Kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya hingga kepala itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan secepat kilat tangan Hay Hay bergerak menyambar.
"Plakkk!"
Tangan itu menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu Phang Su terjungkal bergulingan sambil mengaduh-aduh, dan kedua tangannya sibuk menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi.
Kang-thouw-cu Phang Su memang sudah terbiasa mengandalkan diri sendiri. Maka, biar pun lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih cepat melompat bangkit kembali lantas memandang kepada Hay Hay yang tersenyum lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.
"Wuuuttt…!"
Kini tangan kanannya telah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan pada pinggangnya. Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat sehingga ketika diputar-putar terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah kepala Hay Hay.
Dengan mudah saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepalanya. Akan tetapi sekali putaran rantai itu telah menyambar lagi ke arah kakinya, maka Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar di bawah kakinya. Kini rantai berputar dan menyerang lagi ke arah pinggangnya!
Melihat datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak lagi, namun melindungi pinggang dengan sinkang. Rantai itu datang melibat pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali. Dengan wajah girang membayangkan kemenangan di depan mata untuk menebus beberapa kali kekalahannya tadi, kini Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingin membuat pemuda itu tersungkur di depan kakinya.
Akan tetapi dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang sangat besar dan berat. Tubuh Hay Hay sedikit pun tidak terbetot, apa lagi sampai roboh tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampai terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!
“Brooottt…!"
Saking penasaran serta kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli sehingga wajah Kang-thouw-cu menjadi semakin merah.
"Wah, benar-benar tidak tahu malu...!" Hay Hay mempergunakan jari tangan kanan untuk menjepit hidungnya. "Bau.... bau....! Pergilah!" Kakinya lalu menendang.
"Desss....!"
Perut gendut itu kena ditendang dan tubuh itu pun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si gendut merasa perutnya mulas sekali sehingga dia pun tidak mampu bangkit kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah pingsan!
Melihat rekannya tidak sanggup melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan kepalang. Kekalahan rekannya berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirinya juga. Dia masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda ini. Akan tetapi kenyataan itu tidak membuat dia jeri.
"Bagus! Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas saja engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu ini!" Dia meloncat ke depan sehingga berhadapan dengan Hay Hay. "Kalau memang engkau mampu menandingi Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"
"Sungguh di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini nampaknya sudah ompong dan kehilangan kukunya sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mau mencari permusuhan dengan kalian atau dengan siapa pun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa, mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"
Hek-houw Ji Sun mendelik dan dia lalu mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay Hay. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan jantung mereka.
Tahulah Hay Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan. Semacam ilmu khikang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia menjadi juru bicara teman-temannya.
Selamanya Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya, tetapi serangan melalui auman harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan!
Seperti kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasanya mengandalkan kekerasan dalam hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, memandang remeh orang lain. Biar pun dia tadi melihat betapa rekannya kalah oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam).
Begitu gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun kepala lawan!
Hay Hay sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan, akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini.
Memang ilmu silat milik Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin pukulan yang kuat, ada pun jari-jari tangan itu dapat merobek benda yang kuat dan keras, apa lagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun semua serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay. Beberapa kali dia menubruk tetapi selalu gagal. Karena itu dia lalu menyerang dari jarak dekat. Seperti cakar harimau, dua tangannya menyambar-nyambar dengan kuat sekali.
Hay Hay terpaksa menangkis pada waktu tangan kiri lawan mencengkeram dengan cepat bukan main ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan kanan Hay Hay dekat siku.
Lengan itu kena dicengkeram, maka Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi betapa terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang dicengkeramnya itu licin sekali bagai batangan baja yang diminyaki sehingga cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!
“Breettt…!"
Tangan Hay Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang berkulit hitam!
"Salahmu sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka aku pun harus merobek bajumu supaya lunas!" kata Hay Hay.
Diam-diam Hek-houw Ji Sun kaget sekali. Jika tadi dia merobek lengan baju, hal ini tidak disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Tapi sebaliknya pemuda itu memang sengaja merobek bajunya. Apa bila pemuda itu menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya!
Baru dia tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main, maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Orang muda, keluarkan senjatamu! Mari sekarang kita bertanding senjata!" tantangnya dengan garang.
Hay Hay tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya setengah meter.
"Baik, Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"
Semua orang terbelalak, ada pun wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena terlalu banyak darah yang naik ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, bahkan dihina oleh musuhnya yang masih muda itu. Bagaimana mungkin ada orang berani menghadapi golok dan perisainya yang kehebatannya sudah amat terkenal itu hanya dengan sepotong kain yang pendek? Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu berani menghadapi sepasang senjata itu dengan sepotong kain saja!
"Orang muda, aku bukanlah seorang yang suka mempergunakan kellcikan untuk mencari kemenangan. Lekas keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang akan mentertawakan aku!"
"Aih, engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau tidak percaya? Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan sepuluh ekor harimau, apa lagi hanya seekor saja! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh jurus!"
Sepasang mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya, "Bagus. Bocah sombong! Bila aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan menyembahmu!"
"Begitukah? Baik!" Belum juga Hay Hay sempat menutup mulutnya, nampak sinar golok menyambar dengan kecepatan kilat. Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan secara diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi.
Memang permainan golok dan perisai itu amat hebat. Golok itu berkelebatan menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya yang terlindung itu, sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat!
Namun sekarang dia menghadapi seorang lawan yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, bahkan gurunya sendiri sekali pun belum tentu akan dapat menandingi pemuda ini! Dengan amat mudahnya Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak, tetapi tahu-tahu sambaran golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah sakti Jiauw-pou Poan-san. Akan tetapi, walau pun sambaran goloknya tidak pernah menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap bersembunyi di balik perisainya.
Diam-diam Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya Hek-houw Ji Sun kini sudah mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan janjinya dan andai kata dia harus kalah sekali pun, dia harus dapat mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Hal ini hanya dapat terjadi apa bila dia terus menyerang secara bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya! Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi maka dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!
"Wirrrrrr...!" Golok itu kembali menyambar.
Kali ini tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok itu menyambar dari atas kakinya yang tampak terjulur di bawah perisai, golok menyambar ke arah kaki Hay Hay. Kembali hal ini menunjukkan kecerdikan Ji Sun.
Agaknya dia tahu bahwa kelihaian pemuda itu yang selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran goloknya terletak pada geseran-geseran dan langkah-langkah kaki. Oleh sebab itu kini dia menyerang kaki pemuda itu, sambil bersembunyi di balik perisainya sehingga dia sudah berani memastikan di dalam hatinya bahwa tentu dia akan sanggup bertahan sampai lebih dari sepuluh jurus!
Katakanlah dia tidak akan mampu menang melawan pemuda ini, akan tetapi jika ternyata dia sanggup mempertahankan diri selama lebih dari sepuluh jurus, maka berarti dia sudah dapat membersihkan mukanya karena pemuda itu seperti kalah bertaruh!
Hek-houw Ju-sin sama sekali tidak tahu bahwa Hay Hay memang sengaja mengalah. Apa bila pemuda itu menghendaki, dengan dasar tingkat ilmu kepandaiannya yang jauh lebih tinggi, maka hanya dalam dua tiga jurus saja agaknya Hay Hay sudah bisa melumpuhkan semua perlawanan Hek-houw Ju-sin!
Hay Hay memang sengaja membiarkan lawan menyerangnya secara bertubi-tubi sambil memperhatikan permainan golok dan perisai itu, mencari titik kelemahan. Kalau dia mau mengerahkan sinkang-nya, dengan tangan kosong saja agaknya dia akan dapat memukul pecah perisai itu, atau kalau dia mau menggunakan kekuatan sihirnya, juga akan mudah baginya untuk menundukkan lawan. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal itu, menanti sampai Ji Sun menyerangnya sebanyak delapan jurus. Kemudian, melihat betapa kaki kiri lawan itu terjulur keluar dari lindungan perisainya, secepat kilat buntungan lengan baju itu menyambar ke arah pergelangan kaki itu, bagaikan seekor ular kain itu membelit kaki.
Hek-houw Sun terkejut bukan main, menggerakkan goloknya untuk membacok putus kain itu. Akan tetapi pada saat itu pula Hay Hay sudah menarik kain itu secara tiba-tiba sambil mengerahkan tenaganya dan... tubuh Hek-houw Ji Sun yang tinggi besar itu terlempar ke atas.
Biar pun tubuhnya telah melambung ke atas, kaki kirinya masih saja terlibat kain. Dengan sekali sentakan ke bawah, tubuhnya meluncur lagi ke bawah dan sebelum menghantam tanah, kembali Hay Hay menggerakkan tangan. Demikianlah, tubuh itu diputar-putar oleh Hay Hay, makin lama semakin cepat sepertl kitiran hingga akhirnya Hay Hay melepaskan kain dan tubuh itu pun meluncur sampai jauh dan terbanting ke atas tanah.
Hek-houw Ji Sun telah kehilangan golok dan perisainya yang terlepas ketika diputar-putar tadi. Begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, dia pun segera meloncat bangun. Semua orang sudah merasa kagum melihat betapa si tinggi besar hitam yang sudah dipurat-putar seperti itu dan terbanting jatuh, begitu jatuh sudah dapat bangkit kembali.
Juga Hay Hay memandang terbelalak. Betapa kebal tubuh orang itu, pikirnya. Akan tetapi dia lalu tersenyum melihat betapa tubuh itu terhuyung-huyung, lalu jatuh terkulai dan tidak bergerak lagi karena pingsan. Ternyata Hek-houw Ji Sun hanya mampu bangkit sebentar saja. Kepalanya terasa pening, pandang matanya berputar-putar dan dia roboh pingsan. Karena pemandangan ini memang menggelikan, di antara para anak buah yang berada di situ, banyak yang menahan senyum geli melihat tingkah jagoan kedua ini.
"Keparat...!" Tiat-ci Thio Kang membentak keras dan kini dia sudah menghadapi Hay Hay, mengamati wajah dan seluruh tubuh pemuda itu. Seorang pemuda yang biasa-biasa saja, pikirnya, namun mampu merobohkan Hek-houw Ji Sun dalam sembilan jurus!
"Orang muda, sebenarnya siapakah engkau, dari mana asalmu dan apa pula maksudmu datang membikin kacau di sini?" Lagaknya tinggi dan memang Tiat-ci Thio Kang terkenal seorang yang tinggi hati. Dia adalah jagoan yang datang dari kota raja, suka memandang rendah orang lain.
Hay Hay tersenyum. "Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan hendak bertemu dan berbicara dengan Hartawan Coa. Tapi kenapa engkau dan teman-temanmu menghalangiku? Kalian yang membikin kacau, bukan aku!"
"Hemm, lagakmu sombong sekali, Hay Hay. Jika engkau mampu mengalahkan sepasang pedangku serta jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami. Nah, kini rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!" Berkata demikian dia lantas menggerakkan tangan dan nampaklah kilatan sinar sepasang pedang yang telah dicabutnya dari punggung. Kini dia telah memasang kuda-kuda sambil melintangkan sepasang pedang itu di atas kepala, membentuk sebuah gunting.
Hay Hay mengangguk-angguk. "Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan kehendak."
"Tak usah cerewet! Jika engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali emas yang lima puluh tail itu kepadaku!"
Kini Hay Hay sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang. "Tiat-ci Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk apakah?"
Tiat-ci Thio Kang terkejut. "Hah? Ular berbisa...?!"
Dia menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor ular kobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak, sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.
Hay Hay mengambil sepasang pedang itu, kemudian dengan dua tangannya dia menekuk dua batang pedang itu.
“Krekk! Krekk!” terdengar suara dan dua batang pedang itu pun patah-patah. Pemuda itu seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan dua batang pedang itu ke atas tanah.
Tiat-ci Thio Kang terbelalak. Ketika membuang dua ekor ular itu, dia melihat betapa dua ekor ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya sendiri! Lantas dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!
"Bagaimana, Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian dapat terhenti sampai sekian saja.
Akan tetapi watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biar pun dia melihat kenyataan yang aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian kedua pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan, tetapi dia masih belum mau menyerah kalah bahkan menjadi penasaran. Dia tak percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya, dan mampu menandingi jari-jari tangannya!
"Pemuda iblis! Jangan engkau mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu kekuatan sebagai laki-laki sejati!"
"Maksudmu, mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.
"Lihat jari-jari tanganku ini!" Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke depan, menunjukkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.
"Sudah kulihat jelas. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil tersenyum mengejek.
Thio Kang marah bukan main, akan tetapi dia menahan diri dan berkata, "Bagus! Mari kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh diadu dengan dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, maka aku mengaku kalah!"
"Bagus, bagus! Sungguh pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar! Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu, tapi harus kubuka bajuku agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu." Berkata demikian, Hay Hay lantas melepaskan kancing bajunya dan setelah bajunya terbuka, nampak kulit dadanya yang putih.
Secara diam-diam Tiat-ci Thio Kang telah mengerahkan sinkang-nya, menggunakan Ilmu Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali dua jari telunjuknya di mana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, ada pun Tiat-ci Thio Kang berdiri dengan kaku sambil memasang kuda-kuda.
"Aku sudah siap!" kata Hay Hay dan ketika dia masih berbicara, Tiat-ci Thio Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring lantas tiba-tiba saja kedua lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan kiri!
Cepat dan kuat sekali tusukannya itu dan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai tembus, langsung membayangkan betapa dada pemuda itu akan segera berlubang dan mengucurkan darah.
"Krekkkk!"
Dua jari telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang telanjang itu dan akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, kemudian membungkuk dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk jantung datang dari dua jari telunjuknya yang tulangnya patah-patah! Dia mencoba untuk bertahan, akan tetapi akhirnya dia terkulai dan roboh pingsan!
Kini Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.
"Tangkap dia!"
"Bunuh dia!"
Para pengawal sengaja bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jeri setelah melihat betapa tiga orang jagoan itu sudah roboh semuanya oleh pemuda sederhana ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu pula terdengar bentakan seorang wanita.
"Tahan semua senjata! Semua orang mundur!'
Mendengar suara yang sangat mereka kenal ini serta melihat munculnya Siok Bi, gadis cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa juga menjadi seorang kekasihnya itu, para pengawal cepat-cepat menahan gerakan mereka. Tentu saja mereka mentaati gadis itu yang biar pun ilmu kepandaiannya tidak setinggi tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka.
"Kalian mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Di samping kalian takkan menang, juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk berjumpa dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"
Siok Bi memberi isyarat kepada Hay Hay, akan tetapi dia menjura dan berkata, "Taihiap dipersilakan masuk."
Hay Hay juga memberi hormat dan menjawab, "Terima kasih, Nona."
Mereka berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandangan mata semua pengawal yang kini memandang jeri dan kagum. Tidak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu sihir!
Diam-diam tiga orang jagoan itu, setelah kini Thio Kang siuman, bergidik membayangkan apa akan jadinya dengan mereka andai kata tadi pemuda itu bersungguh-sungguh hendak mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.
Sementara itu Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang sangat besar itu. Para pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.
"Aku girang sekali engkau memenuhi janji, taihiap....” Siok Bi berbisik ketika mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.
Hay Hay tersenyum. "Aku tidak pernah melanggar janji, apa lagi terhadap seorang gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!"
Gadis itu menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aihh, kalau saja dia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh tahun usianya, dia rela!
Mereka berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang amat besar. Siok Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.
"Ah, engkaukah itu, Siok Bi? Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.
"Sudah, tai-ya, bahkan dia kini sudah berada di sini bersama saya. Bolehkah dia masuk menghadap?"
Hening sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa. "Suruh dia masuk!"
Daun pintu didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali. Kamar yang luas dan penuh dengan perabot yang serba mahal, indah dan mewah. Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap panas!
Itukah sarapan pagi? Bukan main! Hidangan untuk sarapan pagi saja sudah mengalahkan sebuah pesta orang biasa, lantas bagaimana dengan makan siang atau makan malam?! Agaknya hartawan itu sedang sarapan pagi, dilayani oleh tujuh orang gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup untuk tidur sepuluh orang.
Agaknya kini hartawan itu telah selesai sarapan, karena pada saat itu para gadis sedang menyingkirkan sisa hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang menggantung caping lebar di punggungnya hingga menutupi sebuah buntalan yang cukup besar, dia pun cepat memandang penuh perhatian.
Inilah pemuda yang semalam melindungi Gui Lok, mengalahkan dua orang pengawalnya dan membikin malu padanya di depan umum! Dan kini pemuda ini berani muncul, bahkan menurut laporan Siok Bi tadi, pemuda ini mengalahkan semua jagoannya dan tentu akan merobohkan puluhan orang pengawal kalau tidak segera diundang masuk.
Siok Bi mengatakan bahwa pemuda itu datang bukan hendak membikin kacau, melainkan untuk menyerahkan uang sebanyak lima puluh tail emas! Dan dia pun sudah mendengar bahwa pemuda ini pula yang sudah mengeduk lima puluh tail emas dari rumah judinya, mengalahkan semua bandar judi yang tangguh.
Meski hatinya diliputi keraguan dan perasaan takut, terpaksa dia menyetujui ketika Siok Bi menyatakan hendak mengundang saja pemuda itu masuk supaya dapat bicara baik-baik. Menghadapi seorang pemuda yang selihai itu memang lebih baik dilakukan dengan cara damai. Bahkan, akan sangat menguntungkan kalau pemuda selihai itu mau menjadi kaki tangannya!
"Duduklah, orang muda yang gagah perkasaa," kata Hartawan Coa.
Para pelayan wanita segera mengundurkan diri sehingga di dalam kamar itu hanya tinggal Hartawan Coa, Hay Hay dan Siok Bi bertiga saja. Para pengawal kini bergerombol di luar kamar itu, siap melindungi majikan mereka kalau diperlukan.
"Terima kasih, Coa Wan-gwe,” kata Hay Hay sederhana dan dia pun lantas menurunkan buntalannya dari atas punggung, meletakkannya di atas meja dan dia sendiri lalu duduk di atas bangku dekat meja.
Siok Bi juga turut duduk di antara mereka, dengan wajah berseri dan kedua pipi merah. Matanya yang indah itu bersinar-sinar karena dia tahu bahwa pemuda itu menepati janji, membawa lima puluh tail emas itu untuk membeli kebebasannya! Tadi malam dia sudah memberi kabar kepada pemuda yang mencintainya itu supaya pagi ini siap menantinya di depan gedung, siap pergi bersamanya untuk menjadi suami isteri dan memulai hidup baru yang cerah!
"Anak muda, semalam engkau berkata kepadaku akan datang berkunjung. Dan sekarang, pagi-pagi engkau benar-benar datang berkunjung dan mengatakan kepada para pengawal bahwa engkau datang sambil membawa lima puluh tail emas untuk diberikan kepadaku. Benarkah itu dan apakah maksudmu? Apakah engkau hendak mengembalikan lima puluh tail emas yang kau bawa dari rumah judi itu?"
Melihat sikap hartawan jtu, Hay Hay tersenyum. Tentu saja hartawan ini bersikap angkuh karena pada saat itu dia menjadi tuan rumah dan selain itu, juga di luar kamar ini terdapat puluhan orang pengawal dan di dekatnya ada Siok Bi yang tentu dianggapnya sebagai seorang pengawal yang setia. Dan memang sebenarnya Siok Bi seorang pengawal yang setia, kalau saja dia tidak merasa begitu sengsara menjadi kekasih hartawan yang tidak dicintanya itu.
"Coa Wan-gwe, rumah judi itu milikmu, bukan? Pernahkah engkau mengembalikan uang kekalahan dari para penjudi selama ini? Beberapa ratus ribu tail saja yang dimenangkan rumah judi itu dari para penjudi?"
Hartawan itu tersenyum. "Dalam perjudian, menang dan kalah merupakan hal yang biasa, bukan?"
"Benar begitu. Karena itu, kemenanganku di rumah judimu juga bukan hal aneh, mengapa sekarang kau berharap aku mengembalikan uang kemenanganku dari rumah judi itu?"
Hartawan yang tinggi besar dengan muka hitam bopeng itu tertawa. "Ha-ha-ha, aku pun tidak mengharapkan, hanya aku tadi mendengar bahwa engkau hendak memberikan lima puluh tail emas kepadaku. Benarkah itu, dan apa maksudmu dengan itu?"
"Aku hendak menebus kebebasan nona Siok Bi!"
Wajah yang tadinya tertawa itu tiba-tiba menjadi kaku, dan matanya terbelalak ketika dia menoleh dan memandang pada Siok Bi. Gadis ini menundukkan mukanya yang berubah merah, akan tetapi lalu diangkatnya mukanya itu dan dia menentang pandang mata Coa Wan-gwe dengan berani.
"Dulu tai-ya membeliku dari mendiang ayah, jika sekarang ada yang hendak menebusku kembali, anehkah itu?" Siok Bi berkata dengan suara yang tegas.
"Tapi... tapi... uang tebusan itu banyak sekali sekarang!" kata Coa Wan-gwe yang merasa sayang kepada Siok Bi untuk dua hal.
Pertama, sebagai seorang di antara selirnya, Siok Bi tetap merupakan seorang kekasih yang istimewa, tidak genit seperti para wanita lain sehingga kadang terasa menjemukan, dan ke dua gadis ini memiliki ilmu silat yang cukup lihai sehingga dapat menjadi pengawal pribadi yang boleh diandalkan. Rumah judi miliknya itu maju pesat setelah Siok Bi menjadi pengurusnya.
"Aku tahu, tai-ya. Pernah tai-ya mengatakan bahwa harga diriku kini telah mencapai lima puluh tail emas, bukan?" kata Siok Bi.
"Nah, untuk urusan itulah aku datang, Coa Wan-gwe. Ini adalah lima puluh tail emas itu, untuk menebus kebebasan diri nona Siok Bi!" kata Hay Hay sambil mendorong buntalan emas itu ke arah tuan rumah.
Sepasang alis yang tebal itu berkerut, kemudian Hartawan Coa menoleh kepada Siok Bi. Teringatlah dia betapa sudah selama hampir satu bulan ini Siok Bi selalu menjauhkan diri darinya, dengan dalih tidak enak badan dan sebagainya!
"Ahh, kiranya engkau jatuh cinta kepada pemuda ini dan hendak menikah dengan dia?" tanyanya.
"Jangan salah mengerti, Wan-gwe," kata Hay Hay cepat, sedangkan Siok Bi menggeleng kepalanya. "Aku hanya ingin menolongnya supaya dia bebas dari sini dan dapat memilih jodohnya sendiri. Engkau tidak perlu tahu siapa yang dipilihnya, tetapi yang jelas bukan aku. Nah, bagaimana jawabanmu, Coa Wan-gwe?”
Hartawan itu merasa serba salah. Uang lima puluh tail emas memang sangat banyak bagi kebanyakan orang, tapi bagi dia tak ada artinya. Dia tidak ingin uang sebanyak itu karena uangnya sudah jauh lebih banyak lagi. Dia juga sayang kepada Siok Bi. Terutama sekali, dia tidak rela harus mengalah terhadap pemuda yang pernah membuat dia malu ini. Akan tetapi menentang kehendak pemuda lihai ini? Dia pun ragu-ragu!
Tiba-tiba saja dia tersenyum karena mendapat pikiran yang dianggapnya baik dan sangat menguntungkan. Di dunia ini terdapat banyak wanita, bahkan yang lebih cantik menarik dari pada Siok Bi dan yang mudah dia dapatkan kalau dia menghendaki.
"Aku tidak berkeberatan jika Siok Bi hendak menikah dengan seorang pria pilihan hatinya. Akan tetapi aku tidak rela kalau harus kehilangan seorang pembantu yang cakap. Begini saja, orang muda. Bagaimana kalau engkau menggantikan kedudukannya? Bukan hanya kedudukannya sebagai pemimpin rumah judi, bahkan akan kuserahkan kepadamu semua pimpinan para pasukan keamanan serta pengawal! Kuangkat engkau menjadi pembantu utama dan berapa saja gaji yang kau kehendaki, akan kupenuhi! Bagaimana?"
Wajah pemuda itu berubah menjadi merah. Kurang ajar, pikirnya. Dia hendak dijadikan antek hartawan ini! "Coa Wan-gwe, urusan itu adalah urusan antara kita berdua dan boleh kita bicarakan nanti. Sekarang, beri dulu keputusan mengenai kebebasan nona Siok Bi!"
Tidak ada pilihan lain bagi Hartawan Coa untuk mempertimbangkannya lagi kecuali harus menyetujui. Dia tahu betapa bahayanya menentang pemuda ini, apa lagi setelah kini Siok Bi berpihak kepadanya! Apa bila terjadi keributan, maka dapat dipastikan bahwa Siok Bi yang akan dibebaskan oleh pemuda itu tentu akan membantunya.
Dia menarik napas panjang dan menyentuh buntalan uang emas. "Baiklah, aku menerima lima puluh tail emas ini sebagai penebus kebebasan Siok Bi. Mulai saat ini engkau bebas, Siok Bi."
Mendengar ini, Siok Bi mengeluarkan seruan lirih dan dia sudah menjatuhkan diri berlutut di depan Hay Hay lantas merangkul kaki pemuda itu. "Ahhh, taihiap, terima kasih... terima kasih atas budimu ini yang takkan kulupakan selama hidupku....” Suaranya mengandung isak.
Hay Hay tersenyum dan sekali tarik dia telah memaksa gadis itu bangkit berdiri kemudian merangkulnya. Dengan lembut sekali diciumnya dahi gadis itu, lalu dua pipinya sehingga ada air mata yang memasuki mulut melalui hisapan bibirnya.....