Kun-lun-pai adalah sebuah di antara partai-partai persilatan terbesar di seluruh Tiongkok. Bila Siauw-lim-pai semenjak pertama dipimpin oleh para tokoh beragama Buddha, maka Kun-lun-pai pada beberapa abad terakhir ini dipimpin oleh para tokoh beragama To yang berilmu tinggi.
Seperti juga Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai mempunyai banyak sekali murid-murid yang lihai, bahkan kalau Siauw-lim-pai agak ketat mengambil murid yang bukan hwesio, Kun-lun-pai memiliki banyak murid yang menjadi anggota Agama To atau To-kauw. Memang dalam hal tata tertib keagamaan, Agama To-kauw agak lebih bebas dari pada Agama Hud-kauw (Buddhis).
Akan tetapi, mengenai tertib pelajaran ilmu silat, Kun-lun-pai juga sangat ketat menjaga murid-muridnya dan baru membiarkan atau memperbolehkan seorang murid Kun-lun-pai ‘turun gunung’ kalau ilmu silatnya telah mencapai tingkat tinggi dan sudah lulus dari ujian. Hal ini selalu dilakukan oleh partai-partai persilatan besar untuk menjaga nama mereka, sehingga para murid itu kelak tidak akan memalukan nama partai kalau sampai bergerak di dunia ramai.
Agaknya karena ada peraturan yang keras inilah maka nama partai-partai seperti Siauw-lim-pai atau Kun-lun-pai menjadi makin terkenal, karena setiap murid dari kedua partai ini selalu mampu mengangkat nama besar perkumpulan dengan sepak terjang mereka yang gagah dan juga lihai.
Yang menjadi pimpinan dari Kun-lun-pai pada waktu itu adalah Kui Im Tosu dan Kui Yang Tosu, dua orang tosu yang usianya sudah mendekati tujuh puluh tahun, dan tentu saja selain kedua orang yang tingkatnya tertinggi di Kun-lun-pai ini, masih ada beberapa orang sute mereka yang menjadi pembantu-pembantu mereka di dalam mengurus perkumpulan yang mempunyai banyak anggota itu.
Kui Im Tosu merupakan ketuanya dan tosu ini lebih banyak berdiam di kuil, bertapa atau mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan kepada para murid, dan kalau pun dia mengajarkan ilmu silat, maka yang diajarkan hanyalah murid-murid tingkat tinggi saja. Yang bertugas keluar adalah wakilnya, yaitu sute-nya yang bernama Kui Yang Tosu. Oleh karena itu, yang lebih banyak dikenal oleh dunia luar terutama di dunia persilatan, adalah Kui Yang Tosu.
Kedua orang tosu ini jarang memperlihatkan ilmu kepandaian mereka. Akan tetapi melihat sepak terjang para murid mereka, yaitu para jagoan atau pendekar-pendekar Kun-lun-pai yang demikian lihai dan gagah, mudah diduga bahwa kedua orang tosu ini telah mencapai tingkat yang tinggi dalam ilmu silat.
Murid-murid Kun-lun-pai tersebar luas di seluruh pelosok, dan yang tinggal di dalam kuil hanyalah belasan orang tosu sebagai penghuni tetap, dan sekarang ada dua puluh lebih murid-murid yang belum lulus dari tempat penggemblengan jiwa raga itu. Perumahan bagi para penghuni kuil dan para murid ini dikurung oleh pagar tembok yang tingginya ada tiga meter, di lereng Pegunungan Kun-lun-san.
Di dalam daerah yang cukup luas ini terdapat sebuah kuil besar dan di belakang kuil inilah tempat para murid yang tinggal dalam rumah-rumah yang dibangun untuk mereka, berupa bangunan panjang. Daerah ini luas sekali, ada tamannya, ada kebun di mana mereka menanam sayur-sayur dan berladang, ada pula kebun yang penuh pohon-pohon berbuah. Bahkan ada pula bagian bukit yang berbatu-batu dan mempunyai banyak goa-goa buatan alam di mana sering dipergunakan oleh para murid Kun-lun-pai untuk bersemedhi sebagai penggemblengan batin.
Karena tempat itu memang amat sunyi dan jarang sekali didatangi orang luar, maka para murid Kun-lun-pai dapat melatih diri tanpa ada gangguan dan bisa mencurahkan perhatian mereka baik terhadap pelajaran silat mau pun pelajaran agama sebagai penggemblengan mental. Seluruh perguruan silat yang tinggi, juga para guru silat yang benar-benar baik, tidak pernah melupakan penggemblengan mental ini, karena mereka semua tahu benar betapa berbahayanya kalau orang muda dibiarkan belajar ilmu silat tanpa disertai dengan penggemblengan watak dan batin ini.
Ilmu silat sama dengan senjata yang ampuh dan berbahaya, maka kalau sampai terjatuh ke tangan orang yang tak kuat batinnya, tentu saja dengan mudah akan disalah gunakan, diambil manfaatnya untuk keuntungan diri sendiri hingga muncullah perbuatan-perbuatan sewenang-wenang mengandalkan ilmu silat.
Sebaliknya, bila mana ilmu silat dikuasai oleh orang yang memiliki batin yang kuat, maka ilmu itu akan berguna sekali, baik bagi diri sendiri mau pun bagi masyarakat, karena ahli silat yang bermoral tinggi tentu akan mempergunakannya untuk membela kebenaran dan keadilan, menentang yang lalim dan membela yang lemah.
Walau pun tempat itu merupakan pegunungan yang sunyi dan aman, namun para murid Kun-lun-pai tak pernah lengah dalam melakukan penjagaan secara bergilir. Mereka tidak memusuhi orang-orang tertentu, akan tetapi mereka juga tahu bahwa Kun-lun-pai banyak dimusuhi orang-orang dari golongan hitam, yaitu mereka yang tergolong sebagai penjahat-penjahat dan yang pernah ditentang oleh para murid Kun-lun-pai sebagai musuh.
Pula, selain untuk menjaga segala kemungkinan buruk, penjagaan itu juga merupakan pelaksanaan ketertiban yang dilaksanakan dengan ketat, yaitu para murid yang sedang digembleng di asrama itu tidak diperkenankan keluar tanpa ijin dari guru mereka.
Kui Im Tosu dan Kui Yang Tosu memimpin Kun-lun-pai dengan bijaksana sehingga nama partai persilatan itu menjadi semakin terkenal. Digalangnya persatuan dan persahabatan yang makin erat dengan partai-partai bersih lainnya, maka nama Kun-lun-pai dibicarakan dengan rasa hormat dan segan.
Hal ini dimengerti benar oleh Thian Sin dan juga Kim Hong yang melakukan perjalanan jauh menuju ke Pegunungan Kun-lun-san itu. Mereka sudah melakukan penyelidikan dan mendengar betapa angkernya nama Kun-lun-pai sehingga mereka telah bersepakat untuk bersikap hati-hati dan sedapat mungkin menghindarkan bentrokan atau kesalah pahaman dengan fihak Kun-lun-pai.
Karena nama besar Kun-lun-pai itulah maka biar pun pada suatu senja mereka telah tiba di daerah Kun-lun-pai, mereka tidak mau mengunjungi asrama itu di waktu malam karena mereka menganggap hal itu kurang sopan. Juga mereka segera membuang niat mereka untuk melakukan penyelidikan secara diam-diam, yaitu dengan menggunakan kepandaian untuk malam-malam memasuki asrama secara menyelundup.
Mereka bersikap sangat berhati-hati, sebab memasuki Kun-lun-pai sebagai maling adalah perbuatan yang amat berbahaya dan sukar, juga kalau sampai mereka ketahuan, hal itu tentu akan menimbulkan permusuhan dan akan mempersulit maksud mereka berurusan dengan Jit Goat Tosu tanpa melibatkan Kun-lun-pai.
Mereka lalu bermalam di sebuah goa batu yang banyak terdapat tidak jauh dari asrama Kun-lun-pai itu. Baru pada keesokan harinya setelah matahari naik tinggi, setelah mereka membersihkan diri di sumber air dan sarapan pagi daging ayam hutan panggang, mereka berdua pergi mengunjungi asrama Kun-lun-pai.
Kuil Kun-lun-pai bukanlah kuil umum di mana orang umum suka datang bersembahyang, melainkan kuil yang khusus digunakan belajar agama oleh para murid Kun-lun-pai. Oleh karena itu, tidak ada orang luar yang datang bersembahyang. Maka, ketika Thian Sin dan Kim Hong tiba di pintu gerbang asrama di mana terpancang sebuah papan nama dengan huruf-huruf besar yang berbunyi KUN LUN PAI, beberapa orang tosu dan beberapa orang murid Kun-lun-pai yang bertugas jaga segera menyambut mereka dengan pandang mata heran dan juga bercuriga.
“Ji-wi (anda berdua) siapakah dan ada keperluan apakah mengunjungi tempat kami ini?” salah seorang di antara para murid yang bertugas jaga bertanya tanpa menyembunyikan kekaguman terhadap Kim Hong, kekaguman yang jujur, tanpa mengandung birahi atau pun sikap kurang ajar.
“Kami mohon bertemu dengan ketua Kun-lun-pai,” kata Thian Sin, sikapnya hormat dan bicara singkat, setelah dia dan Kim Hong memberi hormat dan dibalas oleh mereka.
“Maaf,” kata salah seorang di antara para tosu, “akan tetapi sungguh tidak mudah untuk menghadap para pimpinan kami. Ketua kami sibuk dengan pekerjaan beliau atau sedang siulian (semedhi), sedangkan wakil ketua kami juga lebih banyak lagi pekerjaannya. Kalau tidak ada keperluan yang penting sekali, kami sungguh tidak berani lancang mengganggu beliau berdua.”
“Totiang,” kata Kim Hong. “Kalau tidak ada keperluan penting, untuk apa kami jauh-jauh datang ke tempat sunyi seperti ini? Terus terang saja, yang memiliki kepentingan adalah aku, sedangkan kawanku ini hanya menemaniku saja. Nah, sekarang bagaimana caranya kalau kami hendak menghadap para pimpinan?”
“Caranya hanya satu, yaitu lebih dulu nona memperkenalkan nama dan memberi tahukan kepentingan nona agar dapat kami laporkan kepada pimpinan. Itu pun belum dapat kami menanggung bahwa nona akan pasti diterima menghadap, namun setidaknya kedatangan nona akan kami sampaikan sebagai laporan.”
“Baiklah, katakan bahwa aku Toan Kim Hong bersama temannya minta dapat menghadap pimpinan Kun-lun-pai karena ada urusan yang amat penting.”
“Maaf, Nona Toan. Kami minta agar urusan itu disebutkan sehingga kalau pimpinan kami menanyakan, kami bisa menjawab sehingga tidak akan mendapat teguran. Kami tak ingin permintaan nona ditolak hanya karena nona tidak memberi tahukan kepentingan nona.”
Kim Hong mengerutkan alisnya. Bagaimana pun juga, permintaan tosu ini masuk di akal dan pantas, maka terpaksa dia pun harus mengaku terus terang. “Aku minta menghadap pimpinan Kun-lun-pai untuk minta perkenan mereka agar aku diijinkan bertemu dengan Jit Goat Tosu yang sedang bertapa di daerah Kun-lun-pai.”
Tosu itu nampak terkejut. “Siancai…,” katanya lirih penuh keheranan karena sebenarnya dia sendiri sudah hampir lupa terhadap seorang kakek yang telah bertahun-tahun bertapa di dalam goa di sebelah belakang ladang Kun-lun-pai di belakang perumahan itu. Seorang kakek yang penuh rahasia dan yang menurut pimpinan Kun-lun-pai, amat sakti dan tidak boleh diganggu sama sekali.
“Ada apa, totiang? Aku sudah berterus terang, masih kurang apa lagi?”
“Ahh, tidak apa-apa, nona. Baik, kami akan segera melaporkan ke dalam dan harap ji-wi sudi menanti sebentar di luar.”
Dan pintu gerbang itu lalu ditutup dari dalam! Kim Hong saling pandang dengan Thian Sin dan pemuda ini hampir tertawa melihat wajah yang muram dan jengkel itu.
“Tenang dan sabar sajalah. Tiada gunanya jengkel.”
“Kalau para tosu itu mempersulit, jangan salahkan aku kalau aku mencari sendiri tanpa seijin mereka!” Gadis itu mengancam dengan hati mengkal dan melihat keadaan gadis itu, Thian Sin merasa lebih aman untuk berdiam diri saja.
Tak lama kemudian daun pintu itu terbuka lagi, sekarang terbuka kedua-duanya sehingga nampaklah sebelah dalam pekarangan depan yang luas itu. Para penjaga kini nampak berbaris rapi, dan selain para tosu yang tadi, kini nampak tiga orang tosu yang lain yang lebih tua dan melihat sikap mereka dapat diduga bahwa tentu tingkat mereka lebih tinggi dari pada para tosu pertama.
Seorang di antara mereka, yang memiliki tahi lalat pada dagunya, dengan pandang mata penuh selidik memandang kepada kedua orang tamunya, terutama kepada gadis yang katanya hendak bertemu dengan Jit Goat Tosu itu.
“Siancai… Nona yang masih begini muda berkeras hendak bicara dengan pimpinan kami. Akan tetapi pimpinan kami sedang amat sibuk dan tentu saja tak mempunyai waktu untuk melayani segala macam orang, terkecuali orang-orang istimewa yang memiliki keperluan istimewa pula.”
“Hmm, totiang, tak perlu bicara seperti teka-teki. Katakanlah, macam yang bagaimanakah orang istimewa itu?” Kim Hong bertanya, menahan kemarahannya dan masih tersenyum, walau pun dia merasa dipandang rendah.
“Melihat sikap nona, tentu nona adalah seorang yang biasa berkelana di dunia kang-ouw, maka ucapan pinto tadi kiranya sudah cukup jelas. Hanya tokoh kang-ouw yang memiliki kepandaian saja yang kiranya cukup berharga untuk berhadapan dengan pimpinan kami, ada pun tokoh kang-ouw biasa, cukuplah berurusan dengan kami, para murid Kun-lun-pai. Tidak tahu apakah nona termasuk golongan pertama ataukah ke dua.”
Hati Kim Hong mulai menjadi panas. “Totiang, hal-hal apakah yang harus kulakukan untuk membuktikan kepada kalian di sini golongan mana aku termasuk?”
“Maaf nona. Akan tetapi setiap perkumpulan mempunyai peraturan masing-masing dan Kun-lun-pai juga tidak terkecuali. Kami di sini mempunyai peraturan yang telah ditentukan sejak dulu. Di antara para tamu kami bagi menjadi tiga golongan. Golongan paling rendah adalah mereka yang tidak sanggup melewati kami dan golongan ini cukup membicarakan keperluannya dengan kami saja. Ada pun golongan ke dua adalah para tamu yang meski pun mampu melewati kami namun tidak mampu melewati para suheng kami di ruangan tengah dan golongan itu pun cukup disambut dan dilayani oleh para suheng kami itu. Ada pun golongan pertama haruslah dapat melewati kami dan kemudian melewati pula para suheng kami di ruangan tengah. Barulah dia berhak untuk bicara dengan pimpinan kami.”
“Begitukah? Kenapa tidak sejak tadi kalian memberi tahu kepadaku? Nah, lekas susunlah barisanmu, totiang, hendak kulihat sampai di mana kehebatan barisan Kun-lun-pai!” Kim Hong menantang, lantas dibisikkannya kepada Thian Sin. “Kau jangan mencampuri yang ini.”
Thian Sin tersenyum dan mengangguk. Tentu saja dia tidak mau mencampuri karena dia pun hanya hendak membantu kekasihnya kalau menghadapi musuh besarnya, Si Pertapa itu. Dia tidak mau bermusuhan dengan Kun-lun-pai dan dia pun tak ingin kalau Kim Hong bermusuhan dengan partai besar itu.
“Ingat, jangan lukai orang,” bisiknya dan Kim Hong mengangguk.
Sementara itu, tiga orang tosu yang baru datang itu sudah mengatur lima orang tosu dan sembilan orang anak murid Kun-lun-pai yang berpakaian biasa untuk membentuk barisan. Sembilan orang murid itu membentuk setengah lingkaran menghadang di depan, ada pun di belakangnya berdiri lima orang tosu yang memegang sebatang pedang. Sedangkan sembilan orang murid terendah dari Kun-lun-pai itu tetap bertangan kosong karena tugas mereka hanya mempergunakan tenaga mencegah wanita itu maju.
“Nona Toan Kim Hong, kami sudah siap, silakan melewati kami kalau kau mampu!” tosu yang dagunya bertahi lalat tiba-tiba berteriak.
Kim Hong tersenyum lalu dia melangkah maju, akan tetapi tiba-tiba saja sembilan orang itu bergerak menghadangnya lalu ke mana pun dia melangkah, dia selalu bertemu dengan mereka yang terus membuat gerakan menghadang.
“Kenapa menghadang di jalan? Aku mau lewat!” kata Kim Hong dan dia melangkah maju terus.
Tentu saja dia tabrakan dengan seorang di antara mereka yang menghadang di jalan dan dengan menggerakkan sikunya, orang itu pun lantas terjengkang. Melihat ini, empat orang sudah menangkap kedua lengan dara itu, dua di kanan dan dua di kiri. Kedua lengannya dipegang kuat-kuat oleh empat orang laki-laki muda yang kokoh kuat dan terlatih.
Kim Hong masih tersenyum, tapi kemudian dia tiba-tiba menggerakkan kedua lengannya maka terdengarlah teriakan-teriakan ketika empat orang murid Kun-lun-pai itu terpelanting ke kanan dan ke kiri sampai beberapa meter jauhnya! Empat orang murid lain yang belum jatuh, cepat menubruk dari kanan dan kiri.
Akan tetapi dengan kecepatan yang luar biasa Kim Hong bergantian menggerakkan kaki kanan dan kiri dan tahu-tahu empat orang itu pun sudah roboh semua. Mereka tidak ada yang terluka, akan tetapi mengaduh-aduh karena bekas tendangan dan bekas terbanting itu cukup mendatangkan rasa nyeri, sementara itu dara yang mereka halangi telah lewat!
Kim Hong segera melangkah ke depan, menghadapi lima orang tosu yang memalangkan toya mereka dan begitu Kim Hong mendekat, mereka sudah mengurung dengan toya di tangan. Sementara itu, Thian Sin tersenyum melihat sembilan orang murid Kun-lun-pai berpelantingan tadi dan dengan lenggang seenaknya dia pun masuk mengikuti Kim Hong. Dia tidak mau campur tangan, hanya menonton saja.
Kim Hong sudah dikurung oleh lima orang tosu yang melihat gerakannya, tentu tidaklah selemah sembilan orang pertama tadi. Dan memang benarlah. Lima orang tosu ini adalah murid-murid tingkat tiga yang sudah memiliki dasar ilmu silat Kun-lun-pai yang kokoh kuat dan latihan yang cukup matang sungguh pun mereka belum mewarisi ilmu-ilmu simpanan dari partai besar itu.
Namun ilmu toya mereka cukup hebat karena pada waktu itu, Kui Im Tosu telah berhasil mengembangkan Ilmu Toya Kim-kauw-pang-hoat, yaitu ilmu tongkat yang sumbernya dari ilmu tongkat tokoh dongeng Si Raja Monyet Sun Go Kong, dan ilmu tongkat ini diajarkan kepada murid-murid tingkat tiga. Lebih lagi, mereka berlima juga bergerak dalam barisan Ngo-heng-tin, maka mereka dapat bekerja sama sehingga seolah-olah tenaga lima orang digabung menjadi satu!
Kim Hong yang dikepung itu masih tersenyum tenang saja. “Sungguhkah kalian tidak mau memberi jalan kepada seorang muda seperti aku?” tanyanya.
Ditanya begini, lima orang tosu itu sejenak bingung. Menurut pantas memang nampaknya janggal apa bila lima orang pendeta seperti mereka tak mau mengalah terhadap seorang wanita muda yang mau lewat. Kesempatan ini cepat dipergunakan oleh Kim Hong untuk meloncat ke depan. Akan tetapi dua batang tongkat sudah memotong jalan menghadang dan dua tongkat lain mengancam ke atas kepala, ada pun tongkat ke lima dari belakang siap menyambar kakinya!
“Hebat!” katanya memuji karena memang gerakan refleks lima orang tosu itu sedemikian hebatnya.
Akan tetapi dia tidak menghentikan gerakannya dan cepat dia memegang dua tongkat di depannya, dengan gerakan tiba-tiba menarik dua tongkat itu ke atas sambil mengerahkan sinkang-nya kemudian tubuhnya meloncat untuk membiarkan tongkat yang menyambar kaki itu lewat.
“Trakk! Trakk!” Dua tongkat yang dipegangnya itu menangkis tongkat yang menghantam dari atas.
Selain berhasil meloloskan diri dari serangan lima orang itu, juga dalam satu gebrakan ini Kim Hong sudah mampu mengacaukan mereka. Tetapi dengan gerakan sigap sekali lima orang tosu itu sudah dapat mengepungnya lagi sebelum dia mampu lewat!
Kim Hong tersenyum. “Bagus, Ngo-heng-tin yang hebat!” katanya memuji lantas tiba-tiba saja tubuhnya melayang ke atas!
Melihat ini, lima orang tosu itu cepat menggerakkan toya mereka menyerang dan mereka juga berlompatan. Akan tetapi, tubuh nona itu sudah berjungkir balik dan begitu kepalanya digerakkan, maka rambutnya berkelebat laksana ular dan melibat lima batang tongkat itu, kemudian tubuhnya membalik lagi dan kedua kakinya bergerak menendang ke arah lima tangan yang memegang tongkat.
Lima orang tosu itu terkejut bukan main ketika merasa betapa tongkat mereka tidak dapat mereka tarik kembali, sudah terbelit dengan sangat kuatnya oleh rambut wanita itu dan menghadapi tendangan kedua kaki di udara yang mengarah tangan mereka itu, mereka tak dapat menghindarkan diri lagi. Tangan mereka seketika lumpuh dan tahu-tahu tongkat mereka telah terampas lantas sekali Kim Hong menggerakkan kepalanya, tongkat-tongkat itu meluncur ke bawah dan menancap di atas tanah sampai setengahnya!
Sebelum lima orang tosu itu sempat menahan lagi, Kim Hong sudah cepat berjungkir balik dan turun di sebelah dalam, telah melewati lima orang tosu itu yang hanya mampu saling pandang, kemudian menarik tongkat masing-masing dari tanah.
Tiga orang tosu yang berada di sebelah dalam memandang penuh kagum. Mereka merasa kagum karena maklum bahwa dara muda ini selain lihai bukan main, juga tidak memiliki niat buruk sehingga kini sudah mengalahkan barisan pertama dari sembilan orang dan barisan ke dua dari lima orang tanpa melukai mereka sama sekali!
Mereka ini adalah murid-murid tingkat tingkat dua yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Melihat gerakan Kim Hong tadi, sebagai ahli-ahli silat tinggi mereka sudah maklum bahwa Kim Hong adalah seorang wanita yang lihai bukan main, yang agaknya mewarisi ilmu silat dari seorang sakti.
Kelihaian serta sikap Kim Hong yang tidak mau melukai lawan itu sesungguhnya sudah mendatangkan rasa simpati di dalam hati mereka dan menurutkan hati mereka, agaknya mereka akan suka membiarkan Kim Hong lolos untuk menemui ketua mereka. Akan tetapi mereka adalah tosu-tosu yang berdisiplin, maka mereka tidak berani melanggar peraturan dan tata tertib. Sambil menjura, tosu yang bertahi lalat di dagunya itu berkata,
“Ahh, kiranya nona sungguh memiliki kepandaian yang luar biasa. Akan tetapi nona masih harus dapat melewati kami bertiga sebelum memasuki ruangan sebelah dalam.” Mereka bertiga lalu bergerak membentuk barisan segi tiga dengan pedang mereka.
Kim Hong menggerakkan kepalanya untuk memindahkan kuncir rambutnya ke belakang. Manis sekali gerakan ini dan dia pun tersenyum. “Ahh, aku tidak percaya bahwa para tosu Kun-lun-pai yang bijaksana dan baik budi akan mau mencelakakan seorang tamu wanita muda yang hanya ingin menghadap ketuanya.”
Sesudah berkata demikian, dara ini segera menerjang ke depan, menerjang di antara dua batang pedang yang membuat pertahanan serta membentuk dua daun pintu. Akan tetapi dua batang pedang itu bergerak cepat sehingga nampaklah gulungan sinar pedang yang menghadang di depannya. Ada pun pedang ke tiga juga sudah siap menggantikan teman dengan berputar-putar di atas kepalanya.
Maka tahulah Kim Hong. Tiga orang tosu yang tingkatnya sudah lebih tinggi ini tidak akan menyerangnya seperti para penghadang pertama dan kedua tadi, melainkan membentuk sinar pedang untuk menghalangnya dan kalau dia menerjangnya dan sampai terluka oleh sinar pedang, hal itu berarti bahwa dia yang salah sendiri menerjang pedang, dan bukan pedang yang sengaja menyerangnya!
Maka dia pun tersenyum dan tentu saja dia tidak tega untuk melukai tosu-tosu yang begini sungkan dan baik kepadanya. Oleh karena itu, dia hendak memaksa agar tiga orang tosu itu menunjukkan kepandaiannya dan tidak merasa sungkan-sungkan lagi padanya, sebab bukankah perasaan sungkan itu berarti sudah menyeleweng dari pada tugas mereka? Dia tidak ingin mereka itu ditegur atasan mereka sebagai penjaga-penjaga yang kurang ketat.
“Sam-wi totiang harap jangan bersikap sungkan lagi!” katanya.
Dan tiba-tiba saja dia menggerakkan tangannya, bukannya dengan maksud menerobos ke dalam, melainkan menggunakan tangan untuk menyerang mereka! Serangan tangannya tentu saja hebat sekali, didahului oleh hawa pukulan yang sangat kuat dan mengeluarkan angin berdesir.
Dua orang tosu itu terkejut bukan main. Tidak disangkanya bahwa tamu ini malah berbalik menyerangnya demikian dahsyatnya. Cepat mereka memutar pedang untuk menangkis, akan tetapi kekagetan mereka bertambah ketika gadis itu berani mempergunakan tangan kosong untuk menyambar pedang mereka! Dengan tangan dimiringkan, gadis itu begitu saja menangkis pedang dan mereka merasa betapa tangan mereka bergetar hebat ketika pedang bertemu dengan tangan!
Kini tahulah tiga orang tosu itu bahwa lawannya benar-benar amat tangguh, maka mereka pun tak bersikap sungkan lagi. Apa bila bersikap sungkan dan mengalah terhadap lawan yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi, hal itu sungguh lucu dan sama dengan menyerah kalah.
Maka kini mereka pun mengubah gerakan mereka, dan Sam-ciok-tin (Barisan Segi Tiga) mereka betul-betul dipergunakan, dengan jurus-jurus serangan dari tiga penjuru sehingga sebentar saja tubuh Kim Hong sudah dijatuhi dan dihujani serangan bertubi-tubi.
“Bagus! Kun-lun Kiam-sut memang sangat hebat!” Kim Hong memuji, bukan hanya untuk menyenangkan lawan melainkan memang dia dapat merasakan kehebatan ilmu pedang yang dimainkan dalam barisan segi tiga ini.
Serangan mereka demikian mantap dan kuat, penjagaan mereka demikian ketat sehingga ia menghadapi lawan yang tangguh dan hal ini menimbulkan kegembiraannya. Sementara itu, lima orang tosu dan sembilan orang anak murid Kun-lun-pai sudah berdiri menonton dan mereka pun merasa kagum bukan main. Tahulah mereka bahwa gadis muda itu tadi bersikap lunak sekali terhadap mereka.
Sesudah mencoba ilmu pedang tiga orang tosu tingkat dua itu selama hampir lima puluh jurus, puaslah hati Kim Hong. Ia sudah memperlihatkan kecepatan gerakannya sehingga ketiga batang pedang itu tidak pernah dapat menyentuhnya, dan yang terlalu dekat dapat ditangkis dengan tangan terbuka. Sebaliknya, dia pun membalas setiap serangan dengan totokan-totokan yang tidak kalah hebatnya dan setelah lewat lima puluh jurus, tiba-tiba dia berseru,
“Maaf sam-wi totiang, aku mau lewat!”
Tiba-tiba saja tiga orang tosu itu merasa betapa tangan mereka yang memegang pedang menjadi lemas dan lumpuh untuk beberapa detik lamanya dan kesempatan ini sudah lebih dari cukup bagi Kim Hong untuk meloncat ke sebelah dalam melewati mereka! Tiga orang itu hanya dapat memutar tubuh lantas memandang bengong. Mereka tadi hanya melihat berkelebatnya sinar hitam disertai bau harum dan tahulah mereka kini bahwa wanita tadi telah menotok pundak mereka dengan ujung rambut kunciran itu!
Diam-diam ketiganya bergidik karena kalau wanita itu menghendaki tentu bukan tempat itu yang ditotok, melainkan jalan darah yang lebih berbahaya lagi, misalnya di leher yang dapat membuat mereka roboh atau bahkan tewas seketika! Maka mereka bertiga segera menjura dengan hormat kepada gadis itu dan berkata,
“Nona telah lulus dan dapat melewati kami, silakan masuk.”
“Terima kasih, akan tetapi biarkan temanku lewat juga,” katanya sambil menanti Thian Sin yang berjalan menghampirinya dari luar.
“Akan tetapi, yang dapat melewati kami hanya nona seorang. Dia belum memperkenalkan diri dan…”
“Bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan menghadap pimpinan Kun-lun-pai bersama seorang kawanku? Totiang, akulah yang bertanggung jawab atas dirinya!” kata Kim Hong.
Tosu yang bertahi lalat di dagunya itu mengerutkan alisnya akan tetapi dia menarik napas panjang, lalu menggerakkan pundaknya. “Siancai… kami sudah kalah, tidak perlu banyak cakap lagi. Akan tetapi mungkin sekali para suheng kami yang di dalam akan berpikiran lain. Harap nona berhati-hati karena para suheng kami tak boleh disamakan dengan kami yang masih bodoh.”
Kim Hong cepat menjura ke arah mereka dan tersenyum. “Terima kasih, totiang sekalian sungguh baik sekali!” Dan dia pun melangkah masuk bersama Thian Sin, meninggalkan para penjaga di luar yang tentu saja merasa kagum hingga tiada hentinya membicarakan nona cantik jelita yang berilmu tinggi itu.
Kim Hong beserta Thian Sin terus melangkah maju, melalui lorong yang panjang. Mereka berjalan dengan penuh kewasdaan, siap-siap menghadapi segala macam rintangan. Akan tetapi, lorong itu ternyata tak mengandung jebakan-jebakan atau rintangan-rintangan apa pun. Sesudah lorong itu habis, sampailah mereka di sebuah ruangan yang amat luas dan mereka melihat dua orang tosu yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, keduanya tinggi kurus dan wajah mereka membayangkan kehalusan budi akan tetapi sikap mereka sangat berwibawa.
Thian Sin menahan kakinya dan membiarkan Kim Hong yang maju sendirian menghadapi kedua orang tosu itu. Mereka itu adalah murid-murid kepala dari Kun-lun-pai, yang sudah menerima pendidikan langsung dari ketua dan wakil ketua Kun-lun-pai. Hanya ada lima orang murid kepala dan pada waktu itu, yang berada di dalam asrama hanya dua orang inilah.
“Maaf, ji-wi totiang. Aku mohon lewat untuk menghadap ketua Kun-lun-pai,” berkata Kim Hong dengan sikap biasa dan tenang sekali sambil menghampiri mereka.
“Siancai… Nona Toan Kim Hong dapat melewati penjagaan pertama, sungguh lihai sekali dan pinto berdua menyatakan kagum bukan main!” kata seorang di antara mereka yang mukanya pucat dan matanya sipit seperti terpejam.
Setelah berkata demikian, tosu ini mengangkat kedua tangan dikepal di depan dada dan memberi hormat sambil melangkah maju ke arah Kim Hong. Angin pukulan menyambar dahsyat dari kedua tangan itu ke arah dada Kim Hong!
Maklumlah dara ini bahwa tosu bermuka pucat itu adalah ahli lweekeh yang mempunyai tenaga sakti kuat, maka mukanya selalu kelihatan pucat seperti itu, mungkin disebabkan latihan yang terlalu terpaksa hingga berakibat seperti itu. Maka dia pun cepat mengangkat kedua tangan di depan dada membalas penghormatan itu sambil berkata,
“Ahh, totiang terlalu memuji. Mana aku berani menerimanya?”
Dari kedua tangan nona ini pun langsung menyambar tenaga sinkang yang merupakan angin berkesiur menyambut serangan lawan. Tosu itu nampak terkejut ketika merasa ada hawa dingin menolak tenaganya, maka dia pun membuka kedua kepalan tangannya dan kini mengulurkan kedua lengannya itu, dengan kedua telapak tangan terbuka mendorong dengan terang-terangan untuk memperkuat daya serangannya tadi.
Melihat lawannya menyerang secara terbuka, Kim Hong juga mengulurkan dua lengannya menyambut dan kini dua pasang telapak tangan itu saling bertemu dan dari situ mengalir keluar kekuatan sinkang yang sama dahsyatnya! Terjadilah adu sinkang dan sungguh pun keduanya hanya berdiri tegak dengan kedua lengan dilonjorkan, kedua tangan terbuka dan saling sentuh, namun bagi Thian Sin dan tosu ke dua merupakan saat menegangkan di mana dua orang yang memiliki sinkang kuat saling menguji tenaga sinkang mereka!
Untuk beberapa saat lamanya Kim Hong mengerahkan sinkang-nya, mulai dari sedikit dan setelah dia mengerahkan sampai tiga perempat bagian, barulah dia mampu mengimbangi tenaga lawan. Diam-diam dia kagum juga. Murid kepala Kun-lun-pai sudah mempunyai sinkang sekuat ini!
Akan tetapi, sesudah mengukur kekuatan lawan, dia tidak ingin mencelakai lawannya itu, lalu tiba-tiba ia mengeluarkan seruan nyaring dan tosu itu kaget setengah mati. Mendadak saja dia merasa betapa telapak tangan nona itu menjadi lunak sekali, lantas dia merasa tenaganya seperti terjun ke tempat tanpa dasar sehingga dia pun terjerumus ke depan.
Pada saat itu Kim Hong telah meloncat ke atas, melalui kepalanya dan melewatinya, tiba di belakangnya sedangkan tosu pucat ini terhuyung ke depan dan nyaris terjelungkup. Dia membalikkan tubuh, mukanya penuh keringat dan napasnya sedikit memburu, kemudian dia menjura.
“Terima kasih atas petunjuk nona yang lihai sekali!”
Tosu ke dua, yang mukanya ramah dan jenggotnya panjang, tertawa. “Ha-ha-ha, sungguh luar biasa sekali. Di dunia ini sudah bermunculan orang muda yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Sungguh membuat pinto merasa seperti seekor katak di dalam tempurung! Nona Toan, kalau saudaraku tadi menguji sinkang-mu, maka sekarang tiba giliranku untuk menguji ketinggian ginkang-mu. Aku akan mencegah engkau masuk, dan cobalah engkau melewati aku dengan mempergunakan kecepatan gerakanmu!” Setelah berkata demikian, tosu itu lantas berdiri di atas ujung jari kakinya, berjingkat sambil mengembangkan kedua lengannya.
Kim Hong tersenyum dan hatinya girang. Tosu Kun-lun-pai ternyata bukanlah orang-orang yang suka mempergunakan kekerasan, walau pun murid-murid mereka di dunia kang-ouw terkenal gagah perkasa dan gigih menentang kejahatan.
“Baik, totiang. Nah kau halangilah aku!”
Tiba-tiba Kim Hong berkelebat lari ke sebelah kiri tosu itu, akan tetapi tosu itu pun sudah meloncat ke sana sehingga jalan bagi Kim Hong terhalang. Nona itu meloncat tinggi ke atas, berjungkir balik sampai tiga kali sehingga dia mencapai langit-langit, akan tetapi tosu itu pun mengeluarkan seruan keras lantas tubuhnya juga sudah mencelat ke atas untuk menghadang di atas!
Kim Hong turun kembali, diikuti oleh tosu itu dan selanjutnya dua orang itu seperti sedang bermain kejar-kejaran seperti anak kecil. Tubuh mereka tak nampak lagi saking cepatnya gerakan mereka. Yang nampak hanyalah bayangan yang berkelebatan dan memang tosu yang seorang ini mempunyai gerakan cepat bukan main. Akan tetapi, kali ini dia bertemu dengan gadis yang pernah menjadi Lam-sin, yang terkenal sekali dengan kepandaiannya yang hebat-hebat, di antaranya adalah kecepatan gerakannya.
Demikianlah, setelah mengajak tosu itu berkelebatan dengan amat cepatnya di mana tosu itu selalu dapat memotong jalan masuk, tiba-tiba Kim Hong mengerahkan seluruh tenaga ginkang-nya lalu tubuhnya berpusingan cepat laksana gasing!
Tentu saja tosu itu terkejut sekali dan tidak tahu harus berbuat apa. Untuk turut berpusing seperti itu, dia tidak mampu dan tiba-tiba saja tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu dara itu sudah melesat di sampingnya tanpa dia mampu mencegahnya, saking cepatnya gerakan itu. Tahulah tosu itu bahwa kalau tadi-tadi nona itu mengerahkan seluruh tenaga ginkang-nya, dia tidak akan mampu mencegahnya.
“Hebat, hebat… pinto mengaku kalah!” katanya sambil tertawa dan menghapus peluhnya.
Tosu yang matanya sipit tadi kembali menjura. “Nona telah menunjukkan ketinggian ilmu silat, kekuatan sinkang serta ketinggian ginkang. Nona adalah seorang tamu yang sudah sepatutnya minta berjumpa dengan wakil ketua kami. Akan tetapi, orang muda itu tidak boleh masuk. Dia hanya teman nona, dan dia tidak melalui ujian masuk.”
“Totiang bersikap kurang adil sekali.”
Dua orang tosu itu saling pandang kemudian yang bermata sipit kembali menghadapi Kim Hong. “Siancai…! Jika ada kesalahan kami, harap kau tunjukkan, nona. Sikap kami yang manakah yang kurang adil menurut pendepatmu?”
“Setiap orang memiliki peraturan masing-masing. Kun-lun-pai memiliki peraturan bahwa siapa hendak menghadap ketuanya harus melalui ujian barisan murid-murid Kun-lun-pai. Aku menghormati peraturan tuan rumah dan telah memenuhi syarat. Sebaliknya, sebagai tamu aku juga memiliki peraturan, peraturan kepantasan yang kiranya dapat dimengerti oleh para tokoh Kun-lun-pai. Aku adalah seorang wanita muda, dan menurut patut, kalau aku menghadap seorang laki-laki, aku harus membawa teman. Karena itulah maka untuk menghadap ketua Kun-lun-pai aku membawa temanku, apakah telah dianggap tepat oleh ketua Kun-lun-pai untuk menerima tamu wanita muda berdua saja tanpa ada orang lain?”
Wajah kedua orang tosu itu menjadi merah dan mereka merasa bingung, saling pandang karena mereka menganggap alasan nona ini cukup kuat. Memang, dari sudut kesusilaan, sangatlah tidak pantas kalau menolak orang yang menemani nona ini menghadap ketua Kun-lun-pai, dan amatlah memalukan dan mendatangkan dugaan yang bukan-bukan jika ketua atau wakil ketua Kun-lun-pai menerima kunjungan seorang wanita muda cantik jelita yang bukan murid dan bukan keluarga secara sendiri saja!
Akan tetapi, tosu berjenggot panjang yang ramah itu cerdik. Tiba-tiba dia bertanya, “Nona, apamukah orang muda yang hendak mengantarmu menjumpai wakil ketua kami?”
“Dia adalah kekasihku, tunanganku!” Kim Hong berkata dengan lantang dan terus terang sehingga Thian Sin sendiri menjadi terkejut dan mukanya berubah merah. Akan tetapi dia pun lantas bisa menangkap bahwa memang jawaban terus terang itulah yang paling tepat, karena jika bukan saudara dan bukan tunangan, melakukan perjalanan berdua saja tentu sudah melanggar kepantasan pula!
Selagi dua orang tosu itu termangu-mangu, tiba-tiba terdengar suara dari balik daun pintu di sebelah dalam, suara yang sangat halus dan ramah, “Siancai… seorang muda yang penuh semangat! Persilakan Nona Toan dan temannya masuk…!”
Kedua orang tosu itu nampak lega, lalu menjura ke arah Kim Hong dan Thian Sin. “Wakil ketua kami, Kui Yang Tosu, mengundang ji-wi untuk datang menghadap. Silakan!”
Mereka lantas membuka daun pintu yang besar itu. Kim Hong dan Thian Sin membalas penghormatan mereka, kemudian melangkah melewati ambang pintu memasuki sebuah ruangan lain yang terang. Ternyata kamar itu adalah sebuah kamar buku karena di sudut berdiri rak penuh dengan buku-buku tua, dan juga merangkap kamar tamu karena di situ terdapat meja kursi dan di atas dipan berkasur duduk bersila seorang tosu yang wajahnya ramah dan tosu itu duduk sambil tersenyum gembira, memandang kepada mereka.
Thian Sin dan Kim Hong juga mengangkat muka, lalu memandang kepada tosu tua yang duduk bersila di atas dipan itu. Seorang tosu yang usianya mendekati tujuh puluh tahun, tinggi kurus, wajahnya dihias senyum gembira dan sepasang matanya membayangkan keramahan dan kehalusan budi.
Di sudut ruangan duduk pula tiga orang tosu lain yang usianya lebih muda, kurang lebih enam puluh tahun, dan sikap mereka diam menanti, tanda bahwa mereka ini kalah tinggi tingkatnya dengan tosu tua itu. Diam-diam Thian Sin merasa seperti pernah mengenal tosu-tua itu, akan tetapi dia sudah lupa lagi di mana.
Dan memanglah, dia pernah melihat tosu itu yang bukan lain adalah Kui Yang Tosu, tokoh Kun-lun-pai yang pernah datang mencarinya bersama tokoh-tokoh pendekar lain ketika dia membunuh Pangeran Toan Ong! Dan tiga orang tokoh lain itu adalah sute-sute-nya, para pembantunya sehingga tentu saja tingkat kepandaiannya lebih tinggi dari pada dua orang murid kepala tadi.
Sementara itu, pada saat dia memandang kepada wajah Thian Sin dan bertemu pandang dengan sepasang mata pemuda yang mencorong tajam itu, jantung tosu itu terguncang dan senyumnya lenyap seketika, alisnya yang putih berkerut dan sekali meloncat dia pun sudah bangkit berdiri menghadapi dua orang muda itu.
“Pendekar Sadis!” teriaknya mengejutkan tiga orang sute-nya yang juga segera bangkit ketika mendengar sebutan ini.
“Pendekar Sadis! Kiranya engkau berhasil menyelundup ke sini? Apakah kini engkau juga mulai dan hendak menyebar maut di Kun-lun-pai?”
Ketika Thian Sin melihat tosu itu mengeluarkan tasbehnya dari saku jubahnya yang lebar, maka dia pun teringat kepada tosu ini. Sambil tersenyum pahit Thian Sin menggelengkan kepalanya dan berkata, “Maaf, totiang. Sekali ini aku hanya menemani Nona Toan saja, dan sama sekali tidak ada urusan dengan pihak Kun-lun-pai.”
“Siancai…!” Tosu itu tampak lega mendengar ini, akan tetapi kini pandangannya terhadap Kim Hong menjadi lain, tidak seramah tadi. “Maaf, nona. Apa bila pinto tidak salah dengar, namamu adalah Toan Kim Hong. Di dunia ini tidak banyak nama keluarga Toan, apakah nona masih ada hubungan keluarga dengan mendiang Pangeran Toan Ong?”
Kim Hong tersenyum. “Tidak ada salahnya menjawab pertanyaan itu, locianpwe, walau pun tak ada sangkut-pautnya dengan kunjunganku ke sini. Memang benar ada hubungan keluarga, karena Pangeran Toan Ong itu adalah pamanku sendiri.”
“Ahhh…!” Tosu itu terkejut. “Dan apakah Toan-siocia sudah tahu siapa yang membunuh Pangeran Toan?”
Nona itu mengangguk sambil mengerling ke arah Thian Sin. “Aku sudah tahu, locianpwe, pembunuhan terjadi karena salah paham dan karena fitnah orang. Pembunuhnya adalah temanku inilah…”
“Tapi mengapa…?”
“Sudahlah, locianpwe. Kedatanganku ini bukan untuk urusan itu, melainkan untuk urusan yang lain sama sekali.”
Kui Yang Tosu menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Benar, memang demikianlah. Nah, sekarang katakanlah, apa perlunya nona berkeras hendak bertemu dengan pimpinan Kun-lun-pai?”
“Kedatanganku ini ingin minta perkenan locianpwe agar aku diijinkan bertemu dengan Jit Goat Tosu yang sedang bertapa di asrama Kun-lun-pai.”
Tosu itu mengangguk-angguk. “Permintaan nona itu sudah pinto dengar tadi, akan tetapi pinto masih ragu-ragu sebab permintaan itu sungguh amat aneh. Kehadiran Jit Goat Tosu di sini adalah suatu rahasia dan sudah bertahun-tahun tidak ada yang tahu, bagaimana nona bisa mengetahuinya? Dan bolehkah pinto mengetahui apa urusan nona dengan Jit Goat Tosu?”
“Hemmm, aku cukup menghormati Kun-lun-pai, locianpwe, sehingga untuk menemuinya, terlebih dahulu aku menghadapi pemimpin Kun-lun-pai dan minta ijin, bukannya langsung mencarinya sampai bisa kutemukan. Aku tak ingin melibatkan Kun-lun-pai dengan urusan kami, maka pertanyaan itu tidak dapat kujawab karena tidak ada sangkut-pautnya dengan Kun-lun-pai.”
“Siancai…! Janganlah Nona Toan berpendapat demikian. Ketahuilah bahwa Jit Goat Tosu bukan orang lain bagi kami. Dia adalah saudara angkat kami, maka tentu saja kami ingin tahu apa yang menjadi sebabnya maka nona datang untuk mencarinya di sini.”
Kim Hong mengerutkan alisnya. Ahh, urusan menjadi sulit kalau begini. Tak disangkanya bahwa selain menjadi tosu dan mondok di asrama Kun-lun-pai, supek-nya itu kini malah telah mengangkat saudara dengan para pimpinan Kun-lun-pai! Kalau begini, agaknya tak dapat dihindarkan lagi keterlibatan Kun-lun-pai!
“Locianpwe, urusanku dengan dia merupakan urusan pribadi, urusan antara seorang murid keponakan dengan supek-nya. Apakah locianpwe masih hendak mencampurinya?”
Mendengar ini terkejutlah kakek itu. “Siancai… siancai… kiranya nona adalah puteri dari mendiang Toan Su Ong…?”
“Benar sekali, locianpwe.”
“Ah, kalau begitu… tentu saja pinto tidak berhak mencampuri urusan pribadi nona dengan supek nona.” Lalu Kui Yang Tosu menoleh kepada tiga orang tosu itu. “Thian-sute, harap kau antarkan Nona Toan menghadap Jit Goat Tosu. Karena beliau sedang bertapa, maka antarkan saja hingga di depan goa kemudian tinggalkan di situ. Biar terserah kepada yang berkepentingan mau menemui atau tidak.”
“Baik, suheng,” jawab seorang di antara tiga tosu itu. “Marilah, nona.”
Kim Hong dan juga Thian Sin mengikuti tosu itu dan Kui Yang Tosu tak berani mencegah ketika melihat Thian Sin juga ikut, biar pun hatinya merasa tidak enak dengan munculnya Pendekar Sadis di tempat itu. Karena itu, setelah sute-nya pergi mengantarkan dua orang muda itu ke arah belakang asrama, dia sendiri segera bergegas masuk ke dalam untuk menemui suheng-nya, yaitu Kui Im Tosu untuk membicarakan urusan itu…..
********************