Pendekar Dari Hoa-San Chapter 11 Melawan Dua Lo-enghiong

Melihat empat orang murid muda menggeletak sambil merintih-rintih serta seorang nona berbaju hitam berdiri bertolak pinggang didampingi seorang pemuda yang cakap, mereka segera berlari menghampiri.

Keempat orang murid kepala itu segera mengenal Sian Kim dan tanpa bertanya mereka tahu bahwa nona ini tentu datang untuk membalas kekalahannya yang dahulu dan sudah merobohkan empat orang kawan mereka. Mereka menjadi marah sekali dan dua orang di antaranya lalu berlari masuk lagi mengambil empat batang tombak yang segera diberikan kepada kawan-kawannya.

“Hek Lian Niocu, kau sungguh kurang ajar!” seorang di antaranya berteriak dan segera ia mendahului kawan-kawannya menggerakkan tombak menyerang Sian Kim. Serangannya lihai dan dia telah menggunakan gerak tipu Yan-cu Liok-sui (Burung Walet Memukul Air). Ujung tombaknya menusuk ke arah perut Sian Kim dengan gerakan yang sangat kuat hingga ujung tombak ini menggetar dan mengeluarkan angin cukup keras!

Akan tetapi Sian Kim sambil tertawa berkata, “Tikus kecil, kau berani menghadapi aku?”

Pada saat ujung tombak menyambar perut, tiba-tiba Sian Kim bahkan melangkahkan kaki kiri ke depan sambil memiringkan tubuh dan mengganti kedudukan kakinya. Gerakannya cepat dan hatinya tabah sekali hingga tombak itu meluncur dekat sekali dengan perutnya, hanya terpisah satu dim saja!

Akan tetapi oleh karena ia melangkah maju, maka ia berada dekat dengan lawannya dan sebelum lawan itu mendapat kesempatan menarik kembali tombaknya, Sian Kim sudah bergerak mendahuluinya dengan gerak tipu Bi-jin-to-hwa (Wanita Cantik Memetik Bunga).

Tangan kanannya cepat memegang batang tombak dan menariknya ke belakang hingga tenaga tusukan lawan yang belum ditarik kembali itu ditambah dengan tenaga tarikannya membuat tubuh lawan terbungkuk ke depan. Sian Kim menggunakan tangan kirinya untuk dipukulkan ke arah dada orang!

Lawannya menjadi terkejut sekali. Akan tetapi sebagai murid kepala dari Hui Kok Losu, tentu saja ia tidak membiarkan dirinya dijatuhkan hanya dalam segebrakan saja. la cukup memiliki kegesitan sehingga sambil mengeluarkan seruan keras dengan secepat kilat dia berjungkir balik ke belakang dengan gerakan Koat-hoan-sin (Siluman Naga Jungkir Balik) hingga tubuhnya terluput dari pukulan Sian Kim, akan tetapi tentu saja ia terpaksa harus melepaskan tombaknya!

Sian Kim tersenyum manis. Sekali ia menekuk tangannya, tombak itu melengkung dan…

"Trakkk!" patahlah tombak itu pada tengah-tengahnya.

Sian Kim melempar potongan tombak ke atas tanah sambil tersenyum menghina, lalu dia berkata,

"Tikus-tikus kecil jangan membikin ribut saja. Lekas panggil keluar tua bangka she Hui untuk menerima beberapa gamparan!”

"Perempuan cabul, jangan bertingkah!" teriak seorang murid kepala Kim-houw-bun dan segera ia bersama kawan-kawannya maju menggerakkan tombaknya.

Mendengar makian ini, hati Sian Kim menjadi amat marah. Maka ia lantas menggerakkan tangannya dan…

“Srettt!” pedangnya telah ditarik keluar.

Kini mata Sian Kim berapi-api dan mukanya menjadi merah.

"Bangsat-bangsat Kim-houw-bun! Kalau hari ini aku tidak berhasil membasmi kalian para kutu-kutu busuk, jangan panggil aku Gu Sian Kim lagi!”

Sehabis berkata demikian, tubuhnya lalu berkelebat didahului sinar pedang di tangannya yang bergerak laksana kilat halilintar membagi maut! Beberapa batang golok dan pedang para pengeroyok langsung dibikin terpental atau bahkan terlempar berikut sebelah tangan yang tadi memegangnya akan tetapi yang kini terbabat putus oleh pedang Sian Kim! Jerit kesakitan terdengar susul menyusul, ada pun tubuh para pengeroyok roboh seorang demi seorang dengan cepatnya.

Ilmu silat murid-murid Kim-houw-bun bukan rendah, akan tetapi menghadapi ilmu pedang Hek-lian Kiam-hoat yang ganas dan lihai, mereka itu tidak berdaya sama sekali. Sebentar saja, tujuh orang anak murid yang kepandaiannya belum tinggi betul sudah roboh mandi darah, bahkan tiga orang di antara mereka telah tewas pada saat itu juga!

Semenjak tadi Ciauw In hanya menonton saja karena ia maklum bahwa nona kekasihnya itu tidak perlu dibantu. Akan tetapi melihat betapa para pengeroyok telah menjadi korban keganasan ilmu pedang Sian Kim, biar pun ia menganggap mereka sebagai orang-orang jahat yang perlu diberi hajaran, akan tetapi hatinya merasa tidak tega juga. Maka ia cepat melompat dan menggerakkan tangannya sehingga dua batang tombak yang berada pada tangan murid-murid tua dapat terampas olehnya.

"Tahan dan mundur semua!” teriak Ciauw In.

Saat melihat betapa dua batang tombak mereka dapat dirampas oleh pemuda itu dengan hanya sekali renggut saja, tiga orang murid kepala yang belum roboh itu menjadi terkejut dan segera mundur dengan jeri. Tidak mereka sangka bahwa pemuda kawan Sian Kim ini mempunyai kelihaian yang bahkan lebih hebat dari pada kepandaian nona yang ganas itu. Juga Sian Kim menahan pedangnya dan memandang dengan senyum simpul kepada musuh-musuhnya.

"Kalian harus tahu bahwa kalau pertempuran ini dilanjutkan, tidak seorang pun di antara kalian yang akan keluar dengan tubuh utuh!" kata Ciauw In. "Mengapa tidak mau melihat gelagat dan mundur sebelum tewas? Kami datang ke sini untuk bertemu dan mengajak pibu ketua Kim-houw-bun, bukan untuk menghadapi kalian yang tak berkepandaian!"

"Suhu sedang keluar kota, tetapi telah diberi tahu. maka kalau kalian berdua benar-benar gagah, tunggulah sebentar kedatangan suhu yang akan membalas kejahatan ini!" berkata seorang di antara mereka.

"Baik, kami akan menunggu di sini!" jawab Ciauw In yang segera memberi tanda kepada Sian Kim untuk menyimpan kembali pedangnya.

Gadis ini tersenyum menyindir, akan tetapi ia tidak membantah. Dimasukkannya pedang itu pada sarung pedangnya dan bersama Ciauw In dia berdiri menjauhi tempat itu. Para anggota Kim-houw-bun yang tidak terluka lalu sibuk menolong kawan-kawan mereka dan menggotong mereka ke dalam rumah perkumpulan untuk dirawat dan diobati, sedangkan Ciauw In dan Sian Kim berdiri saja melihat pekerjaan mereka itu.

"Moi-moi, kenapa kau harus menurunkan tangan kejam kepada mereka? Seharusnya kita bergebrak menghadapi Hui Kok Losu saja." Ciauw In menyatakan penyesalannya.

Akan tetapi Sian Kim memandangnya dengan tajam dan berkata,

“Koko, apakah kau tadi tak mendengar betapa mereka itu menyebutku dengan kata-kata kotor? Siapa yang kuat menahan kemarahan jika mendengar makian mereka tadi? Untuk menghadapi tikus-tikus busuk itu aku tidak memerlukan bantuanmu dan kalau nanti Hui Kok Losu datang, barulah mungkin aku membutuhkan bantuanmu!"

Ciauw In tidak menjawab, hanya diam-diam menarik nafas karena ia merasa tak berdaya. Memang tadi pun dia merasa marah bukan main mendengar betapa kekasihnya disebut ‘perempuan lacur’, akan tetapi dia merasa bahwa sebutan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk membunuh tiga orang dan melukai orang sedemikian banyaknya.

“Koko, kau marah kepadaku?" Sian Kim bertanya ketika melihat pemuda itu diam saja.

Ciauw In menggelengkan kepala. "Tidak, Kim-moi, aku tidak marah. Mungkin kau benar karena mereka itu memang orang-orang jahat yang harus diberi hajaran keras. Semoga saja kini mereka merasa kapok dan takkan berani berlaku sewenang-wenang dan kurang ajar pula. Yang kupikirkan adalah Hui Kok Losu, karena aku sungguh ingin sekali lekas bertemu dan mencoba ilmu kepandaiannya. Aku merasa heran sekali mengapa seorang dengan ilmu kepandaian seperti kau dapat kalah olehnya."

Sian Kim merasa girang sekali karena ternyata pemuda itu tidak menjadi marah, maka ia lalu menuturkan dengan singkat tentang kegagahan Hui Kok Losu.

"Hui Kok Losu memiliki ilmu tombak yang disebut Kim-houw Chio-hoat dan dengan ilmu tombak yang diciptanya sendiri itu dia sudah malang melintang di dunia kang-ouw tanpa menemui tandingan. Di samping keahliannya dalam ilmu tombak ini, dia pun mempunyai pengertian yang dalam tentang ilmu pedang sehingga dia tidak kuatir menghadapi lawan yang berpedang. Selain itu, seperti dapat kau lihat pada murid-muridnya tadi, dia pandai segala macam permainan senjata tajam yang diajarkan kepada murid-muridnya menurut bakat masing-masing. Jika aku tak salah ingat, pernah aku mendengar dia mengalahkan kepala rampok Oei Sam si Golok Emas di bukit Hong-na-san!"

Keterangan ini tidak berarti banyak bagi Ciauw In karena ia tidak kenal siapa adanya Oei Sam Si Golok Emas itu, akan tetapi cukup mendatangkan kesan bahwa Hui Kok Losu tentu benar-benar lihai hingga kegembiraannya makin bertambah untuk segera mencoba kepandaian ketua Kim-houw-bun itu.

Kalau saja ia tidak sedang mabok asmara dan memiliki lebih banyak pengalaman hingga sudah mengenal atau mendengar bahwa Oei Sam yang disebut oleh Sian Kim itu adalah seorang perampok jahat yang sangat kejam, tentu setidaknya akan timbul rasa heran di dalam hatinya mengapa Hui Kok Losu yang disebut jahat oleh Sian Kim itu sampai bisa bertempur dan mengalahkan Oei Sam!

Seorang yang memusuhi penjahat besar biasanya hanya orang-orang yang menjunjung tinggi kegagahan dan menjadi pembela rakyat serta pembasmi kejahatan. Tetapi sayang, Ciauw In tidak berpikir sejauh itu sehingga ia masih saja belum sadar.

Mereka berdua tidak usah lama menanti oleh karena tak lama kemudian, terdengar suara kaki kuda mendatangi dan tampak dua orang penunggang kuda memasuki pintu gerbang pekarangan itu.

“Nah, yang berbaju biru itu adalah Kim-houw Ciangbun Hui Kok Losu!” berkata Sian Kim. "Orang kedua entah siapa karena aku belum pernah melihatnya."

Ciauw In memandang dengan penuh perhatian dan ia melihat bahwa orang yang disebut Kim-houw Ciangbunjin (Ketua Perkumpulan Macan Emas) adalah seorang lelaki berusia lima puluh tahun lebih, bertubuh sedang dengan mempunyai sepasang mata yang sangat tajam berpengaruh. Sikapnya gagah sekali dan biar pun sudah tua, akan tetapi ketika ia melompat turun dari kudanya, gerakannya masih sigap sekali.

Orang kedua juga bukan orang sembarangan. Biar pun usianya bahkan lebih tua dari Hui Kok Losu dan pakaiannya sederhana sebagai seorang petani yang bertopi lebar, namun ketika turun dari kuda, dia bergerak dengan tubuh ringan sekali sehingga dengan mudah Ciauw In dapat menduga bahwa petani ini tentulah seorang yang memiliki ilmu ginkang yang sudah amat tinggi tingkatnya. Orang kedua ini bukan lain ialah Lui-cin-tong Ma Sian si Pacul Kilat.

Gagang paculnya yang kecil nampak pada belakang punggungnya dan melihat benda ini, Ciauw In makin terheran karena walau pun dia pernah mendengar dari suhu-nya bahwa pacul yang menjadi alat pertanian ini memang bisa juga digunakan sebagai senjata, akan tetapi kalau tidak mempunyai ginkang dan kepandaian tinggi, senjata ini bukanlah senjata yang berbahaya, bahkan sukar sekali dimainkannya. Karena itu ia dapat menduga bahwa petani tua ini tentu seorang yang lihai hingga ia makin bersikap hati-hati.

Sementara itu, salah seorang murid kepala yang menyambut kedatangan Hui Kok Losu, lalu bicara berbisik-bisik kepada suhu-nya yang mukanya berubah menjadi pucat. Hui Kok Losu hanya sekali saja melirik ke arah Sian Kim tanpa memandang kepada Ciauw In, kemudian langsung berlari masuk ke dalam gedungnya, diikuti oleh petani tua tadi.

Ciauw In dan Sian Kim maklum bahwa orang tua itu tentu mendengar tentang kekalahan muridnya dan kini hendak melihat keadaan murid-muridnya itu. Dengan tenang Sian Kim menanti, sedangkan di dalam hatinya, Ciauw In berdebar-debar karena ia maklum bahwa apa bila ketua Kim-houw-bun itu melihat murid-muridnya yang mati dan terluka, tentu ia akan marah sekali sehingga perkelahian yang akan ditempuh ini tentu akan merupakan pertempuran mati-matian!

Benar saja dugaannya. Tak lama kemudian Hui Kok Losu keluar lagi dengan muka merah diikuti oleh para muridnya dan didampingi pula oleh Lui-cin-tong Ma Sian yang juga amat marah melihat kekejaman musuh yang datang.

Sesudah berhadapan dengan Sian Kim, Hui Kok Losu lalu menuding ke arah muka nona itu dan berkata,

"Hek-lian Niocu! Kau benar-benar tak tahu malu! Dulu adalah aku yang merobohkan kau dan kalau kau datang hendak mengadakan pembalasan dan menyelesaikan perhitungan lama, mengapa kau malah mengganggu murid-muridku, bahkan melukai tujuh orang dan menewaskan tiga nyawa?”

"Orang she Hui! Mudah saja kau bicara. Lupakah kau bahwa dahulu juga banyak sekali anggota-anggota perkumpulanku yang tewas oleh murid-muridmu? Kematian tiga orang anggota Kim-houw-bun anggaplah saja sebagai penebusan dosa yang dulu. Pula, kalau orang-orangmu yang kurang ajar itu tidak mengeluarkan kata-kata busuk, aku juga tidak sudi mengotorkan tangan membunuh kutu-kutu busuk itu. Sekarang tak perlu kau banyak cakap, kita telah berhadapan dan aku membawa seorang kawan untuk menghadapimu, membalas kekalahan yang dulu!”

Hui Kok Losu mengalihkan pandang matanya yang penuh hawa marah kepada Ciauw In yang masih bersikap tenang. Melihat sikap pemuda yang nampak lemah ini, ia maklum bahwa pemuda ini tentulah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, karena makin lemah nampaknya seorang ahli silat, makin tinggilah ilmu kepandaiannya.

Lagi pula ia sudah tahu akan kelihaian Sian Kim yang hanya kalah pengalaman apa bila dibandingkan dengan ia sendiri. Oleh karena itu, setelah kini gadis itu membawa seorang pembantu, tentulah pembantu ini mempunyai kepandaian yang lebih tinggi dari pada Sian Kim! Ia lalu menjura dan bertanya kepada Ciauw In,

"Bolehkah aku mengetahui namamu yang gagah?"

Sebelum Ciauw In sempat menjawab, dia didahului oleh Sian Kim yang tertawa sambil menjawab pertanyaan itu.

"Hui Kok Losu! Kami bukanlah jago-jago kawakan seperti kau yang sudah memiliki nama tinggi! Kawanku ini adalah Hoa-san Taihiap Lie Ciauw In yang meski pun namanya tidak sebesar namamu, akan tetapi aku tanggung dalam beberapa jurus saja tombak karatan di tanganmu akan patah-patah oleh pedangnya!"

Hui Kok Losu terkejut mendengar bahwa pemuda itu adalah seorang murid Hoa-san-pai. Dia sudah mendengar kebesaran nama Ho Sim Siansu yang selain gagah dan sakti, juga amat terkenal sebagai seorang tua bijaksana yang amat dikagumi dunia persilatan. Maka ia segera berkata lagi kepada Ciauw In,

“Ahhh, kiranya seorang murid dari Ho Sim Siansu! Akan tetapi sungguh heran mengapa seorang murid Hoa-san-pai dapat bersama-sama dengan seorang perempuan hina dina seperti Hek-lian Niocu?”

Marahlah hati Ciauw In mendengar ini, maka ia lalu menjawab,

"Lo-enghiong (orang tua gagah), seorang gagah takkan sudi mencampuri urusan pribadi orang lain dan kiranya aku bebas untuk bergaul dengan siapa pun juga! Pula, tidak patut bagi seorang tua yang mengaku diri gagah perkasa untuk mengeluarkan makian kotor terhadap seorang gadis pendekar seperti kawanku ini!”

Sian Kim juga segera mencabut pedangnya dan berkata,

"Hui Kok Losu! Jangan kau lepaskan lidahmu yang tua tapi busuk itu! Bilang saja bahwa kau gentar mendengar nama Hoa-san Taihiap dan tidak berani menghadapinya! Bila kau memang takut pada kawanku ini, biarlah aku sendiri yang maju. Biar pun aku akan kalah, akan tetapi nama besarmu akan hancur oleh karena baru menghadapi seorang pemuda saja, kau telah terkencing-kencing ketakutan tanpa berani mencoba kepandaiannya!"

Bukan main tajam dan pedasnya ucapan dari Sian Kim yang sengaja diucapkannya untuk membakar hati musuhnya itu. Oleh karena itu, sambil berseru keras Hui Kok Losu segera menanggalkan jubahnya dan menerima tombak dari tangan salah seorang muridnya yang sengaja membawa senjata itu kepada suhu-nya.

"Siapa bilang takut? Orang yang telah menjadi sahabatmu tentu bukan orang baik-baik!”

Kemudian ia menuding kepada Ciauw In dan membentak,

"Orang muda, kau tentulah seorang kekasih perempuan hina ini! Kau majulah jika hendak mengenal Kim-houw Chio-hoat!"

Akan tetapi pada saat itu, petani tua tadi maju menghalangi Hui Kok Losu sambil berkata,
"Losu, biarlah aku mencoba-coba dulu kepandaian Hoa-san Taihiap"

Kemudian ia menghadapi Ciauw In dan berkata sambil tersenyum,

"Orang muda, belum lama ini aku mendengar bahwa yang menjadi juara dalam pibu di puncak Kui-san ialah seorang pemuda anak murid Hoa-san-pai yang kemudian mendapat gelar Hoa-san Taihiap! Tadinya aku merasa amat kagum, akan tetapi setelah melihat kau dalam keadaan seperti sekarang ini, kekagumanku lenyap sama sekali! Entah bagaimana dengan kepandaianmu. Karena itu, sekarang perlihatkanlah kepandaianmu untuk kulihat apakah aku pun akan kecewa melihatnya!"

Ciauw In merasa panas hatinya mendengar sindiran ini dan ia menganggap orang tua ini keterlaluan. Yang bermusuhan dengan Sian Kim adalah Hui Kok Losu, karena itu tidak mengherankan apa bila Hui Kok Losu memaki-maki Sian Kim yang menjadi musuhnya dan bahkan yang telah membunuh muridnya. Akan tetapi mengapa datang-datang petani tua ini juga menghina Sian Kim?

Dengan mengatakan bahwa melihat keadaannya membuat kekagumannya lenyap, berarti bahwa setelah melihat dia datang bersama Sian Kim, petani tua itu memandang rendah kepadanya dan hal ini secara tidak langsung berarti penghinaan bagi diri Sian Kim! Akan tetapi, ia masih menahan marahnya dan bertanya,

"Orang tua, sudah selayaknya bagi orang-orang yang biasa bertempur untuk mencoba kepandaian. Tentu saja aku bersedia untuk melayanimu setelah engkau memberi tahukan namamu kepadaku.”

Petani tua itu tersenyum dan menduga bahwa sikap anak muda itu tentu akan berubah sesudah mendengar namanya yang cukup terkenal di kalangan kang-ouw. Maka dia lalu menjawab sambil mengangkat dada,

"Aku bernama Ma Sian, akan tetapi kawan-kawan di kalangan kang-ouw memberi nama Lui-cin-tong (Pacul Kilat) kepadaku."

Akan tetapi orang tua ini kecele apa bila ia menyangka bahwa pemuda itu akan merasa terkejut mendengar namanya, karena sesungguhnya Ciauw In sama sekali belum pernah mendengar nama ini. Sikapnya sama saja kalau seandainya ia menyebutkan namanya sebagai Pacul Karatan atau Pacul Butut! Pemuda itu hanya tersenyum dan berkata,

"Kalau begitu, kau tentu bukan seorang petani tulen!”

"Mengapa kau berkata demikian, anak muda?” tanya Ma Sian dengan terheran-heran.

"Seorang petani sejati menggunakan paculnya untuk berbuat kebaikan saja, mencangkul tanah menanam padi dan gandum. Akan tetapi kau yang berpakaian sebagai petani dan selalu membawa-bawa pacul, ternyata menggunakan alat pertanian yang mulia itu untuk mencangkul kepala orang!”

Merahlah muka Ma Sian mendengar ini.

"Pemuda buta! Ketahuilah bahwa paculku ini hanya suka mencangkul kepala orang jahat! Dan kau beserta kekasihmu itu bukan termasuk orang baik-baik! Majulah dan perlihatkan kepandaianmu."

Sambil berkata demikian, tangannya bergerak ke belakang. Kini paculnya telah dipegang dengan kedua tangan, lalu memasang kuda-kuda yang mirip dengan seorang petani siap hendak mencangkul tanah.

Ciauw In juga mencabut pedangnya dan Ma Sian yang melihat berapa pemuda itu telah bersiap sedia, lalu menyerang dengan gerakan cepat. Cangkulnya menghantam ke arah kepala Ciauw In dengan gerak tipu Petani Mencangkul Batu. Pukulan ini datangnya keras sekali dan digerakkan dengan kecepatan luar biasa.

Ciauw In maklum akan kepandaian lawan, maka ia berlaku hati-hati. Dengan sigapnya ia melangkah mundur menghindarkan diri dari terkaman pacul yang tajam itu, lalu maju pula untuk membalas dengan tusukan pedang ke arah leher lawan. Akan tetapi Ma Sian benar-benar cepat gerakannya oleh karena ia sudah dapat menarik kembali paculnya dan kini ia menangkis serangan Ciauw In dengan senjatanya yang luar biasa itu.

Hoa-san Taihiap segera memperlihatkan kepandaiannya yang asli karena merasa bahwa menghadapi lawan yang lihai ini ia tak boleh berlaku lambat. Pedangnya berkelebat cepat bagaikan seekor naga sakti mengamuk sehingga Ma Sian diam-diam merasa kagum dan juga terkejut.

Petani tua ini lalu mengeluarkan gerakan yang disebut Petani Membabat Rumput. Pacul di tangannya bergerak cepat, ada pun kakinya maju dengan tetap dan cepat dalam gerak langkah Cin-po Lian-hoan (Majukan Kaki Secara Berantai). Mata paculnya yang tajam itu berkilauan putih, menyambar-nyambar ke arah bagian tubuh lawan yang berbahaya.

Akan tetapi Ciauw In ternyata menang gesit serta ilmu pedangnya Hoa-san Kiam-hoat benar-benar memiliki gerakan yang aneh dan tak terduga. Ketika pacul di tangan Ma Sian menyambar ke arah leher untuk menebas putus batang lehernya, dia segera menangkis dengan pedangnya.

Keduanya mengerahkan tenaga dalam. Pada waktu kedua senjata itu beradu, terdengar suara keras dan bunga api beterbangan, sedangkan Ma Sian merasa betapa tangan yang memegang pacul menjadi kesemutan.

Pada waktu kedua senjata bertemu, Ciauw In mempergunakan gerak tipu Po-in Kian-jit (Sapu Awan Lihat Matahari). Ketika pedangnya bertemu dengan mata pacul, ia miringkan sedikit pedangnya sehingga mengenai belakang pacul, lantas segera dilanjutkan melalui sepanjang gagang pacul itu membabat ke arah tangan yang memegang gagang!


Ma Sian sama sekali tidak pernah menyangka bahwa pedang lawannya itu akan dapat bergerak sedemikian cepatnya, yakni setelah senjata bertemu terus menyerang, maka ia tidak dapat mengelak lagi. Terpaksa dia berseru keras dan melepaskan paculnya karena kalau tidak, pastilah kedua tangannya akan terbabat pedang musuh! Ia melompat mundur dengan muka merah!

Sebelum Ma Sian dapat berkata sesuatu, bayangan tubuh Hui Kok Losu yang memiliki gerakan cepat sekali sudah menyambar dan menghadapi Ciauw In. Orang tua ini marah sekali melihat kawannya dikalahkan dalam suatu pertempuran yang belum berjalan lama, maka kini dengan tombak di tangan ia membentak,

“Hoa-san Taihiap, kau mengandalkan kepandaian dan melakukan pengacauan. Majulah!” Sambil berkata demikian ia menggerakkan tombaknya.

Diam-diam Ciauw In merasa terkejut melihat betapa ujung tombak itu melakukan gerakan melingkar dan ujungnya tergetar sampai seolah-olah berubah menjadi delapan.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar