Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 16

"Couw Ling Koan Oey Tung...," gumam si Budak Setan, "Kalau begitu, aku bermarga Oey?"

Tam Goat Hua menyahut cepat. "ltu sudah pasti. Aku akan memilih sebuah nama yang paling bagus dan cocok untukmu."

Betapa gembiranya si Budak Setan, dan langsung bertanya, "Pilih nama apa untukku?"

Tam Goat Hua berpikir sejenak, lalu menjawab, "Sim Mei (Hati Indah), bagaimana?"

Si Budak Setan menggeleng-gelengkan kepala, "Tidak bagus, itu sama juga mengatai diriku jelek."

Tam Sen tertawa. "Sebetulnya nama tersebut cukup bagus, namun kau berhati jujur dan lurus, maka tidak mau memakai nama itu. Bagaimana kalau diganti dengan Sim Tit (Hati Lurus) saja?"

Si Budak Setan tertawa gembira. "Baik. Mulai sekarang aku bernama Oey Sim Tit."

Tam Goat Hua segera memberi selamat kepadanya, dan itu membuat Oey Sim Tit girang bukan main. Akan tetapi Cit Sat Sin Kun-Tam Sen justru tidak tahu, bahwa orang yang mati di dalam goa itu bukanlah kepala Coan Pian Liong Couw Oey Tung, melainkan orang lain dan itu merupakan suatu teka-teki.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berangkat ke Bu Yi San, sedangkan Tam Goat Hua dan si Budak Setan yang kini sudah bernama Oey Sim Tit berdiri di atas batu, memandang punggung Tam Sen yang kian menjauh.

Tam Goat Hua menghela nafas panjang, lalu memandang Oey Sim Tit seraya berkata, "Sobat Oey, satu hari sudah berlalu."

Oey Sim Tit juga menghela nafas panjang, kemudian menyahut perlahan. “Masih dua dua hari....”

Tam Goat Hua masih ingat akan pesan ayahnya, jangan melibatkan diri dengan orang aneh berkedok itu. Namun dia justru telah melibatkan diri untuk suatu kesulitan. Apa yang diucapkan orang aneh berkedok di rimba itu tentunya bukan merupakan ucapan kosong. Kalau Lu Leng diculik orang, dan kini sudah lewat satu hari, tentunya sudah dibawa pergi ratusan mil. Seandainya berhasil menemukannya, dalam waktu tiga hari juga belum tentu dapat kembali ke rimba itu. Kini harapan satu-satunya yakni Lu Leng berada di sekitar daerah itu.

Setelah berpikir cukup lama, Tam Goat Hua berkata kepada Oey Sim Tit dengan sungguh-sungguh. "Sobat Oey, ginkang-mu amat tinggi, kau boleh berputar-putar di sekitar kota itu dalam jarak ratusan mil. Coba lihat apakah ada orang yang mencurigakan! Kalau ada, kau tidak boleh bergebrak dengan orang itu, harus segera ke kota itu menemuiku. Aku akan berada di kota itu melihat-lihat situasi. Berhasil atau tidak, tengah hari, sore dan tengah malam kita bertemu di sana. Kalau sampai saatnya tidak ada hasil apa-apa, barulah kita rundingkan lagi."

Oey Sim Tit mengangguk berulang kali dan menyahut, "Baik, aku pergi sekarang." Badannya bergerak, tahu-tahu sudah beberapa depa.

Kemudian Tam Goat Hua berseru, "Ingat! Biar bagaimana pun kau tidak boleh turun tangan!"

"Ya!" sahut Oey Sim Tit. Badannya bergerak lagi, dalam sekejap sudah hilang dari pandangan Tam Goat Hua.

Tam Goat Hua tahu, kalau hingga tengah malam nanti tidak menemukan Lu Leng, dia terpaksa harus kembali ke rimba itu menemui orang aneh berkedok dengan pasrah. Dia menghela nafas panjang, kemudian memasukkan kedua rantai besi ke dalam lengan bajunya, setelah itu barulah dia melesat pergi menuju kota tersebut. Sepanjang jalan dia terus memperhatikan setiap orang. Namun yang didapatkannya hanya pelancong dan pedagang, jarang terlihat kaum rimba persilatan.

Tam Goat Hua tidak tahu, bagaimana perkembangan pertemuan di puncak Sian Jin Hong. Dia hanya tahu, sudah banyak kaum rimba persilatan yang telah meninggalkan puncak gunung itu. Namun dia justru tidak tahu, apa sebabnya kaum rimba persilatan itu menuju Istana Setan.

Di rumah makan Tam Goat Hua mendengar perkataan Kim Kut Lau dan Yu Lao Pun, bahwa mereka ke mari dikarenakan demi Lu Leng. Apakah semua kaum rimba persilatan itu sudah tahu bahwa Lu Leng berada di Istana Setan? Akan tetapi, ada satu hal yang amat membingungkannya, yakni mengenai dirinya yang kabur dari Istana Setan. Kenapa si Nabi Setan-Seng Ling masih belum keluar mengejamya?

Berdasarkan sifat si Nabi Setan-Seng Ling, tidak mungkin dia akan menyudahi urusan itu begitu saja. Kemungkinan besar sudah banyak kaum rimba persilatan berkumpul di depan Istana Setan, sehingga membuat si Nabi Setan-Seng Ling agak repot menghadapi mereka, maka tiada waktu baginya untuk mengejar gadis itu.

Berpikir sampai di sini, Tam Goat Hua membatin, kenapa dia tidak ke Istana Setan untuk menyelidiki? Mendadak Tam Goat Hua tertawa sendiri, karena kalau Lu Leng sudah diculik orang, bagaimana mungkin orang itu akan kembali ke Istana Setan? Dia melakukan perjalanan sambil berpikir. Tak seberapa lama kemudian dia sudah sampai di kota itu.

Keadaan di kota tersebut tiada beda banyak dengan kemarin. Tam Goat Hua memperlambat langkahnya, berputar-putar di kota itu, kemudian bersantap di rumah makan itu pula. Walau sudah mulai tengah hari, namun dia tetap tidak memperoleh apa pun. Resah sekali hati Tam Goat Hua. Dia meninggalkan rumah makan, lalu melangkah perlahan di jalan besar sambil menengok ke sana ke mari. Tiba-tiba terdengar suara kereta di belakangnya, yang makin lama makin dekat. Tersentak hati Tam Goat Hua, dia segera memasuki sebuah jalan kecil kemudian mengintip dari sana.

"Phui!" terdengar suara orang meludah.

Ternyata tadi ketika mendengar suara kereta, Tam Goat Hua mengira kereta mewah itu muncul kembali. Tapi ketika dia mengintip, yang dilihatnya sebuah kereta ekspedisi. Tampak dua piausu berjalan ke depan, dan seorang berbadan kurus kecil duduk di punggung kuda. Rupanya orang itu kepala piawsu. Akan tetapi, dia duduk di punggung kuda dengan kepala tertunduk, sepertinya mengantuk sekali. Kalau di pinggangnya tidak terdapat senjata, orang tidak akan mengira dia kaum rimba persilatan.

Ketika melihat kereta itu, Tam Goat Hua sama sekali tidak menaruh perhatian. Di saat dia baru mau meninggalkan jalan kecil tempat dia menginap, tampak di dalam kereta itu selain beberapa macam bungkusan, terdapat pula sebuah peti kulit berukuran setengah meter kali satu meter setengah.

Begitu melihat peti kulit itu, hati Tam Goat Hua tergerak karena biasanya kalau barang yang dikawal itu berupa emas atau perak pasti disimpan di dalam peti besi, atau kalau berupa barang yang amat berharga berada di badan. Akan tetapi menggunakan peti kulit memuat barang kawalan itu tidak pernah terjadi pada perusahaan ekspedisi mana pun.

Lagi-pula bentuk peti kulit itu agak aneh, kalau diperhatikan justru mirip sebuah peti mati. Badan Lu Leng setinggi Tam Goat Hua yang tidak begitu gemuk, apabila dimasukkan ke dalam peti kulit itu, memang pas sekali. Oleh karena itu Tam Goat Hua mengambil keputusan untuk mengejar kereta ekspedisi itu. Setelah mengambil keputusan tersebut, dia segera mengikuti kereta ekspedisi tersebut.

Tak seberapa lama kereta itu sudah berada di luar kota, dan Tam Goat Hua pun terus menguntitnya dari belakang. Kereta ekspedisi itu terus bergerak ke depan. Kira-kira setengah mil kemudian, tiba-tiba kereta ekspedisi itu membelok ke arah timur, yakni ke sebuah jalan kecil, bahkan berliku-liku sehingga kereta ekspedisi itu tergoyang-goyang. Peti kulit yang di dalam kereta pun ikut bergoyang dan kadang-kadang tergoncang ke atas.

Walau Tam Goat Hua berada di belakangnya empat lima depa, tapi sepasang matanya terus memandang lekat-lekat peti kulit itu, maka dia melihat di peti kulit itu terdapat beberapa buah lobang kecil. Itu membuat Tam Goat Hua menjadi curiga, Kalau peti kulit itu tidak berisi orang, untuk apa dilindungi? Peti kulit itu dilobangi, tentunya agar udara bisa masuk supaya orang yang di dalamnya tidak mati kehabisan udara. Berpikir sampai di situ, Tam Goat Hua jadi girang bukan main. Dia terus mengikuti kereta ekspedisi itu.

Beberapa mil kemudian kereta itu sudah sampai di daerah yang amat sepi, sedangkan si kurus itu tetap duduk di punggung kuda dengan kepala tertunduk. Tam Goat Hua tahu, saat ini sudah tengah hari, harus pergi menemui Oey Sim Tit, maka dia tidak mau membuang waktu lagi. Namun ketika dia baru mau memunculkan diri, mendadak si kurus meluruskan badannya, lalu merentangkan sepasang lengannya sambil bersin beberapa kali. Di saat bersamaan, kuda tunggangannya pun berhenti dan si kurus langsung meloncat turun. Menyaksikan gerak-geriknya begitu gesit, Tam Goat Hua tidak berani bertindak ceroboh, maka segera menghentikan langkahnya.

Tiba-tiba si kurus yang berusia lima puluhan dan bertampang malas-malasan itu berkata dengan dingin. "Cukup! Nona tidak perlu terus menguntit. Kalau ada urusan, silakan nona memberi petunjuk!"

Tersentak Tam Goat Hua. Tak disangka si kurus bukan orang biasa, dia sudah tahu dirinya menguntit di belakang. Tam Goat Hua maju beberapa langkah, kemudian berkata. "Maaf! Maaf! Bolehkah aku tahu siapa anda?"

Orang itu kelihatan seperti belum puas tidur. Dia bersin beberapa kali lagi, setelah itu barulah menyahut. "Piausu yang tak terkenal, tak perlu dibicarakan soal nama! Nona keluar dari jalan kecil di kota, terus menguntit hingga sekarang, tentunya bukan untuk mengetahui namaku, bukan?"

Tam Goat Hua berkata dalam hati. "Bagus! Ternyata dia sudah tahu dari tadi!"

Orang itu mengatakan dirinya tak terkenal, justru membuat Tam Goat Hua semakin tidak berani bertindak gegabah. Gadis itu malah tersenyum, lalu berkata. "Aku memang agak keterlaluan, harap Piau Tau jangan marah!"

Orang itu menatapnya dingin. "Kau mau apa, katakanlah!"

Tam Goat Hua langsung menunjuk kereta ekspedisi seraya menyahut, "Piau Tau, peti kulit itu berisi apa? Aku ingin melihat isinya."

Begitu mendengar ucapan Tam Goat Hua, tampang si kurus yang malas-malasan itu segera sirna dan sepasang matanya langsung melotot tajam. Kemudian dengan sikap masih seperti mengantuk dia berkata dingin, "Tidak boleh membiarkan kau lihat!"

Tam Goat Hua sudah menduga, orang itu pasti menjawab begitu. Justru itu dia semakin ingin tahu apa isi peti kulit tersebut. Oleh karena itu dia segera bertanya mendesak. "Sebetulnya peti kulit itu berisi apa, tentunya boleh diberitahukan."

Orang itu menggeleng-gelengkan kepala lalu bersin beberapa kali, setelah itu baru menyahut, "Tidak bisa!"

Tam Goat Hua langsung mendengus. "Hm! Pokoknya aku harus melihat!"

Mendadak orang itu tertawa. "Hahaha! Gadis kecil, lebih baik kau pulang saja! Dua tahun lagi kau akan menjadi istri orang, hidup tenang dan bahagia. Jangan karena mengerti beberapa jurus ilmu silat lalu kau ingin cari gara-gara."

Apa yang dikatakan orang itu membuat Tam Goat Hua merasa gusar, tapi juga merasa geli. "Phui! Siapa ingin banyak bicara denganmu? Kalau anda tidak mau minggir, aku terpaksa turun tangan!"

Orang itu menyahut cepat, "Kalau begitu, cepatlah kau turun tangan!"

Tam Goat Hua langsung bergerak ke arah orang itu. Sesungguhnya dia hanya ingin melihat isi peti kulit itu, barangkali Lu Leng, sama sekali tidak bermaksud bergebrak dengan orang itu. Oleh karena itu, ketika badannya bergerak dia hanya ingin melewati sisi orang tersebut menuju kereta ekspedisi, maksudnya membuka peti kulit untuk melihat isinya.

Akan tetapi, orang itu pun langsung menjulurkan sepasang tangannya. Gerakannya sungguh aneh, sebab kelihatannya lamban tapi cepat sekali. Kelima jarinya terbuka seakan ingin mencengkeram gadis itu. Begitu menyaksikan gerakan orang itu menghalanginya, hati Tam Goat Hua tergerak. Dia memang tidak pernah menyaksikan gerakan seperti itu, namun pernah mendengarnya. Akan tetapi, gadis itu justru lupa gerakan itu berasal dari perguruan mana.

Karena dirinya terhalang, tidak mau bergebrak pun sudah tidak bisa. Maka dia terpaksa mengibaskan lengan kanannya, mengeluarkan setengah jurus Cai Tiap Siang Hui (Sepasang Kupu Kupu Berterbangan). Jurus tersebut harus digerakkan dengan sepasang lengan, namun saat ini hanya menggunakan sebelah lengan, karena itu dikatakan setengah jurus.

Begitu setengah jurus itu dikeluarkan, rantai besi yang melekat di lengannya pun ikut menyambar. Jarak mereka begitu dekat, maka sulit bagi orang itu untuk berkelit. Tapi mendadak, badan orang itu bergerak ke belakang dua langkah, maka serangan Tam Goat Huat jatuh di tempat kosong. Gerakan menghindar orang itu amat aneh sehingga mengejutkan gadis itu.

Setelah menghindar, orang itu berkata dengan dingin. "Gadis kecil! Ternyata kau tidak hanya mengerti beberapa jurus saja."

Padahal Tam Goat Hua hanya mengeluarkan setengah jurus, tapi orang itu dapat melihat gadis tersebut berkepandaian tinggi.

"Hm!" dengus Tam Goat Hua.

Dia mendadak menggerakkan lengan kirinya mengeluarkan setengah jurus Cai Tiap Siang Hui. Satu jurus dipecah dua, itu tidak mengurangi kedahsyatan jurus tersebut, sebaliknya malah bertambah lihay. Lengan kiri bergerak, maka rantai besi yang di lengan kiri itu pun ikut menyambar. Di saat bersamaan gadis itu maju selangkah sekaligus menyerang lagi dengan jurus Sian Tong Sang Kua (Bocah Dewa Mengantar Buah) dan Pek Yun Hoan Cien (Awan Putih Berputar)! Si kurus tidak balas menyerang, melainkan hanya berkelit dan menghindar. Gerakannya tampak lamban dan malas-malasan namun sesungguhnya amat cepat, sehingga dalam keadaan bahaya dapat berkelit dengan baik sekali.

Tam Goat Hua sudah menyerang dengan tiga jurus, tapi orang itu justru tidak balas menyerang, itu membuat gadis tersebut amat penasaran. Maka dia maju selangkah dan sebelah kakinya digeserkan ke kiri, tangannya bergerak, ternyata jurus Thian Peng Te Liak (Langit Runtuh Bumi Retak) dikeluarkannya untuk menyerang si kurus. Jurus tersebut merupakan salah satu jurus ilmu pukulan Cit San Sin Ciang yang berjumlah tujuh jurus, itu adalah jurus pertama dari ilmu pukulan tersebut,

Ketika Tam Sen mengajar Tam Goat Hua dan Tam Ek Hui kakaknya, tidak memberitahukan bahwa itu adalah ilmu pukulan Cit Sat Sin Ciang. Dia hanya mengatakan apabila berjumpa musuh tangguh, barulah boleh mengeluarkannya. Tapi cukup mengeluarkan tiga jurus saja, yakni Thian Peng Te Liak, Hai Kou Ciok Lan dan jurus Hong Cien Sah Cing. Putar balik ketiga jurus itu saja, kalau musuh tahu tentunya akan mundur. Apabila ketiga jurus itu tidak dapat membuat musuh mundur, barulah boleh mengeluarkan jurus berikutnya.

Walau sifat kekanak-kanakan masih melekat pada diri Tam Goat Hua, tapi dia tidak berani melalaikan pesan ayahnya. Kemarin menghadapi si Hakim Kanan di dalam goa, dia mengeluarkan ilmu pukulan tersebut, hasilnya sungguh luar biasa. Hari ini kalau tidak dapat menemukan Lu Leng dia pasti repot, maka langsung dikeluarkannya ilmu pukulan itu. Begitu Tam Goat Hua baru mengeluarkan ilmu pukulan tersebut, air muka si kurus tampak berubah. Dia segera meloncat ke belakang sambil berseru kaget.

"Cit Sat San Ciang!"

Setelah berseru kaget, orang itu pun bersiul. Tidak panjang suara siuIannya, namun amat tak sedap didengar. Orang itu bersiul tujuh kali, sekaligus mencelat ke belakang. Tam Goat Hua tidak mengerti maksud siulan itu, mungkin orang tersebut memanggil teman-temannya.

Ketika melihat orang itu mencelat jauh, Tam Goat Hua ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk melihat isi peti kulit tersebut, apakah peti kulit itu berisi Lu Leng? Tam Goat Hua langsung melesat, tapi bukan mengejar orang itu melainkan melesat ke arah kereta ekspedisi. Sebelum dekat, dia melihat peti kulit itu mendadak mencelat ke atas mengeluarkan suara.

"Buum!"

Melihat itu, Tam Goat Hua yakin peti kulit itu berisi makhluk hidup, yang kemungkinan besar Lu Leng. Betapa girang hatinya. Tapi peti kulit itu jatuh ke bawah lagi. Saat itu Tam Goat Hua tersentak sadar, bahwa dugaannya meleset. Karena kalau peti kulit itu berisi Lu Leng, sudah pasti jalan darahnya ditotok agar tidak bisa bergerak dan tidak bisa membuka peti kulit itu. Begitu tersentak sadar, Tam Goat Hua segera menghentikan langkahnya. Di saat itulah tiba-tiba terdengar suara mendesis dan kemudian tampak sesuatu berwarna-warni di dalam peti kulit itu.

Ketika melihat itu, seketika Tam Goat Hua jadi tertegun. Bersamaan itu dia pun sudah melihat jelas sesuatu yang berwarna-warni tersebut, ternyata seekor ular beracun yang bentuknya amat aneh. Badan ular beracun itu agak gepeng, namun tampak indah sekali sebab seluruh badannya berwarna-warni dan mengkilap. Setelah merayap ke luar, ular beracun itu menyemburkan racun dan mengeluarkan suara mendesis-desis. Tam Goat Hua segera meloncat mundur ke belakang. Ketika itu si kurus itu bersiul pendek lagi tujuh kali. Sebelum suara siulan si kurus hilang, ular beracun itu sudah meluncur cepat bagaikan pelangi ke arah Tam Goat Hua.

Betapa terkejutnya gadis itu. Dia cepat-cepat meloncat ke belakang sekaligus mengayunkan rantai besinya. Akan tetapi ular beracun itu gesit sekali. Badannya yang masih di udara langsung melingkar dan merosot ke bawah, sudah barang tentu terhindar dari sambaran rantai besi itu. BaruIah Tam Goat Hua melihat jelas ular beracun itu amat besar dan panjang, pantas harus menggunakan peti kulit yang berukuran besar untuk memuatnya, sehingga Tam Goat Hua mengira peti kulit itu berisi Lu Leng.

Tadi orang itu mundur, jelas tidak berani menghadapi Tam Goat Hua. Tapi kemudian dia bersiul memanggil ular beracun itu menghadapinya, maka sudah dapat dipastikan ular tersebut amat lihay. Tam Goat Hua menatap ular beracun itu dengan mata tak berkedip dan bersiap-siap, sehingga sama sekali tidak mempedulikan orang kurus itu berada di mana. Ular beracun itu melingkar di tanah, dan terus-menerus menyemburkan racun.

Tam Goat Hua sedang berpikir harus dengan cara apa menundukkan ular beracun itu. Mendadak dia merasa ada suara di belakangnya, ternyata ada senjata mengarahnya. Gadis itu mendongakkan kepala, tampak dua piausu lain berdiri tak jauh dari situ sambil tersenyum-senyum. Berarti orang yang kurus itu membokongnya dengan senjata.

Ular beracun berada di hadapannya, maka membuatnya tidak berani membalikkan badannya. Tam Goat Hua amat gusar dan gugup. Orang kurus itu memelihara ular beracun, tentunya bukan orang baik-baik, kenapa harus merasa enggan turun tangan jahat terhadapnya? Karena berpikir begitu, gadis itu langsung membalikkan tangannya melancarkan sebuah pukulan. Itu adalah jurus kedua, Hai Kou Ciok Lan (Laut Lapuk Batu Berlobang).

"Buum!"

Terdengar suara, kemudian si kurus mengeluarkan suara gumam dan cepat-cepat mencelat ke belakang. Di saat itulah ular beracun itu mendadak meluncur ke arah Tam Goat Hua, dan tercium pula bau amis yang amat menusuk hidung. Tam Goat Hua tersentak dan langsung meloncat ke belakang, Akan tetapi, sekonyong-konyong ular beracun itu membuka mulut, sekaligus menyemburkan racunnya ke arah muka gadis itu. Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. Dia sama sekali tidak menyangka ular beracun itu dapat bergerak begitu aneh, cepat dan amat gesit.

Oleh karena itu, Tam Goat Hua segera menyerang dengan jurus Hong Cien Sah Cing (Angin Berhembus Pasir jadi Bersih), jurus tersebut menimbulkan angin yang amat kuat dan menderu-deru. Begitu merasa ada angin yang kuat mengarahnya, ular beracun itu cepat-cepat melingkar. Pada saat itulah Tam Goat Hua mengayunkan rantai besinya ke arah si kurus.

Si kurus meloncat ke belakang, kemudian berkata dengan penuh kegusaran. "Cit Sat Sin Kun punya dendam apa dengan Tiam Cong Pai?! Harap dijelaskan!"

"Oooh!" Tam Goat Hua manggut-manggut. Kini barulah dia teringat akan gerakan orang kurus itu berasal dari perguruan Tiam Cong. “Ternyata kau dari Tiam Cong Pai!"

Orang kurus itu mendengus, "Hm! Sui Sian (Dewa Tidur) Cin Mang Kak adalah aku. Kau pernah dengar?"

Ternyata orang kurus itu adalah si Dewa Tidur Cin Mang Kak. Ilmu andalannya yakni Sui Pat Sian (Delapan Dewa Tidur). Dia masih terhitung saudara seperguruan dengan ketua Tiam Cong Pai, namanya amat cemerlang dalam rimba persilatan. Kalau dia bersama ular beracun itu melawan Tam Goat Hua, belum tentu gadis itu bisa menang.

“Lebih baik aku menyudahi urusan ini,” pikir gadis itu, lalu tertawa seraya berkata. "Harap Cin Tayhiap jangan marah. Kalau tadi Cin Tayhiap menyebut nama, sudah pasti tidak akan terjadi kesalah-pahaman ini. Ayahku dengan Tiam Cong Pai sama sekali tidak punya dendam apa pun. Tadi hanya dikarenakan aku mengira peti kulit itu berisi temanku yang menghilang, maka terjadi kesalah-pahaman. Harap Cin Tayhiap sudi memaafkanku!"

Pada dasarnya Tam Goat Hua berhati jujur dan lurus, maka begitu tahu dirinya salah, langsung mengaku dan mau minta maaf. Wajah Cin Mang Kak mulai berubah lembut, kemudian dia bersiul pendek tujuh kali, maka ular beracun itu langsung meluncur ke dalam peti kulit.

Cin Mang Kak segera menutup peti kulit itu, dan kemudian barulah berkata, "Kalau begitu, kita berpisah di sini saja!"

Tam Goat Hua tersenyum. "Cin Tayhiap, ular beracun itu amat luar biasa, sungguh membuat mataku terbuka!"

Cin Mang Kak bersin beberapa kali, setelah itu baru menyahut. "Ular ini disebut Giok Mian Tay, bisa berdiri dengan ujung ekornya. ini tergoIong ular langka." Usai berkata, Cin Mang Kak meloncat ke punggung kudanya, dan tak lama kereta ekspedisi itu mulai bergerak meninggalkan tempat tersebut.

Tam Goat Hua berdiri termangu-mangu di tempat. Tadi dia mengira peti kulit itu berisi Lu Leng, tidak tahunya berisi ular beracun, bahkan nyaris mengikat permusuhan pula dengan Cin Mang Kak, itu membuatnya menghela nafas panjang. Dia mendongakkan kepala memandang ke angkasa, dia tahu bahwa waktu sudah lewat tengah hari. Maka gadis itu segera kembali ke kota.

Ketika Tam Goat Hua baru memasuki jalan besar, melihat Oey Sim Tit berputar ke sana ke mari di jalan besar itu. Begitu melihat gadis itu, dia langsung menghampirinya. Tam Goat Hua menatapnya, air mukanya Oey Sim Tit tampak agak tegang. Maka gadis itu segera bertanya dengan suara rendah, "Bagaimana? Ada hasilnya?"

Oey Sim Tit menengok ke sana ke mari, kemudian menarik tangan Tam Goat Hua untuk diajak ke sebuah jalan kecil. "Aku melihat seorang kurus mengawal sebuah kereta ekspedisi. Di dalam kereta terdapat sebuah peti kulit."

Mendengar ucapan itu, Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam, "Aku pun sudah melihatnya. Peti kulit itu berisi seekor ular beracun."

“Ooh,” Oey Sim Tit manggut, lalu melanjutkan penuturannya, "Masih ada. Aku melihat seorang tinggi besar membawa sebuah obor memasuki sebuah rumah besar di sebelah utara kota ini. Aku pernah melihat orang itu di puncak Sian Jin Hong."

Tam Goat Hua mengerutkan kening, "Ng? Dia si Duta Api Obor dari Hwa San Pai. Masih ada orang lain?"

Oey Sim Tit menjawab dengan jujur. "Hanya dia sendiri Tapi di bawah ketiaknya mengapit karung besar dan panjang."

Kening Tam Goat Hua berkerut lagi. "Sebuah karung?"

Oey Sim Tit mengangguk. “Tidak salah. Aku bergerak cepat melewatinya sekaligus meraba karung itu, justru terdengar suara seruan perlahan di dalam karung. Orang itu segera melancarkan sebuah pukulan ke arahku. Kalau aku tidak cepat kabur, pasti sudah mati di tangan orang itu."

Betapa gembiranya Tam Goat Hua mendengar penuturan itu. "Menurutmu di dalam karung itu berisi seseorang?"

Oey Sim Tit manggut-manggut. "Aku tidak salah dengar, itu memang suara orang."

Tam Goat Hua segera berkata. "Dia memasuki rumah yang mana? Cepat bawa aku ke sana!"

Oey Sim Tit memberitahukan. "Tidak jauh dari sini, sekejap juga sampai."

Mereka berdua menembus sebuah jalan kecil. Dalam sekejap keduanya sudah sampai di depan rumah besar itu. Rumah tersebut amat megah, namun kelihatan sepi karena dikelilingi tembok tinggi.

Sampai di tembok, Tam Goat Hua berhenti dan membatin. “Kalau Lu Leng jatuh di tangan pihak Hwa San Pai, meski pun Liat Hwe Cousu tidak berada di dalam rumah itu, namun pasti banyak jago yang tangguh berada di situ. Maka untuk menolong Lu Leng keluar dari situ, pasti sulit sekali.”

Setelah berpikir lama sekali, Tam Goat Hua baru berbisik. "Kita sudah ke mari, tentunya harus ke dalam melihat-lihat. Kau harus berhati-hati. Kalau kelihatan ada gelagat tidak beres, harus segera meloloskan diri dan pergi mengejar ayahku."

Oey Sim Tit diam saja, maka Tam Goat Hua cepat melanjutkan bicaranya. " Kau jangan bodoh! Setelah kau bertemu ayahku, ceritakan apa adanya! Mengerti?"

Oey Sim Tit terpaksa mengangguk. Kemudian mereka berdua mencelat ke atas melewati tembok masuk ke dalam. Tampak begitu banyak pohon rimbun di situ sehingga tempat tersebut mirip sebuah rimba yang dikelilingi tembok. Tam Goat Hua dan Oey Sim Tit berendap-endap melewati pohon-pohon itu, tak seberapa lama berjalan barulah mereka melihat rumah itu. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam. Dia tahu kalau mereka berjalan ke depan lagi pasti akan ketahuan dan amat membahayakan diri mereka.

Oey Sim Tit yang berdiri di sisinya sepertinya telah membaca pikiran gadis itu, maka dia segera berbisik, "Nona Tam, ginkang-ku amat tinggi, biar aku pergi dulu menyelidiki!"

Tam Goat Hua berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut, "Baik, tapi kau harus cepat kembali!"

Oey Sim Tit mengangguk lalu badannya berkelebat dan dalam sekejap sudah menghilang dari pandangan Tam Goat Hua. Sedangkan gadis itu terus bersembunyi di balik pohon. Hampir setengah jam dia menunggu di situ, namun belum melihat Oey Sim Tit keluar. Hati Tam Goat Hua mulai cemas. Dia mau menyusul, tapi tiba-tiba terdengar suara aneh dari dalam rumah itu. Suara aneh itu mirip suara orang sedang marah. Setelah itu terdengar lagi suara seruan. Begitu mendengar suara seruan itu tersentaklah hati Tam Goat Hua, sebab kelihatannya Oey Sim Tit sudah jatuh ke tangan musuh.

Ginkang Oey Sim Tit begitu tinggi, tapi dia baru masuk ke dalam rumah itu sudah tertangkap musuh, itu tak masuk akal sama sekali. Kalau benar begitu, pasti Liat Hwe Cousu berada di dalam. Seketika hati Tam Goat Hua menjadi gugup dan panik, karena dia tahu, apabila Liat Hwe Cousu berada di dalam rumah itu rasanya sulit sekali untuk menolong Lu Leng. Akan tetapi dalam keadaan seperti itu, mau tidak mau harus menempuh bahaya. Dia melesat ke rumah itu, dan berhenti di sisi pintu, Kemudian dengan perlahan-lahan didorongnya pintu itu dan ternyata tidak dikunci.

“Kreeek!” pintu itu terbuka.

Tam Goat Hua cepat-cepat meloncat ke belakang, ternyata dia khawatir ada serangan mendadak dari dalam. Akan tetapi tiada gerakan apa pun, maka Tam Goat Hua memberanikan diri mengayunkan kakinya ke dalam. Setelah sampai di dalam, dia melihat sebuah halaman dan berderet-deret rumah di halaman itu dengan jendela tertutup rapat. Tadi dia mendengar suara orang, tapi kini suasana sepi sekali seakan hanya dia seorang yang berada di tempat itu.

“Kreeek!” tiba-tiba terdengar suara, dan pintu yang di depan itu sudah tertutup kembali.

Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. Dia segera menoleh ke belakang, seketika juga dia menarik nafas dingin. Ternyata tampak tiga orang berdiri di situ, menatapnya sambil tersenyum-senyum. Ketiga orang itu berusia empat puluhan, tampak berwibawa. Begitu melihat, Tam Goat Hua langsung tahu, mereka jago-jago tangguh dari Hwa San Pai. Tam Goat Hua masih ingat, karena ingin membalas budi pertolongan Lu Sin Kong suami istri maka dia pernah turun tangan melukai beberapa orang Hwa San Pai, maka terikat dendam dengan pihak tersebut.

Di puncak Sian Jin Hong, Tam Goat Hua nyaris jatuh ke tangan Liat Hwe Cousu. Namun berhubung Liat Hwe Cousu berkedudukan amat tinggi dalam rimba persilatan, maka tidak mencelakai gadis itu. Kini dia berada di tempat ini, sama juga mengantarkan diri. Tam Goat Hua menyurut mundur, namun di belakangnya terdengar suara tawa dingin tiga kali. Gadis itu segera menoleh ke belakang, tampak tiga orang berdiri di situ sambil tertawa dingin. Di saat ia menoleh tampak beberapa bayangan berkelebat ke sana. Kini jumlah mereka dua belas orang. Tam Goat Hua terkurung di tengah-tengah.

Gadis itu menatap mereka. Kecuali tiga orang yang muncul duluan itu berkepandaian tinggi, yang lain kalau satu lawan satu Tam Goat Hua masih bisa mengalahkan mereka. Akan tetapi kini pihak lawan berjumlah dua belas orang, bagaimana mungkin gadis itu dapat melawan mereka?

Tam Goat Hua sudah menduga, kedua belas orang itu pasti Hwa San Cap Ji Tongcu. Dua belas tongcu yang dulu, sudah banyak yang terluka di tangan Lu Sin Kong suami istri dan Tam Goat Hua. Namun Liat Hwe Cousu segera mengangkat wakil tongcu untuk melengkapi lagi kedua belas tongcu tersebut, maka tidak berkurang satu pun.

Salah seorang yang agak tua tertawa terkekeh-kekeh sambil menatap Tam Goat Hua, lalu berkata dingin, "Harap nona ke ruang besar untuk bercakap-cakap!"

Orang itu mengibaskan tangannya, yang lain langsung minggir tiga langkah seakan mempersilakan Tam Goat Hua masuk ke dalam. Gadis itu mengerutkan kening, kemudian melangkah ke dalam. Kedua belas orang itu pun segera bergerak mengiringinya. Mendadak Tam Goat Hua bergerak ke belakang, namun sembilan orang yang ada di belakangnya segera berputar-putar mengurungnya.

"Kalau nona Tam masih tidak mau masuk melalui pintu ini, akan menerima hukuman dari Cousu," ujar salah seorang tua.

Melihat gerakan mereka, Tam Goat Hua langsung tahu bahwa mereka telah belajar semacam formasi, maka sulit baginya untuk menerjang ke luar. Di sana hanya terdapat sebuah lowongan, yakni pintu masuk itu. Maka begitu masuk ke dalam, tentunya akan berjumpa dengan Liat Hwe Cousu. Saat itu akan lebih sulit baginya untuk meloloskan diri. Akan tetapi keadaan di depan matanya juga tiada jalan baginya untuk kabur. Biar harus menempuh bahaya apa pun, pokoknya harus menolong Lu Leng ke luar dari tempat ini.

Tam Goat Hua terus berpikir, akhirnya dia tertawa dingin seraya berkata, "Baik! Aku akan masuk ke dalam!"

Usai berkata begitu, dia menghimpun hawa murninya. Di saat bersamaan, pintu itu terbuka dan tampak sebuah ruang besar. Tam Goat Hua sudah mengambil keputusan masuk ke dalam, maka tidak peduli bagaimana keadaan ruang besar itu. Akan tetapi, mendadak Tam Goat Hua bergerak cepat melesat ke arah kiri, mengarah ke tembok sekaligus mengayunkan sepasang rantai besarnya untuk menghantam tembok itu dengan menggunakan delapan bagian tenaganya.

“Plaak! Plaak!”

Terdengar suara yang memekakkan telinga, dan tembok itu langsung berlobang. Tam Goat Hua kemudian melesat ke luar melalui lobang itu. Sayup-sayup dia mendengar suara orang berteriak.

"Bagus!" karena gerakannya itu sungguh cepat dan di luar dugaan semua orang.

Namun dia sama sekali tidak tahu siapa yang berteriak itu. Setelah melesat ke luar, maka dia berada di luar kurungan kedua belas orang itu. Kemudian secara mendadak badannya berputar menghantam salah seorang dari mereka dengan rantai besinya.

Kedua belas tongcu adalah murid handal Liat Hwe Cousu, tentu ilmu silat mereka tinggi sekali. Mereka pun tahu, Tam Goat Hua adalah putri Cit Sat Sin Kun yang amat terkenal dua puluh tahun yang lalu, sudah pasti memiliki kepandaian tinggi pula. Tapi mereka sama sekali tidak menduga, Tam Goat Hua akan menggunakan cara menembus tembok untuk keluar dari kurungan mereka. Ketika Tam Goat Hua melangkah ke dalam ruang besar itu, mereka yakin gadis itu tidak dapat berbuat apa-apa, sebab Liat Hwe Cousu berada di situ. Justru tidak disangka sama sekali, begitu berjalan tiga langkah ke dalam, mendadak Tam Goat Hua berputar sekaligus menghantam tembok dengan sepasang rantai besinya. Walau Liat Hwe Cousu berkepandaian amat tinggi, juga tidak keburu menghalanginya.

Ketika Tam Goat Hua menghantam tembok, kedua belas tongcu masih tidak tahu apa yang terjadi. Setelah gadis itu berkelebat ke luar, barulah mereka tahu apa yang telah terjadi. Kedua belas tongcu mengurung Tam Goat Hua, namun gadis itu masih dapat keluar dari kurungan itu. Jangankan Liat Hwe Cousu akan mempersalahkan mereka, bahkan pasti akan ditertawakan oleh kaum rimba persilatan kalau kejadian itu tersiar ke luar. Apakah mereka masih punya muka berjumpa dengan kaum rimba persilatan?

Oleh karena itu, kedua belas tongcu itu menggeram sambil berpencar. Namun tadi Tam Goat Hua mengeluarkan jurus Tiang Coa Cut Tong (Ular Panjang Keluar Goa), dan rantai besinya telah berhasil melilit kaki salah seorang tongcu. Tongcu tersebut justru berkepandaian paling rendah di antara kedua belas tongcu itu. Ketika dia baru mau mengerahkan tenaga untuk memberatkan badannya, Tam Goat Hua menyentakkan rantai besinya sehingga membuat tongcu tersebut melayang ke dalam ruang besar. Para tongcu lain memekik marah dan segera mengepung gadis itu lagi.

Sesungguhnya Tam Goat Hua tidak berniat kabur, sebab dia tahu dirinya tidak akan dapat kabur dari tempat itu. Lagi-pula Lu Leng belum ada kabar beritanya, maka dia tidak mau meninggalkan tempat tersebut. Kini dia telah berhasil menyentakkan salah seorang tongcu ke dalam ruangan besar, otomatis dia telah memperlihatkan kegagahannya. Oleh karena itu dia pun tidak perlu bertarung lagi, malah berjalan ke pintu seraya berkata dingin.

"Aku mau ke dalam menemui Liat Hwe Cousu! Kenapa kalian menghalangiku? Apakah kalian melarangku masuk?!"

Kesebelas tongcu itu amat membenci Tam Goat Hua, namun begitu mendengar ucapan gadis itu, mereka segera minggir memberi jalan kepadanya. Tam Goat Hua tersenyum, kemudian merapikan rambutnya. Setelah itu ia mendongakkan kepala sedikit, barulah melangkah ke dalam. Begitu masuk ke dalam, Tam Goat Hua melihat tongcu yang di lemparkannya tadi masih meringkuk di lantai.

Tam Goat Hua tahu bahwa kini permusuhannya dengan Hwa San Pai sudah bertambah dalam, maka apa salahnya kalau permusuhan itu lebih diperdalam lagi? Oleh karena itu, gadis itu tertawa kecil. "Sobat ini, kenapa harus memberi hormat kepadaku dengan cara demikian? Itu tidak perlu!"

Wajah tongcu yang meringkuk di lantai itu langsung memerah seperti wajah kepiting rebus. Dia berusaha bangun, setelah bangun akan segera menerjang ke arah Tam Goat Hua. Akan tetapi, mendadak terdengar suara bentakan yang amat berwibawa.

"Mundur!"

Begitu mendengar suara bentakan itu, tongcu tersebut cepat-cepat mundur dengan kepala tertunduk. Tam Goat Hua mendongakkan kepala untuk melihat ke depan. Begitu melihat, dia pun terkejut dan girang. Ternyata di dekat dinding warna merah, tampak Liat Hwe Cousu duduk di kursi merah, di atas sebuah panggung yang tingginya hampir tujuh kaki. Itu berarti dia orang tinggi. Di hadapan Liat Hwe Cousu bergantung dua orang yang tidak lain Lu Leng dan Oey Sim Tit.

Tam Goat Hua menoleh ke belakang, Tampak kedua belas tongcu berdiri menjaganya. Gadis itu tahu, kini dirinya tidak bisa macam-macam. Oleh karena itu dengan tenang dia melangkah ke depan, kemudian memberi hormat kepada Liat Hwe Cousu, "Tam Goat Hua memberi hormat kepada Liat Hwe Cousu!"

Sesungguhnya gadis itu bersifat angkuh, jarang memberi hormat kepada siapa pun. Namun Liat Hwe Cousu seorang ketua partai Hwa San Pai. Kalau dihitung kedudukannya, dia masih lebih tinggi setingkat dari Cit Sat Sin Kun, maka wajar Tam
Goat Hua memberi hormat kepadanya. Seusai memberi hormat, Tam Goat Hua lalu berdiri di pinggir.

Wajah Liat Hwe Cousu tampak bengis sekali, pertanda hatinya amat gusar. Namun berhubung kedudukannya begitu tinggi, maka kegusarannya tidak dilampiaskan. Sepasang matanya menyorot tajam menatap Tam Goat Hua, kemudian dia berkata. "Kau juga tahu dalam rimba persilatan terdapat kedudukan?"

Begitu mendengar ucapan Liat Hwe Cousu, Tam Goat Hua sudah tahu bahwa ketua Hwa San Pai itu ingin menyindirnya, dan itu membuat gadis tersebut tertawa geli dalam hati dan membatin. Kalau bertarung, ditambah seratus Tam Goat Hua lagi juga bukan lawannya. Namun apabila mengadu mulut, tentunya Liat Hwe Cousu bukan lawan gadis itu.

Tam Goat Hua tertawa hambar. "Sejak kecil aku sudah dididik, sudah pasti tahu dalam rimba persilatan terdapat kedudukan, bahkan aku juga tahu bahwa tingkatan tua tidak boleh menghina kaum tingkatan muda. Karena itu, terhadap mereka berdua yang digantung Cousu, bukankah akan merendahkan nama dan kedudukan Cousu?"

"Hm!" dengus Liat Hwe Cousu, "Memang benar apa yang kau katakan."

Liat Hwe Cousu mengulurkan tangannya untuk mematahkan kaki kursi. Setelah itu kaki kursi itu dipatahkannya lagi menjadi dua dan mendadak disambitkannya ke arah Lu Leng dan Oey Sim Tit.Menyaksikan itu Tam Goat Hua terkejut bukan main, padahal tadi dia mencetuskan ucapan itu hanya untuk memanasi hati Liat Hwe Cousu, agar melepaskan Lu Leng dan Oey Sim Tit. Siapa nyana Liat Hwe Cousu malah menjadi marah besar, sehingga ingin menghabiskan nyawa mereka berdua.

Tam Goat Hua ingin mengayunkan rantai besinya, tapi sudah terlambat karena kedua patahan ujung kursi sudah meluncur cepat ke dada Lu Leng dan Oey Sim Tit. Seketika sekujur badan Tam Goat Hua menjadi dingin, dan kakinya terasa lemas sehingga dia nyaris pingsan seketika. Akan tetapi, mendadak terjadi suatu perubahan.

Tiba-tiba terdengar suara, "Plak, Plak!" badan Lu Leng dan Oey Sim Tit berjungkir balik turun ke bawah.

Tam Goat Hua sama sekali tidak mengerti apa yang telah terjadi, karena Liat Hwe Cousu memang menggunakan kedua patahan ujung kursi untuk menyambit Lu Leng dan Oey Sim Tit, bahkan tepat mengenai dada mereka. Akan tetapi, mereka berdua tidak terluka, sebaliknya malah terlepas dari tali yang menggantung mereka. Tam Goat Hua tertegun, sedangkan Lu Leng dan Oey Sim Tit berlari ke arahnya.

Setelah berpikir sejenak, barulah Tam Goat Hua paham. Karena ucapannya tadi maka Liat Hwe Cousu melepaskan mereka, menggunakan kedua patahan ujung kursi memutuskan tali yang mengikat mereka itu. Ketika menyambit, Liat Hwe Cousu sudah memperhitungkan tenaga sambitannya. Oleh karena itu Lu Leng dan Oey Sim Tit sama sekali tidak terluka. Setelah terpikirkan itu, Tam Goat Hua semakin terkejut dan kagum dalam hati sebab lweekang Liat Hwe Cousu amat tinggi sekali, dapat mengerahkannya sesuka hati.

Akan tetapi, walau Liat Hwe Cousu telah melepaskan tali pengikat Lu Leng dan Oey Sim Tit, namun dia pasti punya suatu cara menghadapi Tam Goat Hua. Oleh karena itu otaknya terus berputar, kemudian berkata dengan suara rendah kepada Oey Sim Tit.

"Sobat Tit...," sebetulnya Tam Goat Hua ingin menyuruhnya mengerahkan ginkang untuk meloloskan diri, lalu pergi mencari ayahnya.

Namun sebelum dia usai berkata, kedua belas tongcu sudah mengepung mereka membentuk sebuah lingkaran. Begitu melihat keadaan itu, meski pun Oey Sim Tit memiliki ginkang yang amat tinggi tapi lweekang-nya belum sempurna, itu sulit baginya menerjang ke luar, maka dia menjadi diam tidak melanjutkan.

Di saat bersamaan, Lu Leng berbisik di telinga Tam Goat Hua, "Kakak Tam, bagaimana kita?"

Tam Goat Hua sengaja menyahut dengan lantang. "Saudara Lu, legakanlah hatimu! Liat Hwe Cousu adalah ketua Hwa San Pai yang berkedudukan amat tinggi, maka bagaimana mungkin akan turun tangan terhadap kita tingkatan muda?"

Kemudian Tam Goat Hua memberi hormat kepada Liat Hwe Cousu seraya melanjutkan ucapannya. "Terima-kasih atas kemurahan hati Cousu melepaskan mereka, untuk selanjutnya kami bertiga mohon diri!"

Tam Goat Hua memberi isyarat kepada mereka berdua, lalu berjalan ke luar. Gadis itu tahu jelas, tidak begitu gampang meninggalkan rumah itu. Dia berbuat demikian, hanya ingin tahu cara apa yang digunakan Liat Hwe Cousu terhadap mereka. Dugaannya memang tidak meleset. Ketika mereka bertiga baru melangkah, Liat Hwe Cousu mendengus.

"Hm! Kalian bertiga sungguh kurang ajar. Kalian mau pergi juga boleh! Tapi harus berdasarkan kepandaian menerjang ke luar dari sini! Kalau tidak, aku pasti mewakili orangtua kalian menghajar kalian, atau kalian kukurung di dalam penjara air selama tiga buIan dan dicambuk tiga puluh kali!"

Begitu Liat Hwe Cousu usai berkata, langsung muncul dua orang berpakaian hitam dan dua orang berpakaian merah. Dua orang berpakaian hitam itu masing-masing membawa sebuah kunci, sedangkan dua orang berpakaian merah masing-masing membawa sebuah cambuk.

Lu Leng amat gusar sekali, sehingga wajahnya tampak merah padam. "Phui! Kau punya derajat apa menghajar kami?!"

Tam Goat Hua memberi isyarat kepadanya seraya berkata, "Apa yang dikatakan Cousu memang benar...."

Lu Leng segera memotongnya. "Kakak Tam, dia berkata tidak karuan, kenapa Kakak Tam masih bilang benar?"

Tam Goat Hua tahu bahwa Lu Leng bersifat keras tapi berhati lurus. Kalau dia terus berbicara tentu akan membangkitkan kemarahan Liat Hwe Cousu, maka dia segera memegang bahu Lu Leng seraya berkata dengan suara rendah. "Saudara Lu, bagaimana kau dengar perkataanku?"

Sejak ditolong ke luar dari Istana Setan oleh Tam Goat Hua, Lu Leng amat menghormatinya, bahkan timbul perasaan aneh pula terhadapnya. Walau usianya masih muda, tidak mengerti soal cinta, namun cintanya dalam hati justru sudah bersemi
terhadap gadis itu. Oleh karena itu dia manggut-manggut ketika Tam Goat Hua berkata begitu.

Tam Goat Hua tersenyum, kemudian berkata kepada Liat Hwe Cousu, "Apa yang Cousu katakan tadi memang tidak salah. Namun sobat Oey ini sejak kecil tidak punya orang-tua mau pun guru, maka harap Cousu memaafkannya. Tadi Cousu bilang mewakili orang-tua menghajar kami, sedangkan sobat Oey ini sama sekali tidak punya orang-tua, tentunya Cousu tidak punya alasan untuk menghajarnya, kan?"

Liat Hwe Cousu mendengus dingin, "Hm! Biar dia pergi!"

Guguplah hati Oey Sim Tit. "Nona Tam, kau bagaimana?"

Tam Goat Hua menatapnya seraya menyahut, "Sobat Oey, kalau kau tidak mau pergi, aku tidak akan meladenimu selama-lamanya!"

Wajah Oey Sim Tit yang buruk itu berubah kalem. "Aku... aku...."

Wajah Tam Goat Hua pun berubah. "Masih belum mau pergi?"

Oey Sim Tit menghela nafas panjang, lalu menundukkan kepala dan tak bergeming dari tempat. Menyaksikan itu, Lu Leng menjadi tidak sabaran.

"Kakak Tam menyuruhmu pergi, kenapa kau masih belum mau pergi?"

Oey Sim Tit mendongakkan kepala memandangnya. Tampak Lu Leng begitu tampan, lagi-pula Tam Goat Hua mati-matian menolongnya. Itu membuat Oey Sim Tit menjadi putus asa. Dia menghela nafas panjang, "Baik, aku pergi!"

Tam Goat Hua manggut-manggut sambil mendekatinya. "lni baru benar!" kemudian gadis itu berbisik, "Sobat Oey, setelah meninggalkan tempat ini, cepatlah pergi mencari ayahku! Kalau bertemu orang aneh berkedok, suruh mereka cepat ke mari!"

Kini Oey Sim Tit baru tahu, apa sebabnya Tarn Goat Hua menyuruhnya pergi. Maka dia mengangguk dan sekaligus melesat pergi. Karena Liat Hwe Cousu telah memperbolehkan Oey Sim Tit pergi, tentunya tiada seorang pun menghalanginya. Setelah melesat ke luar, Oey Sim Tit masih menoleh ke belakang untuk memandang Tam Goat Hua, barulah badannya berkelebat meninggalkan rumah itu.

Liat Hwe Cousu berkata dengan suara dalam, "Kalian berdua rela dihukum, masih belum mau cepat bilang?"

Tam Goat Hua tertawa panjang, "Apakah Cousu sudah lupa akan perkataan tadi, kami boleh pergi berdasarkan kepandaian menerjang ke luar. Kalau tidak dapat menerjang ke luar, barulah dihukum. Ya, kan?"

Dalam hati Lu Leng memang amat marah terhadap Liat Hwe Cousu, maka ketika mendengar Tam Goat Hua berkata begitu, dia girang bukan main, "Betul, Kakak Tam!"

Liat Hwe Cousu tertawa gelak, "Hahaha! Baik, kalian berdua memang gagah berani! Hwa San Cap Ji Tongcu pernah berlatih formasi Te Ki Tin Hoat (Formasi Bumi), kalian berdua boleh menerjang formasi itu di ruang ini!"

Tam Goat Hua dan Lu Leng memang sudah tahu, bahwa Liat Hwe Cousu tidak akan turun tangan sendiri. Kini begitu mendengar apa yang dikatakan Liat Hwe Cousu, dalam hati mencaci kelicikan ketua Hwa San Pai itu, sebab mereka berdua harus menerjang Te Ki Tin Hoat yang terdiri dari dua belas orang. Namun urusan sudah menjadi begitu, mau tidak mau harus menjajalnya.

Maka Tam Goat Hua berbisik, "Kau punya senjata?"

Lu Leng menyahut, "Sebetulnya aku punya sebuah golok pendek, tapi sudah kutancapkan di pohon berikut sepucuk surat untuk kedua orang-tuaku...."

"Tidak apa-apa." Tam Goat Hua mendongakkan kepala seraya berseru, "Lu Leng tidak punya senjata, harap dipinjami sebuah golok pendek!"

Liat Hwe Cousu memandang salah seorang yang berdiri sambil manggut-manggut. Orang itu segera ke dalam, tak lama sudah kembali dengan membawa sepuluh buah golok pendek, lalu ditaruh di atas meja.

Liat Hwe Cousu berkata, "Silakan pilih salah satu golok pendek itu!"

Lu Leng segera mendekati meja itu. Dipilihnya sebuah golok pendek lalu kembali ke sisi Tam Goat Hua.

Gadis itu segera berbisik, "Saudara Lu, kita berdua tidak boleh berpisah! Bagaimana kehebatan formasi itu, kita sama sekali tidak mengetahuinya. Oh ya, ketiga orang tua itu memiliki lweekang tinggi, kita tidak boleh beradu tangan dengan mereka."

Lu Leng manggut-manggut. Sejak lahir, baru kali ini Lu Leng menghadapi situasi seperti itu. Walau dia tidak merasa takut, namun dalam hati tak punya ide apa pun. Maklum dia masih kecil.

Tam Goat Hua dan Lu Leng berdiri dengan beradu punggung, sedangkan kedua belas tongcu itu mulai berpencar menjadi empat kelompok, setiap kelompok terdiri dari tiga orang. Mereka berdiri dalam bentuk segi empat.

“Sert! Sert!”

Kedua belas tongcu mengeluarkan senjata masing-masing, yakni berupa Poan Koan Pit (Pensil Cina Kuno). Tam Goat Hua dan Lu Leng terkepung di dalam formasi segi empat itu. Ketika melihat senjata tersebut, Tam Goat Hua sudah tahu bahwa mereka pasti akan menotok jalan darah pihak lawan, maka kelihatannya sulit memecahkan formasi Te Ki Tin Hoat itu.

Badan Tam Goat Hua mulai berputar, namun kedua belas tongcu tetap berdiri diam, hanya mata mereka menyorot tajam menatap Tam Goat Hua dan Lu Leng. Ketika badan Tam Goat Hua berputar sampai di hadapan tongcu yang dipecundanginya tadi, dia langsung menerjangnya dengan jurus Thian Peng Te Liak (Langit Runtuh Bumi Retak), yaitu salah satu jurus ilmu pukulan Cit Sat Sin Ciang.

Di saat Tam Goat Hua menerjang ke arah tongcu itu, Lu Leng pun mencelat ke belakang agar punggungnya tetap beradu dengan punggung Tam Goat Hua. Ketika Tam Goat Hua menyerang tongcu itu, dua tongcu lain yang berdiri di kiri dan kanan tongcu itu bergerak cepat pula menyerang Tam Goat Hua dengan Poan Koan Pit, mengarah jalan darah Cio Bun Hiat di pinggang gadis itu.

Para tongcu lain pun mulai bergerak. Enam tongcu maju dua langkah sambil mengayun-ayunkan Poan Koan Pit masing-masing ke arah Tam Goat Hua, namun itu merupakan gerakan tipuan belaka. Tiga tongcu yang di hadapan Lu Leng justru tiga orang tua itu. Mereka bertiga pun sudah mengayunkan Poan Koan Pit masing-masing untuk menyerang Lu Leng. Tadi Tam Goat Hua telah memberitahukan kepadanya, bahwa ketiga orang tua itu memiliki lweekang tinggi, lagi-pula ketika berada di rumah makan, justru mereka bertiga yang menangkapnya ke tempat ini.

Oleh karena itu, Lu Leng bergerak cepat mengeluarkan jurus Heng Pu Sien Khong (Air Terjun Mengalir)! Walau lweekang Lu Leng belum begitu tinggi namun ilmu goloknya amat lihay, berasal dari perguruan Go Bi Pai. Begitu mengeluarkan jurus Heng Pu Sien Khong, tampak golok pendek itu berkelebatan melindungi dirinya, bahkan juga mengarah ke pergelangan tangan ketiga orang tua itu.

Padahal tadi ketiga orang tua itu menyerang Lu Leng dengan gencar sekali, tapi setelah Lu Leng mengeluarkan jurus tersebut, gerakan mereka mendadak menjadi lamban. Ternyata mereka bertiga telah merubah gerakan, yakni mengarahkan ujung Poan Koan Pit masing-masing untuk menekan golok pendek Lu Leng. Di saat bersamaan, Lu Leng juga merubah jurusnya. Dia mengeluarkan jurus Lok Yap Kui Kin (Daun Rontok Kembali Keakar), yang amat aneh, lihay dan dahsyat. Akan tetapi gerakan ketiga orang tua itu jauh lebih cepat, maka ketiga batang Poan Koan Pit membentur golok pendek Lu Leng.

“Trang! Trang! Trang!”

Lu Leng terkejut. Ketika dia baru mau menarik senjatanya mendadak tiga tongcu lain sudah menyerang pinggangnya dengan Poan Koan Pit. Golok pendek Lu Leng tertekan oleh ketiga batang Poan Koan Pit maka tidak bisa bergerak, sedangkan tiga tongcu lain sudah menyerang pinggangnya. Kelihatannya Lu Leng pasti roboh.

Di saat bersamaan, Tam Goat Hua justru berada di atas angin. Ternyata dia berhasil memukul mundur beberapa tongcu dengan pukulan dan sambaran sepasang rantai besinya. KebetuIan dia menoleh. Karena dilihatnya Lu Leng dalam keadaan bahaya, maka dia segera berseru.

"Jangan kau lepaskan golok itu!"

Tam Goat Hua mengayunkan sepasang rantainya untuk menyerang ketiga tongcu yang menyerang pinggang Lu Leng. Di saat bersamaan sebelah tangannya pun melancarkan sebuah pukulan mengeluarkan jurus Hong Cien Sah Cing (Angin Berhembus Pasir Jadi Bersih), kemudian disusul lagi dengan jurus Hai Kou Ciok Lan (Laut Lapuk Batu Berlobang). Kedua jurus itu adalah pukulan Cit Sat Sin Ciang yang amat dahsyat.

Tiga tongcu itu terdesak ke belakang. Namun di saat bersamaan salah satu Poan Koan Pit yang menekan golok pendek itu mendadak mengarah jalan darah di tenggorokan Lu Leng. Ketika melihat serangan itu, Lu Leng segera mengerahkan lweekang-nya untuk menarik golok pendeknya, akan tetapi mendadak dia merasa ada tenaga yang amat kuat menekan golok pendek itu. Pada waktu bersamaan, ujung Poan Koan Pit yang satu itu sudah mendekati tenggorokan Lu Leng.

Menyaksikan itu, Tam Goat Hua tahu kalau pertarungan itu dilanjutkan Lu Leng pasti akan celaka, maka dia segera berteriak.

"Tidak usah bertarung lagi, kami mengaku kalah!"

Lu Leng tahu, bahwa Tam Goat Hua mau mengaku kalah itu disebabkan dirinya. Seketika dia merasa gugup dan malu, sehingga wajahnya langsung memerah dan dia nyaris menangis. "Kakak Tam, kepandaianku masih rendah, sehingga membuatmu harus mengaku kalah."

Sesungguhnya Lu Leng merupakan anak yang amat keras hati. Walau belum lama dia berkecimpung dalam rimba persilatan, namun hari itu ketika berada di menara Hou Yok, dia dipukul oleh Han Giok Shia hingga setengah mati, tetap tidak mau membuka mulut untuk minta ampun. Berdasarkan itu, dapat diketahui betapa keras hatinya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar