Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 46

Salah seorang dari keempat orang buta tiba-tiba tertawa lagi. "Kalian dapat menerjang sampai di sini, sungguh amat luar biasa!"

"Siapa kalian berdua?" tanya orang buta yang lainnya.

Lu Leng menarik nafas dalam dalam, lalu menyahut, "Cianpwee berempat..."

Belum usai Lu Leng menyahut, keempat orang buta itu sudah tertawa gelak, “Ternyata adalah kau, bocah yang tak tahu diri!"

Lu Leng menyahut dengan suara dalam, "Tidak salah, memang aku! Untuk apa kalian menghendaki Busur Api? Lebih baik berikan padaku!"

Keempat orang buta itu tertawa aneh, dan mendadak saja mereka menggerakkan tongkat bambu ke atas hingga mengeluarkan suara berdecit. Keempat ekor orang hutan yang berdiri di sisi mereka langsung memekik sambil mendekati Lu Leng dan Tam Goat Hua.

Menyaksikan itu Tam Goat Hua jadi tercengang. "Eh? Kenapa mereka berempat tidak mau turun tangan sendiri?"

"ltu pasti karena suara gemuruh air terjun yang mengganggu pendengaran mereka, maka mereka tidak mau turun tangan!"

Keduanya hanya berbicara beberapa patah kata, sebab keempat ekor orang hutan sudah berada di hadapan mereka. Tam Goat Hua dan Lu Leng segera mundur, sedangkan keempat ekor orang hutan berpencar mengambil posisi mengepung keduanya.

Lu Leng berbisik, "Kakak Goat, kita tidak boleh berpencar!" Usai berkata, Lu Leng segera memutar badannya dengan punggung menempel di punggung gadis itu.

Saat bersamaan, salah satu orang hutan memekik keras lalu mengayunkan toya besi bergerigi ke arah kepala Lu Leng! Ketika melihat toya besi bergerigi meluncur ke kepalanya, Lu Leng terkejut sekali. Dia tahu orang hutan ini tidak sembarangan dalam mengayun toya besinya, sebab tentu dia sudah sangat terlatih. Kalau tidak berhati-hati menghadapi orang hutan itu, dirinya pasti celaka. Apalagi jika terhantam oleh toya besi bergerigi itu, nyawanya akan melayang.

Semula Lu Leng ingin menghadapi keempat ekor orang hutan itu bersama Tam Goat Hua dengan cara saling membelakangi seperti itu. Namun dari keadaan barusan Lu Leng menyadari kalau keinginan itu tak mungkin dilakukan. Toya besi bergerigi itu amat panjang, tidak hanya mengarah kepalanya, melainkan juga ke arah kepala Tam Goat Hua. Maka kalau punggungnya tetap menempel pada punggung Tam Goat Hua pasti akan celaka. Oleh karena itu dia segera berkelit ke samping. Belum juga dia berdiri tegak, salah satu orang hutan sudah menyerangnya dari belakang.

Lu Leng cepat-cepat berputar ke belakang salah satu orang hutan itu, lalu menyerang dengan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba). Orang hutan itu memang telah digembleng dengan ilmu silat, lagi pula bertenaga besar, namun tetap saja tak dapat disejajarkan dengan orang yang berkepandaian tinggi. Serangan yang dilancarkan Lu Leng amat cepat. Hal itu membuat si orang hutan tidak dapat berkelit, maka tak ampun lagi golok Su Yang To yang dibabatkan Lu Leng menyambar pinggangnya.

Orang hutan itu memekik kesakitan, namun dia langsung memutar-mutarkan toya besi bergerigi ke arah Lu Leng. Lu Leng mencelat ke belakang, tapi salah seekor orang hutan menyerangnya dari samping. Maka diputarkan badannya dan langsung melompat hingga serangan orang hutan itu jatuh di tempat kosong. Karena serangan gagal, orang hutan itu menggeram.

Lu Leng menengok ke arah Tam Goat Hua. Gadis itu ternyata telah berhasil melukai salah satu orang hutan. Sementara orang hutan yang tersabet golok pusaka Su Yang To terus mengucurkan darah dari lukanya, sehingga akhirnya terkulai lemas di tanah. Sedangkan Tam Goat Hua terus bertarung dengan dua ekor orang hutan. Tampak sepasang rantai besinya berkelebat ke sana ke mari menyerang kedua lawannya yang menggiriskan itu.

Lu Leng tahu luka orang hutan itu cukup parah. Darah tampak terus mengucur dari pinggangnya yang terluka parah. Dia yakin orang hutan itu pasti mati karena kehabisan darah. Namun sementara itu Tam Goat Hua tampak dalam bahaya, sebab senjata miliknya agak kurang leluasa melawan kedua orang hutan itu. Tentu hal itu mencemaskan Lu Leng. Dia harus segera menghabiskan orang hutan yang masih menyerangnya untuk kemudian cepat membantu Tam Goat Hua.

Setelah mengambil keputusan tersebut, badan Lu Leng terus berputar mengitari orang hutan yang menyerangnya. Gerakannya itu membuat orang hutan pusing tujuh keliling. Mungkin karena marah, orang hutan itu memekik dan menggeram keras. Ketika Lu Leng berhenti, orang hutan itu langsung mengayunkan toya besi bergerigi ke arahnya. Itu yang dikehendaki Lu Leng! Ketika orang hutan itu mengayunkan toya besi bergerigi, Lu Leng juga mengayunkan golok pusaka Su Yang To ke arah lengan lawannya. Golok pusaka Su Yang To bergerak lebih cepat.

“Crass!” seketika pekik kesakitan memecah suasana, ternyata lengan kiri orang hutan itu telah buntung. Darah merah mengucur deras.

Ketika Lu Leng baru mau menusuk perut orang hutan itu, mendadak terdengar suara berdentang dua kali. Apalagi kalau bukan suara dari benturan senjata? Menyusul terdengar suara jeritan Tam Goat Hua. Mendengar suara jeritan itu hati Lu Leng tersentak kaget. Begitu menoleh ke arah Tam Goat Hua, tahulah dia apa yang telah terjadi. Ternyata sepasang rantai Tam Goat Hua melingkar pada kedua batang toya besi bergerigi, sedangkan kedua orang hutan menyentakkannya sekuat tenaga. Tubuh Tam Goat Hua melayang ke atas mulut jurang.

Menyaksikan itu keringat dingin mengucur di sekujur badan Lu Leng karena cemas dan tegang. Namun dalam sekejap dia tak tahu harus berbuat apa. Mendadak saja Lu Leng melesat dengan cepat, namun seketika dia merasakan bahunya sakit. Kini dia baru ingat, di belakangnya terdapat seekor orang hutan yang tadi sebelah lengannya sudah kutung. Lu Leng menoleh ke belakang ternyata bahunya telah dicengkeram oleh lengan kanan orang hutan itu. Tanpa banyak pikir lagi dia langsung mengibaskan golok pusaka Su Yang To ke belakang, lalu melesat ke depan. Tetapi saat itu badan Tam Goat Hua sudah mulai merosot ke bawah jurang.

Terdengar suara seruannya yang memilukan. "Adik Leng...!"

Lu Leng yang mendengar suara seruan itu hanya berdiri termangu. Dia tampak bingung. Bingung hendak memberi pertolongan tetapi bahunya masih tercengkeram kuat tangan orang hutan yang telah buntung oleh goloknya. Dia meringis kesakitan karena kuku yang amat tajam menembus bahunya. Lu Leng segera mencabutnya dan dibuang ke bawah. Darah mengucur deras, namun tidak dihiraukannya karena hatinya tersayat menyaksikan Tam Goat Hua jatuh ke dalam jurang.

Rasa sakit yang hebat itu tidak dirasakannya, dia langsung menerjang ke arah kedua orang hutan. Bertubi-tubi dia menyerang kedua orang hutan itu dengan Thian Hou Sam Sek (Tiga jurus Harimau Langit). Tampak golok pusaka Su Yang To berkelebat-kelebat ke arah kedua orang hutan itu.

“Cess! Crass! Cesss!” kedua orang hutan itu mati secara mengenaskan, kepalanya terbang entah ke mana, sementara badan mereka terpotong-potong tidak karuan bentuknya.

Lu Leng mundur selangkah. Dia menarik nafas dalam-dalam sambil memandangi pakaiannya yang berlumur darah. Kemudian tanpa menghiraukan keadaan dirinya yang terluka di sana-sini pada bagian tubuhnya, Lu Leng membentak dengan sengit, "Orang buta jahanam! Aku akan mengadu nyawa dengan kalian!"

Lu Leng langsung melesat ke arah keempat orang buta itu. Keempat orang buta itu berdiri di tempat, tak bergerak sama sekali. Namun begitu Lu Leng menerjang sampai di hadapan mereka, secepat kilat keempatnya menggerakkan tongkat bambu masing-masing. Memang tidak mudah baginya untuk melawan keempat tokoh buta itu. Namun dengan golok pusaka Su Yang To dia berhasil memapak telak salah satu tongkat bambu yang berkelebat ke arahnya. Akibatnya golok di tangannya hampir terlepas. Ternyata tenaga lawan begitu tinggi.

Karena gusarnya Lu Leng menggeram sambil mencelat mundur, namun secepat itu pula dia mengayunkan senjata andalannya ke arah orang buta yang berada di sisinya. Orang buta itu mengangkat tongkat bambunya ke atas, tepat menangkis golok pusaka milik Lu Leng. Tak ingin memberi peluang lawan, orang buta itu menghentakkan tongkat bambunya, membuat badan Lu Leng terpental dan jatuh. Namun dengan cepat Lu Leng melompat bangkit berdiri. Golok pusakanya tahu-tahu sudah pindah ke tangan kiri, kemudian dia melesat menyerang keempat orang buta itu dengan jurus Kim Kong Sin Ci!

Keempat orang buta itu seakan tahu kehebatan Kim Kong Sin Ci. Mereka berempat cepat-cepat berkelit, maka angin serangan Lu Leng melesat ke arah pintu rumah batu. Seketika terdengar suara berderak keras, pintu rumah batu itu roboh terhantam tenaga dalam yang berasal dari pukulan Lu Leng dengan senjata pusakanya. Lu Leng gusar sekali karena serangannya tidak berhasil. Dengan cepat dia membalikkan badan dan langsung kembali melancarkan serangan. Kali ini dia mengeluarkan jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit).

Namun baru beberapa langkah saja dia bergerak merangsek, mulutnya memekik kesakitan. Tubuhnya terjungkal jatuh, membuat serangan yang dilancarkannya terpatahkan. Ternyata satu dari empat batang tongkat lawan berhasil menyodok dan menusuk telak paha Lu Leng. Tanpa menghiraukan rasa sakit, Lu Leng bangkit dan langsung merangsek ke depan, namun batang-batang tongkat lawan langsung menghujani dengan gebukan dan tusukan ke tubuhnya.

Rasa sakit yang hebat mendera sekujur tubuhnya. Matanya pun mendadak jadi berkunang-kunang. Cepat-cepat dikerahkan jurus Hong Mong Coh Khai (Turun Hujan Gerimis). Golok pusakanya bergerak laksana kilat, menusuk dan membabat ke arah lawan-lawannya. Sementara itu pandangan matanya kian kabur, semakin berkunang-kunang, bahkan akhirnya gelap sama sekali.

"Uukh!" dan Lu Leng terjatuh. Pingsan!

Sementara Tam Goat Hua telah jatuh ke dalam jurang, padahal sebenarnya kepandaian gadis itu tak terlalu jauh lebih rendah dari Lu Leng. Namun ia menghadapi dua orang hutan yang sudah cukup terlatih. Ketika bertarung dengan kedua orang hutan itu, Tam Goat Hua mengetahui kalau kedua lawannya sangat kuat. Oleh karena itu dia mengerahkan ginkang melompat ke sana-ke mari. Dengan cara itu dia ingin mengulur waktu hingga Lu Leng datang membantunya.

Namun hal itu tidak berlangsung lama. Ketika pertarungan baru saja mulai, Lu Leng dan Tam Goat Hua malah menjauhi keempat orang hutan, sebab khawatir kalau-kalau keempat orang buta akan campur tangan. Hal itulah yang akhirnya justru membuat keduanya saling berpencar ketika keempat orang hutan terus memburu. Tanpa disadari Tam Goat Hua ternyata mendekati tempat di mana dua kepiting raksasa tadi berada. Dan karena saat itu hari sudah mulai gelap, sedangkan kedua kepiting raksasa berwarna hitam, Tam Goat Hua tidak melihat kedua binatang menyeramkan itu.

Setelah agak lama bertarung dengan kedua lawannya barulah dia melihat kedua kepiting raksasa itu. Tam Goat Hua ingin menyingkir, tapi seketika dia teringat, kedua ekor kepiting raksasa itu tidak berani mendekatinya. Maka Tam Goat Hua tidak menyingkir dari tempat itu. Di luar dugaan, mendadak kedua ekor orang hutan itu memekik aneh. Hal itu membuat kepiting-kepiting raksasa mulai mengangkat-angkat badannya, kemudian merayap cepat ke arah Tam Goat Hua. Mereka langsung menyerang dengan japit yang amat besar itu.

Saat itu Tam Goat Hua baru tahu, yang ditakuti kedua kepiting raksasa itu bukan dirinya, melainkan Lu Leng. Tentu Lu Leng menyimpan sesuatu sehingga membuat kedua binatang raksasa itu tidak berani mendekatinya. Kini dirinya berpencar dengan Lu Leng, membuat kedua kepiting raksasa itu menyerangnya. Menyadari hal itu, Tam Goat Hua segera mencelat mundur. Namun mendadak saja kedua orang hutan langsung menyerangnya dengan toya besi bergerigi. Gadis itu segera mengayunkan sepasang rantai besi untuk menangkis.

“Trang! Trang!” terdengar suara benturan.

Kedua batang toya besi bergerigi memang tertangkis, tapi terjadi sesuatu yang di luar dugaan. Sepasang rantainya menyangkut pada gerigi-gerigi toya dan mendadak kedua orang hutan itu menghentakkan ke atas. Hal itu membuat Tam Goat Hua melayang ke udara. Dia menjerit kaget, dan ketika itu Lu Leng mendengar suara jeritannya. Dia membalikkan badan dan melihat Tam Goat Hua yang melayang ke arah mulut jurang. Namun sayang tiba-tiba bahunya tercengkeram oleh tangan orang hutan yang berkuku amat panjang dan tajam, maka Lu Leng terpaksa menebas buntung lengan orang hutan dengan goloknya.

Namun terlambat, Tam Goat Hua sudah merosot ke dalam jurang. Lu Leng jatuh pingsan, entah berapa lama kemudian barulah dia siuman. Dirasakan pikirannya masih agak kabur, tak ingat apa yang baru saja terjadi. Tapi kemudian dia teringat akan suatu kejadian yang membuat hatinya terasa sakit sekali, yaitu tentang Tam Goat Hua yang jatuh ke dalam jurang. Namun diam-diam dirinya merasa heran dan tak mengerti, serasa seperti terbangun dari mimpi buruk. Kedua orang hutan itu tidak membunuhnya!

Perlahan-lahan Lu Leng membuka matanya. Gelap gulita di depan mata sehingga tidak terlihat apa pun. Dirasakan sekujur badannya sakit sekali, terutama bagian kening, punggung, pinggang dan sepasang kakinya. Walau demikian dia masih memaksa diri untuk bangun duduk, lalu mulai menghimpun hawa murni. Beberapa saat kemudian dia mulai merasakan sekujur badannya agak nyaman, karena itu dia pun sudah dapat melihat tempat itu.

Ternyata dirinya berada di dalam sebuah rumah batu yang pintunya tampak telah rusak. Lu Leng telah duduk di atas ranjang batu, hatinya terus diliputi rasa heran. Belum sempat dia turun dari ranjang batu tempatnya duduk, mendadak terdengar suara langkah kaki dan tongkat bambu di lantai.

“Tak! Tak! Tak! Tak!”

Lu Leng merasa terkejut. Empat orang buta itu melangkah masuk.

"Kami tahu kau sudah siuman, maka jangan diam saja!" ujar salah seorang dari keempat tokoh buta dengan nada rendah.

Lu Leng berpikir. Ketika dia pingsan, keempat orang buta itu tidak membunuhnya, ini pasti ada sebabnya. Lalu kenapa harus begitu takut pada mereka?

"Kalian telah menimbulkan masalah besar! Tahukah kalian, siapa yang terjatuh ke dalam jurang itu?" Lu Leng mulai membuka mulut.

Salah seorang buta berkata, "Kami justru ingin bertanya padamu, siapa gadis itu?"

"Kalian sudah menemukan mayatnya?"

"Tidak, sebetulnya siapa gadis itu?" sahut salah satu dari empat orang buta itu.

"Cianpwee berempat sudah turun ke jurang itu?" Lu Leng balik bertanya.

Keempat orang buta itu manggut-manggut. "Ya!"

"Cianpwee berempat menemukan apa di dasar jurang itu?"

Salah seorang buta menyahut, "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya sosok bangkai orang hutan saja!"

Lu Leng mengerutkan kening. "Juga tidak menemukan toya besi bergerigi?"

Salah seorang buta menyahut dengan tidak sabaran, "Sudah kami beritahukan kalau kamu ini terlalu cerewet? Cepat katakan saja, siapa gadis itu!"

“Apakah Tam Goat Hua tidak mati di dasar jurang itu? Semoga begitu!” begitu batin Lu Leng.

"Gadis itu adalah putri Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, yang berarti juga cucu Mo Liong Seh Sih. Nah, kalian telah menimbulkan masalah besar!" tukas Lu Leng.

Mendengar itu, keempat orang buta jadi tertegun.

"Ternyata demikian!" gumam salah satu dari empat orang buta.

Salah seorang buta lain menyambung, "Bocah! BetuIkah Panah Bulu Api sudah tidak berada di dalam gudang rahasia itu?"

Lu Leng tertawa dingin. "Aku sungguh menyesal memberitahukan hal yang sebenarnya. Seharusnya aku bohongi kalian agar kalian mampus di dalam lorong rahasia itu!"

Keempat orang buta tertegun lagi. Berselang sesaat salah seorang baru berkata, "Bocah, kau dengar baik-baik! Kemungkinan besar putri Cit Sat Sin Kun telah binasa, ini memang merepotkan! Kami pun tidak akan membiarkan tentang itu diketahui oleh Cit Sat Sin Kun!"

Mendengar perkataan orang buta itu, hati Lu Leng tersentak. Dia memahami ucapan orang buta itu menghendaki orang lain tidak boleh tahu tentang kematian Tam Goat Hua. Berarti dirinya harus mati demi menjaga rahasia ini.

"Kalian kira Cit Sat Sin Kun tidak tahu? Padahal semua orang sudah tahu kepergian kami ke gunung Liok Pan San ini!"

Apa yang dikatakan Lu Leng itu hanya dusta belaka. Tentang kepergian Lu Leng bersama Tam Goat Hua ke gunung Liok Pan San, selain biarawati tua gagu dan tuli itu, tidak ada yang tahu. Mendengar kata Lu Leng, keempat orang buta tampak tercengang. Melihat perubahan pada sikap mereka, Lu Leng langsung melanjutkan kata-katanya,

"Apabila dalam beberapa hari ini kami tidak kembali, bukan cuma Cit Sat Sin Kun suami istri yang akan ke mari, bahkan Beng Tu Lo Jin...."

Ketika Lu Leng menyebut nama Beng Tu Lo Jin, wajah keempat orang buta itu langsung berubah hebat. "Omong kosong! Beng Tu Lo Jin sudah lama meninggal!" bentak salah satu dari keempatnya, sikapnya tampak geram sekali.

Lu Leng tertawa gelak. "Hahaha! Nyali kalian telah pecah oleh Beng Tu Lo Jin. Begitu mendengar nama beliau, kalian ketakutan seperti itu. Aku tidak bilang Beng Tu Lo Jin, melainkan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, muridnya itu! Dia juga akan ke mari!"

Orang buta itu berkata dengan suara agak bergemetar. "Dia... mengapa dia mau ke mari?"

Lu Leng tertawa dingin. "Beliau adalah guruku, tentunya akan datang menyusul aku!"

Wajah keempat orang buta tampak memucat. Mereka tertegun dengan mulut membungkam.

Lu Leng berkata dengan dingin, "Kini sudah tahu keadaan kalian? Dan satu lagi, tahukah orang yang kalian rebut Busur Apinya itu adalah putra Liok Ci Khim Mo yang memiliki ilmu Pat Liong Thian Im? Kalian telah menimbulkan begitu banyak masalah besar, tentunya sulit mengelak semua itu!"

Lu Leng tahu, kalau sampai bertarung dengan keempat orang buta, dirinya pasti terluka. Mereka bukanlah lawan ringan baginya. Satu-satunya jalan adalah menakuti mereka berempat dengan perkataan, agar mereka tidak turun tangan jahat terhadap dirinya. Ternyata jitu sekali akal Lu Leng. Keempat orang buta itu tampak berjalan mondar-mandir di dalam rumah batu.

Menyaksikan itu, Lu Leng tertawa dingin. "Ketika aku terluka hingga jatuh pingsan, kenapa kalian tidak menghabiskan nyawaku? Apakah sudah menduga ini?"

Keempat orang buta segera berhenti, lalu mereka langsung membentak, "Tutup mulut!"

Walau mereka membentak, tapi nada suaranya sudah tidak begitu sengit. Karena itu Lu Leng melanjutkan dengan dingin,

"Terus terang! Apabila nona Tam tidak binasa, itu berarti nasib kalian masih mujur. Begitu Cit Sat Sin Kun dan lainnya ke mari, mungkin kalian masih diberi ampun. Tentu... Busur Api itu...."

Ketika Lu Leng menyinggung Busur Api, keempat orang buta segera menyahut. “Tidak bisa diberikan padamu!"

Lu Leng merasa girang dalam hati, sebab apa yang dikatakannya sudah mulai mempengaruhi keempat orang buta itu. Yang membuatnya heran, mengapa begitu menyinggung tentang Busur Api, keempat orang buta itu kelihatan tegang sekali? Mereka berempat menghendaki Busur Api, tentunya bukan untuk menghadapi Liok Ci Khim Mo. Lalu apa gunanya bagi mereka? Seandainya ada kegunaan lain, sudah pasti amat penting.

Setelah berpikir sejenak, Lu Leng berkata, "Kalian harus berpikir secara matang. Walau Busur Api berada pada kalian, namun aku berani memastikan, kalian pasti tidak bisa mencari Panah Bulu Api itu!"

Salah seorang buta bertanya dengan dingin. "Bagaimana kau berani memastikan?"

"Kalau kalian mempercayaiku, aku pasti menjelaskan tentang Panah Bulu Api!"

"Katakanlah!" desak keempat orang buta itu.

Lu Leng segera menceritakan tentang apa yang dialaminya di gunung Tang Ku Sat, tapi merahasiakan mengenai secarik kertas yang di dalam peti mati nyonya Mo Liong Seh Sih. "Cobalah kalian pikir, Panah Bulu Api itu kini tanpa jejak! Entah berapa banyak pesilat tangguh sedang mencari seandainya ada jejak tentang Panah Bulu Api itu. Lalu bagaimana mungkin kalian akan memperolehnya?" Lu Leng berkata sambil memperhatikan ekspresi muka keempat orang buta itu.

Wajah mereka tampak berubah. Ada gambaran rasa sedih dan menderita pada wajah mereka. Tentu saja Lu Leng menjadi heran. Padahal tadi dia teramat benci dan marah terhadap mereka, hal itu karena Lu Leng telah kehilangan Tam Goat Hua. Dan kini setelah mendengar mereka tidak menemukan mayat Tam Goat Hua, Lu Leng yakin gadis itu masih hidup, maka kebenciannya terhadap mereka agak berkurang.

Menyaksikan air muka mereka penuh penderitaan, Lu Leng segera berkata, “Terus terang, guruku dan lainnya pasti berusaha mencari Panah Bulu Api itu. Aku yakin kami bisa mendapatkannya!"

Lu Leng berhenti. Keempat orang buta itu kelihatan sedang menunggu Lu Leng melanjutkan.

"Kalau Busur Api dan Panah Bulu Api amat penting bagi kalian, asal kalian serahkan Busur Api itu padaku, setelah kami menghadapi Liok Ci Khim Mo akan kami berikan Busur Api dan Panah Api untuk kalian."

Keempat orang buta itu terdengar menggumam tidak jelas, tampaknya mereka kurang percaya dengan apa yang diucapkan Lu Leng. Tentu saja Lu Leng menjadi tegang.

"Bagaimana kami tahu kau berkata sejujurnya?" berkata salah satu dari empat buta itu.

Lu Leng tertawa panjang. "Untuk apa aku membohongi kalian? Kalau guruku dan lainnya sampai di sini, bukankah dapat merebut Busur Api itu?" tukas Lu Leng kemudian.

Keempat orang buta tertegun mendengar kata-kata Lu Leng.

“Tentunya kalian pun harus memberitahukan padaku, untuk apa kalian menghendaki Busur Api dan Panah Bulu Api itu?" ujar Lu Leng.

Keempat orang buta menghela nafas panjang. Salah seorang dari mereka berkata. "Kami berempat dilahirkan dalam keadaan buta, Tapi dulu kami pernah dengar dari seorang aneh, kalau bisa memperoleh Busur Api dan Panah Bulu Api, maka boleh pergi ke pantai Lam Hai untuk memanah sejenis burung langka di sana. Burung langka itu terbang tinggi di udara. Jika bukan Busur Api dan Panah Bulu Api tentunya tidak akan berhasil memanah burung langka itu. Mata burung langka itu dapat menyembuhkan mata kami dalam waktu tujuh hari."

Salah seorang buta menambahkan sambil mengeluarkan Busur Api itu, kemudian menarik dan melepaskan, sehingga menimbulkan suara. "Usia kami sudah berkepala tujuh, namun harapan kami itu tidak pernah sirna. Kami tetap berharap mata kami bisa melihat. Kami mempercayai perkataanmu, memang sulit untuk mencari Panah Bulu Api itu. Kini... kami menuruti perkataanmu, namun kau tidak boleh ingkar janji!"

Orang buta itu lalu menyerahkan Busur Api kepada Lu Leng. Betapa girangnya Lu Leng menerima Busur Api tersebut.

"Aku pasti tidak akan ingkar janji!" ujarnya meyakinkan.

Bersamaan dengan itu dari gemuruh air terjun mendadak terdengar menggelegar keras dan menggetarkan, meski pun suara itu tampaknya berasal dari tempat jauh. Lu Leng terlonjak bangun karena begitu terkejutnya, hal itu ternyata justru membuat keempat orang buta terlongo bengong.

"Kenapa kau?" tanya mereka yang bingung dan tak mengerti.

Luleng menyahut, "Cepat menyingkir! Liok Ci Khim Mo datang!" ujar Lu Leng memberitahukan.

Kelihatannya keempat orang buta itu tidak tahu akan kehebatan Liok Ci Khim Mo. "Siapa Liok Ci Khim Mo itu?" tanya salah seorang dengan kening mengkerut.

Lu Leng buru-buru memberitahukan. "Liok Ci Khim Mo memiliki ilmu Pat Liong Thian Im. Tiada seorang pun dapat melawannya, bagaimana kalian tidak mengetahuinya?"

Keempat orang buta berkata dengan dingin. "Kami memang tidak pernah dengar, justru ingin tahu seberapa kehebatan Liok Ci Khim Mo itu!"

Mendengar itu Lu Leng jadi gugup. "Kalau dia sampai di sini, akan sulit bagi kita meloloskan diri!"

Keempat orang buta itu berkata, "Kalau kau takut, pergilah menyingkir! Sekalipun Beng Tu Lo Jin yang ke mari, kami tidak akan menyingkir!"

Karena kesal Lu Leng membanting kaki. Tampaknya keempat orang buta itu sama sekali tidak tahu akan kehebatan Pat Liong Thian Im. Di saat Lu Leng dicekam rasa gugup, terdengarlah suara denting harpa tiga kali. Suara itu sudah semakin dekat.

"Lweekang orang itu cukup lumayan, dapat membunyikan harpa hingga suaranya menembus ke mari!" ujar para orang buta memuji Liok Ci Khim Mo.

Lu Leng justru menarik nafas dingin. "Cianpwee berempat sudi menyerahkan Busur Api padaku. Walau binatang piaraan cianpwee telah membuat orang yang paling kucintai terjatuh ke jurang, aku tidak akan menyalahkan cianpwee berempat. Liok Ci Khim Mo sebentar lagi akan tiba di sini, kalian harus cepat menyingkir. Jangan sampai terlambat!"

Wajah keempat orang buta itu berubah, lalu membentak serentak, "Jangan banyak bicara! Kau mau pergi, kami persilakan!"

Melihat keempat orang buta itu sulit dinasihati, hati Lu Leng semakin panik. Namun apa mau dikata, dia tidak bisa memaksa mereka. Kalau tidak dalam keadaan terluka dia tentu akan turun tangan menotok jalan darah mereka, lalu dibawa pergi. Namun saat ini lukanya belum sembuh. Dia tidak bisa berbuat apa-apa! Seketika Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian berjalan ke luar. Sampai di luar dia melihat bayangan-bayangan orang berkelebat menuju ke arah puncak Lian Hoa Hong ini.

Lu Leng tahu kalau dirinya tidak segera pergi, pasti akan celaka, Tapi dia masih berseru mengingatkan keempat orang buta itu. "Kalau cianpwee berempat mulai merasa tidak tahan terhadap Pat Liong Thian Im, harus segera kabur! Apa yang telah kujanjikan pada cianpwee berempat, pasti kulaksanakan!"

Usai berseru, dia melihat empat orang sudah sampai di pelataran batu. Betapa gugupnya Lu Leng. Dia menengok ke sana ke mari, tapi tak menemukan tempat untuk bersembunyi. Sebaiknya memang harus cepat kabur, tetapi saat ini dia tak punya tenaga. Lu Leng semakin panik. Kebetulan dia melihat air terjun terletak tak jauh dari situ, segeralah dia melesat ke sana. Dia menerjang ke arah air terjun yang mencurah deras dari atas. Dia berdiri bersandar pada dinding batu. Suara gemuruh air terjun amat memekakkan telinganya.

Dengan paksa dia membuka matanya. Melihat ada suatu tempat yang cekung ke dalam, dia segera ke sana. Di sekelilingnya adalah air terjun. Meski pun harus basah dan kedinginan serta menahan suara gemuruh menggetarkan, dia dapat merasa lega berada di tempat ini. Lu Leng menyeka mukanya yang penuh air, kemudian menyimpan Busur Api baik-baik. Kini dalam hatinya amat mencemaskan keempat orang buta itu. Dia membelalakkan matanya memandang ke depan, samar-samar terlihat belasan orang berdiri di atas pelataran batu.

Siapa mereka itu, Lu Leng tidak dapat melihat dengan jelas karena terhalang oleh air terjun. Tapi dia melihat salah seorang yang berbadan tinggi besar, orang itu adalah Liok Ci Khim Mo. Yang berdiri di sisinya pasti Oey Sim Tit. Lu Leng tidak merasa heran, bagaimana Liok Ci Khim Mo bisa sampai di puncak Lian Hoa Hong mencari keempat orang buta itu. Sebab saat ini telah banyak kaum rimba persilatan yang bergabung dengan Liok Ci Khim Mo, baik dari golongan putih mau pun dari golongan hitam. Di antara mereka pasti tahu tentang keempat orang buta itu, maka tidak sulit mengetahui tempat tinggal mereka.

Namun yang tak terduga, begitu cepat Liok Ci Khim Mo sampai di puncak Lian Hoa Hong. Kedatangan Liok Ci Khim Mo ini pasti karena Busur Api, sedangkan Busur Api itu sudah berada padanya. Asal Liok Ci Khim Mo tidak menemukan dirinya, maka pasti aman. Walau Pat Liong Thian Im amat dahsyat, kemungkinan besar suara gemuruh air terjun dapat menghalau suaranya sehingga Lu Leng lolos dari bahaya. Tetapi bagaimana dengan keempat orang buta itu?

Lu Leng tidak berani memikirkan itu, sebab keempat orang buta itu pasti akan sulit untuk meloloskan diri. Sebenarnya mereka bukan orang jahat. Mereka merebut Busur Api hanya karena ingin memanah burung langka di pantai Lam Hai, agar mata mereka bisa melihat seperti mata orang biasa. Sembari berpikir Lu Leng terus memandang ke depan. Tampak dua sosok bayangan hitam menyerang ke arah Liok Ci Khim Mo dan lainnya, mereka adalah sepasang kepiting raksasa. Terlihat empat orang segera berpencar mengepung kedua kepiting raksasa, sedangkan yang lain menuju ke rumah batu. Bersamaan dengan itu terdengar pula suara denting harpa yang tak berhenti.

Saat ini Lu Leng berada di balik air terjun. Kalau orang biasa, selaput telinganya pasti sudah pecah oleh suara gemuruh air terjun, bahkan akan pingsan pula! Walau mendengar suara harpa, Lu Leng tidak terpengaruh karena tertekan oleh suara gemuruh air terjun. Lu Leng terus memandang ke depan dengan penuh perhatian. Keempat orang yang mengepung kedua ekor kepiting raksasa tampak sudah mulai bertarung. Lu Leng yakin keempat orang itu adalah pesilat tangguh dari golongan hitam.

Lu Leng memandang ke arah rumah batu, tampak empat sosok bayangan berdiri di depan rumah. Tidak salah, mereka tentu keempat orang buta itu. Kedua pihak pasti sedang berbicara, tentunya Lu Leng tidak dapat mendengar pembicaraan mereka. Selain itu tempat ini sangat jauh. Lu Leng terus membelalakkan matanya. Walau air terjun muncrat ke matanya, dia sama sekali tidak peduli. Matanya terasa pedih sekali, maka terpaksa dipejamkan sejenak. Ketika membuka kembali matanya, hatinya kaget.

Keempat orang yang bertarung dengan kepiting raksasa, sudah berhasil membunuh satu kepiting, sedangkan keempat orang buta sudah duduk berhadapan dengan Liok Ci Khim Mo. Suara harpanya terus terdengar berdentingan. Lu Leng bukan kaget karena itu, melainkan karena melihat Oey Sim Tit membopong seseorang. Meski pun samar-samar, tapi Lu Leng yakin yang dibopong Oey Sim Tit adalah seorang wanita. Lu Leng yakin bahwa Oey Sim Tit bukan pemuda hidung belang yang suka main perempuan, tapi dari mana dia membopong seorang wanita?

Lu Leng tidak habis berpikir, kemudian bertanya dalam hati, "Siapa wanita itu?"

Sementara Oey Sim Tit tampak membopong wanita itu mendekati air terjun. Seketika juga Lu Leng berseru kaget.

"Haaah!"

Benda panjang yang menjuntai dari tangan wanita dalam pondongan Oey Sim Tit ternyata sepasang rantai besi. Lu Leng yakin wanita itu adalah Tam Goat Hua. Dia teringat akan ucapan keempat orang buta, bahwa mereka tidak menemukan mayat Tam Goat Hua. Berarti Tam Goat Hua tidak binasa di dasar jurang. Jurang itu amat dalam. Sangat tidak masuk di akal kalau tidak binasa karena jatuh ke dasarnya. Namun Lu Leng sudah yakin gadis itu tidak binasa. Apalagi kini melihat Oey Sim Tit membopong seorang gadis, Lu Leng berani memastikan wanita itu adalah Tam Goat Hua. Namun dilihat dari keadaannya, sudah jelas gadis itu terluka parah, sehingga Oey Sim Tit harus membopongnya.

Begitu melihat Tam Goat Hua hati Lu Leng tergetar. Perlahan dia berjalan menerobos air terjun. Saat itu Oey Sim Tit sudah sampai di pinggir air terjun. Berendap-endap Lu Leng mendekati mereka. Oey Sim Tit dan Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu di belakang terdapat seseorang. Lu Leng sudah mendekat sekali, hanya setengah depa di belakang mereka. Pikirannya langsung berputar mencari akal. Kalau saat ini turun tangan menotok jalan darah Oey Sim Tit, tentunya dapat membawa Tam Goat Hua ke balik air terjun itu, tiada seorang pun akan mengetahuinya.

Setelah mengambil keputusan, Lu Leng segera menjulurkan tangannya menotok jalan darah Tay Pai Hiat di pinggang Oey Sim Tit. Seketika tubuh Oey Sim Tit tak dapat bergerak sama sekali. Lu Leng cepat-cepat membopong Tam Goat Hua ke balik air terjun. Gadis itu meronta, tapi ketika melihat Lu Leng seketika juga diam. Tam Goat Hua membuka mulut ingin bicara, tapi tak dapat mengeluarkan suara karena mulutnya sudah penuh air. Lu Leng segera memberi isyarat agar Tam Goat Hua diam saja.

Mereka berdua sudah berada di balik air terjun, lalu duduk di tempat yang cekung ke dalam itu. Bibir Tam Goat Hua bergerak-gerak, kelihatannya sedang berbicara tapi tak terdengar sama sekali. Sama halnya dengan Lu Leng, dia berteriak sekeras-kerasnya, tetap tidak terdengar suaranya. Mereka berdua tahu, itu karena suara gemuruh air terjun. Maka walau pun mereka berdua duduk begitu dekat, tapi tetap tak terdengar suara pembicaraan mereka.

Tam Goat Hua segera menunjuk Oey Sim Tit yang ada di dekat air terjun, kemudian menunjuk Lu Leng dan sekaligus memberi kode tangan. Lu Leng mengerti apa yang dimaksudkan gadis itu. Oey Sim Tit yang tertotok jalan darahnya pasti akan ditemukan Liok Ci Khim Mo, dan tentunya Liok Ci Khim Mo tidak akan melepaskan mereka. Itu artinya sama juga tidak bisa bersembunyi di tempat itu. Sesungguhnya Lu Leng pun sudah memikirkan hal itu, maka cepat-cepat menarik Tam Goat Hua menerjang ke luar. Arah yang mereka tuju justru berlawanan dengan tempat Oey Sim Tit berada. Setelah itu mereka menerjang lagi ke balik air terjun lain, lalu ke yang lainnya lagi yang tak jauh dari situ.

Akan tetapi sebelum mereka mencapai air terjun itu, suara Pat Liong Thian Im yang amat dahsyat itu sudah menerobos ke dalam telinga mereka. Hati mereka tergoncang keras seakan mau meloncat ke luar, tapi mereka berusaha tenang. Untung air terjun itu tidak seberapa jauh, maka mereka masih dapat mencapai ke balik air terjun itu. Setelah berada di balik air terjun itu suara Pat Liong Thian Im menjadi agak rendah. Mereka menarik nafas dalam-dalam, lalu memandang dinding batu di balik air terjun itu, dan ternyata di sana terdapat sebuah goa.

Goa tersebut cukup besar. Mereka segera melesat ke dalam, lalu duduk dan menarik nafas lega. Saat itu mereka sudah tidak melihat pertarungan antara keempat orang buta dengan Liok Ci Khim Mo. Tam Goat Hua dan Lu Leng tahu bahwa bersembunyi di situ belum tentu aman, namun selain di tempat itu, mereka tidak bisa bersembunyi di tempat lain. Banyak yang akan dikatakan Lu Leng, tapi suara gemuruh air terjun membuatnya tidak bisa membuka mulut untuk berbicara. Setelah duduk, Lu Leng mengeluarkan Busur Api untuk diperlihatkan kepada Tam Goat Hua.

Tam Goat Hua mengambil Busur Api itu, lalu di wajahnya tampak tersirat kegembiraan. Padahal gadis itu ingin bertanya kepada Lu Leng cara memperoleh Busur Api itu, tapi tidak bisa karena terganggu oleh suara gemuruh air terjun. Lu Leng melihat wajah Tam Goat Hua menyiratkan kegembiraan, dia lalu menggeserkan badannya dan menjulurkan tangannya untuk memegang tangan gadis itu. Akan tetapi wajah Tam Goat Hua berubah. Dia mengibaskan tangannya sambil menaruh Busur Api ke bawah, lalu bangkit berdiri dan langsung menerjang ke luar.

Bukan main terkejutnya Lu Leng. Dia segera memegang rantai besi yang di lengan Tam Goat Hua, tapi gadis itu meronta-ronta. Berselang sesaat barulah Tam Goat Hua duduk kembali, tapi sama sekali tidak memandang Lu Leng. Lu Leng menghela nafas, kemudian memungut Busur Api dan dimasukkan dalam bajunya. Setelah itu dia memandang Tam Goat Hua dengan hati pilu dan air matanya mulai meleleh. Saat itu Tam Goat Hua mengucurkan air mata, Lu Leng tertegun kemudian menyentuhnya agar gadis itu duduk mengobati lukanya.

Tam Goat Hua manggut-manggut, lalu mereka berdua duduk bersila sambil menghimpun hawa murni. Luka dalam Lu Leng tidak begitu parah, maka cepat pulih. Lu Leng memandang Tam Goat Hua, wajah gadis itu sudah mulai kemerah-merahan. Dia tidak memanggilnya melainkan mendongakkan kepala memandang ke luar. Saat itu hari sudah mulai terang. Mereka berdua berada di dalam goa di balik air terjun, sepertinya berada di dalam istana kristal.

Ketika Lu Leng memandang ke luar, ia melihat sosok bayangan di luar air terjun, kemudian tampak sosok bayangan lain. Kelihatannya kedua sosok bayangan itu ingin menerjang ke balik air terjun, maka betapa terkejutnya hati Lu Leng. Dia tahu Liok Ci Khim Mo sudah mencelakai keempat orang buta itu, juga Liok Ci Khim Mo sudah tahu Oey Sim Tit dibokong orang dan kehilangan jejak Tam Goat Hua, maka menyuruh orang-orangnya mencari gadis itu. Tentunya Liok Ci Khim Mo juga tahu bahwa di puncak Lian Hoa Hong terdapat musuh lain, maka sudah barang tentu akan segera mencari jejak musuh tersebut.

Lu Leng segera menepuk bahu Tam Goat Hua, dan gadis itu membuka matanya. Semula Tam Goat Hua mengira Lu Leng ingin mendekatinya, maka tidak heran kalau wajahnya tampak gusar. Tapi Lu Leng menunjuk ke depan. Tam Goat Hua pun langsung memandang ke sana dan seketika hatinya tersentak. Mereka berdua saling memandang, lalu dengan serentak menggeserkan badan ke dalam goa.

Kedua sosok bayangan itu mengeluarkan senjata masing-masing, lalu menerjang ke balik air terjun dan berdiri tak jauh dari goa tempat Tam Goat Hua dan Lu Leng berada. Lweekang Lu Leng telah pulih, maka kalau dia turun tangan, kedua orang itu pasti terluka parah. Akan tetapi dia justru bersabar tidak turun tangan, karena apabila dia turun tangan terhadap kedua orang itu, Liok Ci Khim Mo pasti akan mengetahuinya. Walau Pat Liong Thian Im tidak akan mencelakai mereka sebab tertekan oleh suara gemuruh air terjun, namun kalau Liok Ci Khim Mo menjaga di situ belasan hari, sudah pasti Tam Goat Hua dan Lu Leng akan mati kelaparan di dalam goa. Karena itu mereka berdua diam saja, sama sekali tidak berani bergerak sedikit pun.

Kedua orang itu mendekati mulut goa, kemudian menggerak-gerakkan senjata masing-masing ke dalam. Setelah itu mereka membalikkan badan, kelihatannya sudah mau pergi. Tam Goat Hua dan Lu Leng baru mau menarik nafas lega, namun salah seorang dari kedua orang itu membalikkan badannya, lalu menusukkan senjatanya ke dalam goa. Kalau kedua orang itu tidak memasuki goa, tentunya tidak akan menemukan Tam Goat Hua dan Lu Leng. Namun kedua orang itu sudah tahu bahwa di situ ada sebuah goa, maka bagaimana mungkin tidak masuk untuk memeriksa?

Setelah menusukkan senjatanya, orang itu menjulurkan lehernya melongok ke dalam. Ketika melihat Tam Goat Hua dan Lu Leng, dia tertawa dan kelihatan mau mundur. Kini orang itu sudah menemukan jejak Tam Goat Hua dan Lu Leng, maka sudah pasti Lu Leng tidak akan melepaskan orang tersebut. Ketika orang itu baru mau mundur, Lu Leng segera menggerakkan jari telunjuknya ke arah jalan darah di kening orang itu. Betapa dahsyatnya tenaga Kim Kong Sin Ci, lagi-pula orang itu tidak dapat berkelit. Serangan Lu Leng tepat mengenai kening orang itu sehingga melesak dan orang itu roboh seketika di mulut goa.

Orang yang satu lagi terkejut ketika menyaksikan kejadian itu. Dia memandang ke arah temannya yang ternyata sudah tak bernyawa lagi. Orang itu tidak berani memasuki goa, melainkan hanya menusukkan senjatanya dari luar. Tam Goat Hua dan Lu Leng menggeserkan badan ke samping, lalu Tam Goat Hua pun mengayunkan rantai besinya dan berhasil menjerat leher orang itu. Lu Leng tidak tinggal diam. Dia segera menggerakkan jari telunjuknya ke arah dada orang itu, dan tepat mengenai sasarannya sehingga orang itu binasa seketika.

Lu Leng berdiri di depan goa dengan kedua tangannya menjinjing mayat-mayat itu. Tak seberapa lama kemudian tampak dua orang menerjang ke balik air terjun. Lu Leng segera melemparkan kedua mayat yang dijinjingnya. Mayat-mayat itu menerjang dua orang tersebut sehingga membuat mereka jatuh ke belakang. Barulah Lu Leng kembali ke dalam goa kemudian saling memandang dengan Tam Goat Hua.

Gadis itu menulis di dinding batu, ‘Mereka sudah menemukan kita.

Lu Leng juga menulis di dinding batu sebagai jawaban, ‘Suara gemuruh air terjun di sini amat dahsyat, kita tidak usah takut terhadap Pat Liong Thian Im.

Tam Goat Hua tertawa getir dan Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian mereka berdua memandang ke luar. Tampak sosok bayangan tinggi besar berdiri di hadapan air terjun, tidak lain adalah Liok Ci Khim Mo. Di saat bersamaan terdengarlah suara harpa yang bernada tinggi. Thian Liong Pat Im memang hebat, namun masih tertekan oleh suara gemuruh air terjun, maka Tam Goat Hua dan Lu Leng masih dapat bertahan. Berselang beberapa saat barulah suara harpa itu berhenti, namun Tam Goat Hua dan Lu Leng tidak terluka. Mereka berdua tahu, Liok Ci Khim Mo tidak bisa berbuat apa-apa kalau mereka berdua tidak keluar. Sebaliknya apabila Liok Ci Khim Mo berani menerjang ke balik air terjun, justru dia yang akan celaka.

Begitu suara harpa berhenti, tampak dua orang menerjang ke balik air terjun. Tam Goat Hua dan Lu Leng terus menunggu. Lu Leng menggunakan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit), sedangkan Tam Goat Hua menggunakan Cit Sat Sin Ciang dengan jurus Thian Peng Te Liak (Langit Runtuh Bumi Retak). Kedua orang itu tidak dapat menangkis, maka pukulan yang dilancarkan Tam Goat Hua dan Lu Leng tepat mengenai sasaran sehingga kedua orang itu terpental, lalu roboh dan tak bernyawa lagi.

Begitu kedua orang itu roboh binasa, terdengar lagi suara harpa. Lu Leng berusaha bertahan sambil memandang ke luar. Tampak Liok Ci Khim Mo berdiri belasan depa di dekat air terjun. Kalau Lu Leng menggunakan Kim Kong Sin Ci menyerangnya, sulit tercapai karena jaraknya begitu jauh. Seandainya menerjang ke luar menyerangnya kemungkinan akan berhasil, namun sebelum dia turun tangan, dirinya pasti sudah celaka di bawah Pat Liong Thian Im. Lu Leng berpikir sejenak, mendadak muncul suatu ide dalam hatinya dan segera mengeluarkan Busur Api.

Tam Goat Hua sudah tahu akan maksudnya, maka cepat-cepat mengambil dua buah batu kecil lalu diberikan kepada Lu Leng. Lu Leng mengambil batu-batu kecil itu, mengarahkan Busur Api pada Liok Ci Khim Mo. Tak lama kemudian tampak dua buah batu kecil meluncur laksana kilat ke arah Liok Ci Khim Mo. Tam Goat Hua dan Lu Leng melihat dengan jelas, kedua buah batu kecil itu mengenai perut Liok Ci Khim Mo pada bagian yang amat penting, tetapi semuanya terpental. Menyaksikan itu, Tam Goat Hua dan Lu Leng menjadi tertegun. Betapa dahsyatnya Busur Api, mereka berdua sudah tahu. Seharusnya Liok Ci Khim Mo terluka parah. Namun justru sungguh di luar dugaan, kedua buah batu itu malah terpental.

Setelah tertegun beberapa saat, Tam Goat Hua menulis di dinding goa. ‘Dia pasti memakai semacam baju pusaka melindungi dirinya.

Lu Leng tahu, pada hari peresmian istana Ci Cun Kiong, Liok Ci Khim Mo menerima entah berapa banyak kado yang merupakan benda pusaka. Maka seandainya menerima kado berupa baju pusaka pelindung badan, memang tidak mengherankan. Lu Leng penasaran sekali, dan segera mengeluarkan golok pusakanya. Ternyata dia ingin memanah Liok Ci Khim Mo dengan golok pusaka itu. Golok pusaka Su Yang To amat tajam dan dapat memotong segala macam besi. Maka kalau pun Liok Ci Khim Mo memakai semacam baju pelindung badan, juga akan tertembus oleh golok pusaka itu.

Akan tetapi ketika Lu Leng mengeluarkan golok pusakanya, tiba-tiba suara harpa itu berhenti dan Liok Ci Khim Mo sudah tidak kelihatan lagi. Lu Leng tercengang, tapi tetap bersiap-siap. Walau sudah lewat beberapa saat, namun di luar goa tetap sunyi, tiada suara mau pun gerakan apa pun. Lu Leng dan Tam Goat Hua saling memandang. Kalau pun Liok Ci Khim Mo pergi, mereka berdua masih tidak berani keluar.

Berselang beberapa saat kemudian, tampak seseorang menerjang ke balik air terjun itu. Lu Leng segera mengarahkan Busur Api ke arah orang itu, siap memanah dengan golok pusakanya. Akan tetapi orang itu bukan Liok Ci Khim Mo, maka Lu Leng tidak jadi memanahnya. Orang itu membawa sebuah papan bertulisan,

Jangan turun tangan, aku mau berbicara.

Tam Goat Hua dan Lu Leng tidak menyerangnya meski pun orang itu sudah sampai di mulut goa. Mereka berdua memandangnya. Orang itu gesit, berbadan agak pendek dan sepasang matanya menyorot tajam, pertanda dia berkepandaian tinggi dan berpengetahuan luas. Orang itu masuk ke goa lalu duduk. Papan yang dibawanya ditaruh di atas pangkuannya, kemudian dia mengeluarkan sepotong arang untuk menulis di atas papan itu.

Aku bernama Sien Put Pah. Aku datang ke sini tidak berniat jahat, hanya ingin memberi sedikit nasihat saja!

Lu Leng menatapnya, lalu mengambil arang itu dan menulis juga di papan tersebut, ‘Mau mengatakan apa, cepat katakan!

Sien Put Pah menulis lagi, ‘Orang gagah pasti tahu situasi, kenapa kalian berdua tidak menggunakan akal sehat?

Membaca tulisan Sien Put Pah itu, air muka Tam Goat Hua dan Lu Leng langsung berubah. Gadis itu segera mengayunkan tangannya melancarkan sebuah pukulan. Sien Put Pah mengangkat tangannya untuk menangkis.

“Plaak!” terdengar suara benturan dan tampak badan masing-masing tergetar.

Tam Goat Hua terkejut karena orang itu memiliki lweekang yang amat tinggi. Begitu melihat mereka sudah bergebrak, Lu Leng pun menjulurkan tangannya siap menyerang Sien Put Pah dengan Kim Kong Sin Ci.

Sien Put Pah tertawa, kemudian menulis, ‘Kalian berdua berada di dalam goa. Walau kalian tidak gentar terhadap Pat Liong Thian Im, tapi tetap tidak bisa bertahan lama!

Lu Leng dan Tam Goat Hua saling memandangi kemudian Lu Leng menulis, ‘Apa maksud anda?

Sien Put Pah menulis dengan cepat, ‘Asal kalian berdua bersedia menyerahkan Busur Api, dengan nyawa aku berani menjamin kalian berdua meninggalkan tempat ini tanpa ada gangguan apa pun.

Tam Goat Hua segera mengambil arang itu, lalu menulis, ‘Kau suruh Liok Ci Khim Mo, biar Sim Tit yang ke mari!

Sien Put Pah tersenyum lalu menulis lagi, ‘Kalau tuan muda ke mari, bukankah kalian akan menggunakan cara yang sama seperti ketika meloloskan diri dari istana Ci Cun Kiong?

Tam Goat Hua memang bermaksud demikian, tapi ditebak dengan jitu oleh Sien Put Pah sehingga wajahnya tampak agak kemerah-merahan.

Lu Leng mengambil arang itu dan menulis, ‘Sien-tayhiap, apa hubunganmu dengan Sien Thian Lok-tayhiap?

Sien Put Pah menulis memberitahukan, ‘Dia adalah kakakku.

Seketika wajah Lu Leng berubah sinis, kemudian dia menulis, ‘Aku mewakili Sien Thian Lok-tayhiap merasa malu."

Sien Put Pah malah tertawa gelak, lalu menunjuk tulisannya tadi yang menyuruh Lu Leng menyerahkan Busur Api.

Tanpa pertimbangan lagi Lu Leng segera menulis, ‘Tidak bisa.

Bahu Sien Put Pah terangkat sedikit, dan kemudian menulis, ‘Dalam waktu tiga hari, apabila kalian berdua bersedia, boleh berikan isyarat. Tiga hari kemudian, Busur Api tetap akan menjadi milik Liok Ci Khim Mo!

Usai menulis sebelah tangannya langsung menekan tanah, dan seketika juga badannya melesat ke luar dalam posisi duduk. Tam Goat Hua segera mengayunkan rantai besinya menyerang Sien Put Pah, namun orang itu sungguh gesit sekali. Dia berkelit sambil mencelat pergi, dan dalam sekejap sudah tidak kelihatan bayangannya. Akan tetapi dia meninggalkan papan itu di dalam goa.

Lu Leng memandang semua tulisan itu, kemudian mengambil arang dan menulis, ‘Kakak Goat, kita harus bagaimana?

Tam Goat Hua mengerutkan kening, lalu mendadak membalikkan badannya dan meraba ke sana ke mari. Lu Leng tahu bahwa Tam Goat Hua ingin mencari apakah di dalam goa itu terdapat jalan lain. Namun goa itu kecil, maka tidak mungkin ada jalan lain. Tak seberapa lama Tam Goat Hua membalikkan badannya, wajahnya tampak kecewa, lalu dia menuIis,

Aku tidak percaya omongan orang itu, biar kita menunggu saja. Dalam tiga hari, Liok Ci Khim Mo pasti akan tidur!

Lu Leng manggut-manggut sebab mereka hanya takut terhadap Liok Ci Khim Mo, tidak takut terhadap yang lain. Apabila Liok Ci Khim Mo terus menjaga di luar sana, tidak mungkin selama tiga hari dia tidak akan tidur.

Tam Goat Hua menulis lagi, ‘Bukan hanya memanfaatkan kesempatan ketika Liok Ci Khim Mo tidur, bahkan....’ Menulis sampai di situ, Tam Goat Hua menunjuk ke atas, setelah itu menulis lagi, ‘Kita pun boleh merayap ke atas melalui dinding batu.

Lu Leng mengangguk dengan wajah berseri, sebab apa yang dikatakan gadis itu merupakan jalan terbaik bagi mereka agar dapat meloloskan diri.

Lu Leng menulis, ‘Aku akan ke depan melihat-lihat. Kalau kita bisa merayap ke atas, harus cepat, jangan membuang waktu!

Tam Goat Hua manggut-manggut. Lu Leng segera berjalan ke luar Ketika sampai di mulut goa dia memandang ke atas dan melihat sebuah batu menonjol ke luar dari dinding tebing. Dia segera mencelat ke atas. Biasanya dia bisa meloncat ke atas sampai kira-kira dua depa, akan tetapi saat ini hanya bisa mencapai satu depa. Hal itu disebabkan oleh curah air terjun yang amat deras. Tangannya meraih batu yang menonjol itu namun tidak bisa bertahan lama, maka badannya kembali merosot ke bawah.

Lu Leng segera menghimpun hawa murni, lalu mencelat ke atas lagi. Kali ini dia menggunakan tenaga sepenuhnya, dan berhasil mencapai batu yang menonjol itu. Betapa gembiranya hati Lu Leng. Setelah sepasang kakinya menginjak batu itu, dia lalu
mendongakkan kepala ke atas. Akan tetapi, ketika dia mendongakkan kepala, mukanya terkena curahan air terjun. Akhirnya dia merosot ke bawah dan kemudian kembali ke dalam goa.

Tam Goat Kua segera menyeka air di muka Lu Leng, setelah itu Lu Leng menulis,

Bukan tidak bisa, tapi amat sulit.

Tam Goat Hua membaca tulisan Lu Leng itu, lalu menulis, 'Biar bagaimana pun kita harus mencobanya.

Lu Leng manggut-manggut, kemudian bersama Tam Goat Hua berjalan ke luar. Sampai di mulut goa mereka menengok ke sana ke mari, tapi tidak melihat seorang pun. Mungkin karena tadi Lu Leng memanah Liok Ci Khim Mo dengan batu kecil, maka walau tidak melukai Liok Ci Khim Mo, namun cukup membuat mereka tidak berani mendekati air terjun itu lagi.

Tam Goat Hua dan Lu Leng terus berjalan. Sampai di bawah air terjun, Lu Leng segera menghimpun hawa murninya untuk meloncat ke batu yang menonjol tadi. Dia berhasil mencapai batu itu, kemudian meloncat lagi ke batu yang lain dan berhasil pula. Lu Leng memandang ke bawah, dilihatnya Tam Goat Hua sudah meloncat ke atas batu yang menonjol. Lu Leng segera menghimpun hawa murninya untuk meloncat ke batu di atasnya. Tangannya berhasil meraih pinggiran batu itu, lalu dia merayap ke atas. Dia memandang ke bawah, dan melihat Tam Goat Hua masih mengikutinya. Dengan cara demikian mereka terus menaiki tebing itu.
Terima Kasih atas dukungan dan saluran donasinya🙏

Halo, Enghiong semua. Bantuannya telah saya salurkan langsung ke ybs, mudah-mudahan penyakitnya cepat diangkat oleh yang maha kuasa🙏

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar