Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 13

Sudah dua kali Tam Goat Hua mendengar orang menyebut ayahnya Cit Sat Sin Kun, itu membuatnya terheran-heran. Bagaimana ayahnya memperoleh julukan itu? Namun saat ini dia tidak punya waktu untuk memikirkan itu.

"Kalau begitu, kau pasti akan mengurungku, bukan?" tanyanya dingin.

Sebelum si Nabi Setan-Seng Ling menyahut. Kou Hun Su-Seng Cai sudah membentak dengan sengit sekali. "Sudah bagus cuma mengurungmu, kenapa kau masih banyak bacot?!"

Walau kini Tam Goat Hua sudah jatuh ke tangan orang, namun sifatnya yang keras membuatnya tidak mau mengalah. Dia langsung menyahut dengan dingin, "Kalian berdua berderajat bicara dengan aku?" nada suaranya amat menghina Seng Cai dan Seng Bou.

Karena ketika mereka berdua baru tiba di Bu Yi San sudah dipermainkan oleh gadis tersebut, maka saat Tam Goat Hua menerobos ke dalam Istana Setan, sebetulnya kedua putra si Nabi Setan-Seng Ling itu ingin membunuhnya. Akan tetapi, begitu melihat sikap si Nabi Setan-Seng Ling, mereka berdua tidak berani mencelakainya. Namun saat ini nada suara Tam Goat Hua begitu menghina mereka, maka wajah mereka langsung berubah dan mereka maju serentak untuk menyerang gadis itu. Di saat bersamaan si Nabi Setan-Seng Ling maju ke hadapan mereka, sekaligus menahan agar mereka tidak bertindak sembarangan.

"Ayah, gadis liar itu...."

Sebelum Seng Cai usai berkata, air muka si Nabi Setan-Seng Ling sudah berubah. "Aku punya ide, kalian berdua tidak usah banyak bicara!"

Walau amat gusar dalam hati, tapi Seng Cai dan Seng Bou tidak berani melampiaskannya.

Si Setan-Seng Ling berkata lagi. "Aku tidak mau membunuhnya juga demi kalian berdua! Apakah kalian berdua masih tidak mengerti?"

Wajah Seng Cai dan Seng Bou yang semula tampak kesal, kini langsung berubah menjadi berseri setelah mendengar perkataan si Nabi Setan-Seng Ling. Kemudian mereka bertanya hampir serentak. "Ayah, apakah demi aku?"

Usai bertanya mereka berdua saling melotot.

Si Nabi Setan-Seng Ling menyahut. "Demi siapa, kini aku masih belum mengambil keputusan. Kalian berdua tidak perlu berdebat!"

Seng Cai segera berkata. "Ayah, aku adalah anak sulung, tentunya harus demi aku."

Seng Bou memelototi kakaknya, kemudian berkata. "Ayah akan mengambil keputusan, kau tidak perlu banyak omong!"

Kakak beradik itu mulai ribut mulut, membuat si Nabi Setan-Seng Ling mengerutkan kening, lalu membentak. "Kalian ribut apa?! Hakim Kanan, cepat bawa gadis itu pergi!"

Mereka bertiga ayah dan anak bertanya jawab, tentunya Tam Goat Hua mendengar dengan jelas sekali. Akan tetapi gadis itu justru tidak mengerti maksud mereka bertiga, maka menjadi terheran-heran. Setelah si Nabi Setan-Seng Ling berkata begitu, si Hakim Kanan mendekati Tam Goat Hua dan berkata.

"Nona Tam, silakan!"

Tam Goat Hua tahu bahwa kini dirinya tidak boleh bertindak ceroboh, harus menurut. Kalau tidak, dirinya pasti celaka.

"Hm!" dengus gadis itu, lalu ikut di belakang si Hakim Kanan.

Sampai di ujung terowongan, mendadak sebuah pintu rahasia terbuka sendiri. Keluar dari pintu rahasia itu, mereka memasuki terowongan pula. Si Hakim Kanan terus berjalan ke depan, sedangkan Tam Goat Hua mengikutinya dari belakang. Mendadak gadis itu melihat sebuah pintu di sebelah kiri. Tanpa banyak berpikir lagi dia langsung melesat ke arah pintu tersebut.

Setelah masuk ke dalam pintu itu, dia tidak bisa melihat apa-apa karena amat gelap di dalamnya. Barulah Tam Goat Hua tahu adanya gelagat tidak beres. Namun dia tidak tahu di mana ketidak-beresan itu. Dia langsung berhenti, sekaligus melancarkan sebuah pukulan ke depan.

“Blaam!” pukulannya menghantam sebuah lempengan besi.

Di saat bersamaan dia merasa telapak tangannya tersengat sesuatu, sehingga merasa sakit sekali. Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. Seketika juga dia teringat akan pesan orang aneh berkedok di Bu Yi San, bahwa harus berhati-hati setelah masuk di Istana Setan, sebab banyak bahaya dan di setiap tempat pasti diolesi racun. Kalau kurang berhati-hati, pasti akan terkena racun.

Teringat akan pesan itu, Tam Goat Hua semakin terkejut, maka dia segera mundur. Setelah mundur ke tempat yang agak terang, Tam Goat Hua cepat-cepat memeriksa telapak tangannya, tapi tidak terdapat tanda apa pun. Walau begitu, perasaan Tam Goat Hua tetap tidak tenang. Dia segera menghimpun hawa murninya, kemudian disalurkan ke telapak tangannya. Setelah itu barulah dia melangkah maju.

Ternyata di hadapannya terdapat sebuah pintu besi, dan di sisi pintu besi itu terdapat sebuah gelang besi yang cukup besar. Tam Goat Hua menarik gelang besi itu, akan tetapi pintu besi itu sama sekali tidak bergerak. Gadis itu mengerutkan kening, kemudian menarik gelang besi itu lagi dengan sekuat tenaga.

“Kreeek!” pintu besi itu bergerak ke atas kira-kira dua depa.

Bukan main girangnya Tam Goat Hua, namun dia tidak berani berlaku ceroboh lagi seperti tadi. Dia segera mengayunkan rantai besinya ke dalam. Setelah tiada reaksi apa pun, barulah dia masuk ke dalam. Begitu masuk ke dalam, dia menarik pintu itu agar tertutup kembali seperti semula. Ketika pintu besi itu terangkat ke atas, sayup-sayup dia masih mendengar suara bentakan-bentakan si Nabi Setan-Seng Ling. Tetapi setelah pintu besi itu tertutup kembali, suara bentakan-bentakan itu pun tidak terdengar lagi.

Hening sekali suasana di tempat itu, sampai detak jantung Tam Goat Hua pun terdengar jelas. Gadis itu tahu bahwa setelah memasuki pintu besi tersebut, dirinya betul-betul berada di dalam Istana Setan. Dia menarik nafas dalam-dalam agar hatinya bertambah tenang, lalu memandang ke depan. Keadaan di tempat itu remang-remang menimbulkan suatu perasaan aneh.

Ternyata tempat itu berupa sebuah goa, tidak ada jalan sama sekali. Di tengah-tengah goa itu, terdapat sebuah lobang yang menembus ke dalam tanah. Tam Goat Hua mendekati lobang itu, lalu berjongkok untuk memandang ke dalam. Terdapat suara percakapan di dalam lobang itu, suara lelaki dan wanita.

"Begitu mendengar Lu Cong Piau Tau datang, Kauwcu langsung pergi menyambut. Heran sekali! Lu Cong Piau Tau itu entah orang lihay dari mana?" suara lelaki.

"Tentu adalah ayah bocah itu," suara wanita.

Mendengar sampai di situ, hati Tam Goat Hua tergerak, kemudian mendengar lagi dengan penuh perhatian.

"Kau tidak menyinggung bocah itu ya tidak apa-apa. Begitu kau menyinggungnya, justru menimbulkan kegusaranku," suara lelaki yang mengandung kebencian.

Wanita itu tertawa cekikikan, suara tawanya amat menyeramkan dan membuat bulu roma berdiri, "Hik! Hik! Hik! Maksudmu kejadian itu?"

"Ya."

"Ceritakanlah tentang kejadian itu!”

"Atas perintah Kauwcu, Hakim Kanan membawa kami pergi menangkap bocah itu. Tidak sulit, kan? Begitu kami turun tangan, langsung berhasil merebut bocah itu.”

Menutur sampai di situ, mendadak lelaki itu berhenti. Kemudian dia berkata dengan heran, "Eh? Kok tiada suara?"

Wanita itu meludah sambil tertawa. "Phui! Tempat ini disebut ‘Tempat Tiada Suara’, bagaimana ada suara sih?"

Terdengar suara lelaki itu menyahut. "Kalau tiada suara berarti gelagat tidak beres. Di mana Seh Lo Sam dan saudara Ting Cit?"

Suara wanita itu kedengaran tidak sabaran. "Peduli amat dengan mereka, cepat lanjutkan penuturanmu!"

Sementara Tam Goat Hua terus mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan menahan nafasnya agar tidak terdengar oleh mereka.

"Setelah berhasil merebut bocah itu..." lanjut lelaki itu, "Kami pun memasukkannya ke dalam karung kain. Sesuai dengan perintah Kauwcu, kami segera pulang ke Istana Setan. Sampai di dalam Istana Setan, begitu karung kain itu dibuka di dalamnya berisi seekor bangkai babi. Entah kapan kain karung itu ditukar orang. Betapa gusarnya Kauwcu!"

Wanita itu amat tertarik mendengar penuturan tersebut, kemudian berkata sambil tertawa. "Kalau begitu, kalian dan Hakim Kanan itu sama sekali tidak tahu kapan karung itu ditukar orang?"

Lelaki itu menyahut sengit. "Jangankan kami, bocah itu pun tak tahu bahwa dirinya sudah berpindah ke tangan orang lain. Karena itu, Kauwcu yang turun tangan sendiri dan berhasil menangkap kembali bocah itu. Kalau tidak, kami beberapa orang pasti celaka."

Tam Goat Hua terheran-heran mendengar penuturan tersebut, seandainya Lu Leng mendengarnya pasti juga merasa heran. Anak itu sudah tahu bahwa dirinya akan dibawa ke Istana Setan, namun kemudian dia justru berada di dalam goa itu, dan mengalami berbagai macam kejadian aneh. Ternyata goa itu bukan Istana Setan justru amat membingungkan, bagaimana karung itu bisa ditukar orang dengan karung kain lain yang berisi bangkai babi?

Karena saking tertariknya akan penuturan itu, Tam Goat Hua menggeserkan badannya untuk memandang ke dalam. Walau hal itu dilakukannya dengan hati-hati sekali, tapi tidak terlepas dari pendengaran orang yang di bawah itu, maka seketika terdengar suara bentakan.

"Siapa?!"

Karena sudah diketahui oleh orang yang di bawah, maka dari pada mereka ke atas lebih baik dia turun ke bawah.

"Aku!" sahut Tam Goat Hua sambil meloncat ke bawah.

Begitu meloncat ke bawah, terdengar pula suara berdesir. Tampak tiga titik cahaya mengarahnya, sepertinya itu adalah senjata rahasia. Ketika meloncat ke bawah, Tam Goat Hua sudah siap. Maka di saat ketiga senjata rahasia itu meluncur ke arahnya, dia langsung mengayunkan rantai besinya untuk menangkis semua senjata rahasia itu.

“Tring! Tring! Tring!" ketiga senjata rahasia itu terpukul hingga jatuh.

Di saat bersamaan kaki Tam Goat Hua sudah menginjak dasar lobang itu. Setelah itu, Tam Goat Hua mendongakkan kepalanya. Dia tampak terkejut dan tertegun. Ternyata Tam Goat Hua berdiri di atas sebuah batu besar. Di sisi batu besar itu terdapat jembatan batu yang amat indah menakjubkan.

Pemandangan di tempat itu sungguh indah, bahkan di depan terdapat sebuah istana. Tempat tersebut ibarat tempat tinggal para dewa dewi, namun justru disebut Istana Setan. Di saat Tam Goat Hua tertegun, terdengarlah suara bentakan wanita.

"Bocah perempuan, siapa kau?"

Tam Goat Hua segera memandang ke depan. Dilihatnya seorang lelaki dan seorang wanita sedang duduk di atas sebuah batu. Kelihatannya mereka berdua sama sekali tidak memandang sebelah mata pun kepada gadis itu. Tam Goat Hua mengamati mereka, dan seketika juga merasa muak dalam hati.

Ternyata wanita itu bermuka lonjong, rambut awut-awutan dan bermata segi tiga. Tampangnya amat menyebalkan. Begitu pula lelaki itu. Badannya gemuk tapi mukanya kecil dan pipi sebelah kirinya somplak tidak ada dagingnya sama sekali. Sungguh menyeramkan wajah lelaki itu. Akan tetapi sepasang matanya justru menyorot sinar yang amat tajam, pertanda dia memiliki lweekang yang amat tinggi.

Di saat mereka bertiga saling tatap menatap, mendadak terdengar suara lonceng, kemudian muncul delapan orang berpakaian hitam di depan pintu istana itu. Mereka membawa senjata tombak yang ujungnya bercagak tiga. Tam Goat Hua tahu bahwa jejaknya sudah ketahuan. Gadis itu tidak merasa takut, tapi sebaliknya malah tampak tenang.

Dia tertawa hambar seraya bertanya. "Bolehkah aku tahu siapa kalian berdua?"

"Hm!" dengus wanita itu.

Di saat bersamaan, muncullah si Hakim Kanan. Dia memandang Tam Goat Hua sambil tertawa dingin. "Nona Tam! Kau jangan coba-coba kabur, itu akan membahayakan dirimu!"

Tam Goat Hua diam saja.

Si Hakim Kanan berkata lagi. "Nona Tam, lebih baik kau ikut aku!"

Apa boleh buat, Tam Goat Hua terpaksa mengangguk lalu mengikuti si Hakim Kanan ke dalam istana. Dia diajak memasuki sebuah terowongan. Sampai di ujung terowongan si Hakim Kanan berhenti, ternyata di depannya terdapat sebuah lobang.

"Nona Tam, silakan masuk!" kata si Hakim Kanan dingin.

Tam Goat Hua memandang ke dalam. Dilihatnya undakan batu menuju bawah, maka dia segera bertanya. "Tempat apa ini?"

Si Hakim Kanan menyahut. "Dari sini ke bawah adalah Neraka Delapan Belas Lapis. Nona Tam belum tahu ya?"

Kaum rimba persilatan semuanya tahu Neraka Delapan Belas Lapis yang di dalam Istana Setan, namun bagaimana bentuk dan keadaannya, tiada seorang pun yang tahu. Tam Goat Hua melangkah ke bawah melalui undakan batu. Sungguh mengherankan ternyata di situ terdapat tempat yang bertingkat-tingkat ke bawah, setiap tingkat terdapat sebuah pintu batu.

Gadis itu terus melangkah ke bawah. Dia telah melewati tujuh belas tingkat, namun si Hakim Kanan tidak menyuruhnya berhenti. Tam Goat Hua tahu bahwa dirinya akan dikurung di tingkat ke delapan belas. Bagaimana keadaan di tempat itu, dia sama sekali tidak mengetahuinya. Di samping merasa cemas, dia pun merasa girang karena akan berjumpa Lu Leng yang dikurung di tingkat kedelapan belas itu. Si Setan-Seng Ling tidak tahu tujuannya ke Istana Setan. Kalau dia tahu mungkin gadis itu tidak akan dikurung di tempat itu bersama Lu Leng.

Tam Goat Hua sudah sampai di tingkat ke delapan belas. Si Hakim Kanan berhenti di situ, kemudian menarik sebuah alat.

“Kreeek!” pintu batu di tempat itu terbuka.

Si Hakim Kanan tertawa terkekeh-kekeh dan berkata. "Nona Tam, silakan masuk!"

Tam Goat Hua mendengus. "Hmm!"

Tam Goat Hua lalu berjalan ke dalam, namun dia tidak melihat Lu Leng. Mungkin anak muda itu dikurung di tempat lain. Di ruangan itu terdapat sebuah kursi, meja dan tempat tidur, yang semuanya dari batu. Tidak terdapat barang lain. Setelah Tam Goat Hua masuk ke dalam, barulah si Hakim Kanan menyalakan sebuah pelita yang bergantung di dinding, kemudian berkata dengan dingin.

"Nona Tam, ketika kau melangkah ke bawah jangan dikira tiada halangan sama sekali. Itu dikarenakan aku bersamamu. Kalau kau ingin naik ke atas, berarti kau akan mengantar nyawa."

Tam Goat Hua tidak menghiraukannya, dia langsung duduk. Si Hakim Kanan tertawa dingin beberapa kali, lalu menutup pintu batu tersebut.

“Buum!” suara pintu ditutup.

Setelah pintu batu tertutup kembali, si Hakim Kanan meninggalkan tempat itu. Tam Goat Hua bangkit berdiri dan mulai pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian. Suara langkah si Hakim Kanan semakin menjauh, barulah Tam Goat Hua menarik nafas lega. Dia segera mendekati pintu batu itu. Lama sekali dia memperhatikan pintu batu tersebut, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

Ternyata pintu batu itu tidak dapat dibuka dari dalam, harus dibuka dari luar. Memang bisa dibuka dari dalam, namun harus orang yang telah berhasil menguasai ilmu Kim Kong Ci Lat (Tenaga Jari Sakti)! Namun kalau orang sudah berhasil menguasai ilmu tersebut, bagaimana mungkin tertangkap si Nabi Setan-Seng Ling dan dikurung di dalam ruang batu itu?

Tam Goat Hua menjadi kesal, Dia terus menghantam pintu batu itu dengan rantai yang melekat di lengannya.

“Prak! Braaak...!”

Lweekang gadis itu sudah cukup tinggi, maka ketika mengayunkan rantai menghantam pintu batu itu menimbulkan suara menderu-deru. Akan tetapi pintu batu tidak rusak sama sekali. Akhirnya Tam Goat Hua kelelahan, dia menjatuhkan diri ke kursi batu lalu termenung. Kini dirinya sudah terkurung di dalam ruang batu, tidak mungkin bisa keluar, lalu untuk apa dia berpikir? Setelah termenung sejenak, Tam Goat Hua mulai menghimpun hawa murninya. Di saat bersamaan mendadak terdengar suara.

"Plak! Plak!" suara itu berasal dari dinding sebelah timur.

Tersentak hati Tam Goat Hua. Dia tidak tahu suara apa itu. Dia segera bangkit berdiri dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Tak lama suara itu terdengar lagi. Tam Goat Hua tercengang, kemudian mengetuk dinding itu beberapa kali. Berselang sesaat terdengar suara orang yang amat lirih.

"Siapa kau?"

Tam Goat Hua yakin bahwa orang itu pasti kaum rimba persilatan yang dikurung juga di situ. Karena dinding itu amat tebal, maka suaranya kedengaran amat lirih.

"Aku sudah mendengar suaramu, siapa kau?"

Suasana hening sejenak. Orang itu sepertinya sedang menghela nafas panjang, lalu terdengar suaranya, "Aku bermarga Lu...."

Betapa girangnya Tam Goat Hua. Dia segera bertanya. "Kau Lu Leng?"

Tiada sahutan. Tam Goat Hua bertanya berulang kali, namun tetap tiada sahutan. Kemudian diketuknya lagi dinding itu, tapi tetap tidak terdengar suara apa pun. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi di ruang sebelah, maka akhirnya dia kembali duduk di kursi batu. Ketika dia sudah duduk, mendadak terdengar suara.

"Krek! Krek!"

Tam Goat Hua tersentak, lalu secepat kilat melesat ke sisi pintu batu. Tak lama pintu batu itu terbuka, dan tampak seorang berpakaian hitam membawa sebuah nampan melangkah ke dalam. Begitu melihat tidak ada orang di dalam, orang berpakaian hitam tertegun. Di saat orang itu tertegun, Tam Goat Hua bergerak cepat menotok jalan darah Tay Pai Hiat orang itu. Begitu jalan darahnya itu tertotok, orang berpakaian hitam itu roboh dan nampan yang dibawanya terlepas dari tangannya.

Tam Goat Hua cepat-cepat menjulurkan tangannya untuk menyambut nampan itu, agar tidak jatuh lalu menimbulkan suara.Ternyata nampan itu berisi berbagai macam makanan. Gadis itu menengok ke luar, tapi tiada seorang pun berada di sana. Padahal Tam Goat Hua sudah lapar sekali, namun tiada waktu baginya untuk bersantap.

Dia segera melepaskan pakaian orang itu, berikut kain hitam pengikat kepalanya. Tam Goat Hua memakai pakaian dan kain pengikat kepala orang itu. Setelah semua makanan yang ada di nampan diturunkannya ke bawah, dia membawa nampan itu meninggalkan ruang batu tersebut, sekaligus menutup pintunya.

Saat ini, hati Tam Goat Hua berkebit-kebit tidak karuan, Walau dia sudah meninggalkan ruang batu itu, tapi belum tentu dia dapat meloloskan diri dari Istana Setan. Dia berdiri termangu-mangu, kemudian mengambil keputusan untuk pergi ke ruang sebelah, sebab dia ingin tahu apakah orang yang di ruang sebelah itu Lu Leng? Setelah mengambil keputusan itu, Tam Goat Hua segera melesat ke pintu ruangan sebelah. Tam Goat Hua mengerahkan lweekang, kemudian menarik sebuah alat yang terdapat di sisi pintu itu.

“Kreeek!” pintu itu terbuka.

Tam Goat Hua melongok ke dalam, tampak seorang anak berusia empat lima belas tahun duduk di kursi batu. Wajah anak itu kelihatan gelisah, namun sepasang matanya amat terang bercahaya. Begitu melihat wajah anak itu, Tam Goat Hua terbayang akan Lu Sin Kong. Dalam hati dia sudah tahu, anak itu pasti Lu Leng.

Betapa girangnya Tam Goat Hua, sebab dia berjumpa anak itu. Tujuannya pergi ke Istana Setan memang ingin menolong anak tersebut, akan tetapi dia malah tertangkap dan di kurung di ruang batu. Sungguh di luar dugaan, kini dia malah berjumpa Lu Leng di tempat itu.

"Kau Lu Leng?" tanya Tam Goat Hua dengan suara rendah.

Anak itu bangkit berdiri, lalu menyahut dengan suara rendah pula, "Siapa kau?"

Tam Goat Hua tersenyum. "Aku adalah orang yang di ruang sebelah, margaku Tam."

Gadis itu masuk ke dalam. Ketika mendengar gadis itu mengaku bermarga Tam, wajah anak itu tampak tercengang.

"Kau bermarga Tam? Apakah kau Tam Goat Hua putri Paman Tam?"

Gadis itu melongo karena anak tersebut tahu namanya. Kalau tidak dikarenakan ulah Han Giok Shia yang menyamar sebagai Tam Goat Hua, mereka berdua pasti sudah berjumpa di Su Cou.

Gadis itu menyahut. "Tidak salah, aku Tam Goat Hua. Aku ke mari demi kau. Sudah berapa lama kau berada di sini?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Aku tidak tahu sebab di dalam ruang batu ini tidak tahu siang atau malam, maka aku tidak bisa menghitung hari."

Mendadak Tam Goat Hua berbisik. "Kau ingin meloloskan diri dari sini?"

Tam Goat Hua bertanya demikian karena menduga Lu Leng tidak punya nyali untuk kabur. Siapa tahu dia justru girang sekali, sehingga sepasang matanya berbinar-binar.

"Tentu, kakak Tam."

Jawaban Lu Leng sungguh cocok dengan sifat Tam Goat Hua. Gadis itu pun kelihatan girang sekali.

"Mari kita kabur bersama!"

Lu Leng mengangguk dan segera melesat ke arah pintu. Walau usianya lebih muda dua tahun dari Tam Goat Hua, tapi badannya sudah setinggi badan gadis itu. Mereka berdua menengok ke luar. Karena tiada seorang pun berada di luar, maka mereka berdua lalu melesat ke tangga batu. Mereka memandang ke atas. Sungguh tinggi undakan-undakan tangga batu itu.

Tiba-tiba Tam Goat Hua teringat akan perkataan si Hakim Kanan, maka dia segera berbisik. “Di sini amat berbahaya, kau harus hati-hati!"

Lu Leng mengangguk. "Ya."

Di saat Lu Leng menyahut, disaat itu pula mendadak terdengar lonceng terus berbunyi. Kejadian itu membuat mereka berdua tertegun, kemudian saling memandang dengan penuh rasa heran. Ketika mereka saling memandang, sekonyong-konyong dua buah kapak menyambar ke arah kepala mereka. Kedua kapak itu muncul dari tikungan undakan batu. Betapa terkejutnya Tam Goat Hua dan Lu Leng. Tam Goat Hua langsung menarik Lu Leng, lalu secepat kilat meloncat ke bawah. Akan tetapi, sebelum kakinya menginjak lantai bawah, mendadak terdengar Lu Leng berseru kaget.

"Kakak Tam, lihatlah lantai itu!"

Tam Goat Hua segera memandang ke bawah, seketika juga wajahnya berubah hebat. Ternyata di lantai itu telah muncul besi-besi runcing agak kehijau-hijauan, jelas sudah diolesi racun. Kalau tergores oleh besi runcing itu, mereka berdua pasti terkena racun. Kini Tam Goat Hua baru percaya akan perkataan si Hakim Kanan, bahwa kalau mau naik ke atas, itu berarti mengantar nyawa.

Dalam keadaan bahaya, Tam Goat Hua justru hanya memikirkan Lu Leng. Dia langsung menyentakkan Lu Leng jauh ke depan beberapa depa, maka Lu Leng jatuh di tempat yang tiada besi-besi runcingnya. Namun Tam Goat Hua sendiri malah merosot ke besi-besi runcing itu.

Lu Leng amat terkejut menyaksikannya, maka berteriak, "Kakak Tam, kau...!"

Di saat yang amat bahaya itu, mendadak berkelebat tiga sosok bayangan. Sesosok bayangan melesat ke arah Tam Goat Hua, dua sosok lainnya ke arah Lu Leng. Tanpa banyak pikir Lu Leng langsung melancarkan sebuah pukulan, akan tetapi kedua orang itu sudah menjulurkan tangannya menotok jalan darah di lengan Lu Leng, maka lengan anak itu terkulai.

Lu Leng masih sempat menengok ke arah Tam Goat Hua. Tampak sosok bayangan itu mengibaskan lengannya, sehingga membuat gadis itu terdorong beberapa depa. Sosok bayangan itu lalu berdiri di atas salah sebuah besi runcing. Lu Leng terkejut dan kagum, sebab orang itu memiliki ginkang yang amat tinggi. Setelah melihat jelas orang itu, Lu Leng menarik nafas dingin, karena orang itu adalah si Nabi Setan-Seng Ling.

Tam Goat Hua jatuh di tempat yang aman. Dia melihat Seng Cai dan Seng Bou berdiri di sisi Lu Leng, maka diam-diam dia menghela nafas panjang. Belum meninggalkan tempat itu sudah tertangkap lagi, pertanda mereka berdua tidak akan bisa meloloskan diri dari Istana Setan.

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa. "Nona Tam, apakah si Hakim Kanan tidak memberitahukan bahwa di dalam Istana Setan banyak jebakan dan amat berbahaya?"

Tam Goat Hua diam, tak menyahut.

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa lagi. "Hahaha! Kalau tidak kebetulan kami bertiga ke mari ingin menengok nona, mungkin saat ini nona sudah terkena racun."

Tam Goat Hua tahu, memang benar apa yang dikatakan si Setan-Seng Ling. Namun si Nabi Setan-Seng Ling adalah musuhnya, tentunya dia tidak mau mengucapkan terima-kasih, bahkan malah berkata dengan dingin. "Belum tentu."

Sungguh mengherankan, walau Tam Goat Hua berkata dingin, namun si Nabi Setan-Seng Ling tak tersinggung. Mendadak dia bersiul, tak lama kemudian lantai itu terbalik, sudah seperti semula. Ternyata lantai itu dilengkapi dengan jebakan, sedangkan sepasang kapak yang di atas pun sudah tidak kelihatan.

Di saat lantai itu mulai bergerak, si Setan-Seng Ling segera mencelat ke samping, lalu berkata kepada kedua putranya. "Bebaskan totokan Lu Leng!"

Seng Cai dan Seng Bou mengangguk, lalu segera membebaskan totokan pada jalan darah Lu Leng.

Si Nabi Setan-Seng Ling berkata dengan dingin. "Lu Leng, sejak kau berada di sini, aku cukup baik terhadapmu. Kenapa kau malah ingin kabur?"

Lu Leng memandang Tam Goat Hua sejenak, kemudian menyahut dengan sengit, "Omong kosong! Kenapa kau mengurungku di ruang batu itu?"

Air muka si Nabi Setan-Seng Ling berubah. Dalam hati Tam Goat Hua amat kagum akan keberanian Lu Leng, namun dia pun khawatir Lu Leng akan disiksa si Nabi Setan-Seng Ling, Maka dia cepat-cepat memberi isyarat kepada anak itu seraya berkata.

"Saudara Lu, si Nabi Setan-Seng Ling adalah orang tingkatan tua dalam rimba persilatan. Kau masih kecil tidak boleh kurang ajar!"

Lu Leng tahu bahwa Tam Goat Hua berkata begitu adalah demi kebaikannya, maka dia diam saja dan amat berterima-kasih dalam hati. Kemudian dia memandang si Nabi Setan-Seng Ling sambil mendengus. "Hmm!"

Si Nabi Setan-Seng Ling mengerutkan kening, dan dia menatap Lu Leng seraya berkata. "Lu Leng, beberapa hari lagi ayahmu pasti ke mari. Asal ayahmu mau mengabulkan permintaanku, kau boleh segera pergi. Tapi kalau ayahmu tidak mengabulkan, aku pun sulit mengatakannya."

Sesungguhnya Lu Leng sama sekali tidak tahu, apa sebabnya si Nabi Setan-Seng Ling menangkapnya. Namun saat ini mendengar si Nabi Setan-Seng Ling mengatakan begitu, maka dia sudah tahu bahwa dirinya akan ditukar dengan sebuah barang dari ayahnya.

Sementara si Nabi Setan-Seng Ling memberi isyarat kepada kedua putranya, agar mereka membawa Lu Leng ke dalam ruang batu. Seng Cai dan Seng Bou segera mendorong Lu Leng ke ruang batu itu. Tam Goat Hua terus memandang Lu Leng, tapi tidak dapat berbuat apa-apa.

Setelah menutup kembali pintu ruang batu itu, Seng Cai dan Seng Bou membalikkan badan untuk memandang Tam Goat Hua sambil tertawa. Tam Goat Hua tidak mengerti, kenapa kedua orang itu memandangnya sambil tertawa? Perlu diketahui kedua orang itu berdandan amat aneh, dan tampang mereka agak aneh pula. Maka ketika mereka tertawa, wajah mereka menjadi seram sekali. Gadis itu menjadi muak dan langsung berpaling ke arah lain, tapi justru menghadap si Nabi Setan-Seng Ling.

Wajah si Nabi Setan-Seng Ling juga kelihatan tertawa seperti kedua putranya, itu membuat Tam Goat Hua tertegun. Kenapa mereka bertiga ayah dan anak tertawa seperti itu terhadapnya? Di saat Tam Goat Hua sedang berpikir, terdengarlah suara si Nabi Setan-Seng Ling.

"Nona Tam, aku ada sedikit urusan ingin berunding denganmu. Di ruang tengah Istana Setan, para jago telah menunggu. Harap nona sudi memberi muka kepadaku, sebab perjamuan itu khusus kami adakan untuk nona!"

Tam Goat Hua tertegun, sehingga sepasang matanya terbelalak ketika mendengar ucapan si Nabi Setan itu. "Kau bilang apa?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa. Namun ketika dia baru mau menyahut, kedua putranya sudah mendahuluinya. "Kami ke mari khusus mengundang nona ke perjamuan itu, harap nona sudi memberi muka kepada kami!"

Kini Tam Goat Hua tahu bahwa dirinya tidak salah mendengar. Namun dia merasa heran dan tidak habis pikir, kenapa si Nabi Setan-Seng Ling berlaku begitu sungkan kepadanya? Padahal kedudukan si Nabi Setan-Seng Ling amat tinggi dalam rimba persilatan, begitu pula kepandaiannya. Tapi kini malah mengundangnya untuk menghadiri perjamuan itu dengan sikap ramah sekali.

Oleh karena itu Tam Goat Hua yakin bahwa pasti ada sesuatu di balik itu. Apa salahnya dia hadir? Lagi-pula saat ini dirinya telah berada di tangan musuh, tidak menurut pun tidak bisa. Setelah berpikir sejenak, Tam Goat Hua tersenyum seraya berkata. "Kenapa si Nabi Setan begitu sungkan terhadapku?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa gelak. "Hahaha! Dulu aku bersama ayahmu malang melintang dalam rimba persilatan. Hubungan kami baik sekali, tapi kemudian terjadi sedikit salah paham, maka kami mengambil jalan masing-masing. Kalau dipikirkan kembali, itu sungguh menggelikan sebab ketika itu kami sama-sama muda. Namun kini aku yakin ayahmu pun berpendapat demikian."

Sebetulnya Tam Goat Hua sudah mau ikut mereka ke ruang tengah Istana Setan. Tapi ketika mendengar si Nabi Setan-Seng Ling berkata begitu, justru kegusarannya malah timbul. Hal ini disebabkan si Nabi Setan-Seng Ling mengatakan punya hubungan baik dengan ayahnya, sehingga dia menganggap si Nabi Setan-Seng Ling cuma omong sembarangan.

Wajah gadis itu berubah. Dia memandang si Nabi Setan-Seng Ling seraya berkata. "Nabi Setan! Ayahku tidak berambisi, bagaimana mungkin bisa bersamamu?"

Mendengar sahutan itu, si Setan-Seng Ling sudah tahu apa yang dipikirkan gadis itu, maka dia tertawa gelak. "Hahaha! Nona Tam! Padahal sesungguhnya sebelum kalian kakak beradik lahir, aku dan ayahmu bersama berkecimpung dalam rimba persilatan, maka kami dijuluki Thian Te Siang Sat. Tentang itu tentunya kau tidak tahu."

Tam Goat Hua semakin gusar. Dia menganggap si Nabi Setan-Seng Ling sedang omong kosong. Namun dia diam saja, hanya wajahnya berubah tak sedap dipandang. Sedangkan si Nabi Setan-Seng Ling, malah terus tertawa.

"Nona Tam, silakan!"

Tam Goat Hua segera melepaskan pakaian hitam dan kain hitam pengikat kepala, setelah itu dia tampak cantik sekali. Seng Cai dan Seng Bou terus memandangnya dengan mata tak berkedip. Tam Goat Hua mendengus lalu melangkah ke atas undakan batu, ke luar dari tempat itu, kemudian berjalan ke dalam melalui sebuah pintu dan di depannya tampak terang benderang.

Ternyata dia sudah di sebuah ruangan yang amat besar. Sesungguhnya ruang besar itu berupa sebuah goa, namun dindingnya bergemerlapan tertimpa cahaya lampu, maka bukan main indahnya! Tampak delapan buah meja panjang di situ. Seratus orang lebih sudah duduk menunggu, dan di tengah-tengah terlihat empat buah kursi kosong.

Begitu si Nabi Setan-Seng Ling muncul, semua orang segera bangkit berdiri. Tam Goat Hua memandang mereka. Dandanan mereka sungguh aneh, persis seperti dandanan setan iblis dalam neraka. Tam Goat Hua terkejut menyaksikan itu, sebab si Nabi Setan-Seng Ling mengumpulkan begitu banyak kaum golongan hitam yang berkepandaian tinggi, tentunya mempunyai suatu tujuan.

Wajah si Nabi Setan-Seng Ling tampak berseri-seri. Dia memandang semua orang seraya berkata. "Silakan duduk! Silakan duduk!"

Kemudian menunjuk Tam Goat Hua sambil melanjutkan "Mungkin di antara kalian sudah ada yang mengenai nona ini! Hwe Ciau Tocu, Cit Sat Sit Kun adalah...."

Di saat si Nabi Setan-Seng Ling sedang berbicara, masih terdengar sedikit suara. Namun ketika dia menyebut ‘Hwe Ciau Tocu, Cit Sat Sin Kun’ suasana berubah menjadi hening dan wajah semua orang tampak terkejut.

Berselang sesaat barulah si Nabi Setan-Seng Ling melanjutkan, "... adalah ayahnya! Hari ini berkunjung ke mari, ini sungguh menggembirakanku!"

Semua orang langsung memandang Tam Goat Hua, dan itu membuat gadis tersebut menjadi terheran-heran. Padahal dia menerjang ke dalam Istana Setan, bahkan berusaha menolong Lu Leng, itu sudah melanggar peraturan di Istana Setan dan merupakan suatu kesalahan yang tidak dapat diampuni. Akan tetapi si Nabi Setan-Seng Ling malah bersikap begitu sungkan terhadapnya, apakah benar ayahnya kawan baik si Setan-Seng Ling?

Berpikir sampai di situ, Tam Goat Hua pun langsung duduk, sedangkan Seng Cai dan Seng Bou terus memandangnya dengan wajah berseri-seri. Tam Goat Hua yakin, tidak mungkin si Setan-Seng Ling akan menaruh racun dalam hidangan-hidangan yang disajikan itu. Oleh karena itu, begitu si Nabi Setan-Seng Ling mempersilakannya makan, gadis itu langsung makan dengan lahapnya.

Dua jam kemudian semua orang berpamit. Di ruang itu hanya tinggal si Nabi Setan-Seng Ling, kedua putranya dan Tam Goat Hua. Si Nabi Setan-Seng Ling mengajak Tam Goat Hua ke ruang lain. Ruang tersebut mirip sebuah kamar baca. Kursi meja yang di ruangan itu juga dibikin dari batu. Di ruangan itu juga terdapat bermacam-macam barang antik dan buku.

Seng Cai dan Seng Bou terus mengikutinya dari belakang. Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu akan maksud tujuan mereka. Dia ikut si Setan-Seng Ling masuk ke dalam, Setelah duduk, si Nabi Setan-Seng Ling tertawa gelak.

"Hahaha! Putri kawan lama sedemikian cantik, sungguh menggembirakan!"

Tam Goat Hua melihat dia cuma mengatakan yang bernada sungkan-sungkan saja, maka gadis itu pun menimpali dengan kata-kata yang sungkan-sungkan. Setelah itu mendadak si Setan-Seng Ling mengalihkan pembicaraannya.

"Nona Tam, kedua putraku yang tak berguna ini, kalau dinilai dari ilmu silat tentunya tidak dapat dibandingkan dengan kalian kakak beradik. Namun mereka berdua sudah cukup terkenal dalam rimba persilatan. Menurut Nona Tam, siapa di antara mereka berdua yang agak berguna? Harap Nona Tam sudi berkata terus terang saja!"

Ketika si Nabi Setan-Seng Ling usai berkata begitu, Seng Cai dan Seng Bou tampak tegang sekali, bahkan kemudian mereka berdua membusungkan dada agar kelihatan gagah demi menarik perhatian gadis itu.

Meski pun usia Tam Goat Hua masih muda, namun cinta terhadap lain jenis, sudah pasti mulai bersemi. Akan tetapi, gadis itu sama sekali tidak tahu akan maksud tujuan perkataan si Nabi Setan-Seng Ling, maka hanya merasa geli dalam hati. Sebab kedua putra Seng Ling itu, boleh dikatakan tidak menyerupai manusia.

Oleh karena itu, dia menahan tawa seraya menjawab. "Kedua putra Nabi Setan sama-sama berguna."

Si Nabi Setan-Seng Ling tersenyum. "Nona Tam tidak usah sungkan-sungkan! Hari ini aku berjumpa dengan putri kawan lama, tentunya segalanya boleh berterus terang. Dalam hati nona Tam, entah menyukai yang mana?"

Kalau pun Tam Goat Hua adalah gadis tolol, juga harus mengerti apa yang dikatakan si Nabi Setan-Seng Ling. Seketika wajahnya berubah kemerah-merahan, bahkan dalam hatinya mencaci sehingga wajah yang semula kemerah-merahan itu tampak tak sedap dipandang.

"Maaf! Aku tidak mengerti akan ucapan Nabi Setan!"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Nona Tam tidak usah merasa malu-malu. Berdasarkan hubunganku dengan ayahmu, seandainya kami menjadi besan, ayahmu pasti setuju."

Hati Tam Goat Hua semakin panas mendengar ucapan itu. Rasanya ingin sekali menerjang ke arah si Nabi Setan-Seng Ling untuk menamparnya beberapa kali. Namun tiba-tiba gadis itu berpikir. Dia memang tidak bisa membawa Lu Leng meninggalkan Istana Setan, tapi mungkin dikarenakan urusan ini justru akan menimbulkan harapan untuk meraih kesuksesan. Oleh karena itu, dia berusaha menekan hawa kegusaran yang bergolak dalam rongga hatinya dan berkata.

"Oooh!" Tam Goat Hua manggut-manggut. "Ternyata Nabi Setan bermaksud demikian!"

Si Nabi Setan-Seng Ling tersenyum-senyum. "Nona Tam harus paham, aku tidak berniat memaksa."

Dalam hati Tam Goat Hua sudah mencaci, "Setan tua sialan," namun wajahnya malah tersenyum. "Kata Nabi Setan tidak berniat memaksa, tapi kalau orang luar dengar, justru ada nada memaksa."

Si Nabi Setan-Seng Ling sudah pasti tahu bahwa Tam Goat Hua menegurnya karena memaksa. Akan tetapi, apabila urusan ini berhasil, amat berarti bagi si Nabi Setan. Seandainya ayah Tam Goat Hua tahu akan urusan tersebut juga, nasi sudah menjadi bubur, karena kemauan putrinya sendiri.

Si Nabi Setan-Seng Ling tersenyum dingin, kemudian ujarnya bernada cukup keras. "Orang luar bilang apa, itu tidak perlu dipedulikan. Bukankah begitu, nona Tam?"

Tam Goat Hua sudah mempunyai rencana dalam hati. Ternyata dia ingin memperalat Seng Cai dan Seng Bou, maka dia tetap bersabar. "Tentunya Nabi Setan sudah punya suatu keputusan. Ya, kan?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa gelak, "Hahaha! Begitu aku menyinggung tentang urusan ini, mereka berdua tidak mau saling mengalah. Nona Tam, urusan anak-anak, kami orang tua tidak bisa terlampau mencampuri. Ya, kan?"

Tam Goat Hua memandang Seng Cai dan Seng Bou. Kedua orang itu justru sedang menatapnya dengan mata tak berkedip. Ketika menyaksikan sikap mereka, gadis itu merasa marah tapi juga merasa geli. Kemudian dia tersenyum kepada mereka berdua, senyuman yang membuat Seng Cai dan Seng Bou seakan terbetot ke luar sukmanya. Itu tidak terlepas dari mata Tam Goat Hua. Gadis itu tahu bahwa rencananya boleh dilaksanakan, maka kemudian berkata kepada si Nabi Setan-Seng Ling.

"Nabi Setan, aku baru kenal mereka berdua...."

Berkata sampai di situ, wajah Tam Goat Hua tampak memerah, tapi dia segera menundukkan wajahnya dalam-dalam. Menyaksikan sikap Tam Goat Hua, si Nabi Setan-Seng Ling bergirang dalam hati sebab urusan itu punya harapan. Dia segera menyahut perlahan.

"Beralasan apa yang nona Tam katakan, lebih baik nona Tam tinggal di sini beberapa hari, setelah itu barulah mengambil keputusan. Sekarang waktu sudah tidak pagi lagi, silakan nona Tam pergi beristirahat!"

Begitu si Nabi Setan-Seng Ling usai berkata, Seng Cai dan Seng Bou segera bangkit berdiri serentak seraya berkata, "Nona Tam, aku akan menemanimu."

Sudah tak tertahan lagi Tam Goat Hua, dia tertawa geli seketika, kemudian menyahut. "Salah seorang di antara kalian sudah cukup, tidak perlu sungkan-sungkan!"

Seng Cai dan Seng Bou saling memandang, lalu saling melotot pula.

Bukan main senangnya Tam Goat Hua, maka dia segera berkata, "Waktu masih panjang, biar Seng Cai yang mengantarku."

Ketika mendengar Tam Goat Hua berkata begitu, wajah Seng Bou langsung berubah dan matanya melotot, sedangkan wajah Seng Cai tampak berseri-seri.

Si Nabi Setan-Seng Ling menyaksikan itu, keningnya tampak berkerut seraya berkata. "Nona Tam sudah mengatakan begitu, kalian berdua mau ribut apa lagi?"

Seng Bou diam saja, tak menyahut.

Seng Cai sudah melangkah ke pintu, lalu berkata dengan lembut sekali. "Nona Tam, mari ikut aku!"

Tam Goat Hua mengayunkan kakinya. Ketika sampai di pintu, dia justru menolehkan kepala untuk memandang Seng Bou sambil tersenyum. Senyuman itu membuat Seng Bou tertegun. Hatinya berdebar-debar tidak karuan, dan tidak mengerti makna senyuman itu. Sesungguhnya Kou Hun Su-Seng Cai dan Sou Mia Su-Seng Bou berhati amat licik. Akan tetapi Tam Goat Hua berpura-pura genit, membuat mereka berdua seakan kehilangan sukma.

Walau si Nabi Setan-Seng Ling bernama cemerlang dalam rimba persilatan, dan merupakan tokoh tingkatan tua dalam golongan hitam, namun biar bagaimana pun, dia tetap berasal dari golongan hitam. Oleh karena itu, kaum rimba persilatan dari golongan putih tidak mau bergaul dengannya. Namun banyak juga kaum wanita dari golongan hitam yang berharap dapat menjadi menantunya. Akan tetapi, mereka bertiga ayah dan anak justru berpandangan amat tinggi, sama sekali tidak mau memilih kaum wanita tersebut. Dalam pandangan mereka, tidak menganggap mereka berasal dari golongan hitam, hanya menganggap mereka berkepandaian amat tinggi. Maka kalau mau punya isteri, pihak si gadis harus berderajat seperti mereka.

Karena itu, si Nabi Setan-Seng Ling memilih Tam Goat Hua. Sebab ayah Tam Goat Hua amat terkenal dua puluh tahun yang lampau. Hwe Ciau Tocu, Cit Sat Sin Kun, bahkan pernah berhubungan baik beberapa tahun dengan si Nabi Setan-Seng Ling. Hanya saja kemudian, karena suatu urusan mendadak Cit Sat Sin Kun bertobat, kembali ke jalan yang benar dan tidak pernah muncul lagi dalam rimba persilatan. Dua puluh tahun kemudian, barulah dia mulai bergerak kembali dalam rimba persilatan, namun tidak menggunakan julukannya itu. Putra dan putrinya pun tidak tahu bahwa dulu dia merupakan seorang iblis besar.

Walau belum lama Cit Sat Sin Kun kembali ke dalam rimba persilatan, namun berita tersebut sudah tersiar. Ketika melihat Tam Goat Hua seorang diri menerjang ke dalam Istana Setan, itu amat cocok dengan apa yang diharapkannya dalam hati. Sedangkan Seng Cai dan Seng Bou, begitu melihat gadis itu langsung tergila-gila padanya. Kalau dapat memperistri Tam Goat Hua, berarti menjadi mantu Cit Sat Sin Kun. Coba bayangkan, apabila Cit San Sin Kun menjadi besan si Nabi Setan-Seng Ling, bukankah si Nabi Setan bagaikan harimau tumbuh sayap?

Sementara Seng Cai yang mengantar Tam Goat Hua, sudah melewati beberapa tikungan. Tak henti-hentinya Seng Cai menyerocos, namun Tam Goat Hua tidak meladeninya. Tak seberapa lama, tampak beberapa orang membawa lentera menyambut mereka. Seng Cai mengajak Tam Goat Hua ke sebuah ruang batu yang amat indah. Setelah berada di dalam, Seng Cai terus berdiri tidak mau keluar.

Tam Goat Hua menatapnya, lalu tersenyum seraya berkata dengan suara yang merdu. "Saudara Seng, kenapa adikmu tadi kelihatan tidak senang?"

"Hm!" dengus Seng Cai. "Peduli amat dengan dia! Dia tidak mau berpikir dirinya tuh apa, berani mendekati nona Tam!"

Tam Goat Hua pura-pura menghela nafas panjang, lalu duduk dan berkata. "Saudara Seng, aku ingin mengatakan sesuatu berdasarkan suara hati, namun entah harus ditujukan kepada siapa?"

Ketika mendengar ucapan itu pikiran Seng Cai langsung menerawang, seketika wajahnya berubah seperti babi merah, dan tak tahu harus mengatakan apa. Tam Goat Hua tertawa dalam hati, lalu sengaja menundukkan kepala. Sedangkan Seng Cai termangu-mangu, lama sekali barulah membuka mulut.

"Nona Tam, bolehkah kau mengatakan kepadaku?"

Tam Goat Hua mengerlingnya, kemudian menyahut dengan suara nyaring bagaikan kicauan burung murai. "Aku memang ingin mengatakan kepadamu, tapi entah kau akan membocorkannya apa tidak?"

Seng Cai segera menyahut. "Legakanlah hatimu, nona Tam!"

"Percuma hanya omong di mulut saja," kata Tam Goat Hua sambil tersenyum, tapi wajah tampak serius sekali.

Itu membuat Seng Cai segera menunjuk ke atas dan ke bawah, kemudian mencetuskan sumpah, "Kalau aku berani membocorkannya, aku pasti mati terkena senjata rahasia beracun!"

Tam Goat Hua tertawa merdu. "Kenapa saudara Seng bersumpah begitu? Itu tidak perlu!"

Seng Cai tertawa. "Kalau aku tidak bersumpah, bagaimana mungkin nona Tam akan mempercayaiku? Nona Tam mau mengatakan apa, katakanlah!"

Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Urusan itu... menyangkut nyawa dan nama baikku. Hanya saja entah saudara Seng sudi membantuku atau tidak?"

Begitu mendengar Tam Goat Hua ingin minta bantuannya Seng Cai girang bukan main, sebab itu merupakan kesempatan baginya. Maka dia segera berkata, "Kalau pun nona Tam menyuruhku menerjang lautan api, aku pasti melaksanakannya! Harap nona Tam mempercayaiku!"

Wajah Tam Goat Hua tampak berseri-seri. Dia menatap Seng Cai dalam-dalam seraya berkata. "Saudara Seng, tahukah kau apa sebabnya aku menerjang ke dalam Istana Setan ini?"

Seng Cai berpikir sejenak, baru kemudian bertanya. "Apakah dikarenakan demi Lu Leng?"

Tam Goat Hua manggut-manggut, lalu menyahut dengan terus terang, "Aku sudah berjanji kepada seseorang, harus menolong Lu Leng. Entah saudara Seng sudi membantuku atau tidak?"

Mendengar ucapan itu, Kou Hun Su-Seng Cai tertegun. Untuk apa ayahnya menangkap Lu Leng, tentang itu Seng Cai tahu semua, karena ayahnya ingin menukar suatu benda pusaka dari Lu Sin Kong. Ketika itu Lu Leng sudah tertangkap, namun di tengah jalan direbut orang, itu membuat si Nabi Setan-Seng Ling marah besar. Tentunya Kou Hun Su-Seng Cai masih belum melupakan masalah itu. Dapat diketahui begitu pentingnya diri Lu Leng, kini Tam Goat Hua mengajukan permintaan ini sehingga membuat Seng Cai termangu-mangu dan terus memandang Tam Goat Hua dengan mulut membungkam.

Menyaksikan sikap Seng Cai, Tam Goat Hua tahu bahwa Seng Cai merasa serba salah, maka gadis itu sengaja berkata dengan dingin sekali. "Kalau kau tidak mau membantu, ya sudahlah! Aku akan minta bantuan kepada orang lain."

Begitu mendengar ucapan Tam Goat Hua, Seng Cai tampak gugup dan segera bertanya. "Kau mau pergi minta bantuan kepada siapa?"

Tam Goat Hua tidak menyahut, hanya tertawa.

Seng Cai mendengus, lalu berkata. "Cari adikku! Dia berani?"

Tam Goat Hua tertawa lagi. "Saudara Seng, aku akan mengucapkan beberapa patah kata, harap kau jangan gusar!"

Seng Cai melotot seraya bertanya. "Perkataan apa?"

Tam Goat Hua menyahut dingin. "Ada ucapan dalam rimba persilatan bahwa di dalam Istana Setan terdapat dua anak si Nabi Setan-Seng Ling. Yang sulung adalah anjing, yang bungsu adalah naga!"

Sesungguhnya dalam rimba persilatan tiada ucapan tersebut, melainkan Tam Goat Hua yang mengucapkannya.

Begitu mendengar ucapan itu, Seng Cai mencak-mencak dan berteriak-teriak saking penasaran. "Omong kosong! Kalau kau tidak percaya, panggil Seng Bou ke mari dan tanya dia berani atau tidak melakukan hal itu!"

Di saat bersamaan mendadak terdengar suara.

"Krek!" pintu ruang itu terbuka, lalu tampak sosok bayangan berkelabat ke dalam.

Tam Goat Hua dan Seng Cai tertegun. Setelah melihat jelas orang yang berkelebat ke dalam itu, ternyata Seng Bou. Wajah Seng Bou berseri aneh. Senjata aneh di tangannya dilintangkan dekat dadanya, kemudian dia bertanya dengan dingin.

"Bagaimana kakak tahu aku tidak berani membantu nona Tam?"

Begitu melihat kemunculan Seng Bou, kegusaran Seng Cai langsung memuncak. "Mau apa kau ke mari?"

Seng Bou tertawa dingin. "Terus terang, aku mengikutimu di belakang. Nona Tam minta bantuanmu, tapi kau tolak. Aku merasa tak sampai hati...."

Seng Cai tertawa dingin beberapa kali, dan menatapnya dingin sekali. "Kau berani? Aku akan beritahukan kepada ayah!"

Seng Bou menyahut dingin. "Mungkin kau sudah tidak bisa!"

Kou Hun Su-Seng Cai terkejut bukan main ketika mendengar ucapan itu. Dia memandang Seng Bou, di wajahnya tersirat hawa membunuh yang amat berat. Hal itu membuat Seng Cai bertambah terkejut, dan tanpa sadar ia mundur selangkah. Sesungguhnya kepandaian Seng Cai lebih tinggi dari Seng Bou, namun ketika mengantar Tam Goat Hua ke ruang batu itu, dia lupa membawa senjatanya. Perlu diketahui, senjata aneh mereka berdua telah diolesi racun. Kini melihat di wajah Seng Bou tersirat hawa membunuh, bagaimana hati Seng Cai tidak merasa terkejut?

Ketika Seng Cai mundur selangkah, Seng Bou maju selangkah pula. Tam Goat Hua yang menyaksikan keadaan itu, bukan main girangnya dalam hati, namun dia justru pura-pura berkata.

"Kalian berdua, kenapa harus ribut gara-gara urusanku?"

Seng Bou segera menyahut. "Nona Tam, kau tidak usah pedulikan! Dia menganggap dirinya anak sulung, maka selalu menekanku. Aku tidak akan melepaskannya!"

Wajah Seng Cai langsung berubah hebat, dan dia membentak sengit. "Kau tidak takut ayah ke mari?!"

Mendadak Seng Bou mengayunkan senjatanya dan terdengar suara berdesir. Namun serangan itu tidak ditujukan kepada Seng Cai, melainkan ke arah pintu batu hingga terdengar suara berderak. Pintu batu itu sudah tertutup kembali.

Setelah pintu batu itu tertutup, Seng Bou tertawa dingin beberapa kali, dan menatap Seng Cai dengan tajam seraya berkata. "Urusan sudah menjadi begini, kau mau bilang apa lagi?"

Seng Cai mundur beberapa langkah, sekaligus menyambar sebuah pot bunga yang ada di atas meja. Pot bunga itu terbuat dari batu, bentuknya lonjong panjang, itu memang boleh dijadikan senjata. Tapi tetap tidak bisa dibandingkan dengan senjata yang di tangan Seng Bou, lagi pula senjata itu beracun. Oleh karena itu Seng Cai tetap tidak mau bertarung.

Kemudian dengan wajahnya kehijau-hijauan Seng Cai berkata. "Adik, seandainya kau berhasil membunuhku, bagaimana kau melapor kepada ayah?"

Seng Bou tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Kau tidak perlu memusingkan itu, aku sudah mengaturnya!"

Usai berkata, Seng Bou merogoh ke dalam bajunya mengeluarkan suatu benda berbentuk bulat, panjangnya hampir setengah meter dan warnanya hitam rnengkilap. Kemudian Seng Bou tertawa dingin seraya berkata. "Kau kenal benda ini?"

Begitu melihat benda itu, Kou Hun Su-Seng Cai tertegun, bahkan tampak terkejut sekali. "Ini... ini adalah Hek Mang So (Tabung Hitam Maut) kepunyaan Taysan-Hek Sin Kun. Kau... kau dapat dari mana?"

Seng Cai tahu akan kelihayan benda itu, maka wajahnya berubah hijau pucat tak menentu dan suaranya pun menjadi bergemetar.

Seng Bou tertawa dingin, "Kau tidak perlu tahu. Sebentar lagi mayatmu akan berada di luar Istana Setan, punggungmu justru tertancap benda ini! Hahaha! Ayah bisa bilang apa?"

Kou Hun Su Seng Cai tahu bahwa adiknya berhati amat kejam, apa yang dikatakannya pasti dilaksanakan. Maka dari pada mati konyol lebih baik menyerang duluan.

"Adikku yang baik...!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar