Si Kumbang Merah Jilid 04

Tiada kesenangan yang tidak diulang oleh manusia yang lemah ini. Setiap pengalaman yang menyenangkan akan dicatat di dalam ingatan, kemudian kita selalu mendambakan pengulangannya.

Demikian pula dengan Lurah Lai dan Lui Kim Bwe. Keduanya mendapatkan kesenangan dari perjinahan itu, bukan hanya kesenangan karena nafsu jalang mereka terlampiaskan, melainkan juga karena Kim Bwe menerima hadiah yang banyak. Hadiah-hadiah itu tentu saja tidak dibawa pulang oleh Kim Bwe, melainkan dititipkan kepada Bibi Ciok dan hanya dipakai kalau dia berkunjung ke rumah wanita itu.

Namun sepandai-pandainya orang menyimpan bangkai, bau busuknya akan tercium juga, sepandai-pandainya orang menyembunyikan api, asapnya akan mengepul juga. Demikian pula dengan hubungan gelap antara Lui Kim Bwe dan Lurah Lai.

Hubungan ini mulai menjadi pergunjingan para tetangga sesudah ada seorang anak kecil yang kebetulan bermain-main di dekat rumah Bibi Ciok tanpa disengaja melihat dua orang tamu itu, dan pada hari-hari berikutnya anak itu sering melihat mereka. Hal ini diceritakan di luar sehingga ramailah penduduk membicarakan hal-hal yang mencurigakan ini.

Akhirnya berita itu sampai pula ke telinga Tang Bun An! Mula-mula Bun An tidak percaya. Isterinya demikian lembut, nampak demikian sayang kepadanya, menyambutnya dengan mesra dan manis setiap kali dia pulang dari sawah ladang.

Isterinya memiliki hubungan gelap dengan seorang lelaki lain? Tidak mungkin! Pada saat dia bertanya kepada ibunya, ibunya juga tidak tahu. Biar pun mendengar pula akan hal itu, Kui Hui pura-pura tidak tahu saja! Wanita ini agaknya juga tidak menganggap perbuatan mantunya itu terlalu buruk!

Pada suatu hari Bun An meninggalkan sawah ladangnya ketika hari masih pagi. Dengan menggunakan kepandaiannya dia kembali ke dusun tanpa diketahui orang. Dengan cepat dia menyelinap masuk ke rumahnya dan sesudah melihat isterinya tidak berada di rumah, dia lalu bertanya kepada ibunya.

“Ahh, dia merasa kesepian kalau engkau ke sawah. Mungkin dia bermain ke rumah Bibi Ciok. Kenapa harus ribut-ribut? Dia masih muda dan membutuhkan hiburan. Biarkan saja dia main-main dan kau kembalilah ke sawah,” kata Kui Hui dengan sikap acuh saja.

“Aku akan mencarinya ke sana!” kata Bun An, hatinya merasa tidak enak.

“Jangan nak. Perlu apa? Biar nanti aku yang menyusulnya, engkau kembalilah ke sawah!” Ibunya membujuk, merasa tidak enak juga karena dia pun sudah menduga bahwa berita yang didesas-desuskan itu boleh jadi ada benarnya.

Akan tetapi tanpa pamit lagi Bun An sudah melompat dan keluar dari rumahnya, menuju ke rumah sebelah dengan mengambil jalan dari belakang, yaitu dengan melompati pagar! Dia melihat Bibi Ciok sedang duduk seorang diri di luar rumahnya, maka dia pun cepat menyelinap ke belakang dan memasuki rumah itu dari pintu belakang yang dibongkarnya.

Tak lama kemudian dia telah mengintai dari jendela kamar dan dapat dibayangkan betapa perasaan hatinya mengalami keguncangan hebat pada waktu dia melihat isterinya berada di atas pangkuan seorang laki-laki dan mereka saling berciuman dan bercanda! Agaknya mereka baru saja selesai makan minum karena meja mereka masih penuh makanan dan arak!

“Brakkk…!” Daun jendela itu hancur berantakan dan tubuh Bun An melayang masuk dari jendela.

Dua orang yang sedang bermesraan di dalam kamar itu terkejut bukan kepalang. Apa lagi ketika mereka mengenal siapa yang memasuki kamar melalui jendela itu! Selama menjadi isteri Bun An, Kim Bwe tak pernah tahu bahwa suaminya itu bukan hanya seorang petani biasa saja, tidak pernah menduga bahwa suaminya adalah seorang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi! Lurah Lai juga tidak tahu, maka kini lurah itu hendak mempergunakan kekuasaan dan kedudukannya.

“Kami telah bersalah, biarlah aku akan menebus kesalahan ini dengan uang! Berapa saja yang kau minta!” katanya sambil melepaskan tubuh kekasihnya.

Kim Bwe sendiri merasa betapa kedua kakinya gemetar dan dia pun telah berlutut sambil menundukkan mukanya. Bun An memandang laki-laki yang tidak dikenalnya itu, seorang pria berusia hampir lima puluh tahun, lalu memandang kepada isterinya.

Isterinya mengenakan pakaian sutera yang amat indah, ada pun tubuhnya penuh dengan perhiasan emas permata yang tidak pernah dilihatnya. Mendengar ucapan lelaki itu, Bun An melangkah maju, tangannya menampar. Tangan kiri Bun An seperti petir menyambar sudah mengenai pinggir kepalanya.

“Prakkk…!”

Tubuh lurah itu terjungkal dan dia roboh tak dapat bangkit kembali karena tamparan yang mengenai kepala itu membuat batok kepalanya retak sehingga lurah itu tewas seketika.

Tiba-tiba saja daun pintu kamar itu terbuka dari luar, dibuka oleh Bibi Ciok yang bergegas masuk bersama Kui Hui. Tadi Bibi Ciok mendengar suara hiruk pikuk di dalam kamar dan merasa khawatir. Bibi Ciok lalu membuka pintu dan pada saat itu Kui Hui datang dan ikut masuk karena mengkhawatirkan anak dan mantunya. Begitu daun pintu terbuka, mereka terbelalak melihat lurah itu sudah rebah di atas tanah dan darah mengalir dari kepalanya yang retak!

“Ahhh...! Apa yang terjadi ini? Kau... bagaimana berani memasuki rumahku...?” Bibi Ciok yang melihat lurah itu tewas, kini menuding kepada Bun An dengan marah.

Sejak tadi Bun An sudah memandang nenek ini dengan wajah bengis. Dia tahu bahwa isterinya telah terbujuk oleh nenek ini, yang agaknya menjadi comblang dan menyediakan rumahnya untuk dijadikan tempat perjinahan yang hina! Sekarang melihat Bibi Ciok marah kepadanya dan melangkah maju, dia pun mengayun kakinya menendang.

“Desss...!”

Bibi Ciok mengeluarkan suara menjerit ketika tubuhnya terpental dan terbanting di dinding kamar itu, lalu jatuh ke atas lantai. Ia merangkak dan mencoba untuk bangkit, akan tetapi kembali Bun An mengayun kakinya dan kini mengenai leher nenek itu.

“Klokkk…!”

Leher itu pun patah dan Bibi Ciok menggelepar, lalu diam tak bergerak karena nyawanya telah melayang.

“Ibu... Ibu.....!” Kim Bwe kini merangkul ibu mertuanya dengan ketakutan. Tidak dikiranya sama sekali akan begini akibatnya, betapa suaminya demikian marahnya dan melakukan pembunuhan-pembunuhan secara mengerikan.

Kui Hui merangkul mantunya dan berkata kepada Bun An, “Bun An, apakah engkau telah gila? Engkau membunuhi orang begitu saja! Engkau tentu akan ditangkap dan dihukum mati, dan engkau pun turut mencelakakan kami, ibu dan isterimu!”

Perlahan-lahan wajah Bun An berubah merah sekali dan sepasang matanya mencorong laksana mengeluarkan api ketika dia menatap wajah ibunya dan isterinya. “Kalian... kalian perempuan... makhluk jahat, kalian sama saja! Kalian benar-benar jahat, berkedok wajah yang cantik, tubuh yang mulus, sikap manis lemah lembut, namun batinmu kotor, kalian adalah makhluk-makhluk berhati jahat penuh racun! Terkutuklah kalian...!”

“Bun An! Aku ibumu sendiri, yang melahirkanmu!” Kui Hui membentak, marah mendengar anaknya mengutuk dan memaki-makinya.

Bun An tertawa, suara ketawanya bergelak dan menyeramkan sekali seperti suara ketawa iblis, bukan suara manusia lagi, dan mukanya kini pucat seperti mayat tertawa saja!

“Ha-ha-ha-ha! Ibuku seorang perempuan jahanam! Seorang perempuan jahat, lebih hina dari pelacur! Ibuku telah mengkhianati suaminya sendiri, ayah kandungku! Ibuku berjinah dengan lelaki lain, kemudian meracuni suami sendiri, ayahku. Ibu lalu mencuri hartanya, hidup bersama laki-laki yang sudah kubunuh itu, kemudian menjadi pelacur! Ya, ibuku seorang pelacur! Ibuku iblis betina!”

“Bun An...!” Kui Hui menjerit dengan wajah pucat dan matanya terbelalak.

“Dan kau... kau Lui Kim Bwe, kau isteriku, kau cantik jelita, manis, mesra, bukan hanya wajahmu yang amat jelita, tubuhmu juga mulus, tapi kau tidak ada bedanya dengan ibuku. Engkau hanya seorang isteri yang menyeleweng, seorang perempuan yang berhati penuh racun busuk! Kalau dilanjutkan penyelewenganmu, bukan tak mungkin suatu hari engkau akan meracuni aku pula. Engkau pun iblis betina dan kau layak mampus!” Tiba-tiba tubuh Bun An menerjang kedepan, tangannya bergerak.

“Prakkk…!”

Kui Hui menjerit, dua matanya terbelalak dan dia cepat-cepat melepaskan rangkulan pada pundak mantunya ketika melihat betapa tubuh mantunya berkelojotan dalam dekapannya dan betapa kepala Kim Bwe telah pecah berantakan dengan otak dan darah bermuncratan yang sebagian banyak membasahi bajunya sendiri!

“Ibu, kalau saja engkau bukan ibuku, tentu kini sudah kubunuh pula! Akan tetapi engkau juga jahat, sama dengan mereka. Aku malu untuk tinggal dan hidup bersamamu. Semua perempuan memang jahat, palsu dan penuh racun!”

Setelah berkata demikian Bun An lalu meloncat keluar dari rumah itu, tidak mempedulikan ibunya yang menjerit-jerit seperti orang gila karena merasa takut, ngeri dan juga batinnya terguncang oleh sikap dan kata-kata anak kandungnya sendiri tadi.

Akhirnya para tetangga berdatangan dan mereka menemukan Kui Hui pingsan di antara tiga sosok mayat di dalam kamar itu! Kui Hui jatuh sakit, selalu mengigau dan berteriak-teriak. Dia terserang demam hebat dan beberapa hari kemudian dia pun menghembuskan napas terkahir!

Dan orang-orang tidak berhasil menemukan Tang Bun An, kemana pun mereka mencari. Bahkan kematian Lurah Lai juga sudah membuat pasukan keamanan sibuk mencari-cari Bun An, akan tetapi tanpa hasil.

Memang Bun An telah melarikan diri jauh meninggalkan dusun itu! Pemuda ini tidak akan kembali lagi kepada ibunya, wanita pertama yang membuat dia membenci wanita! Setelah terjadi peristiwa dengan isterinya, hatinya semakin dipenuhi perasaan sakit hati dan benci kepada perempuan. Padahal setiap kali melihat seorang perempuan, perhatiannya segera tertarik dan birahinya langsung berkobar, namun di lubuk hatinya terdapat kebencian yang makin membesar terhadap kaum lemah ini…..

********************

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya itu, terutama sekali penyelewengan ibunya, kemudian isterinya yang amat melukai hatinya, masih belum membuat Tang Bun An menjadi seorang jai-hwa-cat. Biar pun dia mengalami guncangan batin, kepahitan yang bisa membuat hatinya mendendam, namun dia masih menganggap bahwa mungkin hanya kebetulan saja terjadi kepadanya, karena nasibnya yang sial sehingga dia dilahirkan oleh seorang wanita jahanam dan berjodoh dengan wanita jahanam lain pula.

Dia meninggalkan dusunnya dan mulailah Bun An merantau. Dia sudah menyelidiki siapa adanya lelaki setengah tua yang menjinahi isterinya itu, dan ketika dia mendengar bahwa lelaki itu adalah lurah kaya dari dusun isterinya, dia pun cepat pergi ke dusun itu. Dengan menggunakan kepandaiannya yang tinggi dia memasuki rumah Lurah Lai, lantas mencuri harta lurah itu yang cukup banyak. Dengan harta curian inilah Bun An hidup merantau ke kota-kota dan dusun-dusun tanpa tujuan tertentu.

Pada suatu hari tibalah Bun An di sebuah kota. Karena perutnya terasa lapar sekali, maka dia pun memasuki sebuah rumah makan lantas memesan makanan. Dia melihat seorang wanita muda yang amat manis berada di dalam kantor rumah makan itu dan melihat sikap wanita muda yang berusia kurang lebih dua puluh lima tahun itu, dia pun dapat menduga bahwa wanita cantik itu tentulah majikan rumah makan itu.

Tanpa disengaja wanita yang tadinya sedang menghitung uang itu mengangkat mukanya. Pandang mata mereka bertemu dan hati Bun An tertarik sekali. Wanita itu memiliki mata yang indah sekali, dan bibir itu pun tersenyum simpul. Bibir yang merah basah dan segar menantang!

Bun An kemudian makan sambil mencurahkan perhatian ke kantor itu, biar pun matanya tidak memandang secara langsung. Dugaannya ternyata benar. Dia mendengar wanita itu bicara dengan seorang laki-laki berperut gendut yang menjadi majikan rumah makan, juga sebagai suaminya. Ketika dia melirik dan memperhatikan, lelaki yang menjadi suaminya itu sedang menyerahkan sekantung uang kepada isterinya yang manis.

Menurut pandangan Bun An, lelaki ini sama sekali tidak serasi sebagai suami wanita yang demikian manis dan memiliki daya tarik yang sangat kuatnya. Laki-laki itu berusia kurang lebih tiga puluh tahun, wajahnya dan tubuhnya seperti bola, serba bulat! Perutnya gendut sekali dan muka yang bulat itu seperti muka kanak-kanak. Melihat caranya bicara dengan isterinya, pria itu amat mencintainya.

Sambil makan Bun An merasa iri hati mendengar suara perempuan ini. Agaknya dia amat mencintai suaminya dan juga dicintai sehingga dalam suaranya terdengar kemanjaan dan kemesraan. Betapa bahagia suami yang memiliki seorang isteri seperti ini! Selain pandai membantu pekerjaan suami, agaknya juga amat mencinta suami dan wanita ini tentu setia kepada suaminya! Tidak seperti isterinya, tidak pula seperti ibunya.

Sesudah dia membayar harga makanan dan keluar dari rumah makan itu, hatinya tidak pernah dapat melupakan wanita pemilik rumah makan tadi. Seorang wanita yang sangat hebat! Seorang isteri pilihan! Kalau hidup didampingi seorang isteri seperti itu, alangkah bahagianya!

Malam itu Bun An tak dapat tidur. Dengan perasaan gelisah dia berbaring di dalam kamar rumah penginapan sebab wajah wanita pemilik rumah makan itu terus terbayang di depan matanya! Akhirnya dia keluar dari kamarnya, bahkan lalu keluar dari rumah penginapan.

Seperti orang mimpi saja, kakinya melangkah menuju ke arah rumah makan tadi! Rumah makan itu sudah tutup, seperti toko-toko lainnya di jalan raya itu, dan keadaan di jalan itu telah sunyi. Malam itu memang dingin sekali sehingga membuat orang malas sekali untuk keluar rumah.

Bun An lalu menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk meloncat ke atas genteng dan bagaikan seekor kucing saja, dia berloncatan di atas genteng tanpa mengeluarkan suara berisik. Akhirnya dia mendekam di atas sebuah kamar, lantas mengintai ke dalam kamar melalui genteng yang dibukanya. Kamar inilah yang dicarinya setelah dia tadi mencari-cari dan mengintai ke dalam rumah. Kamar dari suami gendut bersama isterinya yang manis.

Sedikit pun tidak ada niat dalam hati Bun An untuk datang mengganggu wanita manis itu. Dia memang tertarik dan kagum sekali karena menganggap wanita itu seorang isteri yang dapat membahagiakan suami, dan dia hanya ingin tahu benarkah dugaannya itu.

Saat dia mengintai ke dalam, dia melihat wanita yang terus dipikirkannya sejak siang tadi sudah berada di atas pembaringan. Memang seorang wanita yang sangat menarik sekali, pikirnya sambil memandang dengan jantung berdebar.

Wanita itu mengenakan pakaian dalam yang tipis dan merangsang, tubuhnya berbaring telentang dengan sikap yang menantang dan memikat pula. Dia belum tidur, hanya rebah telentang sambil bermain-main dengan mata kalungnya. Baju di dadanya terbuka hingga memperlihatkan bukit dada yang membusung. Suami itu tidak nampak.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki berat dan suami gendut itu pun menggelinding masuk! Kalau dilihat dari atas, maka kaki pria itu tertutup oleh kepala dan perutnya yang bulat sehingga memang kelihatan seperti menggelinding saja dan Bun An tersenyum.

Pria itu memang lucu dan menggelikan, akan tetapi isterinya betul-betul memikat. Seperti juga isterinya, pria itu mengenakan pakaian tidur yang longgar dan membuatnya nampak semakin lucu. Pada saat sang suami memasuki kamar, isterinya langsung menghentikan permainannya dengan mata kalung, lalu bangkit duduk dan tersenyum manis sekali.

“Lama amat sih, aku sudah menantimu sejak tadi...,” kata sang isteri dengan suara manja dan sikap mesra sekali, bahkan wanita itu mengembangkan kedua lengannya seolah-olah memberi isyarat bahwa dia sudah siap untuk menerima pria gendut itu dalam pelukannya.

Akan tetapi pria itu menghela napas panjang dan mengelus perutnya yang gendut, “Aku menghabiskan sisa bakmi tadi dan kini perutku kenyang sekali. Aaahh, tubuhku lelah dan aku ngantuk sekali. Aku mau tidur saja, besok harus bangun pagi-pagi sebab persediaan daging babi sudah habis, besok harus mengatur penyembelihan babi... auuhhhhh....”

Pria itu menguap lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan. Pembaringan itu bergoyang dan mengeluarkan suara menjerit seperti tersiksa sekali karena menerima tubuhnya yang gembrot. Akan tetapi dia segera miringkan tubuh, membelakangi isterinya dan belum ada lima menit dia sudah tidur mendengkur seperti babi yang disembelih!

Isteri itu mengerutkan alis, masih duduk memandang suaminya, menggeleng-gelengkan kepala lantas beberapa kali menghela napas panjang, nampaknya jengkel sekali. Setelah suami itu mendengkur dengan nyenyaknya, wanita yang manis itu perlahan-lahan turun dari atas pembaringan, memadamkan lilin di atas meja.

Bun An sudah siap untuk pergi, akan tetapi dia tertarik ketika melihat bayangan wanita itu berjingkat-jingkat menuju ke pintu kamar! Sesudah memadamkan api lilin, wanita itu tidak kembali tidur di atas pembaringan, melainkan keluar dari kamar itu!

Dengan hati tertarik sekali Bun An pun melayang turun dari atas genteng, lalu menyelinap ke dalam rumah itu dan mengintai dari bawah, mengikuti bayangan wanita itu yang kini dengan hati-hati melangkah menuju ke belakang. Di dekat dapur terdapat sebuah kamar lain yang bentuknya kecil, dan nampak wanita itu dengan perlahan mengetuk pintu kamar ini. Tiga kali, berhenti, lalu tiga kali lagi, berhenti, lalu tiga kali lagi dan berhenti, demikian berkali-kali sehingga Bun An dapat menduga bahwa ketukan itu adalah ketukan rahasia yang merupakan isyarat.

Daun pintu kamar itu terbuka dan nampak muncul sesosok tubuh pria yang tinggi besar. Biar pun cuaca tidak begitu terang, akan tetapi Bun An segera mengenal wajah orang itu sebagai wajah pelayan rumah makan yang tadi siang melayaninya! Di samping bekerja di rumah makan, agaknya pelayan rumah makan itu juga memperoleh pondokan di situ.

“Aihh, masih sore begini engkau berani ke sini....?” pria itu berbisik.

“Ssstttt, dia sudah tidur mendengkur seperti babi!” kata si wanita yang segera menubruk pria itu.

Pria itu menyambut dengan pelukan dan mereka pun berciuman, kemudian daun pintu itu ditutup kembali! Hampir saja Bun An tertawa bergelak melihat adegan ini! Tertawa karena dianggapnya lucu dan alangkah tololnya dia! Dikiranya wanita itu seorang isteri yang setia dan baik, yang membahagiakan suaminya! Ternyata seujung rambut pun tiada bedanya dengan isterinya sendiri. Wanita iblis berhati kotor penuh racun!

Dengan beberapa loncatan saja Bun An sudah berada di dalam kamar pria gendut, suami yang tidur mendengkur itu. Dia menyalakan lilin, kemudian menotok leher dan pundak pria gendut pemilik rumah makan itu sehingga lelaki itu seketika menjadi gagu dan tubuhnya terkulai lemas.

Laksana orang menyeret seekor babi, Bun An menyeret pria itu keluar dari dalam kamar, menuju ke kamar belakang di mana isteri pemilik restoran tadi sedang bercumbu dengan pelayannya. Dengan sekali tendang daun pintu itu roboh, lantas Bun An menepuk pundak dan leher si gendut untuk memulihkannya dari pengaruh totokan. Ia masih sempat melihat dua insan yang tidak tahu malu itu bergumul di atas pembaringan, lalu Bun An berkelebat lenyap meninggalkan tempat itu.

Sambil tertawa bergelak Bun An meloncat ke atas genteng. Dia masih sempat mendengar suara ribut-ribut di bawah. Suara makian dan jerit tangis wanita. Namun dia tak peduli lagi dan meninggalkan tempat itu secepat mungkin.

Aneh, kini dia merasa lega di dalam dadanya! Kenyataan bahwa wanita yang manis dan menarik perhatiannya itu ternyata tiada bedanya dengan mendiang isterinya, membuat dia merasa lega karena kini tidak ada lagi iri hati menggoda hatinya!

Ia melihat kenyataan akan kelemahan wanita cantik. Isterinya lemah akibat menginginkan kekayaan sehingga terjatuh ke dalam lembah kehinaan karena mengejar kekayaan. Isteri pemilik rumah makan itu lemah dan terjatuh ke dalam lembah kehinaan karena mengejar kenikmatan sex yang tidak bisa didapatkannya dari suaminya. Mendiang isterinya juga tak akan mungkin mendapatkan kekayaan darinya, suaminya. Kalau begitu, untuk membuat seorang isteri setia, apakah dua hal itu harus dipenuhinya, yaitu kekayaan dan sex yang cukup?

Tang Bun An masih juga merasa bimbang, kemudian di dalam perantauannya dia mulai mengadakan penyelidikan sendiri. Setiap kali dia bertemu dengan isteri orang yang cantik maka dia lalu menggodanya! Dia menggunakan rayuan atau uang untuk menjatuhkan hati mereka dan dia pun memperoleh kenyataan yang pahit, yang membuat dia semakin tidak percaya kepada wanita, bahwa sedikit sekali isteri orang yang menolak semua rayuannya dan setia kepada suaminya. Dari sepuluh wanita yang menjadi isteri orang, hanya dua atau tiga orang saja yang setia dan mereka yang setia ini bukan termasuk yang tercantik!

Semua pengalaman dengan wanita yang dicobanya inilah yang kemudian membuat suatu watak yang aneh di dalam diri Tang Bun An! Dia mulai menanam benih-benih kebencian dan memupuk benih yang mulai timbul karena ulah ibunya dan isterinya itu. Dia tidak mau menikah lagi karena tidak percaya kepada wanita, dan mulailah dia bertualang di antara wanita-wanita cantik.

Dia juga berkeliaran di antara rumah-rumah pelacuran yang paling terkenal di setiap kota, bahkan mendatangi kota raja dan mengenal semua wanita pelacur di kota raja. Baginya mudah saja untuk mendapatkan uang. Dengan mempergunakan kepandaiannya dia bisa memasuki gudang harta setiap orang bangsawan atau hartawan, lantas mengambil yang dibutuhkannya.

Semua hasil pencuriannya itu kemudian dihamburkan habis dalam rumah-rumah pelesir. Maka jadilah Tang Bun An seorang laki-laki yang penuh pengalaman dan dia mempelajari segala macam kepandaian merayu dari wanita-wanita pelacur itu.

Sesudah benih kebencian itu tumbuh subur, bersama dengan benih mata keranjang yang membuat dia mudah tertarik dan timbul gairah setiap kali melihat seorang wanita cantik, mulailah Bun An menggoda wanita-wanita yang dianggapnya cantik dan menarik hatinya, yang membangkitkan gairahnya. Dia tak peduli apakah wanita itu masih perawan ataukah isteri orang!

Dia menggunakan rayuan dengan modal wajah tampan dan mulut manis, menggunakan uang atau dengan bantuan obat perangsang, dan kalau semua itu tidak berhasil membuat wanita yang ditaksirnya bertekuk lutut menyerahkan diri dengan suka rela, maka dia pun tidak segan-segan menggunakan kekerasan! Hal ini mudah baginya karena memiliki ilmu kepandaian tinggi!

Tang Bun An lalu menjadi seorang jai-hwa-cat, seorang penjahat pemetik bunga, seorang tukang pemerkosa wanita, atau seekor kumbang yang suka menghisap madu kembang! Dia lupa bahwa penyebab banyak wanita yang menjadi isteri orang jatuh olehnya bukanlah semata karena kelemahan wanita itu sendiri, melainkan juga disebabkan terutama sekali oleh ketampanan dan kegagahannya, juga kepandaiannya merayu.

Tang Bun An suka akan keindahan, dan tidak segan-segan pula merusak keindahan yang dikaguminya itu demi kesenangannya, demi memuaskan hatinya, dan demi pelaksanaan dendam sakit hati dan kebenciannya. Dia menganggap dirinya bagaikan seekor kumbang yang beterbangan di antara kembang-kembang.

Pada suatu hari dia melihat betapa ganasnya seekor kumbang merah yang menghisap kembang sampai layu dan rontok, dan betapa kumbang merah ini ganas pula menerjang setiap saingannya, yaitu kumbang lainnya untuk memperebutkan setangkai bunga yang segar dan harum. Karena tertarik dan kagum sekali kepada kumbang ini, maka Tang Bun An lalu membuat perhiasan berbentuk kumbang merah dan selanjutnya dia meninggalkan sebuah perhiasan ini kepada setiap orang wanita yang menjadi korbannya!

Ada kalanya wanita itu dibunuh, yaitu mereka yang tidak mau menyerahkan diri dengan suka rela, mereka yang melawannya, atau mereka yang mengecewakan hatinya karena ternyata tak sehebat yang dibayangkannya semula! Entah sudah berapa ribu wanita yang menjadi korbannya selama puluhan tahun ini, dan berapa ratus yang telah dibunuhnya!

Dan semenjak dia meninggalkan sebuah kumbang merah pada setiap orang wanita yang menjadi korbannya, hidup atau mati, dunia kang-ouw mengenalnya sebagai Si Kumbang Merah (Ang Hong Cu)! Namun si Kumbang Merah ini tidak pernah memperlihatkan wajah aslinya! Dia memang pandai menyamar dan selalu muncul dalam penyamaran. Karena itu tidak ada seorang pun yang pernah melihat wajah aslinya, dan hal ini menyukarkan para pendekar mau pun para petugas keamanan untuk dapat menangkapnya!

Para korbannya, wanita cantik yang bagaikan kembang sudah dihisap habis-habisan oleh kumbang merah ini, hanya mengatakan bahwa si Kumbang Merah itu adalah seorang pria yang perkasa dan tampan, namun wajah yang digambarkan oleh semua wanita itu selalu berbeda-beda! Karena itulah, walau pun namanya amat terkenal, namun sampai puluhan tahun Ang Hong Cu tidak pernah dapat ditangkap biar pun para pendekar mengerahkan tenaga mereka untuk mencarinya…..

********************

Demikianlah riwayat singkat dari Ang-hong-cu yang bernama Tang Bun An! Nama Tang Bun An jarang dikenal orang, bahkan Ang-hong-cu sendiri sudah hampir tidak mengingat lagi namanya. Hanya pada wanita-wanita tertentu saja, yaitu korbannya yang benar-benar memikat hatinya, kadang-kadang dia memperkenalkan she (nama keturunan) Tang. Tapi hal ini jarang sekali terjadi.

Jika bertemu seorang wanita yang amat memikatnya, yang membuat dia hampir jatuh hati dan benar-benar mencintanya, dia hanya membuat wanita itu menjadi kekasihnya, sering kali dikunjunginya dan dilimpahkan kasih sayangnya, akan tetapi sesudah itu pun selesai. Ia kemudian berusaha secepat mungkin melupakannya dan mematahkan ikatan batinnya terhadap wanita itu, dengan jalan mencari dan mendapatkan seorang korban baru!

Ang-hong-cu juga tak peduli apakah korbannya itu seorang murid dari sebuah perguruan besar. Sudah beberapa kali dia tak segan-segan untuk mencemarkan nama perkumpulan besar dengan memperkosa pendekar-pendekar wanita yang menarik hatinya! Dan karena dia melakukan hal itu dalam penyamaran, maka para pimpinan perguruan silat yang besar itu pun dibuat tidak berdaya, hanya tahu bahwa murid perempuan mereka diperkosa oleh Ang-hong-cu. Akan tetapi mereka tidak tahu siapa itu Ang-hong-cu atau di mana dapat menemukannya!

Itulah kakek yang berusia lima puluh lima tahun itu, yang pada permulaan cerita ini kita temui sedang menuruni bukit pada pagi hari itu dengan santai, dan wajah pria itu masih nampak gagah dan tampan. Itulah wajah Ang-hong-cu yang sebenarnya, wajah yang asli.

Wajah itu halus dan sama sekali tidak dikotori kumis atau jenggot, masih segar bagaikan wajah seorang pemuda. Langkahnya tegap dan tenang, laksana langkah seekor harimau, dan dari mulutnya terdengar lagu yang dinyanyikan dengan suara yang lepas dan merdu, suara yang mengandung kegembiraan dan kebanggaan pada diri sendiri yang mengarah kesombongan!

Bebas lepas beterbangan
dari taman ke taman
mencari kembang harum jelita
untuk kuhisap sari madunya
setelah puas kunikmati
kutinggalkan kembang layu merana
untuk mencari kembang segar yang baru
Si Kumbang Merah, inilah aku!

Dialah Ang-hong-cu si Kumbang Merah, jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang tiada duanya di dunia ini! Pria yang nampak jauh lebih muda dari pada usia yang sebenarnya itu tiba-tiba berhenti melangkahkan kakinya dan dia lalu duduk di atas rumput di lereng bukit itu. Dari tempat dia duduk, di hadapannya terbentang keindahan alam yang sangat menakjubkan. Dia duduk membelakangi matahari, memandang ke bawah sana.

Semua bermandikan cahaya matahari pagi yang seakan-akan memberi kehidupan baru kepada segala yang tampak. Pohon-pohon menjadi cerah, warna hijau bercampur dengan cahaya matahari yang masih lembut kuning keemasan, padi-padian menghampar luas di depan, seolah-olah hanya dengan satu langkah saja dia akan dapat melampaui hamparan di bawah itu. Dan duduk menghadapi tamasya alam yang amat indah itu, di bawah sinar matahari pagi yang cerah, di hembus angin bersilir nyaman, seakan-akan menghanyutkan semangat Si Kumbang Merah kepada masa lampau.

Segala peristiwa yang mengesankan hatinya terbayang di dalam kepalanya, seolah-olah dia membalik-balik lembaran buku catatan penuh gambar yang mengasyikan. Terlampau banyak wanita digaulinya, baik secara suka rela mau pun paksaan, demikian banyaknya sehingga jarang yang teringat olehnya, baik nama mau pun rupa. Namun ada beberapa orang wanita yang meninggalkan kesan cukup mendalam di hatinya.

Sebagai seorang manusia biasa, bukan tidak pernah dia jatuh cinta terhadap korbannya! Tetapi perasan cintanya ini selalu dicampakkan jauh-jauh, dipandang sebagai racun yang berbahaya bagi dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun perempuan yang baik di dunia ini, demikian pikiran dan pendapatnya. Pendapat seperti ini memberi kekuatan padanya untuk membuang jauh-jauh cinta kasih yang timbul dan untuk memutuskan ikatan yang muncul kalau dia tertarik lahir batin kepada seseorang korbannya.

Biasanya, setelah dia memperkosa seorang korban atau menggauli seorang korban yang suka rela menyerahkan diri sesudah jatuh oleh rayuannya, dia akan meninggalkan begitu saja, mati atau hidup, meninggalkan pula sebuah hiasan kumbang merah kepada korban itu. Akan tetapi, kalau hatinya tertarik oleh seorang korban dan timbul rasa sayangnya, dia akan mengunjungi korban ini beberapa kali sampai dia merasa bosan, atau sampai dia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan wanita itu sebelum hatinya terikat!.

Tidak banyak wanita yang demikian itu. Tetapi yang paling mengesankan, bahkan sampai dia berusia setengah abad belum pernah dapat dilupakannya, adalah seorang gadis yang bernama Teng Bi Hwa. Sesuai dengan namanya, gadis yang berusia tujuh belas tahun itu benar-benar seperti bi-hwa (kembang cantik), bagai setangkai bunga mawar yang sedang mekar semerbak!

Tang Bun An yang pada waktu itu masih muda, kurang lebih berusia dua puluh tiga tahun, langsung menjadi tergila-gila begitu melihat Bi Hwa! Dia merasa sayang sekali bila harus memperkosa gadis yang membuatnya tergila-gila itu. Gadis itu didekatinya dan dirayunya.

Karena dia memang tampan dan pandai pula merayu seperti yang dipelajarinya dari para pelacur tingkat tinggi, dengan bantuan obat perangsang yang berhasil dicampurkannya ke dalam minuman Bi Hwa, akhirnya dia berhasil membuat gadis itu bertekuk lutut dan jatuh cinta kepadanya! Berhasillah Bun An menguasai gadis itu lahir batin dan membuat gadis cantik itu dengan suka rela menyerahkan diri.

Bi Hwa baru sadar setelah semuanya terjadi. Gadis itu maklum bahwa dia telah diperkosa secara halus, tetapi karena dia pun mencintai pemuda itu, dia berpegang kepada harapan agar Bun An yang hanya dikenalnya sebagai Tang-Kongcu (tuan muda Tang) akan suka mengawininya! Akan tetapi pemuda itu hanya minta waktu saja, sementara setiap malam membawa dia pergi dari kamarnya untuk bermain cinta, berasyik-masyuk, bermesraan berenang dalam lautan madu asmara sampai Bi Hwa menjadi mabok kepayang!

Dan hal yang paling dikhawatirkan pun terjadilah! Bi Hwa mengandung! Dan Tang-Kongcu minggat tanpa pamit lagi, hanya meninggalkan sebuah hiasan berbentuk kumbang emas! Bi Hwa menangis sampai pingsan akan tetapi tidak berdaya, hanya menyesali kelemahan hatinya sendiri.....
Terima Kasih atas dukungan dan saluran donasinya🙏

Halo, Enghiong semua. Bantuannya telah saya salurkan langsung ke ybs, mudah-mudahan penyakitnya cepat diangkat oleh yang maha kuasa🙏

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar