“Ayah, kenapa orang ini tidak dibunuh saja?” Tiba-tiba Siangkoan Wi Hong berkata sambil meloncat maju dengan yang-kim yang berbahaya itu di tangannya.
Thian Sin maklum bahwa dengan sekali pukul saja, dia sudah tidak berdaya menghindar dan nyawanya akan melayang. Akan tetapi dia kini rebah terlentang dengan sinar mata terbelalak penuh keberanian, seolah-olah dengan sinar matanya itu dia menantang maut!
“Ha-ha-ha-ha, jangan dibunuh. Aku telah berjanji bahwa dia masuk ke sini dalam keadaan hidup, maka keluarnya dari sini pun dalam keadaan hidup. Akan tetapi hidup yang bagai mana? Ha-ha-ha, ingin aku melihat bagaimana wajah Pangeran Ceng Han Houw, jagoan nomor satu itu bila dapat melihat puteranya yang tampan gagah berubah menjadi seorang manusia tapa daksa yang tidak berguna sama sekali.”
Thian Sin merasa ngeri juga membayangkan ancaman ini. Tentu kakek itu akan membuat dirinya sebagai seorang manusia dengan cacad yang membuat dia selama hidupnya tidak berguna. Itu lebih hebat dari pada kalau dia dibunuh! Maka dia pun cepat menggunakan akal.
“Pak-san-kui, kalau ayahku masih hidup, atau kalau aku sudah mempelajari ilmu-ilmu dari ayahku, aku yakin engkau tidak akan berani bersikap seperti ini!”
Pak-san-kui memandang padanya kemudian mengangguk-angguk. “Mungkin sekali, akan tetapi sayang, ayahmu telah tidak ada lagi dan engkau ternyata hanya merupakan murid Cin-ling-pai yang amat baik, sama sekali tidak mewarisi kepandaian ayahmu. Dan engkau sudah membuat Phoa-taijin menjadi manusia yang hidup tidak mati pun tidak, maka aku pun hendak membikin engkau seperti dia.”
“Orang macam Phoa-taijin itu tidak dibunuh pun masih untung! Apa gunanya orang seperti dia yang demikian ceroboh? Menggunakan perampok-perampok tolol untuk menjalankan siasat, kemudian membasmi keluarga Ciu. Tahukah locianpwe siapa Ciu Khai Sun? Dia tokoh besar Siauw-lim-pai dan apa artinya itu? Artinya bahwa gerakan sekutu locianpwe itu akan mendapat tentangan yang besar dan kuat. Jika Phoa-taijin cerdik, tentu dia akan mempergunakan orang-orang yang lebih lihai agar usaha merampok itu berhasil baik, dan juga tidak nanti membunuh orang Siauw-lim-pai! Locianpwe, aku adalah putera Pangeran Ceng Han Houw, karena itu aku telahmembunuh sebanyak mungkin pasukan pemerintah. Apa kenyataan ini masih belum cukup membuka mata bahwa aku adalah seorang sekutu locianpwe yang cukup baik, bahkan jauh lebih baik dari pada orang she Phoa yang tolol itu?”
Kakek itu mendengarkan dengan alis berkerut, akan tetapi wajahnya mulai berubah dan sinar matanya berseri. “Dan andai kata benar omonganmu, dan aku menjadikan engkau sekutu, lalu apa gunanya engkau bagiku?”
“Locianpwe, mendiang ayahku itu adalah seorang jagoan nomor satu di dunia. Locianpwe tentu sudah mendengar pula akan ilmu-ilmu yang dimilikinya, ilmu-ilmu hebat dan mukjijat Hok-liong Sin-ciang (Tangan Sakti Penakluk Naga), dan ilmu dengan berjungkir balik yang disebut Hok-te Sin-kun (Silat Sakti Balikkan Bumi).”
Wajah kakek itu makin berseri dan dia pun mengangguk. “Hanya dongeng saja! Buktinya, putera tunggalnya pun tidak mampu memainkan kedua ilmu itu!”
“Sudah kukatakan bahwa karena selama ini aku tinggal di Lembah Naga dan mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, maka aku tak sempat mempelajarinya. Akan tetapi kalau locianpwe berminat, bebaskanlah dulu aku kemudian kita dapat bicara.”
“Ayah, hati-hati terhadap anak ini, dia pandai bicara pula,” kata Siangkoan Wi Hong.
Akan tetapi kakek yang haus akan kepandaian silat yang hebat itu tak peduli, dan dia pun sudah menggerakkan tangan, menotok ke beberapa bagian punggung Thian Sin. Pemuda ini dapat bergerak kembali lalu bangkit berdiri dan menjura.
“Locianpwe telah mengambil keputusan yang amat tepat dan akan menguntungkan kedua fihak.”
“Ceng Thian Sin, hal ini jelas keuntungan bagi fihakmu, akan tetapi aku tidak melihat apa keuntungannya bagi ayah!” kata Siangkoan Wi Hong.
“Siangkoan-toako, engkau tahu bahwa aku bukan seorang laki-laki yang suka berbohong. Aku tidak takut mati, tadi aku hanya menawarkan kerja sama yang baik dan akan dapat menguntungkan bagi kedua fihak. Aku mempunyai kitab-kitab ayahku itu dan kutawarkan kepada Siangkoan locianpwe.”
“Di mana kitab-kitab itu?” tanya Pak-san-kui dengan girang.
“Nanti dulu, locianpwe. Locianpwe tentu akan dapat mempelajari ilmu-ilmu ayahku itu, hal ini kutanggung dengan taruhan nyawa. Akan tetapi apakah imbalannya? Seorang gagah bukan memberi ilmu dengan cuma-cuma, namun tidak menerima ilmu secara cuma-cuma pula.”
“Hemm, apa yang kau kehendaki? Aku sudah membebaskanmu!”
“Ah, itu bukan imbalan namanya. Di antara kita tidak ada permusuhan, bahkan mengingat akan keadaanku yang tentu dianggap pemberontak oleh pemerintah, kita ini mempunyai persamaan, bukan? Biar pun locianpwe bekerja di dalam selimut dan aku di luar selimut.”
“Ha-ha-ha-ha, engkau memang cerdik. Nah, apa yang kau minta sebagai penukar semua ilmu-ilmu peninggalan Pangeran Ceng Han Houw?”
“Locianpwe, di antara ilmu-ilmu locianpwe, yang amat menarik dan mengagumkan hatiku adalah ilmu huncwe dari locianpwe tadi. Maka, aku mau menukar kedua ilmu peninggalan ayahku dengan ilmu huncwe dari locianpwe.”
“Ha-ha-ha, engkau memang cerdik bukan main! Selama hidupku belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmu huncweku ini, dan sekarang engkau ingin mempelajarinya. Ha-ha-ha, baiklah, kita tukar dua ilmu itu!”
“Ayah…!” Siangkoan Wi Hong berseru kaget.
Sebagai putera datuk itu, dia sendiri belum diberi pelajaran ilmu itu yang menurut ayahnya tidaklah mudah dan di samping harus memiliki bakat yang amat baik, juga membutuhkan waktu yang amat lama sekali dan selain itu harus menjadi ahli menghisap asap tembakau pula! Padahal Siangkoan Wi Hong tidak suka menghisap pipa tembakau, oleh karena itu selama ini dia belum pernah mempelajari ilmu simpanan ayahnya itu.
“Aku sudah berjanji!” Ayahnya memotong. “Dan kita masing-masing mempelajari ilmu-ilmu itu selama enam bulan. Setujukah engkau, Ceng Thian Sin?”
“Baik, locianpwe. Enam bulan sudah cukup bagiku!” Pemuda itu kemudian menanggalkan jubahnya, tidak melihat betapa Siangkoan Wi Hong tersenyum-senyum karena pemuda ini sudah dapat menangkap siasat ayahnya.
Menurut ayahnya, untuk dapat mempelajari ilmu huncwe itu secara sempurna, orang yang berbakat baik sekali pun membutuhkan waktu paling sedikit tiga tahun! Dan kini ayahnya berjanji akan mengajarkan ilmu itu selama setengah tahun saja. Mana mungkin Thian Sin akan dapat menguasainya dalam waktu setengah tahun?
Sebaliknya, ayahnya adalah seorang yang bakatnya luar biasa sekali dalam hal ilmu silat. Ilmu silat apa pun, sesudah dilatihnya dua tiga kali saja tentu sudah dapat ditangkap inti sarinya dan dapat dikuasainya! Sekali ini Thian Sin kena batunya dan berjumpa dengan seorang datuk yang selain lihai juga amat cerdik.
Akan tetapi, ayah dan anak ini sama sekali tidak menduga bahwa Thian Sin mempunyai kecerdikan yang akan mengejutkan mereka. Walau pun selama ini, sejak kecilnya, Thian Sin dididik oleh orang-orang yang mengutamakan kebajikan dan menjauhi kepalsuan dan kejahatan, akan tetapi pada dasarnya dia memiliki kecerdikan yang luar biasa dan jika dia menghendaki, maka dia mampu menciptakan siasat dan muslihat yang amat cerdik.
Dia menerima janji enam bulan itu dengan hati gembira, karena dia merasa yakin bahwa kitab-kitab peninggalan ayahnya itu tidak akan dapat dipelajari oleh siapa pun kecuali oleh dia yang tahu akan kuncinya. Bahkan, makin lama dipelajari orang begitu saja, orang itu akan tersesat semakin jauh.
Sedangkan bagi dia, sama sekali dia tak ingin belajar mainkan huncwe itu, melainkan dia ingin mengenal inti gerakannya, mengenal kekuatannya dan juga bagian-bagiannya yang lemah sehingga dia akan lebih mampu menghadapinya kelak!
Thian Sin kini merobek pinggiran jubahnya, dan ternyata dua buah kitab tipis digulungnya lantas disembunyikannya di dalam atau di balik jahitan jubah itu, di antara dua kain jubah yang dirangkapkan.
“Nah, inilah kitab-kitab peninggalan ayahku, locianpwe. Mulai hari ini juga locianpwe boleh mempelajarinya bersama aku, sebab aku sendiri juga belum sempat mempelajarinya, dan di samping itu harap locianpwe mulai memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu huncwe itu.”
Sambil membuka-buka dua buah kitab penuh tulisan tangan disertai lukisan tangan dari mendiang Pangeran Ceng Han Houw yang cukup jelas itu, wajah Pak-san-kui berseri-seri kemudian mengangguk-angguk. “Tentu saja, anak yang baik, aku akan mengajarkan ilmu huncwe kepadamu.”
Dia merasa gembira sekali karena sedikit keraguannya bahwa kitab itu palsu lenyap oleh pernyataan Thian Sin yang hendak mempelajarinya juga bersamanya. Agaknya pemuda yang gagah perkasa ini teramat jujur, suatu sifat yang amat buruk dan lemah dari kaum pendekar, jauh berbeda dengan mereka dari golongan hitam yang selalu mengutamakan kecerdikan!
Demikianlah, mulai hari itu, Thian Sin diterima di dalam gedung besar indah itu sebagai seorang tamu. Bahkan Siangkoan Wi Hong yang tadinya menaruh curiga, setelah melihat betapa penukaran ilmu itu sungguh sama sekali tak merugikan ayahnya bahkan memberi keuntungan, sekarang kembali tertarik lagi kepada Thian Sin dan menganggap pemuda itu sebagai seorang sahabat baik.
Malah dia sering mengajak Thian Sin berlatih untuk memperdalam ilmu silatnya, karena dia tahu bahwa pemuda itu memang pandai bukan main. Ayahnya sendiri dengan terus terang mengatakan bahwa andai kata ayahnya tidak memiliki ilmu huncwe yang lihai itu, kiranya akan sukar untuk mengalahkan pemuda ini!
Setiap hari Pak-san-kui dan Thian Sin mempelajari ilmu-ilmu dari kitab peninggalan Ceng Han Houw. Mula-mula Ilmu Hok-liong Sin-ciang, ilmu ini adalah ilmu silat yang gerakannya aneh sekali, dan dengan lahapnya, Pak-san-kui menghafalkan jurus-jurus ilmu silat ini yang hanya terdiri dari delapan belas jurus saja, akan tetapi di dalam delapan belas jurus ini terkandung bermacam gerakan yang amat lihai kalau dipakai menyerang.
Dalam ilmu Hok-liong Sin-ciang ini, yang dirahasiakan oleh Pangeran Ceng Han Houw dan hanya diketahui kuncinya oleh Thian Sin adalah bagian yang melindungi tubuh pada waktu menyerang. Memang serangan itu sama kuat dan lihainya, hanya bedanya, ilmu yang asli memiliki bagian yang melindungi tubuh sendiri di waktu menyerang, dan karena bagian bertahan ini dirahasiakan, maka yang dipelajari oleh Pak-san-kui hanyalah bagian untuk menyerang saja dan tanpa disadarinya, tentu saja selagi melakukan serangan ini maka akan ada bagian tubuh yang terbuka dan tidak terlindung.
Saking girangnya melihat betapa hebatnya jurus serangan itu, Pak-san-kui tak menyadari bahwa dalam serangan itu mengandung kelemahan yang hebat pula! Hanya dalam waktu satu bulan saja dia sudah mampu menghafal delapan belas jurus itu dan merasa sudah sempurna, tinggal melatihnya saja.
Juga Thian Sin memiliki bakat yang sama besarnya dengan Pak-san-kui, bahkan dia tidak kalah cerdiknya. Secara diam-diam dia menggunakan kunci latihan itu sehingga dia dapat melakukan gerakan yang lebih sempurna, karena mencakup segi perlindungan diri pula.
Perbedaannya terletak pada letak kaki atau tangan di waktu menyerang. Sebagai contoh, pada jurus ke empat kaki kanan menerjang dari samping dengan menyilang. Pada waktu menendang ini, menurut kitab itu lengan kiri harus diangkat sebagai keseimbangan tubuh, padahal menurut kuncinya, yang diangkat adalah lengan kanan sehingga lengan kiri dapat diturunkan dan menjaga selangkangan yang terbuka dan pada detik tendangan dilakukan tentu saja terbuka dan tidak terlindung.
Akan tetapi pada waktu dia melakukan latihan di depan Pak-san-kui, tentu saja Thian Sin tidak memperlihatkan hal ini. Dan kalau Pak-san-kui kelihatan sangat girang karena sudah menguasai semua jurus, Thian Sin sengaja memperlihatkan bahwa dia belum menguasai sepenuhnya dan di sinilah letak kecerdikan pemuda itu!
Pada bulan ke dua, karena dia sendiri merasa sudah bisa menguasai Hok-liong Sin-ciang, Pak-san-kui lalu mengajak Thian Sin untuk mulai dengan pelajaran dari kitab ke dua, yaitu ilmu Hok-te Sin-kun! Ilmu ini jauh lebih rumit karena mengandung ilmu bersemedhi yang aneh, yaitu dengan kepala di bawah dan kedua kaki di atas! Thian Sin menurut saja, biar pun dia sendiri belum dapat melatih ilmu Hok-liong Sin-ciang dengan baik.
Maka, pada bulan ke dua, mulailah mereka berdua melatih diri dengan siulian menurut kitab pelajaran Hok-te Sin-kun, yaitu jungkir balik. Dan sementara itu, hampir setiap hari Pak-san-kui mengajarkan ilmu silat huncwe itu, karena memang maksudnya bukan ingin mempelajari bagaimana untuk dapat memainkan ilmu silat itu, melainkan hendak mencari kelemahan-kelemahannya.
Kakek itu adalah seorang datuk, tentu saja dia pun tidak mau menyembunyikan ilmunya, bahkan dia bermain silat huncwe secepatnya sehingga akan sulitlah bagi Thian Sin untuk mempelajarinya. Dan pemuda ini memang dapat melihat alangkah hebat dan tangguhnya ilmu silat ini, di samping gerakan-gerakannya yang aneh. Akan tetapi dia pun mulai dapat melihat bahwa pada dasarnya, ilmu silat itu adalah ilmu silat pedang yang hebat.
Huncwe yang panjangnya sampai tiga kaki itu digerakkan seperti pedang saja, jadi pada hakekatnya tidak berbeda dengan ilmu silat yang-kim yang dimainkan oleh Siangkoan Wi Hong. Ilmu silat yang-kim itu pada dasarnya juga ilmu pedang yang disesuaikan dengan yang-kim.
Ilmu huncwe ini pun merupakan ilmu pedang yang disesuaikan dengan huncwe sehingga tusukan pedang menjadi totokan huncwe. Hanya hebatnya, masih ditambah lagi dengan penggunaan panasnya huncwe serta api yang keluar dari mulut huncwe, juga asap yang dapat dipergunakan untuk menyerang lawan.
Kunci-kunci yang terdapat dalam ilmu Hok-te Sin-kun ini lebih hebat lagi. Memang kalau dilihat begitu saja, cara Thian Sin bersemedhi tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh Pak-san-kui dalam melakukan latihan menurut kitab itu. Akan tetapi sesungguhnya terdapat perbedaan yang amat besar.
Berjungkir-balik dengan kepala di bawah dan kedua kaki di atas, dengan punggung tegak lurus, merupakan kedudukan tubuh yang baik sekali untuk membantu gerakan perjalanan darah ke dalam otak dan juga untuk ‘menurunkan’ hawa murni dari bawah pusar ke otak melalui punggung. Akan tetapi, perjalanan darah ini harus berjalan dengan wajar, dibantu dengan pernapasan yang panjang dan tanpa paksaan sama sekali, dengan pikiran yang kosong dan membiarkan hawa yang panas dari pusar itu perlahan-lahan menjalar turun sampai ke ubun-ubun kepala.
Akan tetapi, apa bila demikian adanya pelajaran yang sesungguhnya, yang kuncinya telah dipegang oleh Thian Sin, kalau menurut kitab yang menyesatkan itu, si pelatih diharuskan menekan tenaga dari tiantan itu turun dan menembus jalan darah secara paksa.
Mula-mula Pak-san-kui memang merasa girang sekali karena setelah berlatih seperti itu, dia merasa betapa hawa sakti itu dapat digerakkannya jauh lebih mudah dari pada kalau dia bersemedhi sambil duduk bersila. Akan tetapi, setelah dia berlatih selama seminggu, dia merasa kepalanya agak pening dan sesudah berlatih, maka pandang matanya selalu berkunang-kunang. Sedangkan pada Thian Sin, tidak nampak tanda apa-apa. Akan tetapi dia menghibur diri dan menganggap bahwa ini adalah tanda bahwa latihannya berhasil!
Lalu dia pun mulai berlatih dengan ilmu silat aneh Hok-te Sin-kun itu, yaitu bersilat dengan kepala di bawah, menggunakan kedua kaki sebagai penyerang utama dan kedua tangan sebagai penyerang pembantu. Dan karena memang kakek ini sudah memiliki dasar ilmu silat yang tinggi, maka gerakan-gerakan itu tidaklah sukar baginya.
Sebaliknya, dengan diam-diam Thian Sin juga mempelajari ilmu silat ini menurut catatan yang sebetulnya, yaitu menurut petunjuk dalam kitab yang telah diubahnya menurut kunci yang sudah dipelajarinya sejak kecil sehingga dia mulai merasakan hasilnya. Tubuhnya menjadi semakin ringan, tenaga sinkang di tubuhnya terasa mengalir dengan cepat dan sangat kuat di seluruh tubuhnya, akan tetapi hal ini tidak dia nyatakan sehingga kakek itu sendiri pun tidak mengetahuinya.
Sesudah lewat empat bulan, hampir lima bulan. Thian Sin sudah merasa yakin bahwa dia telah mempelajari dengan teliti dan melihat kelemahan-kelemahan pada ilmu silat huncwe dari Pak-san-kui. Sekarang dia menganggap bahwa sudah tiba waktunya bagi dia untuk memperlihatkan diri dengan sesungguhnya dan mengalahkan kakek itu! Dia sudah tinggal cukup lama di situ dan sudah mendapat tambahan ilmu dengan mempelajari ilmu huncwe yang walau pun tak dapat dikuasainya sepenuhnya akan tetapi telah dipelajarinya gerak-geraknya dan kelemahan-kelemahannya itu.
Di samping itu, dia pun telah mempelajari dua ilmu peninggalan ayahnya, biar pun belum sempurna benar, akan tetapi jelas jauh lebih baik dibandingkan Pak-san-kui sendiri yang memperoleh ilmu-ilmu itu dengan cara yang terbalik bahkan tersesat!
Dan dia akan memperlihatkan kemenangan atau keunggulannya itu kepada Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong! Maka dia memilih saat ketika putera beserta murid-murid kepala Pak-san-kui itu pada suatu sore menonton latihan-latihan mereka dan memang dia sudah mempersiapkan segala-galanya.
Pada saat itu Pak-san-kui sedang bercakap-cakap dengan murid-murid kepalanya setelah menerima laporan tentang segala tugas yang sudah dilakukan oleh murid kepala ini yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Kemudian Pak-san-kui memandang kepadanya dan berkata,
“Thian Sin, mari kita berlatih. Diam-diam telah hampir lima bulan engkau di sini dan mari kau perilhatkan apa yang sudah kau peroleh selama ini!” Kakek itu tertawa dan melirik ke arah puteranya.
Diam-diam Thian Sin tergetar. Dalam lirikan itu dia seperti melihat sesuatu dan tentu ada apa-apanya di balik ajakan berlatih ini! Apakah di dalam hati kakek itu juga mengandung keinginan yang sama dengan keinginannya sendiri, yaitu hendak menjatuhkannya dalam latihan itu?
“Baik, locianpwe!” katanya dan dia mengangkat tempat air minumnya, kemudian minum beberapa teguk air jernih itu, baru dia meloncat ke tengah ruangan lian-bu-thia itu.
Pak-thian Sam-liong dan Siangkoan Wi Hong lalu mengatur tempat duduk, menyingkirkan meja di pinggir dan mereka sendiri lalu duduk menonton karena mereka pun ingin sekali mellhat apa yang selama ini dilatih oleh pemuda itu dan Pak-san-kui.
“Mari kita lebih dahulu berlatih ilmu Hok-liong Sin-ciang!” kata kakek itu dengan gembira sambil menyelipkan huncwenya di ikat pinggangnya.
Meski pun tembakau di huncwenya masih belum padam, akan tetapi karena tidak dihisap maka asapnya hanya tersisa sedikit saja. Dia telah siap dengan kuda-kuda dari Ilmu Silat Hok-liong Sin-ciang menurut petunjuk di dalam kitab, wajahnya gembira sekali karena dia yakin bahwa dalam ilmu silat baru ini dia tentu mampu mengalahkan Thian Sin yang dia lihat gerakannya belum sempurna benar, masih kaku.
Ia pun tahu bahwa perhatian pemuda itu terhadap Hok-liong Sin-ciang harus dibagi untuk mempelajari ilmu huncwe namun belum ada sepersepuluhnya dipelajari oleh pemuda itu, bahkan boleh dibilang selama ini pemuda itu belum mempelajari apa-apa kecuali hanya menonton saja dia bermain silat dengan huncwenya. Dan dia tidak dapat dipersalahkan, tidak dapat dikatakan licik karena dia telah mainkan semua jurus simpanannya yang ada dengan huncwenya, tentu saja terlalu cepat sehingga tak mungkin dapat ditangkap semua oleh pemuda itu!
Thian Sin hanya mengangguk dan dia pun cepat menyerang dengan jurus-jurus Hok-liong Sin-ciang yang sudah dilatihnya bersama dengan kakek itu. Pak-san-kui mengelak lantas membalas serangan itu dengan gerakan yang sama anehnya, bahkan dari dua tangannya keluar hawa pukulan yang mengeluarkan suara bersuitan saking kerasnya. Namun, Thian Sin dapat menangkis dan balas menyerang.
Mereka saling serang dengan jurus-jurus Hok-liong Sin-ciang itu, dan keduanya ternyata sama tangguhnya. Akan tetapi, Thian Sin segera dapat melihat lowongan-lowongan pada setiap kali kakek itu menyerang. Ia melihat betapa kedudukan kaki atau tangan kakek itu terbalik, maka saat ia melihat kakek itu menggunakan jurus ke sebelas untuk menyerang kepalanya, dengan pukulan tangan kiri dari samping dibarengi pukulan tangan kanan dari atas, padahal seharusnya dari bawah, dia segera melihat lowongan dan sambil mengelak, kakinya menyambar ke arah lambung yang ‘terbuka’.
“Plakk! Plakk!”
“Aihhhhh…!”
Pak-san-kui terhuyung ke belakang, dan biar pun dia tadi dalam gugupnya masih mampu menangkis, tetapi kedudukannya terguncang sehingga dia terhuyung ke belakang. Wajah kakek itu menjadi merah karena jelas nampak oleh siapa pun juga bahwa dalam hal ilmu baru itu dia kalah oleh pemuda ini!
“Hyaaaaattt…!” Tiba-tiba dia sudah berjungkir balik dan mainkan ilmu kedua, yaitu Hok-te Sin-kun.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Thian Sin juga menggerakkan tubuhnya berjungkir balik dan mainkan Hok-te Sin-kun. Kini terjadilah pertandingan yang membuat Siangkoan Wi Hong dan tiga orang kakek Pak-thian Sam-liong menjadi bengong dan terheran-heran bercampur kagum.
Dua orang itu telah saling serang mempergunakan sepasang kaki yang dibantu sepasang tangan. Sambaran kaki mereka itu mendatangkan angin yang sangat dahsyat! Itu adalah ilmu yang amat hebat.
Mereka semua tidak tahu betapa wajah kakek itu menjadi pucat, sedangkan wajah Thian Sin merah dan nampak berseri-seri, sepasang matanya nampak mencorong. Ini tandanya bahwa tenaga yang digunakan oleh Pak-san-kui adalah tenaga yang terbalik dan salah! Setelah saling serang dengan hebatnya, tiba-tiba kedua kaki mereka beradu.
“Desss…!”
Dan akibatnya tubuh Pak-san-kui terdorong dan tentu dia sudah jatuh terbanting kalau dia tidak cepat meloncat bangun. Mukanya pucat sekali dan dia menyeringai karena merasa betapa kepalanya berdenyut pening. Itulah akibatnya karena dia terlalu banyak memakai tenaga terbalik yang akhirnya memukul dirinya sendiri itu!
Sebagai seorang ahil silat kelas tinggi, seketika maklumlah kakek ini bahwa selama ini dia tertipu! Bila tidak tertipu, tidak mungkin dalam kedua ilmu itu dia kalah oleh Thian Sin! Pula, pertemuan kaki tadi memberi tahu padanya bahwa dia sudah salah menggunakan tenaga, padahal semua itu menurut petunjuk kitab. Tahulah dia bahwa dia sudah tertipu, maka dengan marah dia lantas berkata,
“Thian Sin, sekarang ini mari kita lihat kemajuanmu mempelajari ilmu huncwe!” Sesudah berkata demikian, dia sudah maju menyerang dengan huncwenya!
Thian Sin terkejut sekali, maklum bahwa agaknya kakek ini sudah curiga, buktinya begitu menyerang terus saja menggunakan jurus-jurus maut yang terampuh dari huncwenya! Dia cepat mengelak ke sana-sini, dan karena dia telah memperhatikan dengan teliti ketika dia mempelajari ilmu ini, dia mengenal setiap gerakan dan tahu akan inti kekuatan huncwe itu.
Dia segera membalas dengan serangan-serangan Thian-te Sin-ciang karena hanya ilmu inilah yang membuat tubuhnya kebal dan tamparannya cukup kuat untuk membuyarkan serangan huncwe. Agaknya kakek itu juga maklum akan hal ini sehingga tak lagi merasa heran mengapa pemuda itu kini memainkan ilmu silat itu, dan tahulah dia bahwa memang saat inilah yang ditunggu-tunggu oleh pemuda itu untuk melawannya mati-matian. Maka dia pun lalu mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, sekali ini sudah mengambil keputusan untuk membunuh pemuda ini yang dianggap amat berbahaya baginya.
“Cringgg…!”
Tiba-tiba nampak sinar perak berkelebat dan Thian Sin telah menangkis huncwe itu. Kini, tiba-tiba huncwe itu diputar sedemikian rupa oleh Pak-san-kui hingga tampaklah gulungan sinar api! Ternyata kakek itu telah mempergunakan jurus-jurus yang paling ampuh, yaitu dengan bantuan api huncwenya yang tangguh, dan kini dari mulutnya bahkan menyambar asap hitam yang baunya amat keras!
Thian Sin sudah maklum akan hal ini, dan dia sudah menanti-nanti, bahkan bersiap untuk menghadapi jurus ini. Mendadak dia mengeluarkan bentakan dengan suara aneh, lantas dari mulutnya itu menyambar air ke arah kepala huncwe. Itulah air yang tadi diminumnya sebelum dia mulai menghadapi Pak-san-kui! Air itulah yang sekarang digunakannya untuk menghadapi api huncwe lawan. Dia tahu, dan hal ini telah dipelajarinya selama berbulan-bulan, bahwa satu-satunya kelemahan huncwe itu adalah terhadap air!
“Cessss…!” begitu kepala huncwe tersiram air, terdengar suara berdesis dan apinya tentu saja menjadi padam. Nampak asap hitam yang baunya keras bukan main.
Pada saat itu pula Thian Sin sudah berjungkir balik, pedangnya dilemparkan dari bawah ke arah perut lawan, disusul kedua tangannya menotok ke arah kaki dan kakinya sendiri menyerang ke depan dengan sangat cepatnya! Itu pun merupakan serangan gabungan yang sudah dipelajari dan diperhitungkan selama berbulan-bulan ini.
“Tringggg…!”
Pedang itu tertangkis oleh huncwe dan Si Kakek meloncat menghindarkan totokan pada kakinya. Akan tetapi dia disambut oleh tendangan kaki.
“Blukkk!”
Dua kaki Thian Sin menendang dada dengan amat kerasnya dan akibatnya tubuh kakek itu terlempar dan terbanting, dan dia pun roboh pingsan!
Siangkoan Wi Hong beserta tiga orang kakek Pak-thian Sam-liong berteriak marah dan langsung menyerang dengan senjata mereka. Pemuda itu menggunakan yang-kim untuk menyerang dan dua orang kakek itu menggunakan pedang mereka.
Sementara itu, Thian Sin yang mengerahkan tenaga pada waktu merobohkan kakek tadi, merasa tubuhnya tergetar hebat dan napasnya agak terengah. Perlawanan tenaga kakek itu sungguh amat hebat dan dia tahu bahwa kalau dia harus melayani empat orang itu, dia bisa celaka, apa lagi kalau para penjaga nanti datang mengeroyok.
Maka dia segera menyambar pedangnya dan menangkis terus meloncat keluar. Gerakan Thian Sin amat cepat sehingga biar pun empat orang itu berteriak-teriak sambil mengejar, namun Thian Sin sudah dapat melarikan diri keluar rumah dan terus berlari dengan cepat.
Sementara itu malam telah tiba sehingga kegelapan malam menolong pemuda itu dapat menyelamatkan diri dari para pengejarnya. Hatinya lega bukan main. Biar pun dia sangsi apakah dia berhasil membunuh kakek itu, namun setidaknya dia sudah merobohkannya dan dia yakin bahwa kalau dia sudah matangkan Hok-liong Sian-ciang dan Hok-te Sin-kun dengan sempurna, sesudah dia tahu akan kelemahan-kelemahan ilmu huncwe maut itu, maka dia tidak perlu takut lagi terhadap datuk utara itu!
Sementara itu, Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong tak melanjutkan pengejaran, karena mereka sendiri pun masih terlalu kaget akibat melihat betapa Pak-san-kui dapat dirobohkan pemuda itu dan hal ini cukup membuat mereka berhati-hati untuk mengejar pemuda selihai itu, yang menghilang di dalam cuaca yang sudah mulai gelap. Mereka lalu kembali untuk cepat menolong Pak-san-kui.
Kakek itu masih pingsan. Akan tetapi sesudah memeriksanya, hati Siangkoan Wi Hong agak tenang karena ayahnya tidak tewas, melainkan hanya pingsan sungguh pun terluka cukup parah, antara lain dua buah tulang iganya retak-retak!
Sesudah siuman, tentu saja kakek itu langsung menyumpah-nyumpah dan berjanji akan mencari pemuda yang telah merobohkannya itu, yang dianggapnya amat curang. Tahulah kini kakek itu bahwa lawannya sungguh seorang pemuda yang selain lihai, juga sangat cerdik seperti setan sehingga ‘tukar menukar’ ilmu itu hanya suatu tipu muslihat saja. Dia memperoleh ilmu yang palsu, ada pun pemuda itu berhasil mencari kelemahan-kelemahan huncwenya sehingga dia dapat dirobohkan.
Setelah pengalaman pahit itu, Pak-san-kui menyempurnakan ilmu huncwenya bahkan kini dia pun menggembleng puteranya dengan ilmu huncwe maut, juga dua ilmu dari Thian Sin itu mereka selidiki bersama, mereka cari bagian yang berguna dan oleh Pak-san-kui ilmu-ilmu itu dikembangkan dan dicampur dengan ciptaannya sendiri…..
********************
Setelah berhasil merobohkan Pak-san-kui, hati Thian Sin terasa agak terhibur juga. Bukan hanya karena dia merasa dapat mengungguli seorang di antara datuk-datuk sesat yang pada waktu itu sedang merajai dunia persilatan, akan tetapi terutama sekali karena sedikit banyak dia sudah dapat membalaskan kematian keluarga Ciu.
Ia akan terus berusaha membasmi semua penjahat di dunia ini dengan mati-matian untuk membalaskan semua sakit hati yang bertumpuk dalam hatinya, akan tetapi sebelum dia memulai usaha itu, dia harus yakin lebih dahulu bahwa dia mampu mengalahkan semua penjahat, dan untuk mengukur hal itu, tak ada jalan lain kecuali mengukur kepandaiannya melawan empat datuk kaum sesat!
Dan sekarang dia harus dapat mencari See-thian-ong! Dia harus sanggup mengalahkan See-thian-ong pula, sebelum dia mulai dengan usahanya membasmi seluruh penjahat dari permukaan bumi…..!
********************
Siapakah See-thian-ong (Raja Wilayah Barat) itu? Dia adalah seorang kakek yang berusia kurang lebih lima puluh lima tahun. Tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, berkulit agak kehitaman. Dia memang gagah perkasa, kelihatan menyeramkan seperti tokoh Thio Hwi di dalam cerita sejarah Sam Kok dan wataknya juga sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar.
Dia seorang yang kasar, apa bila bicara tanpa tedeng aling-aling, terbuka, jujur dan juga wataknya keras, akan tetapi kadang-kadang dia bisa juga bersikap lembut. Hal ini adalah karena dulunya dia seorang bekas pendeta Lama, yaitu pendeta budhis dari Tibet. Karena dia melakukan pelanggaran berat, dia dikeluarkan dari Tibet lantas dengan mengandalkan kepandaiannya, dia merantau ke timur dan terus memperdalam ilmu silatnya di sepanjang perjalanan, bahkan lalu berganti agama dan menganut Agama To yang menjurus ke arah ilmu gaib.
Dia malah juga mempelajari ilmu sihir dari para pertapa di sepanjang perjalanan sehingga ketika akhirnya dia sampai di daerah Telaga Ching-hai, dia berkeliaran di sekitar telaga itu dan segera terkenal sebagai seorang yang amat ahli dalam ilmu silat mau pun dalam ilmu sihir. Satu demi satu jago silat dijatuhkannya dan akhirnya tak ada seorang pun ahli silat, baik dari golongan bersih mau pun kotor, yang dapat mengalahkannya dalam waktu satu tahun, selama dia berkellaran di daerah Telaga Ching-hai di Propinsi Ching-hai itu.
Akhirnya namanya menjadi makin terkenal sehingga orang-orang menyebut dia sebagai See-thian-ong, nama julukan yang terus dipakainya dan setiap kali memperkenalkan diri, maka dia pun menggunakan nama itulah! Tidak ada seorang pun yang tahu siapa nama sebenarnya, dan dia hanya merupakan seorang kakek raksasa berpakaian seperti tosu yang amat lihai.
Akhirnya, beberapa tahun belakangan ini See-thian-ong sudah menetap di kota Si-ning di dekat telaga besar Ching-hai, bahkan rumahnya bukanlah di dalam kota, tetapi di bagian luar kota Si-ning, dekat telaga dan merupakan daerah yang cukup sunyi. Dan karena dia amat lihai, tentu saja di antara para penjahat yang takluk kepadanya lalu mengangkatnya menjadi guru.
Akan tetapi, dalam hal memilih murid See-thian-ong amat teliti. Kalau tidak berbakat, dia tidak mau mengajarkan ilmu silat kepada sembarang orang, dan walau pun akhirnya dia menerima tidak kurang dari lima puluh orang sebagai anggotanya atau pembantunya dan yang disebut juga murid-muridnya, namun dia tidak pernah mau mengajar mereka sendiri dan hanya menyerahkan kepada murid-muridnya yang harus mengajar para anggota atau pembantu itu.
Dan di antara murid-muridnya yang termasuk pilihan, pertama-tama adalah So Cian Ling, dara cantik manis pesolek yang lihai itu dan ke dua yang merupakan murid kepala dan bertugas mewakili See-thian-ong di dalam segala hal, adalah Ciang Gu Sik yang berusia tiga puluh lima tahun itu.
Akan tetapi, See-thian-ong memiliki watak yang mata keranjang atau suka kepada wanita muda dan cantik! Dia tak pernah menikah, akan tetapi banyak wanita cantik yang menjadi simpanannya. Bahkan muridnya sendiri, So Cian Ling, merupakan salah seorang di antara kekasihnya!
Akan tetapi karena wanita ini juga menjadi muridnya, maka jaranglah dia menyuruh murid ini melayaninya. Terlebih lagi karena sebagai pengganti dirinya, So Cian Ling telah banyak mencarikan gadis-gadis cantik untuk gurunya yang tak pernah mengenal puas itu.
Seperti juga para datuk lainnya, kehidupan See-thian-ong terjamin oleh para tokoh kaum sesat yang setiap bulan memberi sumbangan kepadanya. Jika tidak memberi sumbangan kepada See-thian-ong, maka jangan harap mereka itu dapat membuka praktek pekerjaan mereka, baik pekerjaan itu merupakan pencurian, pencopetan, perampokan, perjudian, pelacuran dan sebagainya lagi.
Pendeknya, nama See-thian-ong merupakan semacam ‘pelindung’ supaya mereka dapat bekerja dengan tenang. Karena sumbangan ini datang dari boleh dibilang seluruh penjahat di daerah Propinsi Ching-hai, maka penghasilan kakek raksasa ini tentu saja amat besar dan membuatnya hidup sebagai seorang yang cukup kaya raya, walau pun dia, berbeda dengan murid-muridnya, selalu nampak berpakaian dan bersikap sederhana.
See-thian-ong amat terkenal meski pun dia jarang memperlihatkan ilmu kepandaiannya, kalau tidak amat perlu. Murid-muridnya pun telah cukup untuk ‘membereskan’ setiap fihak yang berani menentangnya. Dan apa bila sekali waktu dia mengeluarkan kepandaiannya, maka akibatnya amat mengerikan!
Dalam ilmu silat, di antara ilmu-ilmu silat tinggi yang rata-rata sangat ganas, dia memiliki ilmu yang sangat aneh, yaitu tubuhnya dapat menggembung seperti bola karet ditiup dan apa bila tubuhnya sudah menggembung seperti itu, penuh dengan hawa, maka jangankan hanya pukulan dan tendangan, bahkan senjata-senjata tajam tidak akan mampu melukai tubuhnya!
Selain ini, juga dia ahli menggunakan senjata toya, tongkat atau sepotong kayu sekali pun. Di samping semua ilmu silatnya, juga dia pandai bermain sihir dan dapat menguasai lawan hanya dengan pandangan mata atau bentakan suaranya yang sangat berpengaruh! Pendeknya, See-thian-ong merupakan tokoh yang amat ditakuti orang karena lawan yang berani menentangnya tentu akan roboh atau tewas dalam keadaan mengerikan.....