"Anak baik, namamu sekarang ini adalah palsu. Engkau disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan belum diberi nama, sebab itu kusebut Sin-tong padamu. Ketahuilah bahwa yang bernama Siangkoan Leng itu bukan ayahmu, dan Ma Kim Li itu bukan ibumu!"
Hal ini sudah didengarnya malam itu, pada waktu dua orang ini berbantahan dengan ayah ibunya. Tentu saja dia tidak mau percaya begitu mudah. Dia adalah seorang anak cerdik yang biasanya berwatak lincah jenaka, dan walau pun ketika itu dia merasa berduka dan bingung, akan tetapi dia tak kehilangan kecerdikan dan keberaniannya yang memang luar biasa.
"Bukan anak kandung mereka akan tetapi anak kalian, begitukah? Hemmm, jangan harap aku dapat mempercayai keterangan itu. Kalau aku bukan anak mereka, bagaimana sejak bayi aku berada bersama mereka?"
"Karena pada saat engkau berusia dua bulan engkau sudah diculik oleh mereka, mereka datang membawa bayi mereka yang berpenyakitan, lalu menukarkan bayi mereka dengan engkau, membunuh dua orang, tiga dengan bayi mereka sendiri dan melarikan engkau ke utara, ke kota Nan-king."
Hay Hay mengerutkan alisnya. "Membunuh bayi mereka sendiri kemudian menukar bayi itu dengan aku? Tidak mungkin Ayah dan Ibu melakukan perbuatan seperti itu!"
"Anak baik, tentu engkau belum mengenal benar siapa adanya orang-orang yang selama ini kau anggap sebagai ayah dan ibu kandungmu itu."
"Tentu saja aku mengenal mereka! Ayahku bernama Siangkoan Leng dan ibuku bernama Ma Kim Li. Mereka adalah ahli-ahli pengobatan dan berdagang obat-obatan, dan mereka adalah orang-orang baik yang suka menolong orang, mengobati banyak orang, bila perlu mengobati orang-orang miskin tanpa bayar."
"Ha-ha-ha-ha!" Si Tangan Maut Kwee Siong tertawa.
Hay Hay memandang pada wajah orang itu dengan dua mata terbelalak dan hati merasa ngeri. Orang itu benar-benar memiliki muka seperti kedok. Ketika tertawa hanya mulutnya saja ternganga dan mengeluarkan suara bergelak itu, akan tetapi bagian lain dari muka itu sama sekali tidak ikut tertawa.
"Sin-tong, ketahuilah bahwa ayah dan ibumu itu bukanlah orang tua kandungmu. Mereka adalah tokoh-tokoh yang terkenal dengan julukan Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan)! Pada tujuh tahun yang lampau mereka menukarkan anak kandung mereka yang berpenyakitan denganmu, membunuh dua orang yang mengasuhmu dan juga membunuh anak mereka sendiri untuk menghilangkan jejak. Mereka lantas membawamu lari ke kota Nan-king dan mereka pura-pura berdagang obat untuk menyembunyikan diri. Akan tetapi akhirnya kami bisa menemukan mereka dan telah menghukum mereka. Sekarang mereka telah tewas, ha-ha-ha…!"
Diam-diam anak itu sangat terkejut dan masih ragu-ragu, sukar untuk dapat mempercayai keterangan dua orang yang nampak seperti mayat hidup itu, tetapi juga mulai meragukan keaslian ayah bundanya. "Kalau benar aku ini anak kalian, kenapa kalian membiarkan aku diculik orang?"
“Ketika mereka datang lalu membawamu, kami sedang pergi dan engkau hanya bersama dengan seorang pengasuh yang ditemani seorang nikouw dan…”
Tiba-tiba saja Kwee Siong berhenti bicara dan telah meloncat berdiri diikuti isterinya. Juga Hay Hay kaget bukan main ketika secara tiba-tiba saja datang angin besar yang membuat daun-daun kering yang berserakan di bawah pohon itu beterbangan!
Dan tiba-tiba saja, ketika daun-daun yang tadinya beterbangan dan menutupi pandangan mata itu turun kembali ke atas tanah bersama debu yang tadi mengepul tinggi, terdengar suara ketawa dan tahu-tahu di situ, hanya beberapa meter saja dari mereka, telah berdiri seorang kakek berkepala botak!
Kakek itu tubuhnya bundar seperti bola karet, kepalanya bundar, perutnya bundar bahkan kaki dan tangannya itu pun seperti bundar-bundar saking gemuknya. Matanya, hidungnya, mulutnya, telinganya, semuanyaberbentuk bundar. Karena gemuk dan berkulit kuning, dia nampak seperti seekor babi raksasa yang sedang berdiri di atas kedua kaki belakangnya dan memakai pakaian!
Pakaiannya kedodoran, celananya lebar dengan jubah yang terbuka di bagian depannya hingga nampak dada dan perut yang penuh daging, kulit yang kuning mulus tanpa rambut seperti tubuh seorang bayi. Sukar menaksir berapa usia kakek ini, dan melihat mukanya yang selalu menyeringai serta matanya yang lebar itu selalu bercahaya, mukanya selalu berseri, orang akan menduga bahwa kakek ini seorang yang peramah dan baik hati.
"Heh-heh-heh-heh, ada orang-orang yang tidak tahu diri, berani sekali mengotori tempat ini." Kakek itu memandang kepada Kwee Siong, Tong Ci Ki dan Hay Hay bergantian, lalu melanjutkan. "Hayo kalian bersihkan tempat ini, sapu bersih daun-daun ini dan setelah itu cepat pergi tinggalkan tempat ini!"
Semua ini diucapkan dengan wajah masih berseri dan ramah sehingga amat berlawanan. Wajahnya saja kelihatan tersenyum menyeringai dan ramah, akan tetapi isi kata-katanya memerintah dan bahkan mengandung nada mengancam.
Pasangan suami isteri penghuni Goa Iblis Pantai Selatan ini adalah dua orang tokoh hitam yang amat terkenal di daerah pantai laut selatan. Mereka adalah orang-orang yang sudah biasa mempergunakan kekerasan dan sudah biasa pula dihormati dan ditakuti orang. Hal ini mendatangkan suatu watak sombong dan memandang rendah orang lain.
Oleh karena itu, biar pun kemunculan kakek bulat tadi sempat mengejutkan hati mereka, sesudah melihat bahwa kakek itu nampaknya tidak mengesankan dan tidak menakutkan, apa lagi mendengar ucapannya yang mereka anggap sebagai penghinaan, suami isteri itu menjadi marah sekali.
"Tua bangka bermulut tancang! Engkau telah bosan hidup rupanya!" Si Jarum Sakti Tong Ci Ki membentak marah lantas sekali tangan kirinya bergerak, sinar hitam menyambar ke arah dada dan perut yang tidak terlindung itu.
Kakek gendut itu agaknya tidak tahu akan serangan itu, atau memang tidak sempat untuk mengelak atau menangkis. Selain sambitan jarum itu amat cepat dan jarak mereka tidak terlampau jauh, juga kakek gendut itu tentu saja sangat lamban gerakannya, mengingat tubuhnya yang amat gendut itu.
Jelas nampak betapa belasan batang jarum halus berwarna hitam itu menyambar deras lantas mengenai leher, dada dan perut yang tak terlindung baju itu. Nampak jelas betapa jarum-jarum hitam itu menancap pada kulit leher, dada dan perut, akan tetapi kakek botak gendut yang sedang tersenyum itu seperti tidak pernah merasakan dan senyumnya tidak pernah putus, bahkan berkedip pun tidak!
Tentu saja Tong Ci Ki terbelalak dan mulutnya ternganga, tidak percaya akan penglihatan matanya sendiri. Jarum-jarum hitam itu adalah senjata rahasia yang ampuh, mengandung racun yang seketika dapat mencabut nyawa lawan yang terkena jarum itu. Akan tetapi, kini jarum-jarumnya menancap di tubuh itu seperti menancap batang pohon saja!
Kwee Siong yang juga sangat marah, menyusul serangan isterinya itu dengan terjangan dahsyat. Dia tadi juga terkejut melihat betapa jarum-jarum yang dilepas isterinya itu tepat mengenai tubuh lawan akan tetapi kakek gendut itu tidak roboh, maka dia pun langsung mempercepat serangannya dan tangannya yang kanan menyambar ke arah kepala kakek botak itu.
Kembali kakek itu tidak mengelak atau pun menangkis, hanya memandang dengan mulut tersenyum menyeringai saja, bahkan matanya berkedip-kedip lucu. Akan tetapi pada saat tangan yang menampar itu, tangan yang mengandung tenaga sinkang amat kuatnya telah menyambar dekat, tinggal beberapa senti lagi dari kepala botak itu, tiba-tiba saja tangan itu menyeleweng bagai terpeleset oleh sesuatu yang amat licin sehingga sama sekali tak mengenai kepala itu, hanya menyerong ke samping lantas lewat beberapa senti jauhnya dari kepala itu.
Selain terkejut dan heran, suami isteri penghuni Goa Iblis Pantai Selatan itu juga merasa penasaran dan marah sekali. Orang-orang seperti mereka selalu memandang diri sendiri terlalu tinggi dan tidak menghargai orang lain, maka setiap kali mereka gagal, tentu hal ini dianggap sebagai sesuatu yang menimbulkan rasa penasaran dan kemarahan.
Tiba-tiba saja mereka cepat menjatuhkan diri bertiarap di atas tanah, lalu bergulingan dari dua jurusan menuju ke arah kakek gendut dan sesudah dekat, keduanya menggerakkan tubuh, serentak menyerang dari bawah dengan pukulan yang dahsyat luar biasa. Pukulan mereka itu datang dari kanan kiri dan menghantam ke arah tubuh gendut kakek itu yang masih saja tersenyum-senyum seperti seorang dewasa menghadapi kenakalan dua orang anak kecil.
Suami isteri yang tadinya bergulingan dan bertiarap itu, pada saat memukul tubuh kakek itu, mereka tiba-tiba meloncat ke atas sehingga tenaga pukulan yang bertolak dari tanah itu amatlah kuatnya.
"Desss…! Desss…!"
Dua pukulan itu laksana berlomba mengenai tubuh kakek gendut dari kanan kiri. Seperti juga tadi, kakek itu sama sekali tak mengelak, hanya berdiri tegak dengan kedua kakinya terpentang lebar dan agaknya membiarkan saja dua pukulan dari kanan kiri itu mengenai tubuhnya. Hanya ketika pukulan itu tiba, dia mengembangkan dua lengannya, kemudian setelah pukulan mengenai tubuhnya, dia mengibaskan kedua tangannya yang jari-jarinya juga bulat-bulat itu ke bawah, seperti orang mengusir dua ekor lalat yang mengganggu saja layaknya.
Dan akibatnya, tubuh yang menerima pukulan itu tidak bergoyang sedikit pun, sebaliknya, dua tubuh yang sedang meloncat sambil memukul dari bawah tadi, kini terpelanting lantas berguling-guling di atas tanah. Suami isteri itu merasa tubuh mereka amat panas seperti baru saja disambar petir.
Ketika mereka mampu menguasai tubuh dan hendak meloncat bangun, kakek gendut itu menggerakkan tangannya lantas angin yang kuat menyambar, membuat dua orang suami isteri itu roboh kembali setiap kali mereka mau bangkit! Tentu saja dua orang itu terkejut setengah mati.
Setelah mengerahkan seluruh tenaga dan mencoba untuk bangkit dengan segala cara dan akal namun selalu dirobohkan kembali oleh pukulan jarak jauh dari kakek itu, akhirnya keduanya baru yakin benar bahwa sesungguhnya mereka berdua itu berhadapan dengan seorang yang mempunyai kesaktian luar biasa, yang tingkat kepandaiannya beberapa kali lebih tinggi dari pada tingkat mereka.
Maklumlah mereka bahwa bagaimana pun juga, mereka tidak akan sanggup menandingi kakek itu dan jika kakek itu menghendaki, agaknya dengan mudah kakek itu akan dapat membunuh mereka. Oleh karena ini, Si Tangan Maut Kwee Siong langsung berlutut dan memberi hormat kepada kakek itu, diturut oleh isterinya walau pun dengan hati segan.
"Kami berdua seperti buta, tidak mengenal Locianpwe yang sangat sakti sehingga berbuat kurang ajar, harap Locianpwe sudi memaafkan kami," kata Kwee Siong tanpa malu-malu lagi karena selain di situ tak ada orang yang menyaksikan kekalahan mereka kecuali Hay Hay yang hanya berdiri dan menonton dengan mata terbelalak kagum, juga mereka harus mengubah sikap untuk mencari keselamatan diri.
Kakek itu hanya tertawa dan pada saat itu, kembali pasangan suami isteri dari Goa Iblis Pantai Selatan itu terkejut karena tiba-tiba saja ada angin yang menyambar kuat. Nampak bayangan orang berkelebat lalu bayangan itu membuat gerakan berputar, lantas timbullah angin berpusing, angin puyuh yang menerbangkan daun-daun pepohonan. Semakin lama angin itu berpusing, maka semakin cepat dan makin banyak pula daun-daun beterbangan ikut dalam pusingan yang kuat itu.
Setelah angin puyuh itu mereda dan daun-daun juga sudah turun kembali, di situ nampak seorang kakek tinggi besar yang berkulit hitam. Kakek itu sukar ditaksir berapa usianya, akan tetapi tubuhnya tinggi besar dan kokoh kekar, nampak makin kuat karena kulit muka, leher dan tangannya yang hitam kasar.
Wajah kakek hitam ini penuh dengan alis tebal, kumis dan jenggot lebat hitam dan muka itu membayangkan kegalakan serta kekejaman yang amat keras. Pakaiannya sederhana namun kuat dan ringkas, sepatunya dari kulit tebal dan di bagian bawahnya berlapis besi. Sungguh keadaan kakek ini menjadi kebalikan dari keadaan kakek gendut yang nampak halus dan ramah itu.
Tiba-tiba kakek hitam itu melangkah lebar ke arah semak-semak belukar yang agak jauh dari situ. Tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li suami isteri yang yang semenjak tadi melakukan pengintaian sambil menanti kesempatan baik untuk merampas kembali anak mereka, menjadi terkejut sekali ketika melihat kakek tinggi besar itu melangkah lebar dan tahu-tahu berada di depan mereka yang sedang bersembunyi.
Celaka, pikir mereka. Sepasang suami isteri Goa Iblis itu saja tadi seperti anak-anak kecil yang tidak berdaya terhadap kakek gendut, dan kini muncul lagi kakek tinggi besar yang aneh ini. Agaknya, dengan adanya mereka, merampas kembali anak mereka merupakan hal yang kecil sekali kemungkinannya. Paling perlu menyelamatkan diri lebih dahulu, pikir mereka. Karena itu, tanpa banyak cakap lagi Siangkoan Leng memegang tangan isterinya untuk diajak meloncat pergi dari tempat berbahaya itu.
Akan tetapi, begitu mereka meloncat, keduanya segera terpelanting dan roboh terbanting, seolah-olah ada tenaga tidak nampak yang menarik mereka dari samping. Padahal, ketika terjatuh Siangkoan Leng masih dapat melihat bahwa kakek tinggi besar itu hanya sedikit menggerakkan tangan kirinya saja, dari mana tenaga yang membuat mereka terpelanting tadi.
Karena panik, Siangkoan Leng pun menjadi nekat. Dia membuat gerakan meloncat sambil melengking, langsung diikuti oleh isterinya. Itulah ilmu yang mereka andalkan dan karena mereka melakukan serangan berbareng, maka daya serang mereka berdua menjadi hebat bukan main. Dari atas, kanan kiri, mereka menerkam ke arah kakek hitam dengan kedua tangan terbuka dan membentuk cakar, dari mana keluar tenaga yang amat kuat.
Kakek tinggi besar hitam berdiri tegak tanpa mengeluarkan suara apa-apa, lantas tiba-tiba dia menggerakkan kedua tangan menyambut. Dua tangan yang besar itu hanya mengibas saja ke arah kedua orang lawannya dan tubuh dua orang suami isteri itu pun terjengkang lalu terbanting keras ke atas tanah!
Sebelum Siangkoan Leng dan Ma Kim Li sempat bergerak, tahu-tahu kakek tinggi besar itu sudah tiba di dekat mereka. Dua tangan yang besar itu menyambar tengkuk, kemudian bagaikan dua ekor kelinci saja, dua orang itu sudah diangkat oleh Si Kakek Hitam yang melangkah lebar mendekati kakek gendut lalu melemparkan Siangkoan Leng dan Ma Kim Li ke atas tanah!
"Pak-kwi-ong, engkau dimata-matai orang sampai tidak tahu. Sungguh ceroboh!" Si Tinggi Besar muka hitam mengomel. Sejak tadi Kakek gendut yang disebut Pak-kwi-ong (Raja Setan Utara) itu tersenyum menyeringai saja dan kini dia tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, Setan Hitam, kedatanganmu pun aku sudah tahu sebelumnya, apa lagi dua ekor tikus itu!"
Sementara itu, Ma Kim Li yang merasa sudah terlanjur memasuki tempat berbahaya itu, segera menghampiri Hay Hay dan berkata. "Hay Hay, Anakku...! Mari ikut Ibu, Nak."
Akan tetapi, Hay Hay yang sedang mengalami pukulan-pukulan batin dan kebingungan itu mendadak saja merasa asing terhadap ibunya sendiri dan ketika ibunya memanggilnya, dia malah melangkah mundur sambil memandang dengan wajah agak pucat. Melihat ini, Ma Kim Li lalu menghampirinya.
Akan tetapi Tong Ci Ki yang tadinya berlutut di depan kakek gendut, tiba-tiba saja bangkit berdiri dan menerjang ke arah Ma Kim Li sambil membentak, "Jangan ambil lagi anak itu!"
Ma Kim Li marah dan menyambut dengan serangan. Pukulannya meluncur ke arah dada Tong Ci Ki. Wanita baju hitam ini mengelak lantas membalas dengan tendangan kakinya yang berhasil dielakkan pula oleh lawan. Melihat isteri mereka berkelahi, Siangkoan Leng dan Kwee Siong tidak tinggal diam. Mereka segera menyerbu dan keduanya juga sudah berkelahi dengan sengit.
Melihat empat orang itu berkelahi, dua orang kakek itu saling pandang. Si Kakek Hitam hanya mengerutkan alisnya, akan tetapi Si Kakek Gendut tertawa-tawa.
"Wah, bocah-bocah kurang ajar ini memang terlalu sekali! Di hadapan kakek-kakek buyut mereka masih berani berkelahi tanpa minta ijin lebih dulu." Dia mengomel, kemudian dia mengeluarkan suara memerintah, "Hayo kalian berempat berlutut semua!"
Kemudian dua tangannya bergerak-gerak seperti orang menggapai namun akibatnya luar biasa. Empat orang yang sedang berkelahi itu tiba-tiba saja roboh terguling.
Mereka terkejut bukan kepalang. Mereka itu, baik suami isteri penghuni Goa Iblis Pantai Selatan, mau pun Lam-hai Siang-mo, keempatnya sudah memperoleh julukan ‘iblis’ yang menunjukkan bahwa mereka sudah berada pada tingkat puncak dari dunia hitam, menjadi datuk-datuk golongan sesat yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Akan tetapi kenapa sekarang mereka seperti anak-anak kecil yang tidak bisa apa-apa dan amat lemah saja? Dan yang lebih mengejutkan lagi, kakek gendut itu tak pernah menyentuh mereka, hanya dengan hawa pukulan saja mampu merobohkan mereka!
Karena maklum bahwa mereka semua sama sekali tidak akan mampu menandingi kedua orang kakek itu, maka mereka segera menjatuhkan dirinya berlutut. Mereka memiliki jalan pikiran yang sama. Kini mereka berhadapan dengan dua orang yang tingkatnya jauh lebih tinggi, maka sebaiknya tidak melawan dan bahkan minta pertimbangan mereka!
"Harap Locianpwe maafkan kami..." Demikian terdengar suara lirih dari mulut mereka.
Melihat betapa dua orang yang tadinya dianggap ayah bundanya, juga musuh mereka, yaitu suami isteri yang menculiknya, sekarang nampak tak berdaya sama sekali, seperti orang-orang yang lemah saja, kehilangan kegalakan mereka terhadap dua orang kakek aneh ini, tiba-tiba saja Hay Hay mendapat pikiran untuk mengorek rahasia tentang dirinya dari mereka berempat. Kalau saja dua orang kakek itu mau membantunya!
Maka dia pun cepat berlari menghampiri dua orang kakek itu yang sekarang sudah duduk berdampingan sambil bersila di atas batu-batu di puncak itu, lantas dia berkata dengan suara lantang.
"Ji-wi Locianpwe yang baik. Karena aku masih kecil dan tidak mampu bertindak sendiri, maka aku mengharap Ji-wi suka membantuku untuk mencari rahasia tentang diriku. Akan tetapi kalau Ji-wi menolak, berarti aku salah menilai orang."
Kedua orang kakek itu kembali saling pandang dan kakek hitam memancarkan sinar mata berkilat tanda marah kepada anak kecil itu, ada pun kakek gendut masih tersenyum lebar, akan tetapi alisnya berkerut juga ketika dia mendengar ucapan anak itu.
"Salah menilai bagaimana ?" tanya kakek gendut.
"Aku menilai bahwa Ji-wi tentu merupakan datuk-datuk persilatan yang sudah mempunyai kedudukan tinggi sekali, penuh wibawa dan adil, maka tentu Ji-wi akan mau membantuku. Jika tidak berarti penilaianku salah dan ternyata Ji-wi juga hanya dua orang kakek usil dan suka mengandalkan kepandaian yang tidak seberapa itu untuk mengganggu orang yang lebih lemah saja."
Hay Hay memang pandai bicara, lincah dan cerdik. Akan tetapi sikap serta ucapannya sekarang ini malah membuat suami isteri yang selama ini mengaku orang tuanya menjadi khawatir bukan main.
"Kepandaian yang tidak seberapa katamu?!" bentak kakek hitam tinggi besar.
Selama hidupnya belum pernah ada orang yang berani memandang rendah kepadanya, tetapi kini seorang anak kecil berusia tujuh tahun berani mengatakan dia dan Pak-kwi-ong sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian yang tidak seberapa.
"Ya, tidak seberapa. Coba Ji-wi lihat. Sebatang pohon yang tidak mampu bergerak dapat menghasilkan daun hijau, bunga indah dan buah. Apakah Ji-wi mampu membuat semua itu? Kalau tidak dapat berarti Ji-wi kalah oleh sebatang pohon saja. Dan lihat kupu-kupu itu. Apa Ji-wi dapat terbang seperti mereka? Berarti Ji-wi kalah oleh kupu-kupu kecil saja. Apakah semua ini bukan membuktikan bahwa kepandaian Ji-wi tidak seberapa? Apa bila dipakai menolongku masih ada gunanya, tapi sebaliknya jika hanya untuk main sombong-sombongan, apa gunanya?"
Dua orang kakek itu bangkit berdiri dan memandang kepada anak kecil itu dengan mata terbelalak. Mereka seolah-olah mendengar suara seorang yang lebih tinggi kedudukannya dan kepandaiannya dari pada mereka!
"Kau siapa?!" bentak kakek hitam.
Hay Hay menggeleng kepalanya. "Aku sendiri pun amat bingung, Locianpwe. Menurut dua orang yang memeliharaku semenjak kecil ini, yang mengaku sebagai ayah ibuku, namaku adalah Siangkoan Hay, anak mereka. Tapi menurut mereka berdua itu, yang menculikku, katanya aku bukan anak mereka dan namaku itu palsu, bahwa aku adalah Sin-tong..."
"Sin-tong...? Ha-ha, sungguh menarik!" Kakek gendut terkekeh dan memandang dengan penuh perhatian kepada Hay Hay.
Akan tetapi kakek hitam yang berjuluk Tung-hek-kwi (Setan Hitam Timur) itu tidak banyak bicara lagi. Dengan matanya yang mencorong aneh itu, tiba-tiba dia memandang suami isteri penghuni Goa Iblis Pantai Selatan.
"Coba ceritakan tentang anak ini. Kalau membohong tebusannya nyawa kalian!"
Biar pun merasa terhina dan rendah sekali diperlakukan seperti itu, namun suami isteri ini mengenal orang yang jauh melebihi mereka, maka sikap yang menghina itu pun mereka telan saja. Bahkan mereka mengharapkan untuk mendapat bantuan dan dukungan kakek sakti itu untuk dapat mempertahankan Hay Hay yang sudah mereka rampas dari tangan Siangkoan Leng dan isterinya.
"Heh-heh, kalian juga harus menceritakan yang sebenarnya tentang anak ini!" kata pula Pak-kwi-ong kepada Lam-hai Siang-mo.
"Anak itu memang anak tunggal kami, Locianpwe, dan namanya Siangkoan Hay...," kata Siangkoan Leng.
"Bohong! Dia berbohong, Locianpwe!" bantah Kwee Siong.
"Kalian tidak perlu cekcok, kau ceritakan lebih dahulu yang sebenarnya." kini kakek hitam Tung-hek-kwi berkata kereng. "Yang lain diam saja!"
Si Tangan Maut Kwee Siong lalu bercerita dan merasa dirinya remeh sekali terhadap dua orang kakek sakti itu. "Tujuh tahun yang lalu, suami isteri pendekar Pek melarikan diri dari Tibet ketika isteri pendekar itu mengandung tua. Mereka terpaksa melarikan diri karena di antara para pimpinan Lama ada ramalan yang menyatakan bahwa anak yang dikandung itu adalah calon Dalai Lama, calon seorang suci, maka setelah terlahir tentu akan diambil dan dibawa ke dalam kuil untuk dididik..."
"Nanti dulu!" bentak Tung-hek-kwi. "Kau maksudkan pendekar Pek yang mana? Apakah pendiri dari Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) di barat?"
"Kalau tidak keliru, muridnya atau puteranya, Locianpwe. Tapi mungkin puteranya karena dia terkenal dengan nama marga Pek."
Teruskan!"
"Berita itu segera tersiar luas dan terkenallah bahwa ada Sin-tong yang akan terlahir. Hal ini tentu saja amat menarik perhatian. Dan pada suatu malam, saat suami isteri pendekar itu menyembunyikan diri dalam kuil setelah anak mereka terlahir, baru berusia dua bulan, datanglah Lam-hai Siang-mo ini dan mereka pun mempunyai seorang anak yang sebaya. Anak mereka itu berpenyakitan dan agaknya, mendengar berita tentang Sin-tong, mereka lalu membunuh seorang nikouw dan pengasuh anak itu, kemudian menculik Sin-tong dan meninggalkan anak mereka sendiri sebagai gantinya setelah mereka membunuh anak itu dan merusak mukanya supaya tidak dikenal orang dan disangka Sin-tong yang terbunuh. Kami tiba di tempat kejadian itu dan setelah memeriksa luka dan jarum-jarum yang ada di tubuh para korban, kami segera dapat menduga bahwa pembunuhnya tentulah Lam-hai Siang-mo. Kami lantas melakukan pencarian dan setelah tujuh tahun, baru kami berhasil menemukan mereka. Kami lalu merampas kembali Sin-tong dan kami bawa lari sampai di sini dengan maksud untuk mengembalikannya kepada orang tuanya yang sebenarnya..."
"Benarkah cerita itu?!" bentak Tung-hek-kwi bengis kepada Lam-hai Siang-mo.
Suami isteri ini tidak berani menyangkal lagi karena memang cerita itu benar. "Memang benar, akan tetapi mereka itu berbohong jika mengatakan bahwa mereka akan membawa Hay Hay kepada pendekar Pek. Mereka jelas berbohong! Yang benar, mereka tentu akan membawa Hay Hay kepada para pendeta Lama untuk memperoleh ganjaran!" Ma Kim Li berhenti sebentar kemudian memandang kepada Tong Ci Ki dan suaminya penuh geram. "Mereka berdua adalah penghuni-penghuni Goa Iblis Pantai Selatan, mana mungkin mau membantu pendekar Pek?"
Mendengar percakapan mereka itu, sejak tadi Hay Hay memandang kepada orang tuanya dengan mata terbelalak dan tanpa disadarinya lagi, kedua matanya itu basah. Akan tetapi dia tak menangis. Tidak, dia malah mengepal kedua tinjunya dan menekan perasaannya yang terguncang.
Ternyata benar bahwa dia bukan anak Siangkoan Leng dan Ma Kim Li! Dia bukan she (nama keturunan) Siangkoan, melainkan she Pek! Putera pendekar Pek! Dengan tabah dia lalu melangkah maju menghadapi suami isteri yang tadinya dianggap ayah bundanya. Mereka tidak pernah memperlihatkan sikap sayang mereka kepadanya, akan tetapi harus diakuinya pula bahwa mereka pun tak pernah bersikap kasar. Mereka itu menyayangnya dengan cara mereka sendiri!
"Benarkah bahwa aku bukan anak kandung kalian dan bukan she Siangkoan, melainkan she Pek?" Dia bertanya kepada suami isteri itu tanpa menyebut ayah atau ibu.
Ma Kim Li mengangguk. "Benar, Hay Hay, akan tetapi kami menyayangimu seperti anak kandung kami sendiri. Hal ini tentu kau tahu."
Hay Hay adalah seorang anak yang selain cerdik, juga amat keras hati sehingga dia pun bukan anak cengeng dan tidak mudah dikuasai perasaannya. Sekarang dia memandang kepada wanita yang biasa dipanggil ibu itu dengan sinar mata dingin.
"Anak kandung sendiri kalian bunuh dan mukanya dirusak untuk ditukarkan dengan aku, anak orang lain. Apa sebabnya kalian sampai hati melakukan hal itu?"
Lam-hai Siang-mo tidak menjawab.
"Apa sebabnya?" Anak itu mendesak.
Kedua orang itu tetap tidak mengeluarkan suara jawaban. Dengan tiga langkah lebar saja Tung-hek-kwi sudah menghampiri mereka dan kedua tangannya menyambar. Suami isteri yang berjuluk Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) itu berusaha mengelak atau menangkis, akan tetapi entah bagaimana, tahu-tahu mereka kehilangan tenaga dan tengkuk mereka sudah dicengkeram, tubuh mereka diangkat dan kakek tinggi besar hitam itu membanting.
"Bresss...!" Tubuh suami isteri itu terbanting keras sampai mereka terguling-guling.
"Masih juga tidak mau menjawab pertanyaan Sin-tong?!" bentak kakek itu.
Siangkoan Leng dan isterinya terkejut sekali dan kesakitan, mereka mengangguk-angguk dan cepat Ma Kim Li berkata kepada anak yang biasanya dianggap sebagai anak sendiri yang disayangnya. "Anak kandung kami... berpenyakitan, jadi kami ingin menukarkan dia dengan anak yang sehat, kami bunuh dua orang itu supaya tidak membuka rahasia kami dan kami rusak muka anak kandung kami agar tidak dikenal lagi."
"Bohong!" Tiba-tiba terdengar Tong Ci Ki berseru "Apa bila hanya ingin memperoleh anak sehat, kenapa yang dipilihnya justru Sin-tong, putera keluarga pendekar Pek yang banyak dibicarakan orang itu? Mereka tentu mempunyai keinginan yang sama dengan kami, yaitu ingin mendapatkan pahala dengan menyerahkan anak itu kepada para pendeta Lama di Tibet."
Mendengar kata-kata ini, Hay Hay kembali mendesak wanita yang pernah menjadi ibunya. "Betulkah begitu?"
Sambil melirik ke arah kakek tinggi besar yang galak dan sakti itu, Ma Kim Li menjawab. "Benar, Hay Hay. Pada mulanya memang kami hendak menukarkan engkau kepada para pimpinan pendeta Lama di Tibet yang mempunyai banyak benda-benda indah yang tidak ternilai harganya, akan tetapi kami lalu merasa suka kepadamu dan menganggap engkau sebagai anak kandung kami sendiri."
Sekarang Hay Hay memandang kepada empat orang itu bergantian. Di dalam hatinya dia merasa sangat heran dan juga ngeri membayangkan betapa empat orang ini merupakan orang-orang yang jahat luar biasa. Tak disangkanya ada orang-orang demikian jahatnya, terutama sekali dua orang di antara mereka adalah orang-orang yang selama ini dianggap sebagai ayah ibunya! Diam-diam dia merasa lega dan bersyukur bahwa dua orang yang demikian jahatnya itu bukan ayah dan ibu kandungnya.
"Kalian adalah orang-orang yang amat jahat!" Akhirnya dia berkata. "Kalian yang menjadi penghuni Goa Iblis Pantai Selatan sudah membunuh semua binatang peliharaan dan juga empat orang pelayan keluarga Siangkoan, kemudian kalian membunuh pula dua orang di dalam peti mati yang menggantikan mereka ini!" Berkata demikian, dia menuding ke arah Kwee Siong dan Tong Ci Ki penuh teguran.
Suami isteri itu hanya menundukkan muka saja tidak berani menjawab, takut kalau harus berurusan dengan kakek hitam tinggi besar atau kakek gendut yang luar biasa lihainya itu. Kini Hay Hay memandang kepada suami isteri yang pernah menjadi orang tuanya.
"Dan kalian pun tak kalah jahatnya, pantas sekali berjuluk Lam-hai Siang-mo. Kalian telah membunuh dua orang wanita yang tak berdosa, bahkan sudah membunuh anak kandung sendiri! Betapa kejinya itu. Dan tentu kalian pula yang memasukkan tubuh dua orang tidak berdosa ke dalam peti mati itu menggantikan tubuh kalian, sehingga mereka yang tewas menggantikan kalian."
Semenjak tadi Siangkoan Leng sudah kehilangan rasa sayangnya kepada Hay Hay yang bersikap memusuhinya itu. Dia tersenyum sinis dan menjawab, "Memang benar, bahkan kami juga membunuh empat orang murid kami yang bertugas menjaga peti. Semuanya itu kami lakukan agar mereka tidak dapat membuka rahasia kami. Hay Hay, itu bukan kejam atau jahat, melainkan cerdik sekali!"
"Kalian berempat ini orang-orang jahat dan kalau sekiranya aku memiliki ilmu kepandaian tinggi, tentu kalian sudah kubasmi habis!" kembali Hay Hay berkata dengan nada suara gemas.
"Heh-heh-heh-heh, Sin-tong. Apakah engkau ingin agar empat orang ini dibunuh? Dengan mudah saja aku akan melakukannya untukmu! Memang empat ekor tikus ini sudah patut sekali dibunuh!" kata kakek gendut yang berjuluk Pak-kwi-ong itu sambil tertawa-tawa.
Empat orang itu bukanlah orang-orang lemah. Mereka adalah datuk-datuk kaum sesat di daerah pantai selatan. Mereka belum pernah berjumpa dengan orang-orang seperti dua orang kakek ajaib itu, namun mereka sudah maklum akan kehebatan dua orang kakek itu yang tidak akan dapat mereka tandingi. Akan tetapi dibunuh begitu saja? Mereka tentu akan melawan sekuat tenaga dan akan melindungi nyawa sendiri selama mereka masih hidup!
Dan agaknya mereka berempat memang memiliki kecerdikan atau kelicikan yang sama, karena kini begitu mereka mendengar ucapan kakek gendut, mereka lalu bangkit berdiri dan seperti dikomando saja, empat orang itu langsung menyerbu ke arah Hay Hay untuk menangkap anak itu!
Ditubruk oleh empat orang yang sangat lihai itu dari semua jurusan, tentu saja Hay Hay tidak mampu menghindarkan diri. Bahkan dua orang kakek sakti itu pun sama sekali tidak menyangka bahwa empat orang itu akan melakukan hal itu, maka anak itu sudah berhasil ditangkap oleh Kwee Siong dan Siangkoan Leng. Dan anehnya, dalam sekejap mata saja, empat orang yang tadi yang bermusuhan karena memperebutkan Hay Hay itu, kini dalam keadaan terancam oleh pihak yang lebih kuat, mereka mendadak dapat bersatu!
"Heh-heh-heh, tikus-tikus pecomberan! Berani kalian melakukan itu? Hayo cepat lepaskan atau harus kuhancurkan dahulu kepala kalian yang tidak berharga itu?!" bentak si gendut Pak-kwi-ong, masih sambil tersenyum namun sinar matanya mencorong penuh ancaman maut.
"Ji-wi Locianpwe, jangan bergerak! Sekali bergerak atau melakukan hal-hal yang membuat kami curiga, maka lebih dahulu kami akan membunuh anak ini sebelum membela diri dan melawan mati-matian sebelum kami semuanya mati!" bentak Siangkoan Leng yang sudah menaruh telapak tangannya menempel di ubun-ubun kepala Hay Hay.
Hay Hay sama sekali tidak merasa takut, hanya marah dan juga semakin heran melihat betapa orang yang selama ini dianggap ayahnya itu kini mengancam hendak membunuh dirinya! Timbul rasa penasaran di dalam hatinya dan dia pun berteriak, tidak peduli bahwa dia telah dicengkeram dan diancam oleh empat orang lihai itu.
"Ji-wi Locianpwe, jangan dengarkan gertak sambal mereka! Biar mereka membunuhku, aku tidak takut. Akan tetapi Ji-wi hajarlah mereka sampai mereka itu lenyap dari muka bumi. Mereka ini orang-orang jahat yang perlu dibasmi!"
Akan tetapi dua orang kakek itu kini nampak ragu-ragu dan saling pandang. Tung-hek-kwi yang memandang kakek gendut itu bertanya. "Kau... tidak turun tangan?"
Si Kakek Gendut masih menyeringai, akan tetapi dia menggelengkan kepala. "Mana bisa? Dia... dia itu Sin-tong, sayang kalau terbunuh." Lalu dia memandang kepada empat orang yang masih siap siaga sambil mengancam Hay Hay itu. "Ehh, sebenarnya apa kehendak kalian?"
"Kami ingin pergi membawa anak ini. Sedikit saja Ji-wi membuat gerakan mencurigakan, kami akan bunuh anak ini lebih dahulu." kata Kwee Siong dan mereka berempat itu tanpa menanti jawaban sudah mulai menggiring dan menyeret Hay Hay meninggalkan puncak bukit itu.
Dua orang kakek itu, yang memiliki kesaktian jauh lebih tinggi dibandingkan empat orang itu, hanya saling pandang tetapi tidak mampu berbuat sesuatu. Tentu saja dengan sekali gerakan tangan mereka itu akan mampu membunuh empat orang itu, akan tetapi mereka juga maklum bahwa tidak mungkin mereka dapat mencegah empat orang itu lebih dahulu membunuh Hay Hay, dan karena inilah keduanya menjadi ragu-ragu, bahkan tak berdaya melakukan sesuatu ketika empat orang itu hendak meninggalkan tempat itu.....