh orang pertama dari tiga orang jagoan itu. Dia pun memandang kagum. Wanita itu selain cantik manis, juga amat lihai dan kini wanita itu telah memainkan sepasang pedang secara amat indah.

Bagaikan menari saja dia melayani lawan yang menggunakan pedang. Sepasang pedang di tangan wanita itu menyambar-nyambar, cepat sekali hingga membentuk dua gulungan cahaya yang melingkar-Iingkar dan menutup semua jalan penyerangan lawan! Indah akan tetapi juga cepat dan mengandung tenaga yang amat kuat.

Maka legalah hati Cun Sek karena melihat sepintas lalu saja dia pun merasa yakin bahwa wanita itu tidak akan kalah menghadapai lawannya. Dia pun segera mencurahkan seluruh perhatiannya kepada lawan yang terus mendesaknya dengan serangan-serangan ampuh. Harus diakuinya bahwa lawannya memang mempunyai ilmu pedang yang sangat lihai dan berbahaya. Tidak mengherankan kalau orang-orang ini memakai julukan kiam-mo (setan pedang) karena memang ilmu pedang mereka amat berbahaya.

Namun tingkat kepandaian Giam Kun masih jauh sekali dibandingkan tingkat kepandaian Tang Cun Sek. Setelah menghadapi belasan jurus serangan lawan, Tang Cun Sek sudah dapat mengukur sampai di mana ketangguhan Giam Kun dan kini mulailah dia memutar pedang Hong-cu-kiam untuk membalas. Giam Kun langsung merasa terkejut sekali begitu dia memainkan pedangnya dengan cepat.

Kini Giam Kun merasa repot sekali menghadapi serangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Dia tidak mampu membalas lagi, hanya memutar pedang sekuat tenaga untuk melindungi tubuhnya.

Pada saat Cun Sek melirik untuk melihat keadaan Ji Sun Bi, ternyata wanita itu pun telah mendesak lawannya yang terhuyung-huyung! Cun Sek tersenyum dan dia pun tidak mau kalah. Dia harus dapat memperlihatkan kepandaiannya dan jangan sampai dia dikalahkan oleh wanita yang menarik hatinya itu. Dia pun mempercepat gerakan pedangnya.

Terdengar teriakan beruntun dan Cun Sek secepat kilat mencabut pedangnya yang tadi menancap di dada lawan, hampir berbareng dengan gerakan pedang Ji Sun Bi yang juga mencabut pedangnya dari leher lawannya. Secara berbareng mereka itu saling memutar badan dan saling pandang, keduanya tersenyum melihat bahwa perlombaan itu ternyata berakhir dengan tidak ada yang lebih cepat atau lebih lambat. Mereka merobohkan lawan pada detik yang sama.

Kini tinggallah Thio Su It yang masih bertanding melawan ketua Hek-tok-pang. Ternyata tingkat kepandaian mereka seimbang walau pun Hek-tok Pangcu Cui Bhok mulai berhasil mendesaknya. Melihat betapa kedua orang suheng-nya telah roboh, tentu saja Thio Su It menjadi terkejut, berduka akan tetapi juga gentar sekali. Dia maklum bahwa tak mungkin dia dapat menyelamatkan dirinya, maka dengan nekat dia lalu melawan terus. Kenekatan Thio Su It inilah yang membuat dia menjadi lawan yang tangguh.

Melihat betapa Hek-tok Pangcu bersungguh-sungguh melawan Thio Su It, hati Ji Sun Bi sudah merasa girang bukan main. Orang ini boleh dipercaya dan boleh diharapkan untuk menghadapi tokoh Cin-ling-pai itu, pikirnya. Tiba-tiba dia menggerakan tangan kirinya dan sinar halus berwarna hitam menyambar ke arah dua orang yang sedang berkelahi itu.

Thio Su It mengeluarkan seruan lirih, lantas dia terhuyung. Pada saat pula itu ujung golok di tangan Cui Bhok telah mengenai pundaknya sehingga dia pun roboh dan dalam waktu beberapa detik saja tubuhnya berubah hitam dan dia pun tewas seketika. Golok besar itu mengandung racun yang amat hebat!

Kini tiba-tiba Ji Sun Bi merubah sikapnya yang tadi tersenyum-senyum kepada Cun Sek. "Pangcu, bantu aku menangkap mata-mata ini. Dia seorang pendekar tokoh Cin-ling-pai, musuh golongan kita!"

Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok terkejut sekali, akan tetapi dia segera meloncat ke dekat Cun Sek sambil menodongkan golok besarnya dan memberi isyarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya. Mereka itu segera mengepung Cun Sek, sedangkan Ji Sun Bi sendiri sudah berdiri di samping Cui Bhok, sepasang pedangnya di tangan dan dia memandang kepada Cun Sek yang terheran-heran itu dengan senyum mengejek.

"Wah, saudara Tang Cun Sek, tak perlu engkau berpura-pura lagi. Engkau seorang tokoh Cin-ling-pai, katakan apa maksudmu datang ke tempat kami ini. Apakah engkau datang sebagai mata-mata, sebagai musuh? Katakan terus terang sebelum kami turun tangan karena aku tak akan segan-segan membunuhmu sebagai seorang murid Cin-ling-pai yang selama ini menjadi musuh besar kami."

Tentu saja Tang Cun Sek terkejut bukan main melihat perubahan ini. Namun pemuda ini sangat cerdik dan sebentar saja otaknya yang bekerja cepat itu sudah dapat memaklumi keadaan, juga dia dapat menduga apa yang menyebabkan wanita cantik itu kini berbalik memusuhinya.

Tentu Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi ini pernah bermusuhan dengan pihak Cin-ling-pai dan tadi, ketika dia mengeluarkan pedang Hong-cu-kiam lantas memainkan ilmu silat Cin-ling-pai, wanita cantik itu mengenalnya sehingga tidak mengherankan jika wanita itu kini menaruh curiga kepadanya.

Tang Cun Sek tertawa. "Ha-ha-ha-ha, ternyata Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang cantik jelita dan lihai tidak mampu mengenali sahabat dan juga masih belum terlalu cerdik sehingga tidak mampu membedakan mana kawan mana lawan, ha-ha-ha!"

Ji Sun Bi mengerutkan alisnya dan sepasang matanya yang jeli itu berkilat, akan tetapi dia masih belum tersenyum. "Tang Cun Sek, apa alasannya engkau menganggap aku tidak mengenal sahabat dan tidak cerdik?"

"Pertama, engkau masih saja mencurigaiku walau pun aku telah membantu menarik Hek-tok-pang menjadi sekutu dan membunuh tiga orang musuh yang hendak membunuhmu. Ini namanya tidak mampu mengenal sahabat! Dan ke dua, kalau benar aku ini mata-mata Cin-ling-pai dan hendak memusuhimu, bukankah tadi aku memiliki kesempatan yang baik sekali dengan membantu mereka mengeroyokmu? Apa kau kira akan mampu menandingi kami kalau aku tadi membantu mereka? Nah, bukankah itu menunjukkan bahwa engkau kurang cerdik dan salah menilai orang?"

Kini Ji Sun Bi tersenyum dan mengangguk-angguk. Dia lantas menoleh kepada Hek-tok Pangcu Cui Bhok dan berkata lembut, "Pangcu, mundurlah dan kita harus dapat percaya keterangannya itu." KetuaHek-tok-pang itu pun mengangguk-angguk dan memberi isyarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya untuk mundur.

Ji Sun Bi lalu menghampiri Cun Sek. Sejenak mereka saling berpandangan dan keduanya saling kagum. "Tang Cun Sek, keteranganmu tadi memang dapat kami terima, akan tetapi untuk lebih meyakinkan hati kami sebelum engkau kami hadapkan kepada Pangcu kami, terlebih dahulu ceritakanlah mengapa engkau yang mempunyai ilmu silat Cin-ling-pai dan memegang pedang pusaka Cin-ling-pai, tiba-tiba saja kini berpihak kepada kami!"

Sebetulnya Cun Sek segan menceritakan riwayatnya, akan tetapi ia maklum bahwa kerja sama dengan orang-orang seperti mereka itu adalah suatu keuntungan baginya, terutama sekali akan memudahkan dia dalam mencari serta menemukan ayah kandungnya, yaitu Ang-hong-cu! Apa lagi yang berada di situ hanyalah Ji Sun Bi dan Cui Bhok, sedangkan para anak buah Hek-tok-pang sudah disuruh menjauhkan diri.

Dengan singkat namun jelas dia kemudian menceritakan betapa semenjak kecil dia sudah mempelajari ilmu silat dan setelah dewasa dia ingin menambah pengetahuannya dengan masuk menjadi anggota Cin-ling-pai.

"Hanya beberapa tahun saja aku menjadi anggota Cin-ling-pai, tetapi aku beruntung dapat mempelajari ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai dari ketua lamanya. Akan tetapi aku gagal menjadi ketua baru, lalu aku melarikan diri dari Cin-ling-pai sambil membawa Hong-cu-kiam yang dihadiahkan ketua lama Cia Kong Liang kepadaku." Tentu saja bagian terakhir ceritanya itu adalah kebohongan sebab pedang pusaka itu bukan hadiah pemberian melainkan hasil pencurian!

Ji Sun Bi minta kepada ketua Hek-tok-pang untuk memerintahkan anak buahnya supaya menguburkan jenazah sepuluh orang anggota Kim-lian-pang yang tewas keracunan dan membersihkan kembali tempat yang tadi mereka taburi racun. Setelah itu, maka Ji Sun Bi menjadi petunjuk jalan dan mereka pun naik ke puncak Kim-lian-san.

Dalam perjalanan ini barulah orang-orang Hek-tok-pang melihat betapa besar bahayanya jika mereka menyerbu ke atas. Perjalanan itu mengandung banyak sekali tempat rahasia, jebakan-jebakan yang mengerikan. Tanpa petunjuk jalan, sebelum tiba di puncak mereka semua tentu akan menjadi korban perangkap yang banyak dipasang di sepanjang jalan menuju ke puncak.

Bahkan Hek-tok Pang-cu Cui Bhok sendiri bergidik dan diam-diam dia girang bahwa dia sudah dikalahkan oleh Tang Cun Sek sehingga dia menakluk. Apa lagi sesudah nampak banyak anggota Kim-lian-pang yang mulai menyambut, berdiri berjajar di sepanjang jalan, laki-laki dan wanita-wanita yang semuanya berwajah tampan dan cantik, bersikap gagah dan jumlah mereka tidak kurang dari lima puluh orang.

Kemudian barulah dia tahu bahwa seluruh anggota Kim-lian-pang berjumlah seratus orang lebih, sebagian ada yang bertugas di bawah gunung dan tersebar ke kota-kota dan dusun-dusun sekitar daerah itu, bertugas sebagai mata-mata.

Baik Cui Bhok mau pun Tang Cun Sek merasa heran dan kagum sekali ketika mereka diajak oleh Ji Sun Bi menghadap orang yang disebut pangcu atau ketua dari perkumpulan Kim-lian-pang. Sama sekali mereka tak pernah membayangkan bahwa pangcu itu kiranya hanyalah seorang pemuda yang masih sangat muda, tidak akan lebih dari dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun saja usianya! Cun Sek memperhatikan orang yang menerima kedatangan mereka dengan berdiri dari tempat duduknya dan yang mengamati mereka dengan pandang mata tajam menyelidik itu.

Dia adalah seorang pria muda yang bertubuh sedang, gerak-geriknya halus dan sopan, pakaiannya seperti seorang terpelajar, wajahnya tampan dan kedua matanya mencorong penuh wibawa!

Ji Sun Bi segera memperkenalkan dua orang tamu itu sesudah memberi bisikan kepada Cui Bhok untuk memerintahkan anak buahnya yang ikut memasuki ruangan luas itu agar berlutut semua. Sambil tersenyum Ji Sun Bi mendekati ketua Kim-lian-pang yang menjadi rekan, kekasih, juga ketuanya itu dan dia sendiri menjabat wakil ketua.

"Pangcu, dia adalah Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang kini sudah menakluk kepada kita dan membawa dua puluh empat orang anak buahnya menakluk dan siap untuk bekerja sama dengan kita."

Orang muda tampan itu memandang kepada Cui Bhok dengan sinar mata penuh selidik, alisnya berkerut dan dia berkata dengan halus, "Hemm... , aku mendengar bahwa sepuluh orang anak buah kita tewas karena racun yang disebarkan mereka?"

Diam-diam Tang Cun Sek merasa kagum. Kiranya peristiwa di lereng tadi telah diketahui oleh ketua ini, tentu ada mata-mata yang lebih dahulu melapor ke atas sebelum mereka tiba di situ.

"Benar, mereka tewas karena kurang waspada," jawab Ji Sun Bi.

Walau pun bagi Cui Bhok keadaan ketua Kim-lian-pang itu kurang menyakinkan, hanya seorang pemuda yang nampaknya tidak begitu hebat, namun mengingat bahwa pemuda itu adalah ketua Kim-lian-pang dan Tok-sim Mo-li yang demikian lihainya hanya menjadi pembantunya, dia pun tidak berani memandang rendah.

"Saya Hek-tok Pangcu Cui Bhok menghadap pangcu dari Kim-lian-pang dan menyatakan bersedia untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pang!" katanya sambil memberi hormat.

"Hemmm...!” Kim-lian Pangcu Sim Ki Liong tersenyum dingin, namun suaranya terdengar halus saat dia berkata kepada Cui Bhok yang bertubuh tinggi besar dan wajahnya brewok menyeramkan itu. "Hek-tok Pangcu, janji penyerahan diri dan kerja sama membutuhkan kesetiaan dan kesetiaan harus dibuktikan. Anak buahmu telah membunuh sepuluh orang anak buah Kim-lian-pang, padahal enci Ji Sun Bi hanya membunuh tujuh orang anak buah Hek-to-pang. Dengan demikian, Hek-to-pang masih berhutang tiga nyawa terhadap Kim-lian-pang. Nah, apa yang akan kau lakukan untuk membuktikan kesetiaanmu?”

Mendengar pertanyaan ini, wajah yang kasar penuh brewok itu berubah menjadi pucat, lalu merah padam dan matanya terbelalak. Cui Bhok paham apa yang dimaksudkan ketua Kim-lian-pang yang masih sangat muda itu dan dia merasa penasaran. Bagaimana pun juga, kalau ketuanya hanya seorang pemuda ingusan seperti ini, dia harus melihat bukti dulu bahwa ketua yang amat muda ini memang pantas untuk menjadi atasannya sebelum dia melaksanakan segala perintahnya. Dia pun tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha, sungguh tuntutan yang wajar dari seorang ketua besar sebuah perkumpulan yang besar pula! Akan tetapi, Pangcu, bagaimana pun juga, saya juga harus melihat bukti bahwa Pangcu adalah orang yang pantas untuk saya taati. Mohon petunjuk!" katanya dan pria tinggi besar ini segera memasang kuda-kuda.

Dia tidak mencabut senjata karena dia maklum bahwa dia berada di sarang harimau dan kedudukannya amat berbahaya. Dia hanya ingin menguji kelihaian ketua yang amat muda itu, lain tidak. Dia sama sekali tak ingin menentang karena dia sudah takluk kepada orang muda yang membantu Tok-sim Mo-li tadi.

Mendengar ucapan ketua Hek-tok-pang itu, Sim Ki Liong tersenyum dan wajahnya yang tampan itu nampak cerdik dan licik sekali. Tang Cun Sek memandang dengan hati tegang akan tetapi juga gembira. Ketua yang masih amat muda itu tadi hanya memandang acuh saja kepadanya, dan kini ketua itu ditantang atau diuji oleh Cui Bhok. Suatu kesempatan baik baginya untuk melihat sendiri sampai di mana kelihaian ketua ini.

Dia sudah mengukur kepandaian Cui Bhok, dan dari perlawanan ketua itu terhadap Cui Bhok, dia akan dapat mengukur sampai di mana kelihaiannya. Kalau melihat betapa Tok-sim Mo-li, yang tadi dia lihat pula kehebatannya, hanya menjadi pembantu ketua Kim-lian-pang, maka dapat diduga bahwa kepandaian ketua yang masih amat muda ini tentu hebat bukan main.

Melihat Cui Bhok sudah siap siaga di tengah ruangan yang luas itu, sambil tersenyum Sim Ki Liong bangkit dari kursinya. Semua anak buah Hek-tok-pang yang masih berlutut juga memandang dengan hati tegang. Mereka setuju sekali dengan sikap ketua mereka. Kalau hendak menaluk kepada seseorang, maka terlebih dahulu mereka harus melihat sendiri bagaimana lihainya orang itu!

"Cui-pangcu, permintaanmu wajar pula. Aku akan membuktikan bahwa aku memang patut kau taati. Nah, mulailah!" katanya dan dia berdiri seenaknya saja di depan Cui Bhok yang bertubuh kokoh kekar itu, berbeda dengan tubuh Sim Ki Liong yang sedang saja sehingga nampak kecil lemah di depan raksasa itu.

Cui Bhok tak mau membuang waktu lagi, lalu tiba-tiba dia mengeluarkan suara mengaum seperti singa, disusul bentakannya, "Kim-lian Pangcu, lihat seranganku!"

Tubuhnya langsung menerjang dengan dahsyatnya, kedua tangannya membentuk cakar singa, kuku jari-jari tangannya terlihat menghitam tanda bahwa kuku-kuku itu mengandung racun yang sangat berbahaya. Sekali terkena goretan kuku hitam itu akan mengakibatkan luka melepuh yang sukar disembuhkan kalau tidak memakai obat pemunah racun buatan ketua Hek-tok-pang itu!

Namun serangan bertubi-tubi yang berupa cakaran-cakaran dan cengkeraman itu dengan mudah dapat dihindarkan oleh Sim Ki Liong, hanya dengan gerakan kedua kakinya saja, kemudian dia membalas dengan tamparan lembut tapi mengandung tenaga yang dahsyat sehingga hampir saja pundak ketua Hek-tok-pang terkena tamparan. Meski pun luput dan hanya menyerempet sedikit saja, namun cukup membuat Cui Bhok terhuyung.

Tentu saja raksasa ini terkejut dan mulai merasa kagum karena hanya dalam beberapa jurus saja, bahkan baru satu kali pemuda itu menyerang, dia sudah hampir dirobohkan. Namun dia masih kurang puas, kurang yakin dan kembali dia menyerang, lebih ganas dari yang tadi.

Sementara itu Cun Sek terbelalak! Dia melihat dengan jelas betapa serangan balasan itu, tamparan yang lembut dan gerakan kaki itu adalah ilmu silat San-in Kun-hoat (Silat Awan Gunung), sebuah ilmu pilihan dari Cin-ling-pai!

Menghadapi serangan ganas dari ketua Hek-tok-pang ini, Sim Ki Liong lalu mengeluarkan bentakan nyaring, sepasang tangannya bergerak dari kanan dan kiri, menangkis sekaligus menyerang.

Begitu kedua tangannya bertemu dengan sepasang tangan ketua Kim-lian-pang, Hek-tok Pangcu Cui Bhok berteriak kaget. Kedua tangannya itu terdorong keras ke belakang dan sebelum dia sempat menghindarkan diri, ada angin pukulan dari kanan kiri menyambar ke arah kedua pundaknya. Dia pun roboh terguling, kedua pundaknya terasa nyeri seolah-olah tulangnya retak-retak!

Dia terkejut, akan tetapi juga kagum dan takluk. Dia bangkit berdiri lalu menjura dengan sikap hormat karena dia mendapat bukti betapa lihainya ketua Kim-lian-pang yang masih amat muda itu.

"Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Langit Bumi)...!" Tak terasa lagi mulut Cun Sek berseru ketika dia melihat gerakan kedua tangan Sim Ki Liong tadi.

Mendengar ini, Ki Liong cepat membalik dan sepasang matanya mencorong, memandang ke arah Cun Sek. Akan tetapi pada saat itu Cui Bhok sudah berkata dengan suara kagum,

"Biar pun masih amat muda, kiranya Kim-lian Pangcu sungguh memiliki kepandaian yang sangat hebat. Saya mengaku kalah dan takluk, dan saya akan memperlihatkan kesetiaan saya kepada Pangcu!" Berkata demikian, tiba-tiba saja raksasa ini bergerak cepat sekali ke arah para anggotanya yang masih berlutut.

Terdengar teriakan berturut-turut, kemudian empat orang anak buahnya roboh dan tewas seketika dengan muka menghitam. Mereka tadi telah diserang dengan cakaran maut oleh ketua mereka sendiri. Yang menjadi korban adalah dua orang yang tadi terluka oleh Cun Sek dan dua orang lain yang tingkatannya paling rendah dalam Hek-tok-pang.

Semua anak buah Hek-tok-pang terkejut dan ketakutan, akan tetapi hati mereka menjadi lega ketika ketua mereka tidak menyerang lagi. Cui Bhok lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil menghadap Sim Ki Liong.

"Nah, Pangcu. Itulah bukti dari kesetiaan kami. Dengan tewasnya empat orang anak buah saya, maka kini kami yang rugi seorang dibandingkan dengan Kim-lian-pang."

Sim Ki Liong tersenyum dan mengangguk-angguk. "Bagus, engkau memang pantas untuk kami terima sebagai sekutu dan pembantu, Cui Pangcu!"

Dia lalu bertepuk tangan, menyuruh pengawal atau anak buahnya untuk menyingkirkan keempat mayat itu, dan menyuruh anak buahnya untuk menjamu para anggota Hek-tok-pang yang kini tinggal dua puluh orang itu. Kemudian dia menyuruh para pelayan supaya menambah arak dan mengeluarkan hidangan untuk menyambut Cui Bhok. Ketika itulah dia memandang kepada Cun Sek dan bertanya kepada Ji Sun Bi.

"Siapakah dia ini yang mengenal Thian-te Sin-ciang?"

Ji Sun Bi tersenyum. "Tadi aku belum sempat mengenalkan dia. Tentu saja dia mengenal ilmu silatmu yang berasal dari Cin-ling-pai, Pangcu, karena dia adalah seorang tokoh Cin-ling-pai!"

"Ehhh...!" Sim Ki Long terkejut bukan kepalang, akan tetapi dengan sikap gagah dia tidak memperlihatkan kekagetannya, melainkan matanya saja yang memandang tajam kepada Cun Sek, tetapi kini mengandung kecurigaan. "Mau apa seorang tokoh Cin-ling-pai datang ke sini?" Pertanyaan ini mengandung terguran kepada Ji Sun Bi.

Sebelum Ji Sun Bi menjawab, Cun Sek mendahuluinya. "Maaf, Pangcu. Aku tidak sengaja datang ke sini melainkan diajak oleh Tok-sim Mo-li untuk diperkenalkan kepada Pangcu."

Mendengar ini Ji Sun Bi tersenyum dan dia pun cepat menjelaskan. "Pangcu, ketahuilah bahwa ketika aku turun dari puncak untuk menghadapi Hek-tok-pang, aku diperingatkan akan lorong beracun yang dibuat Hek-tok-pang oleh saudara Tang Cun Sek ini. Bukan itu saja, bahkan dialah yang telah menundukkan dan menaklukkan Hek-tok Pangcu, dan dia membantu pula ketika aku dikeroyok oleh tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo. Melihat kelihaiannya dan mengenal gerakan silatnya serta pedangnya yang jelas dari Cin-ling-pai, tadinya aku juga curiga dan terkejut. Akan tetapi sesudah dia menceritakan keadaannya, kupikir sebaiknya kalau dia kuajak ke sini agar berkenalan dengan Pangcu. Bagaimana pun juga, kepandaian Pangcu dan dia datang dari satu sumber, bukan?"

Sim Ki Liong mulai tertarik dan sekarang dia memandang kepada Cun Sek dengan penuh perhatian, akan tetapi kecurigaannya telah menipis. "Saudara Tang Cun Sek, terus terang saja, Cin-ling-pai kami anggap sebagai musuh kami. Maka, harap kau jelaskan mengapa engkau tidak memusuhi kami, bahkan ingin berkenalan denganku."

Cun Sek menarik napas panjang, "Tidak kusangkal bahwa aku adalah seorang murid Cin-ling-pai, bahkan aku telah mewarisi ilmu-ilmu Cin-ling-pai dari ketua lama Cia Kong Liang sendiri. Akan tetapi, setelah aku gagal untuk menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru, maka Cin-ling-pai kuanggap sebagai musuh. Aku melarikan diri dari sana dan biar pun banyak ilmu dari sana yang kukuasai, namun aku tidak menganggap diriku sebagai seorang Cin-ling-pai," Cun Sek mengepalkan tinju, masih mendongkol kalau mengingat kekalahannya di Cin-ling-pai.

"Demikianlah keadaanku, Pangcu. Oleh karena itu Pangcu tak perlu khawatir, aku bukan seorang anggota Cin-ling-pai lagi, bahkan aku pun membenci Cin-ling-pai! Aku melarikan diri dari Cin-ling-pai, dan dalam perjalanan untuk mencari jejak ayahku yang sejak dalam kandungan belum pernah kulihat, secara kebetulan aku lewat di bawah bukit dan melihat rombongan orang Hek-tok-pang, lalu aku membayangi mereka dan kubantu Tok-sim Mo-li."

Sim Ki Liong mengangguk-angguk. "Kalau engkau gagal menjadi ketua Cin-ling-pai, lalu siapa yang menjadi ketuanya yang baru?"

Dengan suara gemas Cun Sek menjawab, "Gadis liar itu, Cia Kui Hong!"

Mendengar ini, mata Sim Ki Liong terbelalak memandang, kemudian dia tertawa bergelak. Lenyaplah sikap lembut dan sopan ketika dia tertawa dengan mulut terbuka, lalu mulut itu ditutup sehingga suara ketawanya hanya sampai di tenggorokan.

"Ha-ha-ha… he-he-he, Cia Kui Hong? Dia menjadi ketua Cin-ling-pai?" dia tertawa lagi. "Dara itu yang telah menggagalkanmu?"

"Hemm, Cia Kui Hong! Lagi-lagi gadis setan itu yang menjadi penghalang. Dia musuh kita bersama!" kata pula Ji Sun Bi dengan gemas.

Sekarang Tang Cun Sek yang memandang dengan sinar mata heran kepada dua orang itu. Tentu saja dia tidak tahu betapa Sim Ki Liong juga sampai terlempar keluar dari Pulau Teratai Merah tempat tinggal gurunya, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, gara-gara kedatangan Cia Kui Hong, cucu luar pendekar sakti itu.

Ada pun Ji Sun Bi tentu saja tidak pernah dapat melupakan pengalaman pahitnya ketika dia membantu gerakan mendiang Lam-hai Giam-lo dan ketika gerombolan pemberontak itu diserbu oleh para pendekar. Dia sendiri bertanding melawan Cia Kui Hong dan hampir saja dia tewas ketika dia terjatuh ke dalam tebing!

"Pangcu, apakah engkau sudah mengenal Cia Kui Hong?" tanya Cun Sek.

Ki Liong masih tertawa sehingga Ji Sun Bi yang menjawab. "Tentu saja kenal baik! Cia Kui Hong itu masih terhitung murid keponakannya!"

Cun Sek terbelalak bingung. Pemuda ini? Usianya masih begitu muda dan dia menjadi paman guru Kui Hong? Paman guru dari mana? Tak mungkin pemuda ini murid kakek Cia Kong Liang pula.....

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar