Rajawali Emas Chapter 08

Dengan membesarkan hati sendiri ia lalu melangkah maju dan menotok dua kali. Li Cu mengeluh perlahan, aliran darah di tubuhnya normal kembali.

"Sumoi, harap kau maafkan dan jangan kecil hati dengan adanya kejadian ini atas dirimu. Kau tahu, aku pun merasa menyesal sekali dan kelak apa bila segala berjalan beres, aku akan minta maaf sekali lagi kepadamu dan mohon ampun kepada Suhu. Tapi sekarang, kuharap kau suka bersumpah bahwa yang kau lihat dan dengar pada saat ini tidak akan kau bocorkan kepada siapa pun juga meski pun kepada ayahmu sendiri. Dan..."

"Cukup...!" Li Cu membentak dengan sinar mata berapi-api, akan tetapi dua butir air mata menuruni pipinya yang pucat. "Pengkhianat kau...! Aku bukan sumoi-mu lagi, aku pun tak sudi berjanji apa-apa, tidak sudi bersumpah, kau mau bunuh aku boleh bunuh sekarang juga!"

Air muka Beng Kui berubah dan dia mundur dua langkah. Dia mendengar suara ketawa kecil, yaitu Kim-thouw Thian-li, yang agaknya sengaja mentertawakannya. Dengan tubuh lemas ia kembali ke meja perundingan tadi dan berkata,

"Ho-hai Sam-ong, sumoi-ku keras wataknya. Tak ada jalan lain lagi agaknya kecuali kalian harus menahannya di sini dan memperlakukannya baik-baik sampai selesai pekerjaan kita bersama."

"Sukar untuk memenuhi permintaanmu ini, Ciangkun," berkata Lui Cai. "Kau sendiri tentu mengerti bahwa anak buah kami beribu orang banyaknya, terdiri dari laki-laki yang kasar. Sumoi-mu begitu muda dan cantik jelita. Bagaimana kami dapat berjanji bahwa dia tidak akan menderita apa-apa di sini?"

Kim-thouw Thian-li pun menambah panas suasana. "Baru pemimpinnya saja yang satu ini sudah memandang mengilar, apa lagi anak buahnya. Hi-hi-hik!" berkata demikian wanita ini melirik kepada Kiang Hun Si Naga Sungai yang juga tersenyum-senyum jenaka.

Merah telinga Beng Kui. "Kalau begitu, biarlah dia kubawa saja, untuk sementara menjadi tawananku!"

Kim-thouw Thian-li tertawa lagi dan berkata, "Tan-ciangkun kenapa malu-malu? Memang dia sumoi-mu sendiri, juga bekas kekasihmu, kalau tidak kau yang menahannya, siapa lagi? Kalau dari tadi kau berkata demikian kan sudah beres, tidak usah susah-susah..."

Semua orang tertawa dan wajah Beng Kui makin merah.

Akan tetapi paman isterinya, Lu Khek Jin, mengerutkan kening. "Beng Kui, jangan kau main-main. Urusan pribadi hendaknya jangan dicampur adukkan dengan urusan negara."

Sementara itu, Beng San yang sejak tadi mendengarkan ini semua, menjadi pucat dan kehilangan mukanya. Dia merasa kecewa dan malu bukan main menyaksikan sikap kakak kandungnya.

Dahulu ia memuja-muja kakak kandungnya itu sebagai seorang gagah perkasa, seorang pemuda tampan dan gagah yang berjiwa patriot, sudah berjasa besar bagi bangsa dan tanah air. Dia malah menganggap dirinya sendiri batu kali yang kasar kalau dibandingkan dengan kakaknya yang cemerlang seperti kumala tergosok.

Tapi apa yang ia hadapi sekarang? Kakaknya menjadi pengkhianat. Bukan itu saja, malah kakak kandungnya yang dia kagumi dan puja-puja itu ternyata telah berbuat tidak setia, telah memutuskan hubungan jodoh dengan Cia Li Cu. Telah menikah dengan puteri raja muda dan sekarang bersekongkol dengan orang-orang jahat untuk memberontak.

Dan Li Cu! Ahh, ia makin kagum kepada gadis jelita ini. Begitu gagah, begitu berani, juga begitu... buruk nasibnya.

"Aku harus menolongnya," demikian Beng San mengambil keputusan.

Tak boleh dia ditahan oleh para bajak ini, juga tidak akan baik nasibnya kalau ia dijadikan tawanan suheng-nya sendiri yang sudah tersesat itu. Kakak kandungnya tersesat? Pikiran ini mendatangkan kilatan halilintar dalam otaknya.

Kakak kandungnya tersesat dan dia juga demikian! Dua orang kakak beradik, keduanya bukan manusia baik-baik. Ahh, Ayah... Ibu... mengapa jadi begini kedua orang anakmu? Perih hati Beng San dan tanpa terasa lagi dia berlutut di atas genteng itu dan menangis! Menangis keras tanpa menahan suaranya.

Karuan saja semua orang di dalam ruangan itu melengak kaget dan heran. Malah Kiang Bi Hwa, yang tadinya kadang-kadang duduk berkipas badan kadang kala berdiri sambil melihat-lihat keluar, segera bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kaget.

"Ehh, siapa yang menangis begitu sedihnya? Manusia atau setan?" Ucapan ini agaknya terlepas dari mulutnya tanpa disadarinya sehingga begitu mendengar suaranya sendiri, gadis tanggung ini dengan malu-malu lalu mempergunakan kipasnya yang indah untuk menutupi mukanya.

Agaknya suara gadis tanggung yang memecah kesunyian ini juga menyadarkan Beng San. Suara tangisan berhenti dan sesosok tubuh melayang turun ke dalam ruangan itu. Seorang pemuda dengan pakaian tidak karuan, rambutnya awut-awutan, kulit mukanya merah kehitaman dan pada muka yang mengerikan itu ada bekas-bekas air mata. Tapi sepasang matanya mencorong seperti mata harimau di dalam gelap!

Kebetulan sekali bahwa tadi Li Cu telah dibebaskan dari totokan oleh Beng Kui, maka kini meski terbelenggu, dengan pengerahan tenaganya gadis ini bisa menggerakkan kursinya sehingga memutar dan ia dapat melihat apa yang terjadi di ruangan itu. Kaget, heran, kasihan dan terharu ketika ia melihat Beng San dalam keadaan seperti itu.

Orang muda ini betul-betul seperti seorang yang telantar hidupnya, miskin dan rusak, jauh bedanya dengan Beng Kui yang ganteng dan gagah pakaiannya. Akan tetapi semenjak sikap bekas tunangannya itu berubah, hanya kebencian dan kekecewaan yang ada pada hatinya terhadap Beng Kui dan ia merasa kasihan kepada Beng San.

Ia tadi mendengar pula suara tangisan yang amat menyedihkan, suara tangisan dari hati yang hancur. Biar pun hanya sebentar tetapi tangisan itu menyuarakan keluhan hati yang remuk-redam, seperti hatinya sendiri.

"Ho-hai Sam-ong, aku datang memenuhi janji. Lekas kalian bebaskan Nona Cia Li Cu!"

Suaranya parau, masih terkandung sedikit isak di dalamnya, suara yang sama sekali tidak berpengaruh dan tidak menakutkan, akan tetapi sinar matanya benar-benar membuat tiga orang raja bajak itu berpikir panjang dahulu sebelum memandang rendah. Orang dengan mata seperti itu tak mungkin seorang lemah dan sudah pasti akan membuktikan semua omongannya!

Namun Lui Cai tidak mau memperlihatkan kegentaran di depan para tamunya. Betapa pun juga orang yang dikabarkan lihai luar biasa itu ternyata hanyalah seorang muda sekali dan seorang yang keadaannya setengah jembel, bahkan dari sikapnya dan warna mukanya terlihat tanda-tanda bahwa mungkin juga ia setengah gila!

"Orang muda, bukankah kau yang bernama Tan Beng San? Ha-ha-ha, kiranya begini saja. Dan kau adalah adik kandung Tan Beng Kui-ciangkun? Alangkah anehnya dunia ini. Ha-ha-ha!"

Ucapan ini sekaligus menyinggung perasaan Beng Kui, maka pemuda ini dengan marah lalu melompat maju menghadapi adik kandungnya. Telunjuknya ditudingkan dan suaranya gemas menegur,

"Beng San! Lagi-lagi kau hanya memalukan aku. Orang gila, setelah engkau melakukan perbuatan yang tidak patut tempo hari, masihkah kau ada muka untuk muncul lagi di sini? Jangan mencampuri urusan sumoi-ku, hayo kau cepat pergi kalau tidak ingin mendengar aku bicara terus!"

Wajah yang tadinya hitam itu tiba-tiba berubah menjadi putih lalu hijau, kemudian hitam kembali, sementara matanya tidak pernah lepas memandang orang yang barusan bicara di depannya. Beng Kui sampai merasa ngeri dan meremang bulu tengkuknya dipandang sedemikian rupa oleh Beng San.

Beng San cukup mengerti bahwa kakak kandungnya tadi memaksudkan perbuatannya dengan Kwa Hong tempo hari di markas tentara Mongol. Tentu saja karena luka di hatinya oleh pengakuan Kwa Hong yang sudah mengandung itu masih parah, ucapan ini seperti cuka disiramkan pada luka, perih sakit rasanya. Saking perihnya membuat Beng San tidak peduli lagi.

"Tan Beng Kui, kau boleh bicara sesuka hatimu. Kau boleh mengingkari sumoi sendiri dan tidak menolongnya. Tapi aku tetap akan menolong seorang yang terjatuh ke dalam tangan orang-orang jahat. Nona Cia Li Cu adalah seorang gagah, kalau pun aku tidak melihat dia, sedikitnya aku mengingat akan ayahnya. Mundurlah, aku tak berurusan dengan engkau."

"Bangsat keparat! Beng San, kau kira aku tak tahu apa maksudmu menolong Li Cu? Kau penjahat pemetik bunga, engkau mata keranjang, pelanggar susila, perusak wanita! Kau sudah menodai Nona Kwa Hong, lalu kau tinggalkan begitu saja untuk menikah dengan puteri Song-bun-kwi. Dan sekarang agaknya engkau sudah bosan dengan isterimu itu dan hendak mengganggu Li Cu dengan dalih menolongnya. Hemm..., keparat besar...!"

Beng San mengeluarkan suara gerengan sedemikian dahsyatnya sehingga bangunan di ruangan itu seakan-akan bergoyang. Matanya mendelik berapi-api sehingga saking kaget dan gentarnya Beng Kui sampai melangkah mundur tiga tindak.

Sekali lagi Beng San menggereng dan muka yang sudah hitam hangus saking marah hatinya itu kini perlahan-lahan menjadi agak putih. Ternyata ia sudah berhasil mengekang kemarahannya dan tak ingin menjatuhkan tangan maut kepada kakak kandungnya sendiri.

Beng San menoleh ke arah Lui Cai dan membentak, "Ho-hai Sam-ong, di mana kalian? Hayo jawab, maukah kalian membebaskan Nona Cia Li Cu? Kalau tidak mau, mari kita mengadu kepandaian. Apa bila aku kalah biarlah aku mampus di sini, akan tetapi kalau kalian kalah, kalian harus membebaskan dia. Ataukah kalian takut? Kalau kalian takut, boleh minta bantuan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li atau siapa pun juga!"

Tiga orang bajak laut itu memang sudah bersiap sedia. Kini Lui Cai Si Bajul Besi sudah mengeluarkan senjatanya berupa dayung besar yang berat itu. Kiang Hun Si Naga Sungai sudah pula mengeluarkan senjatanya yang amat hebat, yaitu tambang besar dan panjang, sedangkan Thio Ek Sui juga sudah mengeluarkan ruyungnya yang runcing berduri. Tapi mereka tidak lantas menyerang.

Lui Cai yang melihat Beng San datang tanpa membekal senjata apa-apa itu lalu berkata, "Nona Cia sudah berada di sini, tinggal membebaskan saja. Jika kau mau membebaskan, silakan, boleh kau lakukan sendiri." Lui Cai tersenyum mengejek.

Beng San maklum bahwa tuan rumah hendak menjebaknya dengan perangkap seperti yang dia lihat hampir mencelakai Beng Kui tadi, akan tetapi ia tidak gentar dan dengan langkah tetap dia menghampiri Li Cu.

Pada saat itu pula, Kiang Bi Hwa puteri Kiang Hun berjalan menghampiri Beng San dan bertanya dengan suaranya yang masih seperti suara anak kecil.

"Kau kah tadi yang menangis? Mengapa kau menangis begitu sedih?"

Beng San terkejut dan heran, lalu ia memaksa diri tersenyum namun senyumnya ini malah mendatangkan tarikan muka yang amat menyedihkan.

"Nona cilik, agaknya kau masih belum kehilangan rasa peri kemanusiaan seperti keadaan orang-orang di sekelilingmu. Nona, bolehkah kau memberi pinjam kipasmu ini sebentar kepadaku?" Sambil berkata demikian Beng San menggerakkan tangan dan dengan halus sekali tahu-tahu kipas itu sudah berpindah tangan.

Kiang Bi Hwa kaget, tapi ia tersenyum dan berkata, "Boleh, boleh, kau ambillah kipas itu."

"Bi Hwa, mundur kau!" Ayahnya, Kiang Hun, membentak.

"Baik, Ayah. Tapi, jangan membunuh dia, ya? Kasihan sekali orang ini..." Setelah berkata demikian, setengah berlari Kiang Bi Hwa mengundurkan diri.

Sikap gadis ini berkesan dalam di hati Beng San dan ia mencatat di hatinya bahwa gadis ini adalah puteri Kiang Hun yang agaknya amat berbakti dan menyayang orang tuanya. Ia kemudian melanjutkan langkahnya menghampiri tempat Li Cu dengan kipas indah itu di tangan.

Li Cu memandang dengan mata terbelalak. Tadinya dia merasa kasihan sekali terhadap Beng San, akan tetapi ketika mendengar ucapan Beng Kui tentang perbuatan Beng San itu, dia pun kaget bukan main. Benarkah Beng San adalah seorang yang demikian rendah martabatnya?

Makin dipandang semakin mengerikan muka pemuda yang menghitam itu, dan matanya lebih-lebih mengerikan dan menyeramkan lagi. Kalau tidak betul apa yang diucapkan oleh Beng Kui, mengapa Beng San tidak membantah?

Karena kebimbangan hatinya ini maka dia urungkan niatnya untuk memperingatkan Beng San tentang perangkap di sekitar itu. Matanya yang indah bening itu hanya memandang dengan terbelalak lebar ketika Beng San melangkah secara sembrono, maju menghampiri kursinya untuk membebaskannya dari pada belenggu.

Tiba-tiba, seperti tadi, terdengar suara keras berderit, lantai berlubang dan belasan batang anak panah menyambar ke arah Beng San, sedangkan kursi yang diduduki Li Cu sudah bergerak sendiri ke pinggir. Beng San memang sudah siap sedia menghadapi ini.

Andai kata tadi dia tidak melihat bekerjanya pesawat itu sekali pun, belum tentu dia akan mudah menjadi korban. Apa lagi ia sudah tahu akan datangnya bahaya itu. Dengan kipas pinjamannya, ia menggerakkan tangan dan sekali mengibas, belasan batang anak panah itu runtuh dan menyambar kembali ke dalam lubang di lantai.

Terdengar pekik kesakitan di bawah lantai yang segera tertutup kembali. Kiranya belasan anak panah yang di ‘retour’ kembali itu tepat mengenai orang yang menjaga bekerjanya pesawat di bawah lantai!

Ketika Beng San menoleh ke arah Li Cu, ternyata kursi yang diduduki nona ini sudah berpindah lagi sampai berada di belakang tiga orang kepala bajak itu yang ternyata sudah menghadang di depannya. Malah pedang Liong-cu-kiam yang tadi menggeletak di dekat Li Cu juga sudah lenyap dan ternyata telah dipegang oleh Beng Kui.

Beng San menghadapi para lawannya dengan sikap tenang. Bibirnya seakan mengejek dan pandang matanya yang bersinar-sinar itu penuh teguran.

"Ehh, Ho-hai Sam-ong yang masyhur nama besarnya itu kiranya hanya penjahat-penjahat kecil yang curang. Hayo kalian bebaskan Nona Cia dan kembalikan pedangnya, baru aku suka memandang muka nona cilik yang baik hati itu dan menghabiskan urusan ini sampai di sini saja. Sebaliknya bila kalian masih tetap berkeras, jangan katakan bahwa aku orang muda tidak menghormati orang-orang tua yang menjadi tuan rumah.”

Kiang Hun tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Tambang yang panjang dan besar di tangannya itu digerakkan dan seperti seekor ular, tambang itu menyambar ke arah tubuh Beng San.

Pemuda ini dengan tenangnya melompat ke atas sehingga tambang itu lewat di sebelah bawah kakinya. Tapi tambang itu terayun, terus datang kembali menyapu dan demikianlah berulang-ulang tambang itu terayun-ayun berputaran di sekeliling tubuh Beng San.

Pemuda ini masih enak saja berloncatan sehingga kelihatan indah dan lucu, seperti anak bermain ‘loncat tali’ (uding). Kalau tambang itu terlalu tinggi lewatnya, ia tidak meloncat melainkan merendahkan diri sehingga tambang itu lewat di atas kepala, akan tetapi kalau menyambar agak rendah, ia meloncat dengan tenang dan enak. Benar-benar seperti anak sedang bermain-main.

Melihat adiknya sudah turun tangan, Lui Cai lalu berseru keras dan dayung bajanya juga menyambar-nyambar, diikuti oleh Thio Ek Sui yang tidak mau ketinggalan dan langsung menggerakkan ruyungnya yang amat dahsyat. Sekarang sekaligus Beng San menghadapi Ho-hai Sam-ong, dikeroyok tiga.

Cia Li Cu tadi sudah merasai kelihaian tiga orang kepala bajak ini, maka sekarang melihat Beng San yang bertangan kosong, hanya memegang kipas itu dlkeroyok tiga, diam-diam ia merasa ngeri juga.

Tetapi Beng San tetap enak-enak saja, malah menyindir, "Waduh, Ho-hai Sam-ong hebat benar. Senjatanya dahsyat dan sekaligus maju mengeroyok bertiga!"

Panas juga hati Lui Cai mendengar ini. Ho-hai Sam-ong terkenal sebagai tokoh-tokoh besar di dunia selatan, bahkan kalau dibandingkan dengan nama besar Hek-hwa Kui-bo, kiranya tidak kalah terkenal. Bagaimana boleh dipandang ringan begitu saja oleh seorang pemuda yang masih hijau?

"Keparat sombong! Kalau memang berkepandaian, keluarkan senjatamu dan cobalah kau lawan kami!" bentaknya.

Inilah maksud Beng San. Membakar-bakar agar hati lawannya panas. Ia menambahkan, "Senjata? Untuk melawan kalian mengapa ribut mencari senjata? Nona cilik yang baik hati sudah meminjamkan senjata untukku!" Ia mengangkat kipas itu tinggi sambil meloncat dan menghindarkan diri dari sabetan tambang dan sambaran ruyung.

Tentu saja perut ketiga orang itu semakin panas. Mereka hendak dilawan dengan senjata sebuah kipas permainan belaka? Benar-benar keterlaluan bocah ini.

"Sombong kau! Ji-sute dan Sam-sute, kita bunuh tikus sombong ini!" bentak Lui Cai.

Dua orang adiknya juga sudah sangat marah, terutama sekali Kiang Hun karena senjata tambangnya yang hebat dan setiap kali bergerak biasanya tentu mengalahkan lawan itu sekarang hanya dianggap sebagai tali permainan loncat-loncatan saja oleh pemuda itu!

"Mampuslah kau, keparat!" bentak Thio Ek Si Cucut Mata Merah, ruyungnya menyambar dahsyat sekali dan sekaligus melakukan empat kali serangan ke arah empat jalan darah yang membinasakan di tubuh Beng San.

"Tak-tak-tak-tak!" Dan empat kali ruyungnya ditangkis oleh kipas!

Terbelalak mata yang sipit merah itu. Bagaimana mungkin ini? Ruyungnya yang paling sedikitnya ada lima puluh kati beratnya, ditangkis dengan kipas? Biar pun gagangnya dari gading, kipas tetap kipas, hanya alat permainan yang kecil belaka. Tapi benar-benar dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, kipas itu sama sekali tidak robek dan patah, malah tulang tangan kanannya terasa sakit-sakit seakan-akan dia tadi telah menghantam benda baja dengan ruyungnya.

Pertempuran itu hebat bukan main. Tiga orang kepala bajak itu benar-benar mempunyai kepandaian tinggi dan hal ini harus diakui oleh Beng San. Pantas saja Li Cu tidak berdaya menghadapi tiga orang ini. Ternyata masing-masing memiliki kepandaian istimewa dan amat tinggi.

Baiknya di dalam dirinya terdapat dua aliran tenaga Im dan Yang, dan tenaga-tenaga ini telah mendarah daging di dalam tubuhnya maka ia dapat menghadapi tenaga lawan yang bagaimana pun juga. Mengenai tenaga, boleh dibilang ia berada di tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada tiga orang lawannya.

Tapi ilmu serangan tiga orang itu benar-benar dahsyat sekali sehingga hanya dengan ilmu silatnya Im-yang Sin-kun saja ia mampu melindungi dirinya. Dan kipas kecil itu ternyata banyak sekali kegunaannya, karena kadang-kadang untuk membalas lawannya, ia dapat memakainya sebagai senjata pedang dengan gerakan Ilmu Silat Im-yang Sin-kiam-sut yang belum ada bandingnya di kolong langit ini.

Tiga orang itu mengeroyok dengan gerakan cepat dan tenaga dahsyat sehingga ruangan itu penuh dengan suara bersiutan dan angin pukulan menyambar ganas.


Tubuh ketiga orang itu sampai lenyap terbungkus gulungan senjata masing-masing. Akan tetapi anehnya, tubuh Beng San masih kelihatan, malah gerakannya terlihat amat lambat dan seenaknya. Dilihat oleh mata bukan ahli silat, pemuda ini seperti sedang menari kipas dengan dihiasi gulungan sinar yang tiga macam di sekeliling tubuhnya!

Cia Li Cu yang menonton pertandingan itu sampai terbelalak dan ternganga saking heran dan kagumnya. Dia memang pernah menyaksikan kelihaian Beng San, akan tetapi baru sekarang dia betul-betul tunduk dan harus mengakui bahwa apa yang dikatakan ayahnya dahulu itu betul adanya, yaitu bahwa pemuda ini benar-benar sangat hebat dan dalam hal kepandaian masih melebihi ayahnya sendiri.

Juga dua orang teman Beng Kui, Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin, memandang dengan penuh kekaguman dan gatal-gatal tangan mereka hendak menguji kepandaian sendiri dengan pemuda yang lihai itu.

Hek-kwa Kui-bo dan muridnya yang sudah merasai kelihaian Beng San, duduk saja tidak berani turun tangan, hanya mengharapkan supaya pemuda itu roboh di tangan Ho-hai Sam-ong.

Di lain pihak, Beng Kui memandang dengan mata tajam. Hatinya mendongkol bukan main terhadap Beng San. Dia menganggap adiknya ini selalu merintangi perjuangannya serta merusak suasana.

Yang paling lucu sikapnya adalah Kiang Bi Hwa, puteri dari Kiang Hun. Semenjak kecil gadis cilik ini memang tidak boleh belajar silat oleh ayahnya, maka sekarang menyaksikan pertempuran itu ia bertepuk-tepuk tangan gembira.

"Bagus benar...! Lucu dan bagus tarianmu itu, kakak yang baik! Kau harus ajarkan aku tari kipas itu!"

Mau tidak mau Beng San tersenyum mendengar ini. Dikeroyok sedemikian hebatnya ia masih sempat tersenyum-senyum, malah menoleh ke arah Kiang Bi Hwa sambil berkata, "Nona cilik, kau benar-benar seperti bunga teratai di antara lumpur kotor!"

Memang Beng San kagum bukan main. Nona itu begitu polos, begitu jujur dan bersih seperti bunga teratai, namun terpaksa hidup di antara orang-orang jahat seperti lumpur itu.

Pertempuran berjalan makin lama semakin seru dan akhirnya setelah lewat seratus jurus lebih, saking seringnya bertemu dengan tenaga Beng San yang dahsyat, makin lama tiga orang itu makin lelah. Permainan mereka semakin kendor sehingga kini mulailah mereka kelihatan bayangannya dan pada muka masing-masing telah penuh dengan keringat.

Di lain pihak, Beng San masih enak-enak dan tenang-tenang saja memainkan kipasnya, menangkis sambil meloncat ke sana ke mari dan kadang-kadang membuat lawan repot dengan serangan-serangan balasannya dengan jurus Im-yang Sin-kiam-sut. Bila mana dia sudah menyerang begini, ujung gagang kipas dari gading itu bisa tahu-tahu sudah berada di depan tenggorokan, mata, pusar, ulu hati atau lambung seorang lawan yang tentu saja setelah berhasil menyelamatkan diri lantas mengeluarkan keringat dingin saking ngerinya. Serangan pemuda itu tidak dapat diketahui lebih dulu, benar-benar berbahaya sekali.

"Kupikir, kalau tidak sekarang kita memperlihatkan setia kawan kepada mereka, tunggu kapan lagi? Urusan dengan orang gila itu hanyalah urusan pribadi, sedangkan hubungan kita dengan mereka adalah urusan negara. Mana lebih penting? Bagaimanakah pendapat Ji-wi?"

Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin memang sudah ‘gatal tangan’ sejak tadi melihat kehebatan Beng San mempermainkan tiga orang pengeroyoknya itu. Akan tetapi mereka masih ragu-ragu untuk membantu karena bukankah pemuda lihai itu adik kandung Beng Kui sendiri? Sekarang Beng Kui sudah mengeluarkan pernyataan begitu, maka lenyaplah keraguan mereka.

Bayangan yang gesit berkelebat didahului sinar terang, inilah gerakan Koai-sin-kiam Oh Tojin dengan memutar pedang yang entah kapan sudah dicabutnya. Lu Khek Jin dengan tenang juga mencabut pedang dan menghampiri pertempuran.

"Orang muda, kau sombong sekali berani mengacaukan tempat tinggal Ho-hai Sam-ong. Terimalah serangan Koai-sin-kiam!" bentak Oh Tojin.

Sekaligus pedangnya sudah melakukan lima kali serangan bertubi-tubi dengan gerakan yang aneh. Namun dengan heran dan penasaran sekali Oh Tojin hanya menusuk angin belaka, seolah-olah Beng San sudah tahu terlebih dahulu akan perubahan-perubahan dari jurus-jurus yang dimainkannya.

Sebaliknya Lu Khek Jin adalah seorang bekas jenderal perang. Ia memainkan pedangnya dengan gerakan-gerakan mematikan dan bertenaga, disertai bentakan-bentakan.

Diam-diam Beng San kagum akan sifat ilmu pedang yang dimainkan oleh Lu Khek Jin, karena biar pun tidak sangat tinggi, tapi gerakan-gerakannya jujur tanpa berisi gerak tipu, melainkan secara langsung menyerang mengandalkan tenaga dan kecepatan. Gerakan orang seperti ini berbahaya, maka segera dia mengelak dengan penggeseran kaki yang sekaligus merubah kedudukannya. Pada detik-detik selanjutnya Beng San telah dikeroyok lima orang!

Sungguh pun tingkat ilmu silat dua orang pengeroyok baru ini tidak berada di atas Ho-hai Sam-ong, namun mereka ini sudah merupakan tambahan tenaga yang lumayan. Betapa pun juga, benar-benar Beng San kali ini memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya dan sekaligus memperlihatkan bahwa ilmu Silat Im-yang Sin-kiam-sut yang menjadi ciptaan mendiang Pendekar Sakti Bu Pun Su benar-benar adalah ilmu yang luar biasa di dunia ini.

Ilmu silat ini mendasarkan gerakan-gerakannya kepada dua puluh tujuh pow (gerak kaki) yang diiihami oleh kedudukan ji-cit-seng (dua puluh tujuh bintang), luar biasa banyaknya. Setelah mempunyai ilmu silat ini, dengan mudah orang akan menghadapi serangan lawan yang bagaimana lihai pun, karena dengan mengandalkan pergerakan langkah kaki tentu akan dapat menyelamatkan diri.

Selain memiliki ilmu yang amat tinggi, juga Beng San adalah seorang yang pada dasarnya memang cerdik luar biasa. Hanya sekali melihat saja dia sudah dapat mencatat apa yang dilihatnya di dalam otak.

Meski ilmu silat pedang yang dimainkan oleh Koai-sin-kiam Oh Tojin adalah ilmu pedang selatan yang tidak dikenalnya, apa lagi ilmu pedang yang dimainkan Lu Khek Jin juga ilmu pedang untuk peperangan yang asing baginya, akan tetapi sekali melihat dia sudah dapat menangkap intisari pergerakannya sehingga selanjutnya, walau pun dikeroyok lima, Beng San masih sempat membalas dengan serangan-serangan yang luar biasa menggunakan kipasnya!

Setelah mendapat kesempatan baik, ia lalu mendesak Ho-hai Sam-ong yang pandangan matanya sudah berkunang-kunang itu. Secepat kilat kipasnya mengebut disusul menotok dengan ujung gagang gading itu dua kali.

Sekali tepat mengenai tulang lengan kanan Lui Cai Si Bajul Besi sehingga orang tertua dari Ho-hai Sam-ong ini memekik kesakitan dan dayungnya terlepas dari pegangan, lalu sambil menyumpah-nyumpah karena kesakitan dia berputar-putar menggunakan tangan kiri menggosok-gosok tempat yang tadi tertotok gagang kipas. Sakitnya bukan kepalang, kiut-miut rasanya seperti ribuan jarum menusuk-nusuk tulangnya.

Gerakan Beng San yang ke dua tepat menyerempet ruyung Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah, lalu melejit dan menotok tulang kering di kaki kiri Si Cucut ini.

"Aduh... aduh... kakiku...!"

Thio Ek Sui adalah seorang yang sudah biasa bertempur dan terluka baginya bukanlah apa-apa. Akan tetapi rasa nyeri yang sekarang menyerangnya membuat ia berkaok-kaok kesakitan, berjingkrak-jingkrak seperti monyet sedang belajar menari sambil memegangi kaki kirinya yang diangkat ke atas.

Pada saat itu, tambang di tangan Kiang Hun meluncur dan tahu-tahu sudah melibat tubuh Beng San! Terdengar jerit tertahan. Yang menjerit ini adalah Li Cu karena merasa ngeri melihat betapa pemuda yang hendak menolongnya itu akhirnya tertawan oleh tambang yang lihai dari Kiang Hun Si Naga Sungai, seperti juga yang sudah dia alami ketika dia dikeroyok Ho-hai Sam-ong ini.

Kiang Hun nampak girang, mengedut tambangnya dengan maksud mempererat libatan. Tetapi mendadak Beng San mengeluarkan suara aneh dan... makin ditarik tambang itu makin terlepas. Akhirnya terlihat oleh pemiliknya bahwa tambang itu sudah terputus-putus menjadi beberapa potong

Agaknya karena mengingat akan kebaikan gadis yang mukanya sama dengan Kiang Hun ini, maka Beng San mengampuni Kiang Hun dan tidak melukainya. Ia dapat menduga bahwa antara gadis cilik pemilik kipas itu dengan Kiang Hun pasti ada hubungan keluarga.

"Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li, kalau kalian tidak membantu sekarang, tunggu kapan lagi?" tiba-tiba Beng Kui berseru kepada dua orang wanita itu. "Bukankah kalian menjadi pembantu-pembantu Ho-hai Sam-ong?"

Sebetulnya Hek-hwa Kui-bo, apa lagi Kim-thouw Thian-li, merasa enggan untuk bertempur melawan Beng San yang begitu lihai. Akan tetapi seruan ini mendesak mereka ke pojok. Tentu Ho-hai Sam-ong akan mendapat kesan buruk apa bila mereka tinggal diam saja. Sambil melotot ke arah Beng Kui kedua orang ini mencabut senjata masing-masing dan meloncat ke gelanggang pertempuran, mengeroyok Beng San, yang disambut oleh orang muda ini dengan tenang saja.

"Kau hanya bisa menyuruh orang lain saja maju, apa kau sendiri takut terhadap adikmu ini?" sambil menyerang Beng San, dengan suara keras Hek-hwa Kui-bo berseru kepada Beng Kui dengan maksud agar semua orang mendengarnya.

Memang Beng Kui sudah bertekad bulat untuk membunuh saja adik kandungnya yang ia anggap selalu membikin malu dan membikin kacau rencana. Adiknya itu telah merusak kehidupan seorang gadis, yaitu Kwa Hong.

Sekarang setelah mengacau Thai-san kemudian menikah dengan puteri seorang penjahat seperti Song-bun-kwi, tahu-tahu muncul di sini dan mencampuri urusannya, malah hendak membela Li Cu. Tentu dengan maksud rendah pula. Dari pada mempunyai adik kandung seperti ini, bukankah lebih aman dan baik kalau dibinasakan saja?

Setelah berpikir demikian, Beng Kui lalu mencabut pedang Liong-cu-kiam yang panjang dengan tangan kanan, sedangkan Liong-cu-kiam pendek milik Li Cu memang sudah dia pegang di tangan kiri. Dengan sepasang pedang ampuh ini dia lantas menyerbu sambil berseru nyaring,

"Beng San, kau tidak mentaati perintahku untuk pergi, agaknya memang sudah bosan hidup!"

Serbuannya hebat sekali, apa lagi dia segera memainkan Sian-li Kiam-sut yang lihai dan lebih-lebih hebat lagi karena senjata yang ia pergunakan adalah sepasang Liong-cu-kiam. Sepasang pedang itu berubah rnenjadi dua gulung sinar yang berkeredepan menyambar-nyambar ke arah Beng San dan menyerang dari segala jurusan!

Beng San terkejut dan diam-diam mengakui kelihaian kakak kandungnya ini, akan tetapi berbareng hatinya perih dan juga marah. Ia dahulu amat merindukan kakak kandungnya, lalu setelah bertemu ia merasa kagum sekali melihat kakak kandungnya sebagai seorang patriot yang gagah. Namun... sekarang kakaknya itu dengan sepasang pedang pusaka menerjang untuk membunuhnya!

Dari perih hati ia menjadi marah dan cepat ia menghadapi serbuan ini. Sekarang Beng San dikeroyok lima orang lagi setelah Ho-hai Sam-ong mengundurkan diri untuk mengatur napas dan memulihkan tenaga. Akan tetapi, di antara lima orang itu, yang paling hebat serangannya adalah Beng Kui.

Andai kata hanya menghadapi Beng Kui seorang, walau pun pemuda ini menggunakan sepasang Liong-cu-kiam dan dia sendiri hanya bersenjata kipas, kiranya Beng San takkan dapat terdesak. Akan tetapi sekarang di situ ada Hek-hwa Kui-bo yang memainkan Im-sin Kiam-sut bersama muridnya yang juga cukup lihai, ditambah pula dengan Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin, maka penyerbuan Beng Kui benar-benar telah mendesak Beng San serta membuat dia meloncat ke sana ke mari dan sibuk menggerakkan kipas untuk melindungi dirinya.

Pedang pendek di tangan kiri Beng Kui bergerak setengah lingkaran ke arah leher, lalu disusul dengan tusukan pedang panjang dari bawah ke atas. Gerakan ini selain aneh juga tidak terduga, cepat bukan main mengejutkan Beng San. Cepat pemuda ini menangkis dengan kipasnya dan...

"Brettt…!" kipas itu terobek oleh ujung pedang panjang.

Baiknya Beng San cepat-cepat melompat sambil berjungkir balik, tangan kirinya dari jauh memukul ke arah dada kakaknya itu. Beng Kui merasai adanya sambaran angin yang mengandung hawa panas sekali, membuat ia terkejut dan menarik kembali pedangnya sambil mundur dua langkah.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Beng San untuk melompat turun lagi dan mainkan kipasnya yang sudah robek untuk melindungi tubuh dari datangnya banyak senjata yang menyerangnya. Akan tetapi sekarang ia mulai tampak terdesak. Sayangnya bahwa yang berada di tangannya bukanlah pedang, melainkan sebuah kipas mainan yang kecil, maka ilmu pedangnya Im-yang Sin-kiam-sut tidak dapat dimainkan sehebat-hebatnya.

Hal terdesaknya Beng San ini memang tidak aneh. Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut adalah ilmu pedang ajaib yang dulu menjadi milik pendekar wanita Ang I Niocu, hebatnya bukan kepalang dan tidak dapat diketahui rahasianya oleh orang luar.

Ada pun Beng San sendiri, biar pun dia telah memiliki tenaga ajaib dan mempunyai ilmu pedang yang lebih tinggi tingkatnya, akan tetapi dia masih muda dan kurang pengalaman. Kini menghadapi Beng Kui yang dibantu oleh empat orang lain yang semuanya adalah ahli-ahli tingkat tinggi, tentu saja dia merasa repot juga.

"Brettttt!" kembali kipasnya pecah, kali ini terkena tusukan pedang pendek di tangan kiri Beng Kui.

Beng San marah bukan main. Ccepat ia menggerakkan kipas dengan tangan kanannya, diputar setengah lingkaran sedangkan tangan kirinya tiba-tiba menyelonong ke belakang, tepat menghantam pundak kiri Koai-sin-kiam Oh Tojin yang sedang lengah.

"Aduhhh...!" Oh Tojin menjerit kesakitan, tulang pundak kirinya terlepas sambungannya. Akan tetapi dengan marah ia malah makin maju menerjang ganas dengan pedangnya.

Sementara itu, pada saat Beng San memusatkan perhatian menyerang Oh Tojin dengan maksud merobohkan seorang lawannya, tiba-tiba sinar pedang di tangan Hek-hwa Kui-bo dan Kim-thouw Thian-li meluncur, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah perutnya.

Baiknya pemuda ini sudah mahir sekali akan gerakan-gerakan Im-sin Kiam-sut, maka dia cepat menggeser kakinya ke kiri sekali dua kali sehingga terhindarlah ia dari ancaman ini. Tidak disangkanya sama sekali bahwa pada saat ia terdesak itu, Beng Kui sudah kembali menerjangnya dengan sepasang pedangnya yang dahsyat dan pada saat yang hampir berbareng, dari kanan kiri Oh Tojin dan Lu Khek Jin menerjang pula!

‘Digunting’ serentak oleh empat buah pedang yang hebat ini benar-benar keadaan Beng San kepepet sekali. Gerakan pedang Oh Tojin dan Lu Khek Jin ia ikuti dan dapat ia duga ke mana arahnya, maka dengan mudah ia segera bisa mengambil keputusan bagaimana harus mengelak.

Akan tetapi serangan sepasang pedang Beng Kui yang gerakan-gerakannya belum dia kenal betul, membuat dia benar-benar menjadi bingung. Dua kali menggerakkan pundak dan kaki ia dapat menghindarkan diri dari serangan Oh Tojin dan Lu Khek Jin, akan tetapi terjangan Beng Kui sulit ia hindarkan karena tidak tahu bagaimana perkembangannya. Ia hanya menggunakan kipasnya menangkis.

"Brettt!"

Sekarang bajunya di bagian pundak terbabat, berikut sedikit kulit serta dagingnya. Darah mengucur banyak sekali membasahi bajunya. Baiknya dia tadi masih berlaku cepat dan menggerakkan pundak, apa bila tidak tentu sebelah pundak berikut lengan kirinya akan terbabat putus! Keringat dingin keluar dari jidat pemuda ini, bukan karena sakitnya, tapi saking kaget melihat kehebatan ilmu pedang lawannya ini.

Sementara itu, saking girangnya melihat hasil serangan tadi, Beng Kui menyerang makin hebat, dibantu oleh empat orang kawannya. Malah sekarang Ho-hai Sam-ong juga sudah siap untuk mengeroyok pula. Sayangnya senjata mereka adalah senjata-senjata panjang dan berat, sehingga untuk pengeroyokan begitu banyak orang kurang praktis dan mereka hanya melihat-lihat untuk mencari lowongan baik.

Sepasang pedang Beng Kui menyambar-nyambar, berkilauan dan amat ganas. Sedang Beng San masih terus dalam keadaan terdesak sambil mulai menaruh perhatian untuk memecahkan gerakan penyerangan kakak kandungnya yang menghendaki kematiannya ini.

"Awas, Beng San! Pedang pendek dari kiri berbalik ke kanan, pedang panjang menyerang ke atas. Kemudian yang pendek mengancam lambung kanan, yang panjang berbalik ke bawah membabat kaki!"

Suara ini mengagetkan Beng Kui, tapi menggirangkan hati Beng San. Itulah suara Li Cu yang masih terbelenggu di kursi.

Gadis ini yang tentu saja mengenal baik pergerakan ilmu pedang yang dimainkan Beng Kui, kini memberi petunjuk kepada Beng San! Tadinya Li Cu memang tak mempedulikan Beng San karena pengaruh ucapan Beng Kui yang menjelek-jelekkan Beng San sebagai perusak wanita.

Tapi melihat kegagahan Beng San yang dikeroyok terus-menerus oleh sekian banyaknya musuh tangguh, kemudian melihat Beng San yang terluka oleh pedang Beng Kui tanpa bersambat, timbul perasaan kasihan dalam dada Li Cu.

Betapa pun juga, sudah pasti bahwa Beng San datang untuk menolongnya. Sedangkan berita tentang ‘kebusukan’ Beng San masih belum terbukti. Mana bisa dia membiarkan Beng San tewas? Lagi pula, kalau Beng San tewas, nasibnya sendiri sudah pasti akan celaka di tangan kakak seperguruan atau bekas tunangannya itu. Kalau Beng San dapat menolongnya keluar dari situ, kiranya belum tentu ia celaka di tangan Beng San.

"Li Cu, tutup mulutmu!" Beng Kui membentak marah dan tentu saja ia segera merubah gerakan penyerangannya yang sudah ‘didahului’ oleh teriakan Li Cu tadi.

Kembali Beng San bingung menghadapi perkembangan jurus-jurus penyerangan baru ini, sementara dia sedang sibuk menghadapi pengeroyokan empat orang yang lainnya.

“Yang pendek hanya pura-pura mengancam kepala, yang bergerak yang panjang. Awas ujung siku kiri yang hendak dibabat pedang panjang. Kemudian pendek dan panjang akan menyerang dari atas bawah bergantian, itu pun jebakan saja, yang harus dijaga babatan pedang pendek ke leher dibarengi babatan pedang panjang ke pinggang!”

"Li Cu, apa kau hendak mengkhianati suheng-mu sendiri?" Beng Kui membentak marah sekali.

"Aku tidak punya suheng semacam kau!" Li Cu berteriak kembali sambil terus memberi petunjuk-petunjuk.

Sekarang Beng San tidak terdesak lagi. Ia tidak begitu menguatirkan penyerangan Beng Kui setelah mendapat penjelasan dari Li Cu, malah sebelum serangan datang dia sudah tahu lebih dulu ke mana serangan musuh akan dilancarkan. Oleh karena ini, perhatiannya lebih banyak ditujukan kepada empat orang lawannya yang lain.

Begitu mendapat kesempatan, gagang kipasnya lantas berhasil menotok roboh Kim-thouw Thian-li yang tepat tertotok jalan darah di pundaknya, kemudian sebuah tendangan kilat berhasil merobohkan Oh Tojin yang terlempar sampai tiga meter lebih dan tidak mampu bangun kembali karena tulang lututnya patah! Tosu yang terlepas sambungan tulang pundak dan patah tulang lututnya itu hanya mengeluh dan menangis seperti anak kecil.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, Ho-hai Sam-ong segera menyerbu lagi. Beng San juga sudah lelah, terutama sekali darah yang mengucur dari pundaknya mulai mengering dan mendatangkan rasa nyeri dan perih. Akan tetapi dia mengamuk terus dengan nekat karena robohnya dua orang itu malah mendatangkan tambahan tiga tenaga lagi, yaitu Ho-hai Sam-ong yang malah lebih lihai.

Sementara itu, melihat keadaan yang tidak menguntungkan bagi pihaknya, padahal tadinya sudah berhasil baik sekali, Beng Kui menjadi marah. Semua gara-gara Li Cu yang sengaja memecahkan jurus-jurusnya dan membantu Beng San.

Beng Kui adalah seorang pemuda yang mempunyai ambisi (cita-cita) besar sekali. Dahulu di masa perjuangan, dia rela berkorban apa saja untuk bisa mencapai cita-citanya, yaitu menduduki tempat yang tinggi dalam pemerintahan baru. Siapa kira, kedudukan tinggi itu tidak bisa ia dapatkan karena ia kurang mendapat penghargaan dari Ciu Goan Ciang.

Oleh karena inilah ia terpaksa bersekutu dengan Raja Muda Lu, menjadi mantunya dan hendak mengadakan pemberontakan. Ini pun dldasari ambisinya yang besar. Dan yang paling dia benci adalah orang yang hendak menghalang-halangi ambisinya ini, atau yang hendak mempersukar perjalanan ke arah tercapainya cita-citanya.

Dia menganggap Beng San adalah seorang yang demikian itu, maka dia tidak ragu-ragu untuk mencoba membinasakannya. Sekarang melihat sikap Li Cu, timbul marahnya.

Pada waktu mendapat kesempatan, sekali meloncat ia sudah berada di dekat kursi yang diduduki Li Cu. Pedangnya berkelebat.

Li Cu sudah meramkan mata menerima kematian. Akan tetapi melihat wajah Li Cu yang cantik jelita, agaknya timbul kembali cinta dan nafsunya. Beng Kui tidak jadi membunuh Li Cu, melainkan gadis ini malah ia lepaskan dari kursi, kemudian ia pondong dan ia bawa lari keluar dari tempat itu!

Bukan main kagetnya hati Li Cu. Tadi ketika ia melihat Beng Kui menghampirinya dengan pedang diangkat, dia hanya meramkan mata menanti maut tanpa mengeluarkan suara, sedikit pun tak gentar. Akan tetapi sekarang pada saat merasa dirinya dipondong pergi dalam keadaan masih terbelenggu, wajahnya lantas berubah pucat sekali dan jantungnya berdebar-debar ketakutan.

"Beng San... tolong...!" teriaknya berulang-ulang dengan sekuat tenaga jeritnya.

Beng San bukanlah seorang pemuda yang suka berkelahi atau suka menang. Ia pun tidak suka menaruh hati dendam. Maka begitu mendengar jerit suara Li Cu, ia cepat menengok. Alangkah terkejut dan marahnya ketika dia melihat Li Cu dipondong oleh Beng Kui dan dibawa lari.

Kedatangan dirinya ke tempat itu sama sekali bukan untuk bertanding melawan Ho-hai Sam-ong, dengan Hek-hwa Kui-bo atau dengan yang lain-lainnya. Kedatangannya khusus untuk menolong Li Cu. Sekarang Li Cu dibawa lari oleh Beng Kui dan hal ini terang sekali terjadi di luar kehendak Li Cu yang menjerit-jerit minta tolong kepadanya. Bagaimana ia bisa tinggal diam saja?

Sekali dia menggerakkan tangan dan kaki, dia telah memukul runtuh pedang dari tangan Hek-hwa Kui-bo, kemudian tubuhnya berkelebat dan dia sudah meloncat untuk mengejar Beng Kui.

Matanya terasa sakit ketika dari ruangan yang terang itu ia kini tiba di luar rumah yang amat gelap. Tidak kelihatan bayangan Beng Kui, tapi ia melihat beberapa orang penjaga dengan tombak di tangan menjaga ternpat itu.

Bagaikan seekor burung saja ia melayang dan setelah dekat, sekaligus ia menotok roboh dua orang penjaga dan mengempit seorang di antaranya dibawa pergi ke tempat gelap. Gegerlah para penjaga ketika melihat seorang kawan roboh dan yang seorang lagi lenyap tak berbekas.

"Katakan ke mana perginya Tan Beng Kui ciangkun yang membawa wanita tawanan tadi!" Dengan suara ditekan Beng San memaksa tawanannya sambil meraba jalan darah yang menimbulkan rasa nyeri tak tertahankan.

Bibir penjaga itu meringis-ringis, lalu dengan suara yang terputus-putus memberi tahukan bahwa orang yang dimaksudkan itu telah pergi dengan menunggang seekor kuda menuju ke arah selatan.

Beng San melepaskan korbannya. Cepat ia berlari dalam gelap mengejar ke selatan.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar