Si Kumbang Merah Jilid 13

Gadis ini cantik bukan main. Bedak pada mukanya tidak setebal gadis-gadis yang lain dan agaknya dara ini baru saja tiba di situ karena tadi dia tidak melihatnya di antara para gadis pelayan. Juga pakaiannya sangat berbeda, gadis ini lebih mewah dengan hiasan rambut terbuat dari emas permata. Matanya sungguh indah, seperti mata burung Hong! Usianya tentu tidak lebih dari dua puluh tahun.

"Kongcu, mengapa tidak ikut bertaruh? Kulihat engkau orang baru, biasanya orang baru akan selalu menang."

Hay Hay tersenyum. Gadis ini ramah sekali dan wajahnya amat menyenangkan, juga bau semerbak harum yang keluar dari pakaian serta rambutnya amat sedap, tidak menyolok.

"Aku sedang berpikir-pikir nomor berapa yang harus kupasangi," katanya.

Gadis itu tersenyum. "Kongcu, aku bekerja di sini maka tidak semestinya aku membantu para penjudi. Akan tetapi percayalah, malam tadi aku bermimpi indah sekali maka kalau aku menjadi kongcu, akan kupasangi nomor dua belas!"

Di dalam hatinya Hay Hay tertawa. Gadis ini bekerja di situ sebagai pelayan, tentu saja tugasnya selain membujuk para tamu agar berjudi, juga tentu berusaha supaya tamunya kalah, maka menganjurkan dia agar memasang nomor dua belas, nomor sial yang hanya memiliki kemungkinan keluar satu kali saja! Akan tetapi dia tersenyum dan mengeluarkan semua sisa uang yang ada di sakunya, hanya setumpuk uang tembaga dan dua potong uang perak, hanya kurang lebih dua tail perak saja harganya!

"Nah, inilah semua uangku, boleh kau pasangkan sesukamu, Nona."

Dara itu memandang dengan alis berkerut. "Kongcu, apakah semua uangmu hanya ini?"

Hay Hay mengerling ke kiri dan melihat betapa dua orang penjaga atau tukang pukul yang tadi menyambutnya sedang berbisik-bisik dan memandang ke arahnya. Ia pun tersenyum dan dapat menduga bahwa tentu dua orang itu yang melapor ke dalam dan dari dalam lalu mengutus gadis ini untuk melayaninya setelah mendengar laporan bahwa dia memiliki banyak uang emas!

"Semua uang kecilku hanya itu," katanya sambil tersenyum, "uang emasku masih banyak. Kau dengarlah ini!" Dia menepuk saku bajunya.

Gadis itu mendengar suara gemerincing nyaring, maka dia pun tersenyum manis sekali kemudian mendesak maju ke pinggir meja.

"Kongcu mempertaruhkan semua uang kecil ini pada nomor dua belas!"

Semua orang memandang heran. Bagaimana pun juga tumpukan uang itu cukup banyak. Mana ada orang mempertaruhkan uangnya pada nomor dua belas?

Bandar itu memandang sambil tersenyum menyeringai lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kuning menghitam karena rusak. Dia pun memutar-mutar dua buah dadu di dalam mangkok, lantas cepat menelungkupkan mangkok itu di atas meja. Semua petaruh masih diberi kesempatan untuk menambah taruhan mereka, dan tidak seorang pun kecuali Hay Hay mempertaruhkan uangnya pada nomor dua belas.

Mangkok dibuka dan...

”Dua belaaaasss...!" teriak bandar.

Dua buah dadu itu jelas memperlihatkan nomor enam dan enam! Semua orang berteriak heran, ada pun dara manis itu sambil tersenyum-senyum membantu Hay Hay menghitung uang taruhannya. Hay Hay menerima tiga kali uang taruhannya sehingga di atas meja, di hadapannya, sekarang dia menghadapi uangnya yang menjadi bertumpuk-tumpuk! Dia memperoleh sebuah bangku dan gadis cantik itu pun duduk di dekatnya, memberi isyarat kepada seorang pelayan lain supaya mengambilkan minuman anggur untuk ‘kongcu’.

"Wah, engkau memang sedang mujur sekali, Nona...!"

"Siok Bi, namaku Siok Bi, Kongcu..."

"Dan namaku Hay Hay!"

"Hay Kongcu, sesungguhnya bukan aku yang mujur melainkan engkau!" katanya sambil menyentuh lengan dengan mesra sekali. Sentuhan itu membuat Hay Hay merasa betapa bulu tengkuknya segera meremang. Begitu lembut, begitu hangat dan mesra. Jantungnya berdebar kencang dan mukanya menjadi merah.

"Siok Bi, coba kau tukarkan semua uang ini dengan uang perak supaya lebih mudah kita bertaruh." katanya.

Gadis itu membantu dengan penuh gairah, dan dengan bantuannya, maka sebentar saja tumpukan uang di depan Hay Hay berubah menjadi setumpuk uang perak yang berjumlah sepuluh tail!

"Silakan pasang lagi...!" bandar sudah berteriak, agaknya sama sekali tak kecewa melihat betapa uangnya ditarik demikian banyaknya oleh tamu baru itu.

"Siok Bi, nomor berapakah sebaiknya kini?" tanya Hay Hay kepada gadis di sampingnya yang bersikap demikian mesra, seolah-olah mereka sudah lama berpacaran.

"Aih, mimpiku hanya satu kali, Kongcu. Sebaiknya jika engkau memilih sendiri agar tidak keliru.”

"Baiklah, aku akan bertaruh pada nomor dua!" Hay Hay rmendorong separuh dari semua uangnya ke atas nomor dua.

Semua orang memandang dengan mata terbelalak. Gilakah pemuda itu? Setelah menang secara kebetulan sekali atas nomor dua belas, kini dia bertaruh atas nomor dua, lagi-lagi nomor sial yang sukar keluarnya.

“Mengapa nomor dua, Kongcu? Nomor itu jarang sekali keluar karena hanya mempunyai satu kemungkinan," bisik gadis di sisinya, mendekatkan mukanya dengan muka Hay Hay sehingga ketika bicara, dia dapat merasakan napas gadis itu hangat bertiup di pipinya.

Hay Hay tersenyum. "Biarlah, bukankah tadi nomor dua belas juga keluar?"

Karena tertarik dengan keberuntungan pemuda itu, ada dua orang penjudi lain ikut-ikutan memasang pada nomor dua, akan tetapi hanya secara iseng-iseng saja sehingga jumlah uangnya tidak banyak.

Dadu dikocok di dalam mangkok, lalu ditelungkupkan. Ketika dibuka, ternyata jatuh pada nomor lima! Beberapa orang penjudi yang kebetulan memegang nomor lima memperoleh uang hadiahnya, namun jumlahnya tidak banyak sehingga bandar masih menang cukup banyak.

"Aih…, Kongcu tidak percaya kepadaku sih!" Siok Bi mengeluh. "Sekarang pasang coba-coba saja dulu, Kongcu, jangan banyak. Sepotong perak saja untuk memancing nasib."

"Baiklah, aku menuruti usulmu," kata Hay Hay sambil tertawa.

Dengan sembarangan saja dia lalu melempar sepotong perak yang jatuh pada angka tiga! Kembali angka sial! Dan sekarang tak ada seorang pun yang mau ikut-ikutan memasang nomor tiga. Akan tetapi, ketika mangkok dibuka, dua dadu menunjukkan angka satu dan dua!

"Tigaaaa...!” Bandar berteriak dan menggaruk semua uang, kecuali taruhan Hay Hay yang menang lagi sehingga menerima hadiah tiga potong perak.

Dengan genit Siok Bi mencubit paha Hay Hay di bawah meja, lalu merapatkan tubuhnya sambil tertawa girang. Hay Hay juga tertawa-tawa untuk menenteramkan jantungnya yang berdebar.

Ketika para penjudi dipersilakan bertaruh lagi, Hay Hay lantas mendorong semua uang di hadapannya ke atas nomor sebelas. Lagi-lagi nomor sial! Akan tetapi sekali ini ada empat orang ikut-ikutan memasang nomor sebelas sehingga jika sekali ini keluar nomor sebelas, maka bandarnya akan rugi cukup canyak!

Siok Bi hanya tersenyum, maklum bahwa tamunya ini mulai panas dan mulai dipengaruhi oleh setan judi sehingga sebentar lagi tentu akan mengeluarkan uang emas dari dalam kantongnya! Dadu dikocok, lalu mangkok ditelungkupkan!

"Silakan menambah uang taruhan!" teriak bandar .

"Siok Bi, keluarkan semua uangmu, kupinjam dulu untuk taruhan!" kata Hay Hay. Gadis itu terkejut, akan tetapi mengeluarkan uangnya dan ternyata ada lima tail.

"Bagaimana kalau kalah, Kongcu?"

"Jangan khawatir, akan kuganti dengan uang emas!"

Siok Bi girang sekali. Kalau tidak terdapat banyak orang, tentu sudah diciumnya pemuda yang ganteng dan menarik ini. Tidak seperti para tamu lain, pemuda ini tidak pernah jail, tidak mengganggunya, bahkan menyentuhnya pun tidak, apa lagi kurang ajar. Akan tetapi selalu ramah dan pandang matanya itu membuat birahinya sudah bangkit sejak tadi! Hay Hay menambahkan uang Siok Bi ke atas taruhannya.

Mangkok kemudian dibuka dan... sepasang mata bandar itu melotot keheranan ketika dua buah dadu itu menunjukkan angka enam dan lima!

"Se... sebelas...!" serunya dan si gendut ini kelihatan bingung bukan main. Juga Siok Bi terbelalak heran, menatap tajam wajah bandar gendut, akan tetapi dengan cepat dia bisa menguasai keheranannya, lalu memegang lengan Hay Hay.

"Kita menang, Hay Kongcu...!” serunya gembira, berbareng dengan seruan mereka yang ikut memasang nomor sebelas. Dengan muka agak pucat bandar lalu menghitung semua uang dan membayar kemenangan mereka yang bertaruh pada nomor sebelas.

Sesudah tiga putaran lagi Hay Hay tetap menang dan semua penjudi di meja itu sekarang ikut memasang nomor yang sama dengan Hay Hay, bandar judi yang bertugas di meja itu menjadi pucat sekali. Tubuhnya gemetar dan beberapa kali dia menghapus keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Setiap kali membuka mangkok tangannya selalu gemetar, kemudian matanya terbelalak setelah melihat betapa sepasang dadu itu menunjuk angka yang tepat seperti yang dipasang oleh pemuda itu!

Orang-orang bersorak gembira dan uang di meja bandar itu telah dikuras habis, bahkan sang bandar terpaksa menyuruh pembantunya mengambil uang dari dalam! Kini bandar judi yang gendut pendek itu menyeka keringatnya dan menggoyang-goyang kepalanya.

"Aku... aku... lelah sekali... biarlah aku berhenti dulu dan... minta diganti rekan lain...”

Dengan terhuyung-huyung dia lalu meninggalkan meja itu menuju ke dalam dan tak lama kemudian muncullah lima orang pria dari dalam, mengawal seorang kakek berusia enam puluh tahun yang bermuka hitam dan bertubuh jangkung. Mata kakek ini tajam bagaikan mata elang.

Diam-diam Hay Hay tersenyum melihat mereka, maklum bahwa sekarang tentu muncul jagoan nomor satu dalam permainan judi itu, diikawal oleh lima orang pengawal jagoan yang pilihan pula. Akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan sibuk menyerahkan setumpuk uang yang banyak sekali kepada Siok Bi.

“Nona manis, ini aku kembalikan uangmu berikut pembagian keuntungan untukmu!” kata Hay Hay.

“Uhhh… banyak sekali, Kongcu…!” kata Siok Bi, setengah gembira namun juga khawatir.

Tentu saja gadis ini gembira menerima pengembalian yang begitu banyak, puluhan kali lebih banyak dari pada uangnya sendiri sehingga untuk membawanya saja dia telah amat kewalahan.

Akan tetapi, sejak pasangan pemuda itu terus menerus menang, dia sudah amat terkejut dan terheran, namun juga khawatir sekali. Kemenangan demi kemenangan itu sungguh tidak wajar sama sekali.

Dia tahu betapa pandainya Si Gendut itu memainkan dadu-dadu itu dan dapat mengatur sedemikian rupa sehingga dadu-dadu itu akan menghasilkan angka seperti yang telah dia kehendaki sebelum memutarnya. Akan tetapi entah kenapa hari ini kepandaiannya seperti musnah sehingga dadu-dadu itu agaknya tidak mau menurut perintahnya lagi, melainkan menurut kepada perintah atau harapan pemuda ganteng itu!

Di antara para pelayan wanita, Siok Bi bukanlah pelayan biasa, melainkan kepala pelayan dan dia dipercaya penuh oleh pimpinan mereka. Kini, melihat keadaan yang aneh itu, Siok Bi amat mengkhawatirkan keadaan Hay Hay yang telah menarik perhatiannya. Tentu akan terjadi mala petaka pada pemuda yang nasibnya amat mujur dalam perjudian itu!

Melihat munculnya kakek jangkung bermuka hitam yang dikenal sebagai Kepala Bandar tempat perjudian itu, beberapa penjudi yang kegirangan akibat kemenangan-kemenangan mereka dan yang masih menghendaki kemenangannya lebih banyak, segera menyambut riuh.

“Lanjutkan permainan dadu!”

“Kami akan mempertaruhkan semua uang kami!”

Dengan tenang Si Jangkung itu menghampiri meja, lantas menyapu wajah semua penjudi dengan matanya yang sedikit juling namun tajam luar biasa itu, dan agak lama matanya menatap wajah Hay Hay, kemudian tersenyum dan berkata,

“Jangan khawatir, sobat-sobat. Teman kami tadi sudah terlalu lelah, maka aku yang akan menggantikan dia. Nah, bersiaplah dengan taruhan kalian. Dadu-dadu ini kuganti dengan yang baru. Lihat, dua dadu ini masih baru dan semua angkanya tepat dari satu sampai dengan enam!”

Dia lalu memperlihatkan sepasang dadu yang dikeluarkannya dari dalam saku bajunya dan menyimpan dua buah dadu yang tadi digunakan, lalu memasukkan dadu-dadu itu ke dalam mangkok besar yang sudah dipersiapkan di situ.

“Sediakan dulu uang untuk membayar uang kemenangan kami!”

“Uang bandar sudah habis!”

“Ambil dulu uang dari dalam. Tanpa ada uang kami tidak mau!”

Hay Hay tersenyum dan memandang kepada Si Jangkung itu. “Mereka itu benar, orang berjudi harus memiliki modal dan kami tidak melihat bandar bermodal. Setidaknya harus ada beberapa puluh kali dari jumlah modal kami semua!”

“Bagus! Benar sekali itu! Aku tidak mau berjudi lagi kalau bandar tidak ada uangnya!”

Teriakan-teriakan itu riuh rendah dan kini semua penjudi berkumpul merubung meja dadu yang terbesar di tengah ruangan karena agaknya semua penjudi itu hendak membonceng keberuntungan Hay Hay.

Di depan Hay Hay bertumpuk uang yang amat banyak, bahkan ada sebagian yang harus ditumpuk di bawah meja. Siok Bi juga kewalahan membawa uang pemberian Hay Hay, maka dia memberi tanda kepada dua wanita pelayan bawahannya untuk membawakan uang itu. Suasana menjadi tegang dan Si Jangkung muka hitam tersenyum pahit.

“Jangan khawatir, sobat-sobat! Pasanglah taruhan berapa pun juga, dan kami pasti akan membayar setiap kemenangan kalian!”

“Sediakan dulu uangnya!” teriak Hay Hay dan semua orang menyambutnya dengan sorak sorai.

“Dengar, sobat muka hitam!” kata Hay Hay sambil tersenyum.

Jantungnya kembali berdebar karena kini demikian banyaknya orang berdesakan di situ sehingga Siok Bi terhimpit dan tubuhnya yang montok dan lunak hangat itu mepet dengan tubuhnya sampai dia dapat merasakan betapa dada yang membusung itu merapat pada pundaknya karena gadis itu kini telah berdiri sedangkan dia masih duduk di atas bangku. Lengan yang halus dan putih mulus itu melingkar di sekitar pundak dan lehernya. Siok Bi kini agaknya sudah berani sekali menganggap dia sebagai kekasihnya!

“Kau lihat semua uang perakku ini dan taksir, ada berapa? Jika semua ini ditukar dengan uang emas, berapa kau berani menukarnya?”

Bandar itu memicingkan mata, menaksir tumpukan di atas meja dan di bawah meja. “Kami berani menukarnya dengan lima belas tail emas murni!” katanya. Tentu saja dia tahu betul bahwa nilai tumpukan uang perak itu sedikitnya ada dua puluh tail emas!

“Bagus! Suruh orang mengangkatnya dan menukarnya dengan lima belas tail emas sebab sekarang aku ingin berjudi dengan taruhan emas saja agar tidak memenuhi meja!”

Kembali semua orang riuh dan bising. Banyak di antara mereka yang tahu betapa pemuda itu sudah diakali dan dirugikan, akan tetapi tidak ada yang berani ribut karena bagaimana juga semua uang itu adalah hasil menang judi.

Ketika bandar jangkung memberi isyarat, para pengawalnya lalu mengambil uang emas yang cukup banyak dari dalam. Lima belas tail diberikan kepada Hay Hay dan bandar itu sendiri menumpuk lima puluh tail di atas meja sebagai modal judi. Tumpukan uang perak yang dimenangkan Hay Hay diangkut pula ke atas meja di belakang bandar itu. Semua penjudi memandang dengan hati gembira sekali, membayangkan betapa semua uang itu nanti akan menjadi milik mereka.

Kini bandar itu berseru, suaranya terdengar nyaring. “Silakan pasang!”

Hay Hay masih diam saja dan ternyata semua penjudi juga ikut diam. Suasana menjadi sunyi sekali karena semua penjudi menunggu pemuda itu memasang nomornya, barulah mereka akan memasang dengan nomor yang sama!

Suasana yang sangat tegang itu menggembirakan hati Hay Hay. Dia pergi ke tempat ini untuk mencari jejak Ang-hong-cu, akan tetapi terlibat dalam permainan judi. Kalau saja dia tidak melihat betapa bandar gendut tadi bermain curang dengan dadu-dadunya, tentu dia pun tidak akan duduk menjadi penjudi di sini.

Tadinya dia hanya ingin mengganggu bandar gendut itu, akan tetapi dengan adanya Siok Bi yang cantik, maka gangguannya menjadi berlarut-larut sampai semua uang dikurasnya dari meja bandar! Tentu saja dia tidak membutuhkan banyak uang seperti itu, dan kalau dia melanjutkan permainannya itu hanya untuk menghajar para bandar judi, membantu para penjudi yang dia tahu selama ini tentu telah banyak mengalami kekalahan, dan untuk memancing agar dia bisa mendapatkan jejak Ang-hong-cu melalui perjudian itu.

"Sobat, kocok dulu dadunya. Kalau sudah kau telungkupkan mangkok itu, baru aku akan memasang taruhanku. Akan tetapi, aku juga sudah lelah maka aku ingin berjudi satu kali lagi saja. Akan kupertaruhkan semua uang emasku ini untuk satu nomor!"

Semua orang menahan napas. Semuanya hendak dipertaruhkan? Lima belas tail emas, berarti tumpukan emas di depan bandar itu akan tersedot hampir habis kalau pemuda itu menang! Si bandar harus membayar empat puluh lima tail emas! Mendengar tantangan yang amat berani itu, si bandar muka hitam terbelalak sedikit, akan tetapi dengan tenang dia pun mengangguk.

"Baik, kuterima! Bagaimana yang lain?"

“Aku pun mempertaruhkan semua uangku ini!"

"Aku juga!"

"Aku juga!"

Semua penjudi berteriak ingjn mempertaruhkan semua uang mereka. Kini wajah bandar judi itu agak pucat. Bayangkan saja! Semua orang yang berjudi di sana mempertaruhkan seluruh uang mereka. Akan bangkrutlah apa bila dia kalah, lantas bagaimana dia akan mempertanggung jawabkan kepada pemimpinnya? Dia tahu bahwa semua penjudi tentu akan mempertaruhkan uang mereka seperti pemuda itu, dengan nomor yang sama! Akan tetapi dia yakin akan kemampuannya, maka dia menekan perasaannya dan mengangguk-angguk.

"Baiklah! Kawan-kawan, hitung uang mereka semua supaya lebih mudah pembayarannya nanti!" Dia pura-pura tenang saja, seperti telah siap kalau sampai kalah untuk membayar semua kekalahannya!

Kini meja itu penuh dengan tumpukan uang, di antaranya ada tumpukan uang emas lima belas tail milik Hay Hay. Hebatnya, semua penjudi menaruh seluruh uang mereka di atas meja, tidak menyisakan sedikit pun dalam saku baju mereka. Kalau sampai kalah, mereka semua akan pulang dengan kantong kosong sama sekali! Sebaliknya, kalau bandar yang kalah, maka tumpukan uang emas, perak dan tembaga yang berada di situ semua akan amblas!

Sesudah selesai menghitung uang taruhan dan mencatat, si jangkung muka hitam lantas berseru keras, "Dadu dikocok....!"

Dan cara dia mengocok dadu memang sangat aneh, lain dari kocokan si gendut tadi. Dia memutar-mutar mangkok yang lebih besar dari pada mangkok yang digunakan rekannya tadi, memutar cepat sekali di atas kepalanya hingga terdengar bunyi berkerotokan ketika dadu-dadu itu berputaran di dalam mangkok, kemudian dia menurunkan mangkok itu dan tangan kirinya menarik tutupnya.

"Brukkkk!”

Mangkok jatuh menelungkup di atas meja dan meja itu pun tergetar. Diam-diam Hay Hay memperhatikan dan maklumlah dia bahwa si jangkung ini memiliki tenaga sinkang yang kuat! Dia maklum pula bahwa seperti rekannya tadi, si jangkung ini tentu menggunakan tipu muslihat dan mungkin dibantu dengan tenaga sinkang-nya untuk mengatur keluarnya nomor dadu.

Maka dia pun langsung bersiap siaga, mengerahkan kekuatan sihirnya karena dia belum tahu akal apa yang akan dipergunakan orang. Tentu saja kedua telapak tangannya juga ditempelkan di meja itu untuk mengetahui melalui getaran di meja apa yang terjadi.

"Silakan memasang nomor!" teriak pula bandar itu, sementara tangan kanannya masih di atas mangkok yang telungkup di depannya.

Tanpa ragu-ragu lagi Hay Hay lantas mendorong lima belas tail emasnya ke atas nomor tiga! Kembali semua orang tertegun. Sungguh nomor-nomor yang sial dan jarang keluar saja yang selalu dipilih oleh pemuda itu. Akan tetapi, tanpa ragu-ragu mereka semua lalu mendorong uang masing-masing ke atas nomor tiga, mengelilingi tumpukan uang emas milik Hay Hay! Uang yang bertumpuk-tumpuk di atas meja itu semuanya dipertaruhkan kepada nomor tiga!

Hay Hay tidak melihat ada perubahan pada muka si jangkung itu, akan tetapi walau pun hanya sedetik dia melihat betapa sepasang mata itu terbelalak atau mengeluarkan sinar kaget, kemudian sepasang tangannya yang diletakkan di atas meja itu dapat merasakan getaran yang datangnya dari dalam mangkok besar itu. Pendengarannya yang terlatih itu pun mendengar suara bunyi kretek-kretek dua kali.

Hay Hay dapat menduga bahwa itulah alat rahasia di dalam mangkok. Pasangannya pada nomor tiga itu agaknya tepat mengenai sasaran dan dua buah dadu di bawah mangkok itu betul-betul menunjukkan angka tiga, akan tetapi alat rahasia di dalam mangkok kini telah bekerja sehingga dua buah dadu itu tentu akan membalik dan menjadi angka lain. Hal ini dapat dibacanya dari muka hitam itu, yang kini bibirnya mengandung senyum mengejek dan sepasang matanya bersinar penuh keyakinan menang.

Suasana menjadi sunyi, tegang mencekam hati para penjudi. Ada yang mukanya pucat, ada yang merah, ada yang peluhnya bercucuran. Semua orang dicengkeram oleh harapan kemenangan dan dicekam rasa takut akan kekalahan.

"Sobat-sobat, lihat baik-baik, mangkok ini akan kubuka. Satu… dua... tiga....!"

Semua mata memandang dan penglihatan Hay Hay yang paling tajam itu sudah melihat bahwa salah satu dadu menunjukkan angka satu, tetapi dadu kedua menunjukkan angka enam! Jadi yang keluar adalah tujuh! Dia kalah! Akan tetapi, dengan getaran dua telapak tangannya, tiba-tiba saja secepat kilat sehingga tidak tampak oleh mata biasa, dadu yang menunjuk angka enam itu bergulir dan kini menunjuk angka dua!

"Satu dan dua...!"

"Tiga...! Kita menang!”

"Kita menang! Hayo bayar taruhanku!"

Suasana menjadi riuh rendah, akan tetapi Hay Hay hanya menatap dengan pandang mata tajam kepada wajah Si Jangkung. Muka yang hitam itu menjadi pucat, matanya terbelalak memandang kepada dua buah dadu itu, kemudian dia berteriak parau.

"Sobat-sobat, kalian keliru! Lihat yang betul, bukan angka tiga yang keluar!"

Dengan menekan meja tiba-tiba saja dia menggetarkan sinkang sehingga biji dadu yang tadinya menunjukkan angka dua kini kembali berguling ke angka enam! Akan tetapi hanya sebentar karena sudah berguling ke angka dua!

Semua penjudi memandang bengong dengan mata terbelalak heran. Kini semua orang melihat betapa dadu yang satu ini dapat bergulir-gulir, suatu saat bergulir ke angka enam, lalu bergulir lagi ke angka dua!

Terjadi ‘perang’ antara dua kekuatan sinkang yang digetarkan melalui telapak tangan Hay Hay dan Si Jangkung muka hitam itu. Akan tetapi, ketika untuk kesekian kalinya dadu itu bergulir ke angka enam dan Hay Hay menggulirkannya lagi ke angka dua, dia pun segera mengerahkan tenaga dan menahan sehingga betapa pun Si Jangkung berusaha dengan sinkang-nya, tetapi tetap saja dia tak mampu menggulirkan dadu itu yang tetap menunjuk angka dua. Satu dan dua!

"Tigaaaa...!" Semua penjudi berseru sesudah melihat betapa dadu itu kini tidak bergerak lagi dan keduanya tetap menunjuk angka satu dan dua!

Kembali orang-orang bersorak, akan tetapi tiba-tiba saja si jangkung muka hitam bangkit berdiri dan berseru, "Tidak! Ada kesalahan di sini! Kalian tadi melihat sendiri betapa dadu yang satu itu bergulir-gulir. Ini tidak benar! Pengocokan dadu harus diulang dan sekarang semua orang harus menjauhi mejal"

Tentu saja ucapan ini membuat para penjudi terkejut dan marah sekali.

"Wah, itu tidak adil!"

"Curang sekali!"

"Kami sudah menang, bayar kemenangan kami!"

Dengan gerakan yang cekatan sekali tiba-tiba si jangkung muka hitam meloncat ke atas meja dan bertolak pinggang. Wajahnya kereng dan bengis sekali, sementara itu belasan tukang pukul sudah siap siaga di belakangnya sambil meraba gagang senjata.

"Siapa bilang kami curang? Pernahkah rumah judi kami tidak membayar para pemenang? Kami hanya ingin mengulang pengocokan dadu sebab tadi tidak wajar. Hayo, mundur dan tidak boleh menyentuh meja! Kami telah mengambil keputusan, siapa akan menentang?"

Para pengawal di belakang si muka hitam memandang beringas, sudah siap menyerang siapa saja yang berani menentang keputusan itu. Para penjudi masih bersungut-sungut penasaran dan merasa tak puas, akan tetapi tak ada yang berani rnenentang dan semua orang mundur menjauhi meja. Kini mereka semua memandang kepada Hay Hay karena pemuda inilah yang mereka harapkan, dan tanpa pemungutan suara lagi pemuda itu telah mereka anggap sebagai pemimpin mereka!

Hay Hay tersenyum dan dia pun hanya menurut saja ketika lengannya ditarik oleh Siok Bi menjauhi meja. Gadis itu masih tetap merangkul pinggangnya ketika Hay Hay berkata,

"Saudara sekalian, biarlah kita terima saja keputusan itu! Meski pun dikocok ulang, kalau memang sudah nasib kita untuk menang maka kita tetap akan menang!"

Mendengar ucapan ini, semua orang menjadi lega kembali. Si muka hitam memandang penuh curiga. Tadi dia tahu bahwa ada orang yang main-main dan melawan sinkang-nya dan dalam pertarungan adu kekuatan itu dia telah kalah! Akan tetapi karena banyak sekali tangan yang berada di atas meja, tentu saja dia tidak tahu tangan siapa itu yang sudah menyalurkan sinkang.

Namun agaknya tidak mungkin tangan pemuda aneh yang digandeng Siok Bi itu. Selain pemuda itu nampaknya biasa saja, juga Siok Bi selalu menggandeng dan merangkulnya. Gadis yang juga merupakan pembantu dari pimpinan rumah judi dan memiliki kepandaian lumayan pula itu tentu akan mengetahui apa bila pemuda itu menyalurkan sinkang-nya.

Si jangkung muka hitam sudah meloncat turun kembali dan setelah mengamati dua buah dadu itu, dia pun memutar atau mengocok sepasang dadu itu ke dalam mangkok. Seperti tadi, dia menelungkupkan mangkok di atas meja dan berteriak,

"Apakah nomor pasangan tidak dirubah?”

"Tidak, tetap nomor tiga!" kata Hay Hay.

"Kami juga nomor tiga!"

"Nomor tiga...!” Semua orang serempak berteriak, walau pun hati mereka khawatir sekali. Bagaimana mungkin dua kali berturut akan keluar nomor sial itu?

"Jangan gelisah, saudara-saudara! Yang keluar pasti nomor tiga. Nomor tiga...!" seru Hay Hay dan seruan ini mengandung kekuatan sihir yang besar hingga seketika semua orang di ruangan itu terpengaruh tanpa mereka sadari.

"Satu... dua... tiga...!" teriak si jangkung muka hitam dan begitu mangkok dibuka, kembali dia terbelalak dan mukanya berubah pucat karena benar saja seperti yang dikatakan oleh pemuda itu, dadu-dadu itu menunjuk angka satu dan dua.

"Tigaaa...! Nomor tiga, kita menang!" teriak orang-orang itu dengan gembira.

"Nanti dulu, kalian salah lihat! Lihat baik-baik!" teriak si muka hitam dan kini dia menekan meja. Hanya kedua tangannya saja yang menekan meja, tidak ada tangan lain maka dia merasa yakin akan mampu menggulirkan dadu tanpa ada yang menghalanginya.

Benar saja, begitu dia menggetarkan telapak tangannya, sebuah dadu yang nomor satu bergulir ke angka tiga. Akan tetapi betapa heran, terkejut dan bingungnya ketika dadu itu bergulir, bukan angka tiga yang nampak, melainkan angka satu pula! Jadi tetap satu dan dua! Kembali dia mengerahkan sinkang dan dadu itu bergulir-gulir, namun ke permukaan mana pun dadu itu bergulir, tetap angka satu seolah-olah ke enam permukaannya semua berangka satu!

Si muka hitam terheran dan meneliti dadu itu dari samping. Angka-angkanya masih tetap biasa, dari satu sampai enam! Akan tetapi mengapa kalau berguIir, yang nampak angka satu Iagi? Sementara itu, para penjudi bersorak-sorak gembira. Mereka pun melihat dadu itu bergulir-gulir, namun tetap angka satu sehingga tetap saja angka itu menjadi satu dan dua.

Kini si muka hitam terbelalak dan mukanya penuh dengan keringat. Celaka, pikirnya. Dia sudah membikin bangkrut rumah judi, maka tentu dia harus bertanggung jawab terhadap pemimpinnya. Dia merasa ngeri dan seperti tadi, tiba-tiba saja dia telah meloncat ke atas meja dan tangannya sudah memegang sebatang pedang telanjang!

"Tidak ada yang menang atau pun kalah!" bentaknya. "Ada orang membikin kacau di sini! Rumah judi ditutup dan kalian boleh membawa pulang uang masing-masing!"

"Tapi kami menang! Harus dibayar dulu...!"

"Hendak dibayar dengan ini?" Si muka hitam mengacungkan pedangnya. "Kami tidak mau membayar sebab permainan judi tadi tidak wajar dan ada kecurangan! Hayo kalian semua keluar, atau kami akan menggunakan kekerasan!" Pada waktu semua orang memandang, belasan orang tukang pukul itu kini sudah menghunus senjata tajam masing-masing dan sikap mereka sangat mengancam.

Tiba-tiba terdengar suara ketawa nyaring dan ketika semua orang memandang, ternyata yang tertawa itu adalah Hay Hay. "Ha-ha-ha-ha, maling teriak maling, orang curang teriak orang lain yang curang, alangkah palsunya hidup kalian sebagai penyelenggara perjudian. Saudara sekalian, mundurlah, biar aku yang menghadapi manusia-manusia jahat ini!"

Semua tamu mundur dan mepet pada dinding, dan dengan lembut Hay Hay mendorong Siok Bi untuk melepaskan gandengannya. Siok Bi bukanlah wanita sembarangan dan dia mempunyai ilmu silat yang cukup hebat sehingga dipercaya sebagai kepala para pelayan wanita. Akan tetapi ketika didorong, dia merasa betapa ada kekuatan yang amat dahsyat sehingga betapa pun dia sudah mempertahankan, tetap saja dia terdorong dan terhuyung sehingga terpaksa dia pun mundur sampai ke dinding.

Hay Hay menjulurkan tangannya, lantas menyambar mangkok besar di atas meja dadu. "Saudara sekalian, lihatlah betapa curang mereka ini!"

Dia menelentangkan mangkok itu dan nampaklah oleh semua orang betapa pada sebelah atas mangkok itu terpasang alat rahasia dan nampak pula ada sepasang dadu di sana. Agaknya, kalau sepasang dadu di atas meja itu hendak diganti sehingga nomornya keluar menurut kehendak bandar, maka alat di dalam mangkok itu menukar dadu di atas meja dengan dadu yang berada di dalam mangkok.

Kalau alat rahasia ini gagal, masih ada kekuatan sinkang bandarnya yang dapat membuat dadu bergulir. Akan tetapi semua itu, alat dan kekuatan sinkang si bandar, sekali ini tidak berhasil karena di halangi oleh Hay Hay yang menggunakan kekuatan sinkang kemudian menggunakan sihir.

Melihat ini, tentu saja para penjudi itu menjadi terkejut dan marah bukan main. "Nah, lihat betapa bodohnya berjudi di rumah judi. Hampir semua rumah judi tentu mempergunakan tipu muslihat dan mana mungkin kalian menang? Yang sengaja diberi kemenangan untuk menarik para tamu biasanya adalah anak buah mereka sendiri. Hendaknya kenyataan ini akan membuka mata saudara sekalian sehingga tidak mau lagi menjadi korban perjudian, menghentikan kebiasaan berjudi yang buruk!"

Mendengar ucapan Hay Hay itu, dipimpin oleh si muka hitam, belasan orang pengawal itu sudah mengepung Hay Hay. Bahkan dari dalam muncul pula bandar pendek gendut itu dan beberapa orang lain sehingga jumlah mereka kini ada dua puluh orang! Semua orang memegang senjata tajam, ada pun sikap mereka amat bengis. Semua tamu memandang dengan hati tegang dan penuh kekhawatiran.

Tiba-tiba nampak Siok Bi, wanita cantik yang tadi menemani Hay Hay, menyelinap masuk ke dalam lingkaran dan meloncat ke dekat Hay Hay. Wajahnya agak pucat dan matanya bersinar-sinar.

"Tidak! Kalian tidak boleh menyakiti Hay Kongcu! Dia tidak bersalah, dan dia melakukan perjudian juga hanya iseng-iseng saja! Kongcu, kuharap engkau suka menyudahi urusan ini dan membawa pergi uangmu dari tempat ini. Tidak ada gunanya bagimu dan tidak ada untungnya kalau memusuhi rumah perjudian ini, apa lagi mengingat bahwa Kongcu bukan orang Shu-lu. Sekali lagi kuanjurkan agar kong-cu pergi dari sini dengan aman. Aku yang menanggung bahwa Kongcu dapat pergi dengan aman dan tidak diganggu!"

Aneh sekali. Dua puluh orang lelaki bengis itu agaknya tidak ada yang berani menentang ucapan Siok Bi, hanya memandang kepada Hay Hay seakan hendak melihat bagaimana tanggapan Hay Hay terhadap nasehat Siok Bi itu.

Hay Hay tersenyum dan menjulurkan tangannya, membelai dagu yang halus itu. "Siok Bi, engkau manis sekali. Terima kasih atas usahamu mengamankan aku. Akan tetapi, tidak. Mereka berbuat curang dan mereka harus membayar kekalahan mereka kepada semua penjudi di sini!"

"Ahh, kau... kau berani... menentang mereka semua itu?" tanya Siok Bi, membelalakkan mata, tidak percaya.

Ia bisa menduga bahwa pemuda yang amat menarik hatinya ini tentu memliki kepandaian. Akan tetapi betapa pun lihainya, kalau harus melawan dua puluh orang bersenjata yang marah itu, apa lagi dia tahu betapa lihainya si muka hitam dan si pendek gendut, pemuda ini tentu akan celaka.

Hay Hay tertawa. "Mengapa tidak berani? Mereka itu hanya sekawanan tikus yang tidak tahu mana kawan mana lawan!"

"Ehh? Apa maksudmu, Kongcu?"

"Nanti engkau akan melihat sendiri. Minggirlah, Siok Bi yang manis, dan terima kasih atas kebaikanmu."

Mendengar percakapan itu, dua puluh orang yang mengepung Hay Hay menjadi marah bukan main. Mereka dianggap sebagai sekawanan tikus oleh pemuda itu! Begitu Siok Bi yang menggeleng kepala dengan penuh kekhawatiran itu minggir dan kembali ke dinding, si muka hitam lalu berteriak,

"Hajar dan bunuh manusia sombong ini!"

Dia sendiri segera menyerang dengan pedangnya, mengirim tusukan ke arah dada Hay Hay. Pemuda ini dengan tenang saja miringkan tubuhnya dan pada saat itu pula bandar ke dua yang bertubuh pendek gendut sudah ikut menyerangnya pula dari arah belakang, membacokkan goloknya ke arah leher.

Hay Hay juga mengelak dengan lompatan ke depan, kemudian dia membalik dan kedua tangannya menyambar dengan kecepatan kilat. Si jangkung muka hitam serta si gendut pendek yang merupakan dua orang paling lihai di antara dua puluh orang itu, tidak tahu apa yang terjadi atas diri mereka akan tetapi tiba-tiba saja kepala mereka terasa seperti disambar petir dan mereka pun terpelanting roboh.

Kiranya petir itu adalah dua buah tangan Hay Hay yang tadi menyambar cepat sekali dan menampar mereka. Ketika dua orang itu dapat bangkit kembali, Hay Hay sudah meloncat ke atas meja dadu yang lebar itu lantas bertolak pinggang. Dia tersenyum dan sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong!

"Kalian ini sekumpulan tikus! Musuh berada di sekelilingmu, kalian tidak saling serang mau tunggu apa lagi? Hayo cepat serang musuh di sekeliling kalian!"

Dia menggerak-gerakkan kedua lengannya ke arah mereka dan terjadilah peristiwa yang amat luar biasa. Si jangkung muka hitam dan si gendut pendek kini sudah menggerakkan senjata masing-masing dan saling serang! Semua anak buah mereka juga saling serang sehingga terjadilah pertempuran yang kacau-balau, seperti segerombolan tikus yang tiba-tiba menjadi gila semua lantas saling serang, tidak lagi mengenal mana kawan dan mana lawan!

Tentu saja para tamu memandang terbelalak penuh keheranan. Pemuda yang mereka anggap sebagai pemimpin itu enak-enak saja berdiri di atas meja judi, bertolak pinggang sambil tersenyum-senyum, sedangkan dua puluh orang tukang pukul sudah saling serang tak karuan. Karena mereka semua menggunakan senjata, maka sebentar saja sudah ada beberapa orang yang roboh mandi darah terkena bacokan.....

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar