Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 48

Mereka berdua adalah tokoh-tokoh tangguh rimba persilatan. Pukulan mereka mengandung tenaga ratusan kati. Ketika maju selangkah, wajah masing-masing berubah merah padam. Sedangkan saat ini jarak keduanya hanya sekitar dua depa. Misalnya saja di tengah-tengah mereka terdapat batu besar, tak ayal lagi pasti akan hancur lebur oleh lweekang mereka yang begitu tinggi dan dahsyat itu.

Sebenarnya bagi Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek ini merupakan hal yang terpaksa jika dia harus mengadu lweekang dengan Liat Hwe Cousu. Dia menyadari pertarungan ini tak akan berhenti tanpa masing-masing mengalami luka parah. Namun jika lweekang-nya dapat memenangkan pihak lawan, maka tidak akan mengalami luka parah. Karena itu dia tadi maju selangkah.

Liat Hwe Cousu juga tidak bodoh. Apa yang dipikirkan Tong Hong Pek juga sudah dia pikirkan. Maka ketika lawannya itu maju selangkah, dia segera melakukan hal yang sama untuk mendesaknya pula. Karena mereka maju selangkah lagi, maka lweekang masing-masing menyebar keempat penjuru.

Lu Leng yang berada beberapa depa dari situ merasakan sulit untuk bernafas, maka dia berguling-gulingan menjauhi tempat pertarungan itu. Tak lama kemudian Lu Leng mendengar suara benturan yang amat dahsyat, bagaikan gunung berapi meletus. Dia segera menengok ke arah mereka. Sekujur badan keduanya mengepulkan uap putih, pertanda mereka mengerahkan lweekang masing-masing sampai pada puncaknya. Kini sepasang telapak tangan mereka sudah saling menempel, sulit dipisahkan lagi.

Namun hal itu hanya berlangsung sebentar. Tampak keduanya lalu sama-sama terdorong mundur. Liat Hwe Cousu jatuh duduk, lalu bersila di tanah. Sedangkan badan Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek doyong ke belakang. Ketika nyaris roboh, mendadak ia bersiul panjang sehingga badannya berdiri tegak kembali, lalu duduk bersila di tanah! Setelah uap putih yang keluar dari sekujur badan mereka berdua sirna, wajah keduanya pucat pias bagaikan kertas, seperti tak teraliri setetes darah pun.

Begitu menyaksikan wajah Liat Hwe Cousu dan Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek, hati Lu Leng jadi kebat kebit. Dia tahu kedua jago tangguh itu telah terluka dalam, sebab banyak kehilangan hawa murni. Mungkin membutuhkan waktu belasan hari untuk memulihkannya. Mereka duduk bersila sambil memejamkan mata, sama sekali tidak mengeluarkan suara. Beberapa saat kemudian, Tong Hong Pek membuka matanya dan berkata dengan suara rendah.

"Liat Hwe tua, sungguh hebat tenaga pukulanmu."

Liat Hwe Cousu mendengus, lalu membuka matanya. "Tenaga pukulanmu pun amat hebat."

Dalam pertarungan tadi masing-masing ingin menjatuhkan lawan dengan pukulan yang dilancarkan, tapi kini keduanya saling memuji. Pemandangan yang lucu bagi Lu Leng. Mereka seperti dua orang bocah saja. Mereka sama-sama pesilat tangguh yang belum bertemu lawan setimpal. Baru kini mereka bisa saling mengadu kemampuan lweekang masing-masing. Keduanya seakan sadar, harus kagum dan mengakui ketangguhan satu sama lain.

"Liat Hwe tua, pukulanmu akan menyebabkan diriku sulit memulihkannya kembali luka dalam ini. Mungkin tak cukup dalam tujuh atau delapan hari saja...."

Liat Hwe Cousu tertawa getir. "Sama-sama!"

Tong Hong Pek lalu menoleh ke arah Lu Leng. "Anak Leng, bagaimana lukamu? Apakah kau bisa jalan?"

Lu Leng menyahut dengan wajah murung. "Tidak bisa!"

"Baik, kau ke mari! Kita bertiga sama-sama tak bisa bergerak. Duduk bersama di sini agar mudah bila menghadapi binatang buas!"

Lu Leng menatap Liat Hwe Cousu, kemudian berkata, "Dia...?"

Sebelum Lu Leng usai berkata, mendadak Tong Hong Pek memutuskannya. "Aku lupa mengatakan padamu. Liat Hwe tua pernah melakukan kesalahan apa saja terhadapmu, kau tidak boleh menceritakan pada siapa pun."

Begitu Tong Hong Pek mengatakan hal itu, Lu Leng dan Liat Hwe Cousu berdua jadi tertegun.

"Guru, kenapa begitu?" tanya Lu Leng yang tampak keheranan.

Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa. "Hahaha! Tidak ada apa-apa! Maksudku hanya agar dia tidak meninggalkan nama busuk di kalangan rimba persilatan."

Lu Leng menganggukkan kepala. Dia paham, ucapan gurunya itu merupakan cetusan dari sikap orang gagah yang tak berniat menjatuhkan nama lawan. "Murid terima perintah!" ucap Lu Leng kepada Tong Hong Pek.

Diam-diam Liat Hwe Cousu pun sangat kagum pada Tong Hong Pek, namun tetap saja dia tak mengungkapkan rasa kagum itu. Bahkan kemudian dia membalikkan tubuh agar membelakangi kedua orang guru dan murid itu. Meski pun begitu Liat Hwe Cousu harus mengakui, dengan cara itu mereka dapat bersama-sama jika ada ancaman dari binatang buas, sehingga bisa memulai menghimpun hawa murni untuk memulihkan lukanya.

Setelah duduk bersila dengan cara begitu, mereka bertiga mulai menghimpun hawa murni. Masing-masing hanyut dalam usahanya untuk memulihkan kembali luka dalam mereka yang sangat parah itu. Jadi tak satu pun yang berbicara, sama-sama membisu. Cukup lama hal itu mereka lakukan sehingga sedikit demi sedikit luka mereka berkurang.

Akan tetapi belum juga luka itu dapat pulih, mendadak mereka dikejutkan oleh suara derap kaki kuda yang terdengar di kejauhan. Suara itu semakin lama semakin mendekat. Menyadari hal itu, ketiganya mau tak mau terganggu oleh kedatangan kuda-kuda itu. Mereka makin terperanjat ketika rombongan kuda berhenti tak jauh dari tempat itu. Apalagi ketika terdengar suara orang berseru.

"Di sana ada orang!"

Selanjutnya terdengar lagi suara derap kaki kuda. Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek tahu, bahwa jejak mereka telah diketahui orang.

"Liat Hwe tua, kau punya suatu akal?"

"Ilmu Hian Sian Hoat-ku masih bisa digunakan," sahut Liat Hwe Cousu dengan tenang.

Tong Hong Pek manggut-manggut. "Bagus! Asalkan saja yang datang itu bukan Liok Ci Khim Mo, kita pura-pura tidak ada urusan. Berdasarkan nama kita berdua, mungkin tiada seorang pun berani turun tangan terhadap kita!"

Liat Hwe Cousu tertawa. "Tong Hong Pek, tak disangka kita berdua masih harus bertindak dengan siasat kota kosong."

"Selain siasat ini sudah tiada akal lain. Sekarang mari kita duduk bersandar pada pohon!"

Ketiganya bangkit berdiri, kemudian duduk bersandar pada pohon yang besarnya tiga pelukan orang. Mata mereka mengawasi dengan hati-hati ke sekitar tempat itu. Dan karena khawatir kalau-kalau ada musuh yang membokong, maka ketiganya menghadap ketiga penjuru.

Sementara suara derap kaki kuda sudah dekat sekali. Tak lama kemudian terdengar orang-orang itu mulai berlompatan turun dari punggung kuda. Hati Lu Leng mulai berdebar-debar ketika matanya melihat lima orang sudah berdiri tak jauh dari mereka bertiga. Ternyata kelimanya adalah Sien Put Pah dan Hai Sim Si Lo.

Lu Leng segera berbisik. "Yang muda bernama Sien Put Pah, dan keempat orang tua itu adalah Hai Sim Si Lo!"

Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek menyahut dengan suara rendah, "Sien Put Pah adalah adik Sien Thian Lok, itu gampang diurus. Kita jangan pedulikan mereka!"

Melihat Liok Ci Khim Mo tidak bersama mereka, Liat Hwe Cousu segera melepaskan jubah abu-abunya. Di dalam ternyata dia mengenakan jubah merah bagaikan api menyala. Setelah meloncat dari punggung kuda, Sien Put Pah dan Hai Sim Si Lo sebenarnya ingin langsung menerjang ke tempat ketiga orang itu. Namun begitu melihat jubah merah menyala itu air muka Sien Put Pah langsung berubah. Buru-buru dia memberi isyarat agar Hai Sim Si Lo berhenti.

Sien Put Pah memandang Liat Hwe Cousu lama sekali, kemudian maju selangkah sambil memberi hormat. "Kalau tidak salah, cianpwee pasti adalah Liat Hwe Cousu ketua Hwa San yang amat kesohor itu?"

Liat Hwe Cousu tertawa dingin sambil menatap Sien Put Pah dengan sorotan aneh. Ternyata dia telah mengerahkan ilmu Hian Sin Hoat. Sien Put Pah dan Hai Sim Si Lo merasa sukmanya seperti terbetot. Mereka terkejut bukan main sehingga langsung mundur beberapa langkah. Sesungguhnya siapa pun yang terkena ilmu Hian Sin Hoat akan sulit untuk melepaskan diri. Namun saat ini Liat Hwe Cousu dalam keadaan terluka parah, maka Sien Put Pah dan Hai Sim Si Lo bisa mundur. Setelah mundur barulah mereka merasa agak tenang.

Padahal, dalam keadaan seperti sekarang ini, cukup Sien Put Pah saja yang turun tangan, maka Tong Hong Pek bertiga tak akan mampu menghadapinya. Namun nama Liat Hwe Cousu memang sangat kesohor di kalangan rimba persilatan. Meski pun Hwa San Pai sudah kocar-kacir dikejar Liok Ci Khim Mo dan banyak anggotanya yang mati, namun kebesaran nama sang ketua masih disegani orang.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin seraya menatap orang di depannya. "Bangsat kecil juga tahu nama cousu!" ujarnya dengan suara mendengus.

Mendengar itu, Sien Put Pah tahu dugaannya tidak meleset. Maka ketiganya bertambah terkejut dan mundur lagi. Liat Hwe Cousu sedikit merasa lega karena mereka mundur lagi. Kalau saat ini menambah nama Tong Heng Pek, kemungkinan besar mereka berlima akan pergi karena ketakutan. Karena itu Liat Hwe Cousu segera memberitahukannya.

"Bangsat kecil, kau memang beruntung hari ini. Kalian tidak hanya bisa bertemu cousu, melainkan juga bisa bertemu seorang pesilat tangguh lain."

Walau Liat Hwe Cousu terus memanggil Sien Put Pah sebagai ‘Bangsat Kecil’, tapi orang itu sama sekali tidak berani marah, sebaliknya malah menarik nafas dingin.

"Cousu bilang masih ada seorang pesilat tangguh lain, siapa yang cousu maksudkan itu?"

"Hahaha!" Liat Hwe Cousu lalu menunjuk Tong Hong Pek. "Yang ini adalah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, bagaimana kau tidak mengenalnya?"

Mendengar nama tersebut, wajah Sien Put Pah langsung berubah kelabu. Dia dan kawan-kawannya terperanjat, kemudian cepat-cepat mundur beberapa langkah. Sien Put Pah kelihatan terkejut sekali. Lelaki berwajah tampan dan kelihatan baru berusia tiga puluhan itu, ketika baru melihat memang merasa kenal, tapi tidak berpikir kalau orang itu adalah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek.

Dalam benak Sien Put Pah terbayang kembali dua puluh lima tahun lalu. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek pergi ke Cing Cou seorang diri membunuh Go Pak Liok Hiong, Go Lam Sam Pang, dan membunuh Go Lam Sam Pang pangcu. Karena Tong Hong Pek membunuh mereka semua, maka Sien Thian Lok kakaknya tidak binasa di tangan mereka. Secara tidak langsung Tong Hong Pek telah menyelamatkan kakaknya.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa dingin. "Sudah lama tidak berjumpa, bagaimana kabarnya kakakmu itu?"

Keringat dingin tampak mengucur di sekujur badan Sien Put Pah. Dia memberi hormat sebelum menyahut, "Baik! Baik! Terima kasih Tong Hong-tayhiap!"

Tong Hong Pek tertawa dingin lagi. "Jangan sungkan-sungkan. Kini kalian kakak beradik sudah tumbuh sayap, apakah ingin menyulitkanku?"

Wajah Sien Put Pah tampak gugup. "Tidak! Aku... tidak berani!"

Tong Hong Pek berkata dengan sikap dingin, "Kau tidak berani? Kalau begitu mengapa kau melukai muridku?!"

Sien Put Pah menjawab dengan suara bergemetar. "Aku memang harus mampus! Aku memang harus mampus! Perintah dari atasan sulit dibangkang, mohon Tong Hong-tayhiap maklum!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa. "Busur Api berada padaku, kau masih ingin memperolehnya?"

"Aku tidak berani!" sahut Sien Put Pah dengan wajah semakin gugup.

"Kalau kau tahu diri, mengapa sekarang kau tak segera pergi?"

Sien Put Pah menarik nafas lega. "Ya! Ya!"

Melihat Sien Put Pah langsung membalikkan badannya, Hai Sim Si Lo bertanya serentak dengan penuh keheranan. “Tuan Sien, siapa kedua orang itu?"

"Cepat pergi, jangan tanya!" bentak Sien Put Pah gusar terhadap para anak buahnya itu.

Orang-orang Hai Sim Pai jarang berkelana dalam rimba persilatan, maka Hai Sim Si Lo tidak kenal Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Mungkin kalau tanpa Sien Put Pah, bisa jadi mereka langsung turun tangan dari tadi. Namun keempat orang itu tahu, kedudukan Sien Put Pah amat tinggi dalam istana Ci Cun Kiong. Kini melihat dia begitu ketakutan, mereka tahu kedua orang itu pasti berkepandaian amat tinggi. Akan tetapi mendengar jawaban Sien Put Pah, mereka berempat tampak tidak puas.

"Tuan Sien, apakah kepandaian mereka berdua begitu hebat? Perintah dari Ci Cun, haruskah kita sudahi begitu saja?"

Sien Put Pah masih berdiri membelakangi Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Dia merasa ada duri di punggungnya, rasanya ingin sekali segera meninggalkan tempat itu. Maka mendengar pertanyaan Hai Sim Si Lo, hatinya jadi gusar sekali. "Kalau Tong Hong-tayhiap tak pernah ada hubungan dengan saudaraku, saat ini kita berlima pasti sudah jadi mayat," ujar Sien Put Pah menjelaskan. "Apa kalian masih ingin melawan mereka?!"

Walau kedudukan Hai Sim Si Lo cukup tinggi dalam istana Ci Cun Kiong, namun masih dibawah Sien Put Pah. Maka mendengar perkataannya bernada gusar, mereka berempat tidak berani banyak bicara lagi. Mereka meloncat ke punggung kuda dan segera meninggalkan tempat itu. Mereka melarikan kuda dengan kencang, hingga sebentar kemudian sudah jauh sekali.

Menyaksikan itu Lu Leng merasa lega dan gembira. "Guru, hanya karena nama kalian berdua, sudah membuat mereka kabur ketakutan. Sungguh menggelikan!"

Akan tetapi, wajah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu tidak tampak berseri. Lu Leng tercengang memandang kedua orang tua itu.

"Guru, apa masih ada yang tak beres?"

Tong Hong Pek diam saja, Liat Hwe Cousu yang menyahut, "Kemungkinan besar mereka akan datang ke mari lagi."

"Mereka kabur ketakutan, bagaimana mungkin balik ke mari lagi?" tanya Lu Leng heran.

Liat Hwe Cousu mendengus. "Hm! Bocah, kau tahu apa? Cepat tutup mulutmu!"

Timbul rasa gusar dalam hati Lu Leng. Ia memandang Tong Hong Pek seraya bertanya, "Guru, betulkah mereka akan kembali ke sini?"

Tong Hong Pek berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Sulit dikatakan!"

"Kalau begitu, mengapa kita tidak pergi saja?"

"Kalau pun dapat pergi, kita tidak bisa pergi jauh. Sebaliknya malah akan memperlihatkan kelemahan kita. Maka lebih baik kita tetap di sini, berusaha agar bisa pulih dua tiga bagian."

Lu Leng terkejut dalam hati. "Semua ini gara-gara Liat Hwe Cousu. Kalau dia tidak menyerang, guruku tak akan mengalami luka parah seperti ini!"

Wajah Liat Hwe Cousu langsung berubah. "Omong kosong!" dengusnya.

Tong Hong Pek segera menatap Lu Leng. "Anak Leng, jangan bicara sembarangan! Guru yang keterlaluan sehingga membuat Liat Hwe tua jadi marah besar."

Mereka lalu diam. Semua memejamkan mata lagi, mulai menghimpun hawa murni. Mereka harus berupaya untuk segera memulihkan luka dalam masing-masing. Namun apa yang diduga Liat Hwe Cousu rupanya benar. Tidak lama mereka bisa menghimpun hawa murni, sebab kemudian telinga mereka kembali menangkap suara derap kaki kuda.

"Liat Hwe tua, bagaimana kau tadi yakin mereka akan balik ke mari lagi?" bertanya Tong Hong Pek yang juga tampak cemas begitu mendengar suara derap kaki kuda.

"Mereka berjumlah dua puluh orang lebih. Aku melihat mereka, salah seorang di antaranya Lam Thian It Ho Kiong Bu Hong. Orang itu amat terkenal karena cukup aneh. Kecerdasannya melebihi orang lain, maka aku tahu tidak dapat mengelabuinya!"

Tong Hong Pek mengeluarkan suara menggumam tak jelas. "Aku duga memang mereka balik ke mari. Melihat kita belum juga pergi, mungkin mereka tidak berani sembarangan turun tangan."

Liat Hwe Cousu tertawa gelak. "Hahaha! Kalau begitu, mudah-mudahan Beng Tu Lo Jin yang di alam baka akan melindungimu!"

Wajah Tong Hong Pek berubah serius. "Liat Hwe tua, kini bukan waktunya bergurau. Kita harus menggunakan siasat tadi!"

Liat Hwe Cousu cuma mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi. Sementara suara derap kaki kuda pun makin dekat. Tak lama kemudian tampak dua puluh ekor kuda berhenti tak jauh dari tempat mereka bertiga, namun Sien Put Pah berada jauh di belakang. Tampaknya dia tidak berani mendekati mereka bertiga.

Ternyata ketika berada di puncak Lian Hoa Hong, Liok Ci Khim Mo murka bukan main sebab Lu Leng dan Tam Goat Hua lolos, sementara putranya tak diketahui berada di mana. Maka dengan membawa kegusaran dia langsung pulang ke istana Ci Cun Kiong, Dia lalu mengerahkan seratus orang berkepandaian tinggi. Mereka dibagi empat kelompok berpencar mencari Oey Sim Tit dan mengejar Lu Leng serta Tam Goat Hua untuk merebut Busur Api. Setiap kelompok terdapat dua orang yang memiliki ilmu ginkang tinggi agar dapat segera kembali ke istana Ci Cun Kiong untuk melapor. Kebetulan yang menuju ke barat adalah kelompok dibawah pimpinan Tancu Sien Put Pah.

Setelah mendirikan istana Ci Cun Kiong, Liok Ci Khim Mo memang memberi jabatan kepada para pengikut setia. Empat Pelindung dan Empat Tancu, Pelindung Timur, Pelindung Barat, Pelindung Utara, dan Pelindung Selatan. Kali ini Liok Ci Khim Mo juga mengutus keempat pelindung tersebut untuk mengejar Lu Leng dan Tam Goat Hua. Pelindung Timur adalah Hek Sin Kun. Bersama seorang Tancu, dia berangkat ke arah timur. Sedangkan Pelindung Barat adalah Lam Thian It Ho-Kiong Bu Hong yang amat cerdik itu.

Bersama Tancu Sien Put Pah dia berangkat ke barat. Yang mengikuti mereka adalah Hai Sim Si Lo. Mereka terus mengejar ke arah barat hingga menemukan Lu Leng. Namun ketika Lu Leng terluka, muncul seseorang menyelamatkannya. Karena itu mereka semua terus mengejar Lu Leng. Walau sudah begitu jauh, mereka terus mengejar. Mereka tidak menemukan jejak Lu Leng, bahkan Oey Sim Tit pun tak ketahuan jejaknya. Hal itu membuat Lam Thian It Ho-Kiong Bu Hong jadi curiga, maka dia berunding dengan Sien Put Pah.

Akhirnya Sien Put Pah membawa Hai Sim Si Lo kembali ke tempat semula. Ternyata Sien Put Pah ketakutan ketika bertemu Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek sehingga langsung kabur bersama Hai Sim Si Lo. Setelah berkumpul kembali dengan Lam Thian It Ho-Kiong Bu Hong, barulah Sien Put Pah menarik nafas lega.

Kiong Bu Hong sudah berusia enam puluh lebih. Wajahnya kemerah-merahan dan tampak gagah, persis seperti seorang tingkatan tua dalam rimba persilatan. Hanya saja dia berhati amat jahat. Kalau membunuh orang tak pernah meninggalkan jejak, bahkan diperhitungkan dengan matang sekali. Dia memang cerdik, tapi juga licik. Melihat ada ketidak beresan pada diri Sien Put Pah, Kiong Bu Hong pun merasa curiga.

"Sien Tancu, apakah sudah menemukan jejak musuh?"

Walau sudah berada di tempat yang begitu jauh, Sien Put Pah tetap masih merasa takut terhadap Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu, "Jangan dibicarakan lagi!"

Kedudukan mereka boleh dikatakan setingkat, tapi di antara keduanya saling bertentangan dalam hati. Apabila Sien Put Pah tidak menceritakan hal yang sebenarnya, dia khawatir Kiong Bu Hong akan melapor kepada Liok Ci Khim Mo. Karena itu dia segera memberitahukannya.

"Bocah Lu itu memang ada, tapi ada dua orang yang mendampinginya," katanya.

Kiong Bu Hong tertawa dingin. "Siapa kedua orang itu? Kenapa Sien Tancu kembali dengan tangan kosong?"

Pertanyaan tersebut membuat air muka Sien Put Pah berubah. "Pelindung Kiong, kedua orang itu merupakan orang luar biasa, yaitu Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek!"

Tadi sikap Kiong Bu Hong amat angkuh, namun mendengar nama kedua orang tersebut air mukanya langsung berubah. Yang lain pun terkejut mendengar keterangan Sien Put Pah.

"Pelindung Kiong, Sien Tancu! Lebih baik kita cepat-cepat pergi melapor pada Ci Cun!" usul salah seorang anak buah.

Kiong Bu Hong berpikir sejenak, kemudian mendadak mengangkat sebelah tangannya. "Kalian jangan ketakutan dulu!"

Seketika semua orang jadi diam.

Kiong Bu Hong bertanya kepada Sien Put Pah, "Sien Tancu, kalian bertarung dengan mereka?"

Sien Put Pah menyahut dengan dingin, "Kalau bertarung, mana mungkin kami masih bisa kembali ke sini?"

Kiong Bu Hong mengerutkan kening. "lni sungguh mengherankan! Sien Tancu, ceritakanlah keadaan itu!"

Sien Put Pah segera menceritakan keadaan Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Setelah mendengar itu, sepasang biji mata Kiong Bu Hong berputar-putar.

"Heran! Setahuku Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek pernah bertikai. Mereka berdua tidak akan saling mengalah. Lagi-pula mereka berdua bersifat keras, bagaimana mereka membiarkan kalian berlima kembali dalam keadaan selamat?"

Sien Put Pah gusar dalam hati. "Menurutmu kami berlima harus jadi mayat di tempat itu?"

Kiong Bu Hong tertawa terkekeh. "Hehehe! Sien Tancu jangan menganggapku banyak urusan! Kita semua harus berbuat jasa terhadap Ci Cun."

Karena Kiong Bu Hong menyebut Bu Lim Ci Cun-Liok Ci Khim Mo, maka Sien Put Pah tidak berani banyak bicara lagi.

"Menurutmu harus bagaimana?" tanyanya kemudian.

Kiong Bu Hong menyahut, "Menurutku, kita semua harus ke sana lagi melihat-lihat!"

Ketika mendengar itu, wajah semua orang langsung berubah.

"Perintah dari Ci Cun, harus merebut kembali Busur Api. Kalian pasti memperoleh imbalan, mengapa kalian jadi takut mati?!"

Setelah Kiong Bu Hong membentak, semua orang tidak berani bersuara Iagi. Mereka saling memandang. Masing-masing telah mengambil keputusan, apabila Kiong Bu Hong memaksa mereka ke sana maka mereka akan bubar. Pergi menghadapi Liat Hwe Cousu dan Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek sama juga pergi mencari mati. Dari pada mati sia-sia, maka lebih baik kabur.

Terdengar Kiong Bu Hong berkata lagi. "Tadi Sien Tancu dan Hai Sim Si Lo bisa kembali dengan selamat, itu pasti ada sebabnya. Tidak apa-apa kita pergi ke sana. Kalau mereka sudah pergi tentu ada jejaknya, kita boleh menguntit mereka!"

"Seandainya mereka masih berada di tempat itu dan belum pergi? Lalu kita harus bagaimana?" tanya Sien Put Pah.

Kiong Bu Hong tertawa dingin. "Bagi yang takut mati, boleh berdiri agak jauh! Biar aku yang menghadapinya!"

Mendengar Kiong Bu Hong berkata begitu, legalah hati mereka. Siapa yang tidak takut mati? Kalau tidak takut mati, mengapa harus bergabung dengan istana Ci Cun Kiong, lalu bersedia diperintah orang? Kini Kiong Bu Hong mau tampil, kalau sampai terjadi sesuatu bisa melarikan diri. Karena itu semua orang mengiyakan. Mereka segera memacukan kuda masing-masing ke tempat yang dituju.

Akhirnya rombongan tiba di tempat itu. Dari jauh mereka melihat tiga orang itu masih tetap duduk di bawah pohon. Sien Put Pah paling cepat berhenti. Begitu melihat Liat Hwe Cousu dan Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek, hati Kiong Bu Hong kebat-kebit. Dalam jarak sekitar dua puluh langkah dia menghentikan kudanya, maka lainnya ikut berhenti.

Liat Hwe Cousu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Lu Leng melihat kedatangan rombongan itu. Mereka terkejut bukan main karena menyadari kali ini tak mungkin mengelabui mereka. Namun wajah ketiganya sama sekali tidak berubah. Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu menatap mereka dengan sikap dingin dan tenang sekali.

Kiong Bu Hong memberanikan diri, perlahan-lahan turun dari punggung kuda, setelah itu dia menatap Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek. Mereka berdua tahu Kiong Bu Hong amat cerdik dan licik, jarak begitu jauh seperti itu harus menghimpun hawa murni untuk berbicara. Kalau asal membuka mulut, Kiong Bu Hong akan segera tahu bahwa mereka berdua telah banyak kehilangan tenaga. Karena itu perlahan-lahan Tong Hong Pek menyentuh Lu Leng, kemudian berbisik,

"Anak Leng, kau bertanya kepada mereka, mau apa mereka ke mari?"

Lu Leng mengangguk lalu berseru sekeras-kerasnya, "Kalian para penjahat, kalian mau cari mampus?!"

Kiong Bu Hong masih terdiam sambil menatap Lu Leng, namun akhirnya membuka mulut, "Maaf! Karena tahu Giok Bi Sin Kun dan Liat Hwe Cousu berada di sini, maka kami datang untuk memberi salam!"

Ketika berkata begitu Kiong Bu Hong mengerahkan hawa murni agar Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu membuka mulut. Dia sudah menduga, kalau ada suatu sebab sehingga mereka tidak bisa turun tangan. Asal mereka membuka mulut, dia sudah dapat memastikannya.

Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu sudah tahu akan maksudnya, maka dalam hati keduanya mencaci maki. Tiba-tiba timbul suatu ide dalam benak Tong Hong Pek. Dia merogoh ke dalam bajunya, mengeluarkan Busur Api. Ditaruhnya benda itu dua langkah di depannya, lalu memberi isyarat pada Lu Leng dengan tatapan mata. Lu Leng mengerti akan maksud gurunya, maka langsung saja dia tertawa.

"Hahaha! Penjahat tua, jangan berbasa-basi! Kalian datang dengan menempuh bahaya, tentunya demi Busur Api ini. Kini sudah berada di tanah, yang punya nyali boleh ke mari mengambilnya!"

Kiong Bu Hong melihat Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu tetap tidak membuka mulut. Hatinya kian merasa curiga. Namun biar bagaimana pun curiganya, dia tetap tidak berani maju mengambil Busur Api itu.

"Hahaha! Apa yang dikatakan Lu-siauhiap memang benar. Kami datang hanya demi Busur Api!"

Lu Leng menghimpun hawa murni, lalu tertawa gelak. "Hahaha! Kalau begitu, kenapa tidak mengambil Busur Api itu?"

Ketika Lu Leng menghimpun hawa murni untuk tertawa gelak, hati Kiong Bu Hong tergerak. Dia tahu luka yang diderita Lu Leng belum sembuh. Apakah Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek tidak bisa menyembuhkannya? Kalau begitu, sudah pasti ada sebabnya. Setelah berpikir demikian, nyalinya jadi besar. Dia maju dua langkah.

Begitu melihat Kiong Bu Hong maju, Lu Leng terkejut sekali. Namun dia tetap berlaku tenang. "Guru, ada orang ke mari cari mati!" ujarnya pada Tong Hong Pek.

Mendengar kata-kata Lu Leng, Kiong Bu Hong langsung berhenti, tidak berani maju lagi.

Sementara itu Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tetap menatapnya lekat-lekat. "Anak Leng, kau berseru sekeras-kerasnya bahwa kami tidak akan bergerak. Suruh mereka ke mari mengambil Busur Api, biar Liat Hwe tua nanti menghadapinya dengan Hian Sin Hoat!"

Suara Tong Hong Pek amat lirih, hanya dapat didengar oleh Lu Leng dan Liat Hwe Cousu. Sesungguhnya Kiong Bu Hong juga ingin dengar, tapi tidak dapat karena masih terlalu jauh. Dia cuma melihat bibir Tong Hong Pek bergerak-gerak, sepertinya sedang berbicara pada Liat Hwe Cousu dengan ilmu Coan Im Jip Pit (llmu Menyampaikan Suara), itu merupakan ilmu yang amat tinggi. Hanya mereka yang punya lweekang pada taraf sempurna mampu menggunakan ilmu tersebut.

Karena itu Kiong Bu Hong semakin tidak berani maju. Dia berdiri di tempat.

Lu Leng berseru sekeras-kerasnya, "Kalian para penjahat, dengarkan baik-baik! Busur Api berada di hadapan kami. Siapa di antara kalian yang punya nyali, boleh ke mari mengambilnya! Guruku dan Liat Hwe Cousu tidak akan bergerak. Siapa yang punya nyali silakan ambil Busur Api itu!"

Setelah Lu Leng berkata begitu, semua orang mulai berkasak-kusuk mendiskusikan itu. Walau Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek berkepandaian amat tinggi, namun pasti sulit membunuh orang tanpa bergerak sama sekali. Mereka berdua adalah tokoh pesilat tangguh yang amat terkenal, tentunya tidak akan ingkar janji. Apabila berhasil memperoleh Busur Api itu, mereka akan dapat imbalan dari Liok Ci Khim Mo, kedudukan pun akan dinaikkan. Maka seketika ada beberapa orang yang tergerak hatinya.

Sesungguhnya Kiong Bu Hong juga ingin turun tangan sendiri. Namun dia berhati licik, sudah pasti tidak akan pergi menempuh bahaya. Karena itu dia berkata dengan suara dalam, "Saudara-saudara! Siapa di antara kalian yang ingin ke sana mengambil Busur Api itu?"

Seketika juga salah seorang menyahut, "Aku!"

Orang itu maju beberapa langkah, tapi berhenti tak bergerak lagi. Orang itu agak kurus berusia tiga puluhan. Di saat melangkah maju dia tampak gagah. Setelah mendekati Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, teringat akan kepandaian mereka berdua yang amat tinggi, membuat nyalinya jadi ciut. Bahkan sekujur badannya bergemetaran.

Kiong Bu Hong segera berseru, "Saudara, kenapa kau tidak maju lagi?! Apakah ingin mundur kembali?!"

Lu Leng juga berseru, "Hei! Kau ingin jadi orang gagah, ayo! Cepat ke mari!"

Orang itu salah tingkah, akhirnya nekat melangkah maju lagi dengan hati deg-degan. Ketika berada di hadapan Busur Api, kira-kira lima langkah, gigi orang itu terus berbunyi gemeretukan. Sepasang kakinya terasa lemas, sulit baginya untuk maju lagi. Sejenak kemudian melangkah lagi, namun lalu berhenti kembali. Semua orang yang berdiri sekitar dua puluh langkah tampak tegang sekali, bahkan bernafas pun tidak berani.

Begitu pula Liat Hwe Cousu, Tong Hong Pek, dan Lu Leng. Mereka tegang. Liat Hwe Cousu sudah siap dari tadi, sepasang matanya terus menyorot aneh. Namun orang itu justru terus menundukkan kepala, tidak berani menatap kedua tokoh tua di depannya. Itu membuat Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu jadi gugup, sebab ilmu Hian Sin Hoat bisa digunakan dengan cara beradu pandang pada mata lawan. Orang yang maju itu ternyata bernyali kecil, sehingga tidak berani mendongakkan kepala. Maka Liat Hwe Cousu tidak dapat menggunakan ilmunya itu. Apakah orang itu akan berhasil mengambil Busur Api tersebut?

Sepasang kaki orang itu bergemetar, namun akhirnya berhasil juga maju selangkah sehingga kini dia sudah berada di hadapan Busur Api. Asal membungkukkan badan, dia pasti berhasil mengambil Busur Api itu. Tapi dia tetap menundukkan kepala, tidak berani memandang mereka. Betapa paniknya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek melihat orang itu mulai membungkukkan badannya, siap mengambil Busur Api.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengeluarkan suara batuk dan berkata, "Kau...!"

Sebetulnya dia ingin menyuruh orang itu mendongakkan kepala agar Liat Hwe Cousu dapat menggunakan ilmu Hian Sin Hoat. Akan tetapi, setelah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengeluarkan suara batuk dan sepatah kata, orang itu langsung berteriak-teriak aneh.

“Tong Hong-tayhiap, ampuni aku!"

Orang itu membalikkan badan, dan langsung berlari pergi. Baru sekitar tiga langkah dia terjatuh. Dari mulutnya tampak mengalir cairan berwarna hijau, celananya basah dan sepasang matanya mendelik. Saking ketakutan, nyali orang itu pecah dan nyawanya melayang seketika. Kejadian itu justru sungguh di luar dugaan Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu. Mereka berdua menahan tawa dan saling memandang, sedangkan Lu Leng tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha! Baru kali ini aku menyaksikan orang mati ketakutan. Siapa mau ke mari lagi?"

Namun orang yang mati karena mendengar batuk Tong Hong Pek, dalam rimba persilatan akan memperoleh sedikit nama. Ilmu silatnya cukup lumayan, namun nyalinya amat kecil. Ketika Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengeluarkan suara batuk, orang itu mengira Tong Hong Pek turun tangan terhadapnya, sehingga karena begitu takut nyalinya sampai pecah, bahkan nyawanya melayang seketika.

Setelah orang itu binasa yang lain segera mundur, termasuk Kiong Bu Hong. Mereka saling pandang-memandang dengan air muka berubah tak menentu. Lama sekali tiada seorang pun yang berani maju mengambil Busur Api itu.

"Tiada yang berani ke mari lagi? Liat Hwe Cousu dan guruku berbelas kasihan terhadap kalian, masih belum mau enyah dari sini?!" seru Lu Leng yang bergembira.

Tampak beberapa orang melangkah mundur lagi, namun tidak begitu jauh, hanya berdiri di sisi Sien Put Pah. Kiong Bu Hong menarik nafas dalam-dalam, kemudian mengerutkan kening seraya membatin, jelas orang itu binasa karena saking ketakutan. Berdasarkan nama besar Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, masuk akal kalau orang mati ketakutan. Kini keadaan Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu memang sulit diraba.

Seandainya Kiong Bu Hong mengajak semua orang pergi, kemungkinan besar Liok Ci Khim Mo akan menyalahkannya, bahkan kedudukannya akan dicopot. Lagi-pula kalau urusan ini tersiar ke luar, betapa malunya terhadap orang-orang persilatan. Akan disembunyikan ke mana mukanya yang dicap sebagai pengecut besar? Walau Kiong Bu Hong berpikir demikian tapi dia amat licik, sama sekali tidak berani maju untuk mengambil Busur Api itu.

Setelah berpikir lama sekali, akhirnya dia tertawa gelak membangkitkan semangatnya. "Hahaha! Tong Hong-tayhiap memang hebat. Tanpa bergerak sudah membuat orang mati ketakutan!"

Lu Leng segera menyahut, "Guruku telah bilang, beliau sama sekali tidak akan turun tangan! Busur Api berada di depan, silakan ambil!"

"Tentunya kami percaya bahwa Tong Hong-tayhiap dan Liat Hwe Cousu tidak akan turun tangan, sebab kalian berdua hanya ingin mencoba nyali seseorang di antara kami! Ya, kan?"

Kiong Bu Hong memang licik. Saat ini dirinya sendiri tidak akan turun tangan mengambil Busur Api itu. Sedang kalau menyuruh bawahannya, sudah pasti tiada seorang pun yang mau. Karena itu dia berkata begitu agar Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun tidak akan turun tangan. Secara tidak langsung dia juga memberitahukan pada semua orang, bahwa siapa pun boleh untuk mengambil Busur Api itu. Orang yang binasa tadi hanya karena begitu ketakutan sehingga nyalinya pecah dan menyebabkan kematiannya.

Begitu Kiong Bu Hong usai berbicara, suasana mulai berubah. Para anak buahnya berbisik-bisik merundingkan sesuatu. Mereka tahu, siapa yang dapat mengambil Busur Api itu tentunya berjasa besar bagi Liok Ci Khim Mo. Namun semua orang termasuk Sien Put Pah sama sekali tidak tahu, Kiong Bu Hong punya suatu rencana lain dalam hati.

Berselang beberapa saat kemudian terdengar seseorang berseru lantang, "Biar aku yang coba!"

Semua orang langsung menoleh padanya. Seseorang berbadan cukup tinggi besar dan brewokan melangkah ke depan. Kalau dilihat dari bentuk tubuhnya dapat diketahui dia memiliki tenaga yang amat besar, jelas seorang ahli gwakang (tenaga luar)!

Tadi Tong Hong Pek melihat semua orang sudah mundur. Tapi gara-gara perkataan Kiong Bu Hong barusan, semua orang terpengaruh kembali. Kini muncul lagi seseorang untuk maju mengambil Busur Api. Hati Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek jadi gugup. Dia menoleh memandang Liat Hwe Cousu. Tampak wajah ketua Hwa San Pai itu berseri sambil manggut-manggut pada Tong Hong Pek. Itu membuat Tong Hong Pek tertegun. Sudah ada orang maju lagi, kenapa Liat Hwe Cousu tampak begitu tenang?

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek akhirnya mengerti juga. Ternyata Liat Hwe Cousu begitu tenang karena orang yang maju itu ahli tenaga luar, sedangkan saat ini Liat Hwe Cousu sudah banyak kehilangan hawa murni. Apabila yang maju itu memiliki lweekang tinggi, maka orang tersebut tidak akan terpengaruh oleh ilmunya. Di saat Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu saling memandangi, orang itu sudah berjalan lebar mendekati Busur Api.

Dia tidak sama dengan orang yang binasa tadi. Orang ini berjalan sambil menatap Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek. Setelah dekat mendadak sekujur badannya mulai merinding. Agar dapat membangkitkan keberaniannya, maka dia berteriak, "Aku tidak takut pada kalian! Tidak takut!"

Liat Hwe Cousu menyahut sambil tersenyum senyum, "Siapa yang suruh kau takut pada kami?"

Suara Liat Hwe Cousu amat rendah, yang jauh tentu tidak akan mendengarnya. Orang itu sudah berada di hadapan Busur Api. Begitu mendengar ucapan Liat Hwe Cousu, dia menoleh ke arahnya, maka matanya saling beradu tatap dengan mata Liat Hwe Cousu, sehingga Liat Hwe Cousu punya kesempatan untuk mengerahkan ilmu Hian Sin Hoat. Melihat mata Liat Hwe Cousu menyorot aneh, orang itu tertegun.

Kalau saja orang itu berlaku tenang dan mengambil Busur Api, tentu Liat Hwe Cousu dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi nampaknya orang ini kurang pandai mengamati. Ketika melihat sepasang mata Liat Hwe Cousu bersinar aneh, dia seperti tergetar dan berpikir, mainan apa itu? Karena pikirannya terganggu dan terus menatap Liat Hwe Cousu, maka akhirnya orang itu mulai terpengaruh oleh ilmu Hian Sin Hoat, suatu ilmu rahasia dari Hwa San Pai. Akibat dari merasuknya pengaruh itu, dia harus menuruti perintah Liat Hwe Cousu.

Pihak orang-orang Ci Cun Kiong tegang bukan main, sedangkan Kiong Bu Hong terus memperhatikan dengan mata tak berkedip. Dari tempat yang agak jauh dia hanya melihat bibir Liat Hwe Cousu bergerak-gerak. Karena tidak tahu apa yang dikatakannya justru membuatnya resah. Semua melihat orang itu telah berada di hadapan Busur Api, hanya dengan membungkukkan badan sudah bisa mengambil Busur Api itu. Namun dia tidak melakukan hal itu, melainkan hanya berdiri termangu-mangu. Menyaksikan kejadian itu semua orang jadi heran dan tidak paham, apa sebenarnya yang telah terjadi?

Sementara itu Liat Hwe Cousu yakin kalau ilmunya telah berhasil mempengaruhi orang itu. Dengan perasaan gembira dia berbisik pada Lu Leng, "Lu Leng, sekarang tanyakan padanya siapa namanya, kemudian kau suruh dia mencaci maki Liok Ci Khim Mo! Setelah itu, suruh bunuh diri! Ini akan membuat mereka semua kabur ketakutan!"

Selama ini Lu Leng belum pernah menyaksikan ilmu Hian Sin Hoat, maka mendengar perintah dari Liat Hwe Cousu, tampaknya dia belum percaya.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berbisik, "Anak Leng, turuti saja apa yang dikatakan Liat Hwe tua!"

Lu Leng mengangguk, lalu berseru, "Katakan siapa namamu?!"

"Namaku Oey Pah!" sahut orang itu dengan suara lantang. Namun sedikit pun dia tidak bergerak, bahkan matanya terus mendelik. Suaranya yang lantang itu didengar semua orang, membuat mereka terperangah.

Lu Leng memandang ke arah orang mengaku bernama Oey Pah itu. "Oey Pah! Kau harus mencaci maki Liok Ci Khim Mo!" ujarnya memerintahkan.

Oey Pah manggut-manggut, lalu mencaci maki sekeras-kerasnya, "Liok Ci Khim Mo adalah penjahat besar, bangsat jahanam! Dia tak ubahnya binatang! Aku tidak akan mengakuinya lagi sebagai Bu Lim Ci Cun!"

Ketika Oey Pah mencetuskan cacian itu, air muka Kiong Bu Hong langsung berubah. Dia cukup berpengetahuan, hingga tahu kalau Oey Pah telah kehilangan kedasarannya. Dia yakin Oey Pah telah terpengaruh ilmu Hian Sin Hoat yang dikerahkan Liat Hwe Cousu.

"Oey Pah, cepat kembali!" bentak Kiong Bu Hong tampak geram sekali.

Akan tetapi Lu Leng juga cepat berteriak lebih keras dari suara Kiong Bu Hong, "Oey Pah! Kau adalah manusia busuk! Percuma kau hidup di dunia, lebih baik bunuh diri saja!"

"Ya!" tanpa ragu Oey Pah langsung menyahut seperti itu.

Segera diangkat tangan kanannya menghantam ubun-ubun sendiri. Tanpa mengeluh dia menghancurkan ubun-ubunnya sendiri. Darah berceceran membasahi sekujur tubuhnya. Oey Pah ambruk dan langsung tewas.

Menyaksikan itu, Kiong Bu Hong menyurut mundur beberapa langkah. Semua orang pun ikut mundur sehingga jadi kacau balau.

Sien Put Pah berseru, "Aku bilang apa?!"

Dia langsung meloncat ke atas punggung kuda, dan tanpa menoleh lagi langsung menghentak kudanya, melesat meninggalkan tempat itu. Yang lain pun berebutan meloncat ke punggung kuda. Terdengar ringkikan kuda yang amat ramai, semua kabur dengan ketakutan, termasuk Kiong Bu Hong. Setelah mereka pergi jauh, Liat Hwe Cousu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Lu Leng tertawa terbahak-bahak.

Liat Hwe Cousu berkata, "Tuan Tong Hong, kau memang hebat! Hanya dengan suara batuk saja sudah dapat membuat orang mati ketakutan!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa. "Liat Hwe tua, janganlah kau menggunakan ilmu Hian Sin Hoat terhadapku, sebab aku belum mau bunuh diri, Iho!"

Walau Tong Hong Pek tidak secara langsung memuji Liat Hwe Cousu, itu jelas dari ucapannya yang terakhir. Tentu saja Liat Hwe Cousu merasa bangga dan senang, sebab yang memuji dirinya bukan tokoh sembarangan. Maka orang tua ini tertawa, tak bisa menyembunyikan rasa gembiranya.

"Tuan Tong Hong, kalau dari tadi kau sudi berkata demikian, kita berdua tidak perlu bertarung hingga kehilangan banyak hawa murni!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tersenyum. "Liat Hwe tua, kau pun kenapa tadi tidak mau berkata seperti barusan?"

Mereka berdua saling memandangi lalu tertawa terbahak-bahak. Dengan tawa itu maka lenyaplah unek-unek dalam hati masing-masing. Perlahan-lahan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek bangkit berdiri. Dia hendak segera mengambil Busur Api di depannya. Namun ketika hendak membungkukkan badan, mendadak terdengar suara tawa dari atas pohon. Bersamaan dengan itu berkelebat sosok bayangan ke arahnya.

Tong Hong Pek, Liat Hwe Cousu dan Lu Leng terkejut sekali. Dalam sekejap sosok bayangan tersebut sudah berada di hadapan Tong Hong Pek, dan secepat itu pula Busur Api tahu-tahu saja telah disambarnya. Bukan main terkejutnya Tong Hong Pek mendapati Busur Api sudah berpindah ke tangan orang itu. Begitu menyadari hal itu dia langsung melancarkan pukulan keras ke arah orang tak dikenal itu. Sebenarnya pukulan yang dilancarkan Tong Hong Pek sangat hebat, sebuah kekuatan yang mampu
menghancurkan batu besar. Namun aneh, saat itu pukulannya seakan tak mengandung tenaga ketika mendarat pada sasarannya.

“Plaak!”

Pukulan Tong Hong Pek mendarat di punggung orang itu, namun orang tak dikenal itu malah tertawa gelak sambil mencelat ke samping. Liat Hwe Cousu dan Lu Leng segera maju, namun orang itu langsung melancarkan dua buah pukulan sehingga membuat keduanya terdesak mundur. Melihat Lu Leng dan Liat Hwe Cousu terdesak, orang itu menghentikan serangan dan mencelat ke tempat yang agak jauh. Dia mengenakan jubah berwarna keperakan dan bersulam gambar tengkorak. Usianya sekitar empat puluhan, tapi masih tampak gagah.

Orang itu tertawa bergelak. "Tuan Tong Hong, Liat Hwe Cousu! Hari ini aku terpaksa bertindak kasar terhadap kalian. Karena terlampau berani merebut Busur Api ini, harap kalian jangan menyalahkanku! Hahahaaa...!"

Air muka Tong Hong Pek, Liat Hwe Cousu dan Lu Leng terkejut begitu tahu orang itu. Mereka memang sangat terkejut dengan kejadian yang sungguh di luar dugaan ini. Bersusah payah menghalau Kiong Bu Hong dan lainnya, tetapi tak disangka tiba-tiba muncul Kim Kut Lau merebut Busur Api tersebut. Kalau mereka bertiga tidak terluka parah, cukup Lu Leng seorang diri sudah dapat mengalahkannya. Namun keadaan saat ini Kim Kut Lau yang berada di atas angin.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa mendengar ucapan lelaki separuh baya itu. "Kami tidak menyalahkanmu! Tapi untuk apa kau merebut Busur Api itu?"

Kim Kut Lau pun ikut tertawa. "Tentunya untuk dibawa ke istana Ci Cun Kiong. Akan kuserahkan busur ini kepada Liok Ci Khim Mo, maka aku berhak menerima kedudukan tinggi!"

"Tidak salah!" ujar Tong Hong Pek dengan tatapan mata dingin. "ltu memang cara terbaik untuk bergabung dengan istana Ci Cun Kiong!"

Kim Kut Lau tertawa lagi. "Hahaha! Perkataanmu memang benar, tapi kedengarannya kau menyindirku!"

Tong Hong Pek tersenyum dingin, "Oh, ya?"

Kim Kut Lau terus tertawa, kemudian membusungkan dada angkuh. "Aku bersembunyi di atas pohon. Bagaimana keadaan kalian bertiga, aku sudah tahu dengan jelas. Sekarang kalian masih berani mencetuskan perkataan yang menyindir?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek terdiam begitu mendengar ucapan Kim Kut Lau. Kenyataannya dirinya dan Lu Leng serta Liat Hwe Cousu memang sedang mengalami luka dalam. Sementara itu Lu Leng yang begitu gusar langsung membentak,

"Kau berani merebut Busur Api dan berlaku kasar pada guruku?!"

Kim Kut Lau menyimpan Busur Api ke dalam bajunya sambil tertawa-tawa. "Bocah busuk, ajalmu telah tiba!" dengus Kim Kut Lau. “Tampaknya kau belum juga menyadarinya!"

Ketika mendengar Kim Kut Lau berkata begitu, terkejutlah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Dia dapat melihat jelas sepasang mata Kim Kut Lau memang memancarkan hawa membunuh. Walau pihaknya berjumlah tiga orang, namun mereka telah terluka parah. Lagi-pula Kim Kut Lau berkepandaian tinggi. Kalau dia berniat membunuh, kemungkinan besar mereka bertiga akan mati di tangannya.

Karena itu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek segera menoleh ke arah Lu Leng. "Anak Leng, jangan banyak bicara! Biar dia pergi."

Tong Hong Pek terpaksa mengucapkan hal itu demi keselamatan mereka bertiga. Dia inginkan Kim Kut Lau segera pergi. Meski pun telah kehilangan Busur Api. lain waktu masih bisa berusaha merebut kembali busur itu. Akan tetapi Kim Kut Lau amat licik. Diam-diam dia sudah mengambil keputusan untuk menghabisi ketiga orang itu. Karena itu dia menyahut sambil tersenyum sinis,

"Tuan Tong Hong, urusan tidak segampang itu!"

Tong Hong Pek tertawa. "Hahaha! Baik, baik! Oh ya, Liat Hwe Cousu, kau mau bicara apa?"

Wajah Liat Hwe Cousu kehijau-hijauan. Dia sama sekali tidak bersuara. Sementara itu Lu Leng tahu, saat ini dirinya bukan tandingan Kim Kut Lau. Namun kekerasan hatinya mendorong niatnya untuk mengadu nyawa dengan Kim Kut Lau. Maka tiba-tiba saja dia mengayunkan golok pusaka Su Yang To, merangsek ke arah Kim Kut Lau. Kim Kut Lau tertawa panjang sambil mencelat menghindarkan serangan Lu Leng. Sambil bergerak tangannya mengibas ke arah pinggang Lu Leng.

“Plaak!”

Lu Leng terpental jatuh. Karena melihat Lu Leng terpental oleh serangannya, Kim Kut Lau maju beberapa langkah, kemudian menendang Lu Leng. Golok pusaka Su Yang To
terpental.

"Kim Kut Lau, beranikah kau memandangku?!" bentak Liat Hwe Cousu yang berang sekali.

Sambil tertawa Kim Kut Lau membalikkan badannya ke arah Liat Hwe Cousu. "Liat Hwe tua, saat ini ilmu Hian Sin Hoat hanya dapat mempengaruhi orang semacam Oey Pah, takkan mungkin dapat mempengaruhi diriku!"

Melihat kesombongan Kim Kut Lau, Liat Hwe Cousu geram bukan main. Maka dia segera mengerahkan Hian Sin Hoat-nya. Namun Kim Kut Lau memiliki lweekang tinggi, maka Liat Hwe Cousu tak dapat mempengaruhinya dengan ilmu itu.

"Hahaha! Liat Hwe tua, Tuan Tong Hong! Terus terang saja, kalau hanya mengantar Busur Api ke istana Ci Cun Kiong mungkin kedudukanku tidak bisa di atas Empat Pelindung. Tapi kalau aku membawa serta kepala kalian...."

Meskipun kalimat terakhir itu tidak dilanjutkan, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek langsung tercengang dengan wajah berubah hebat, begitu juga yang terjadi pada Liat Hwe Cousu. Keduanya memahami maksud Kim Kut Lau yang menghendaki kematian mereka bertiga. Namun anehnya, belum sempat Liat Hwe Cousu menyahut, mereka melihat wajah Kim Kut Lau berubah.

Tong Hong Pek, Liat Hwe Cousu dan Lu Leng terheran-heran. Ketiganya yakin bahwa Kim Kut Lau melihat sesuatu di belakang mereka, sehingga air mukanya berubah begitu. Karena itu mereka langsung menoleh dengan serentak. Ketika mereka menoleh, tampak sosok bayangan melesat ke arah mereka! Sesosok bayangan tampak berkelebat cepat bagaikan segulung asap. Namun begitu melihat, mereka segera tahu siapa orangnya. Siapa lagi kalau bukan Oey Sim Tit, sebab selain dia tak seorang pun memiliki ginkang setinggi itu. Kemunculan Oey Sim Tit di tempat ini tentunya karena berjumpa dengan Kiong Bu Hong dan lainnya, sehingga tahu mereka bertiga berada di situ!

Sekejap Oey Sim Tit sudah berdiri di hadapan Tong Hong Pek. Kedatangan Oey Sim Tit membuat ketiga orang itu merasa girang, namun juga berduka. Mereka tahu, Hek Sin Kun saudaranya Kim Kut Lau telah bergabung dengan istana Ci Cun Kiong. Tentunya mereka tidak berani berbuat seenaknya terhadap Oey Sim Tit. Namun sebaliknya Oey Sim Tit pun pasti tidak akan membiarkan Kim Kut Lau mencelakai mereka bertiga, inilah yang membuat mereka bergirang dalam hati.

Selain dari itu mereka bertiga juga tahu, kedatangan Oey Sim Tit akan merebut kembali Busur Api yang sudah susah payah dibawa Lu Leng. Meski pun Panah Bulu Api sekarang masih entah di mana adanya, namun memperoleh Busur Api saja berarti masih punya harapan. Tapi kini Busur Api pun harus lepas kembali, selanjutnya akan sulit merebutnya kembali. Inilah yang menyebabkan hati mereka jadi berduka.

Ketika melihat Oey Sim Tit berdiri di hadapan, mereka bertiga diam saja. Sebaliknya Oey Sim Tit malah segera memberi hormat.

"Tuan Tong Hong, aku mohon Busur Api itu dikembalikan padaku!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tersenyum getir. "Sim Tit, Busur Api sudah tidak berada padaku!"

"Di mana?" tanya Oey Sim Tit tak sabaran, wajahnya menyiratkan kecewa yang dalam.

Lu Leng menunjuk Kim Kut Lau. "Berada padanya!"

Oey Sim Tit tahu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Lu Leng tidak akan bohong, maka segera dia tatap Kim Kut Lau. Namun ternyata dia sama sekali tidak mengenalnya.

Sejak diusir Cit Sat Sin Kun-Tam Sen di Cing Yun Ling di Go Bi San, Kim Kut Lau berpisah dengan Hek Sin Kun. Selama ini dirinya bersembunyi di suatu tempat yang terpencil. Persembunyian itu justru berada di sekitar tempat sekarang dirinya bertemu orang-orang ini. Tadi dia sedang mengejar seekor rusa yang berlari ke tempat itu. Ketika mendapati Tong Hong Pek sedang bertarung dengan Liat Hwe Cousu, dia segera meloncat ke atas pohon untuk menyaksikan mereka dari tempat tersembunyi. Kini Hek Sin Kun saudaranya sudah bergabung dengan istana Ci Cun Kiong, kedudukannya sebagai kepala pemimpin wilayah timur, barat, utara dan selatan. Tentunya Kim Kut Lau pun ingin pergi ke sana. Namun dia amat cerdik. Kalau pergi dengan tangan kosong, sudah pasti hanya memperoleh kedudukan rendahan.

Ketika melihat Tong Hong Pek dan Liat Hwe Cousu bertarung, timbullah suatu rencana dalam hatinya. Kebetulan muncul Sien Put Pah dan Hai Sim Si Lo, kemudian Kiong Bu Hong dan lainnya. Setelah mereka pergi, dia pun langsung turun tangan merebut Busur Api itu, bahkan dia bermaksud memenggal kepala ketiga orang itu untuk dipersembahkan kepada Liok Ci Khim Mo. Karena itu kedatangan Oey Sim Tit yang tak dikenalnya membuat hatinya gusar.

Oey Sim Tit tampak masih menatap orang di depannya. “Tuan, bolehkah aku meminta busur itu kembali?" Oey Sim Tit meminta dengan penuh harap.

"Siapa kau?" dengus Kim Kut Lau menatap penuh selidik pada Oey Sim Tit.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar