Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 14

Mendadak Seng Cai membentak keras, sekaligus menyerang kepala Seng Bou dengan pot bunga batu. Karena menyerang secara mendadak dan terburu-buru, jadi entah jurus apa yang dikeluarkannya, hanya terdengar suara yang menderu-deru. Seng Bou segera berkelit dan balas menyerang dengan sengit.

Tam Goat Hua melihat mereka berdua sudah bergebrak, dia justru khawatir Seng Bou bukan lawan Seng Cai, maka cepat-cepat bertanya. "Saudara Seng Bou, kau sudi membantuku?"

Seng Bou mencelat ke belakang, lalu menyahut. "Tentu, nona Tam juga boleh membantuku."

Ketika mendengar ucapan Seng Bou, Seng Cai ketakutan bukan main dan langsung berteriak. "Nona Tam, aku juga bersedia...!"

Dia ingin mengatakan "Aku juga bersedia membantumu!" namun sebelum dicetuskan, senjata Seng Bou sudah mengarah dadanya.

Di saat bersamaan, tanpa mengeluarkan suara Tam Goat Hua juga melancarkan sebuah pukulan ke arah punggung Seng Cai. Kou Hun Su-Seng Cai tidak dapat berkelit dari serangan Tam Goat Hua, maka punggungnya terhajar pukulan itu dan seketika juga dia muntah darah. Sedangkan senjata Seng Bou berhasil menotok jalan darah Hua Kay Hiat di bagian dada Seng Cai.

"Aaakh...!" jerit Seng Cai menyayat hati, lalu roboh dan nyawanya melayang seketika.

Begitu melihat kematian Seng Cai, Seng Bou kelihatan puas sekali, dan kemudian menancapkan Hek Mang So di punggung Seng Cai.

"Nona Tam, asal mayat ini kita bawa ke luar Istana Setan, tentu tiada seorang pun mengetahuinya.”

Tam Goat Hua mengerlingnya seraya berkata, "Saudara Seng Bou, apakah kau sudah lupa, tadi kau sudah mengabulkan permintaanku?"

Seng Bou segera menyahut. "Tentu ingat, harus bawa Lu Leng ke luar juga. Aku sudah punya ide, kau tunggu di sini sebentar!"

Seng Bou membuka pintu ruang batu ini, lalu melesat pergi. Saat itu dalam hati Tam Goat Hua girang bukan main, sebab dia tahu bahwa Seng Bou pasti pergi membebaskan Lu Leng yang dikurung di Neraka Delapan Belas Lapis untuk diserahkan kepadanya, kemudian dirinya dan Lu Leng bisa secepatnya meninggalkan Istana Setan. Asal sudah meninggalkan Istana Setan, ada sepuluh Seng Bou pun Tam Goat Hua tidak akan merasa takut. Setelah itu berhasil, dia akan segera kembali ke Bu Yi San menemui orang aneh berkedok.

Di saat Tam Goat Hua sedang berpikir, terdengar suara langkah di luar. Dia yakin Seng Bou sudah kembali, maka segera memandang ke arah pintu seraya berseru. "Saudara Seng...!"

Seruan Tam Goat Hua berhenti mendadak, sebab bayangan yang muncul itu tinggi besar, bukan Seng Bou. Lagi-pula orang yang tinggi besar itu kelihatan berkepandaian amat tinggi sekali. Setelah melihat jelas siapa yang datang itu, seketika juga dia terkejut bukan main, sebab yang datang itu ternyata si Nabi Setan-Seng Ling. Tam Goat Hua sama sekali tidak menyangka, dalam keadaan seperti itu si Nabi Setan-Seng Ling justru muncul menengoknya. Apabila dia tahu semua kejadian itu, Tam Goat Hua dan Lu Leng pasti tidak bisa meninggalkan Istana Setan selama-lamanya.

Di saat gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, sudah terdengar suara si Nabi Setan-Seng Ling. "Nona Tam belum menutup pintu, apakah belum tidur?"

Tam Goat Hua tahu bahwa saat itu dirinya tidak boleh gugup dan panik, maka dia berusaha menyahut dengan tenang. "Ya! Yang datang apakah Nabi Setan?"

Sembari menyahut Tam Goat Hua melangkah mundur, kemudian menendang mayat Seng Cai agar bergeser ke kolong ranjang.

Si Nabi Setan-Seng Ling berkata. "Kalau nona Tam belum mau tidur, aku masih ada beberapa patah kata yang harus dibicarakan dengan nona Tam!"

Tam Goat Hua menyahut. "Bagaimana kalau esok saja?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa. "Aku teringat mendadak, kalau tidak bertanya sekarang, hatiku terasa terganjel sesuatu!"

Tam Goat Hua melirik ke kolong ranjang batu. Kalau tidak memperhatikan dengan seksama, orang tidak akan melihat mayat Seng Cai di kolong ranjang batu. Tapi apabila si Nabi Setan-Seng Ling tidak segera pergi, sedangkan Seng Bou membawa Lu Leng ke mari, habislah semua itu.

Gadis itu tidak bisa menolak, maka terpaksa membuka pintu itu. Si Setan melangkah ke dalam seraya bertanya, "Nona sedang berlatih lweekang?"

Tam Goat Hua mengangguk. "Ya."

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa, kemudian melangkah ke arah ranjang batu. Seketika hati Tam Goat Hua berdebar-debar tidak karuan, kemudian dia sengaja bertanya dengan suara keras. "Cianpwee ke mari entah ada petunjuk apa?"

Ketika melangkah ke dalam, si Nabi Setan-Seng Ling tidak menutup pintu, sedangkan Tam Goat Hua bertanya dengan suara keras, itu agar Seng Bou mendengarnya apabila dia membawa Lu Leng ke sana.

Terdengar si Nabi Setan-Seng Ling menyahut. "Nona Tam, tadi aku menyinggung tentang ayahmu. Tapi entah bagaimana ibumu, apakah baik-baik saja?"

Tam Goat Hua tertegun dan langsung bertanya, "lbuku?"

Si Nabi Setan-Seng Ling mengangguk. "Ya. Ketika itu aku pun pernah bertemu ibumu beberapa kali. Kepandaian ibumu amat tinggi."

Diam-diam Tam Goat Hua menghela nafas panjang. Si Nabi Setan-Seng Ling kenal ibunya, namun gadis itu sendiri malah tidak kenal sama sekali. Tam Goat Hua masih ingat, ketika mereka kakak beradik bertanya kepada ayahnya mengenai ibu, ayahnya hanya menjawab ngawur, belum pernah memberi jawaban yang jelas. Hingga saat ini, siapa ibunya justru tidak tahu sama sekali. Tam Goat Hua dan kakaknya tahu, ayahnya tidak mau memberitahukan tentang ibu, sudah pasti punya kesulitan. Maka mereka berdua berunding, kalau sudah besar, mereka tidak akan mengungkit tentang ibu.

Karena itu dia pun menjawab sekenanya saja. "lbuku baik-baik saja."

Si Nabi Setan-Seng Ling menghela nafas panjang. "Tak disangka kalian berdua sudah sedemikian besar. Padahal teringat akan urusan masa lalu, terasa seperti di depan mata."

Hati Tam Goat Hua semakin tegang dan cemas, Si Nabi Setan-Seng Ling ke ruang batu itu hanya mengatakan itu saja. Bahkan kelihatan masih belum mau pergi, membuat Tam Goat Hua sering melirik ke arah pintu. Berselang sesaat barulah si Nabi Setan-Seng Ling meninggalkan ruang batu itu. Tam Goat Hua menarik nafas lega. Walau tidak begitu lama si Nabi Setan berada di dalam ruang batu itu, namun gadis itu merasa lama sekali.

Tak seberapa lama setelah si Nabi Setan-Seng Ling pergi, Seng Bou kembali ke situ dengan membawa Lu Leng. Begitu memasuki ruang batu itu, Lu Leng segera mendekati Tam Goat Hua, lalu berdiri di sisinya.

Tam Goat Hua girang bukan main, kemudian berbisik. "Lu Leng, kau tidak boleh bersuara! Saudara Seng Bou bersedia mengantar kita ke luar."

Wajah Lu Leng tampak serius sekali. Dia menatap Tam Goat Hua seraya berkata, "Kakak Tam, aku ingin bertanya sesuatu."

"Sesuatu apa? Tanyalah!" sahut Tam Goat Hua.

Lu Leng langsung bertanya, "Kakak Tam, kenapa dia bersedia menolong kita? Padahal dia berasal dari golongan sesat, sedangkan golongan sesat dan lurus tidak bisa membaur menjadi satu, kan?"

Pertanyaan tersebut membuat Tam Goat Hua tertegun dan membungkam. Gadis itu tidak menyangka, usia Lu Leng masih begitu muda namun menghadapi segala sesuatu tidak ceroboh. Sedangkan apa yang dilakukan Tam Goat Hua justru demi menyelamatkannya. Akan tetapi, apakah benar caranya itu?

Seketika juga Tam Goat Hua teringat akan dirinya. Seandainya dia menjadi Seng Bou, sudah pasti akan menolak permintaan tersebut. Gadis itu terus berpikir, akhirnya tersenyum seraya berkata, "Lu Leng, setelah kita meninggalkan Istana Setan, barulah kukatakan kepadamu!"

Lu Leng mengangguk dan tidak banyak bicara lagi.

Tam Goat Hua memandang Seng Bou, kemudian bertanya dengan suara rendah, "Saudara Seng Bou, bagaimana cara kita keluar?"

Seng Bou tertawa, lalu mengeluarkan dua buah karung hitam seraya berkata kepada Lu Leng, "Sahabat kecil, kau terpaksa harus masuk ke dalam karung ini, jangan merasa tersinggung!"

Lu Leng tidak mau menurut, namun Tam Goat Hua cepat-cepat memberi isyarat kepadanya, barulah Lu Leng mau masuk ke dalam karung tersebut. Tam Goat Hua menyeret ke luar mayat Seng Cai, lalu memasukkannya ke dalam karung lain. Seng Bou mengapit kedua buah karung itu di bawah ketiak, lalu membawanya ke luar. Betapa gembiranya Tam Goat Hua. Ketika dia baru mau mengikuti Seng Bou melangkah ke luar, mendadak Seng Bou menoleh ke belakang seraya berkata.

"Nona Tam, kau tidak usah ikut keluar!"

Tam Goat Hua tertegun. "Apa maksudmu? Aku tidak boleh keluar?"

Seng Bou tertawa licik. "Aku akan mengantar Lu Leng sampai ke tangan ayahnya. Nona Tam tidak usah melelahkan diri pergi jauh-jauh!"

Dalam hati Tam Goat Hua gusar sekali. Mereka kakak beradik sangat licik dan kejam, bahkan banyak akal busuk pula. Air muka gadis itu langsung berubah, kemudian dia berkata dengan dingin. "Kau ingkar janji?"

Seng Bou menyahut. "Nona Tam, aku hanya berjanji membantumu membawa Lu Leng ke luar."

Tam Goat Hua berpikir sejenak, lalu tersenyum dingin. "Saudara Seng Bou, kalau kau tidak mengajakku sekalian, aku pasti menyebarkan berita tentang kematian Seng Cai!"

Begitu mendengar ucapan Tam Goat Hua, air muka Seng Bou langsung berubah. "Nona Tam, kau pun turut mengambil bagian!"

Tam Goat Hua mengangguk. "Tidak salah! Maka biar kita sama-sama menerima hukuman!"

Seng Bou termangu-mangu, lama sekali barulah menghela nafas panjang seraya berkata. "Nona Tam, bukan aku tidak mau membawamu ke luar, melainkan sungguh tiada jalan!"

Melihat sikapnya, Seng Bou kelihatan tidak berdusta. Namun gadis itu tetap tertawa dingin. "Kau adalah majikan muda Istana Setan, bagaimana mungkin tidak bisa membawa orang ke luar?"

Seng Bou serba salah, lama sekali barulah dia membuka mulut. "Nona Tam, kau tidak tahu satu hal. Aku sendiri pun, tanpa memegang tanda dari ayahku tidak akan dapat meninggalkan Istana Setan."

Ketika mendengar apa yang dikatakan Seng Bou, Tam Goat Hua menjadi gugup dan gusar, akhirnya meludah. "Huh! Kalau begitu, kenapa kau tidak bilang dari tadi? Sebaliknya malah pura-pura menjadi orang baik?"

Wajah Seng Bou memerah dengan mata terbelalak tak dapat mengucapkan apa-apa. Berselang beberapa saat kemudian barulah dia berkata, "Kukira hanya asal membawa Lu Leng ke luar aku sudah berjasa padamu."

Tam Goat Hua menyahut sengit. "Hm! Setelah Lu Leng keluar dari sini, masih harus kuantar sampai ke tangan keluarganya. Kalau kau tidak bisa mengajakku pergi bersama, aku pasti akan menyiarkan tentang kematian kakakmu! Lihat siapa yang akan dihukum lebih berat, pikirkanlah baik-baik!"

Kening Seng Bou mulai mengucurkan keringat dingin. Dia berjalan mondar-mandir, tapi tetap tidak menemukan suatu ide. Seng Bou tampak gugup dan panik, begitu pula Tam Goat Hua, malah lebih gugup dan panik dari Seng Bou. Seandainya dia tidak ikut meninggalkan Istana Setan, pasti harus menikah dengan Seng Bou. Suasana di dalam ruangan batu itu menjadi hening. Berselang beberapa saat kemudian, mendadak terdengar suara dari dalam karung.

"Kakak Tam, aku punya akal."

Tam Goat Hua segera bertanya. "Akal apa? Cepat bilang!"

Lu Leng menyahut dengan suara rendah. "Kau masuk juga di dalam karung ini, suruh dia membawa kita ke luar! Nah, beres kan?"

Tam Goat Hua manggut-manggut. Dia merasa akal tersebut cukup tepat, maka memandang Seng Bou seraya bertanya. "Saudara Seng Bou, bagaimana menurutmu?"

Seng Bou menghela nafas panjang, lalu berkata perlahan. "Memang bisa dilaksanakan cara itu, hanya saja setelah meninggalkan Istana Setan ini, kau pun pasti meninggalkanku pula..."

Tam Goat Hua tertawa merdu. "Saudara Seng Bou, kau boleh berlega hati. Tiga bulan kemudian aku pasti ke mari menengokmu." Ketika mengatakan begitu, rasanya Tam Goat Hua ingin mencacinya habis-habisan.

Begitu melihat Tam Goat Hua tertawa merdu, pikiran Seng Bou menerawang lagi, dan setelah itu barulah dia berkata. "Baik! Baik! Hanya saja tiga bulan terlalu lama, aku akan gila memikirkanmu."

Dalam hati Tam Goat Hua merasa gusar, tapi juga merasa geli, kemudian ujarnya, "Kalau begitu, aku akan secepatnya ke mari menengokmu."

Wajah Seng Bou langsung berseri. Dia menaruh karung yang berisi Lu Leng lalu membukanya. Kemudian sesuai dengan apa yang telah mereka rencanakan, Tam Goat Hua segera masuk ke dalam karung itu. Karena karung tersebut tidak begitu besar, maka setelah masuk ke dalam karung itu Tam Goat Hua berhimpitan dengan Lu Leng. Dalam hati gadis itu mendadak timbul suatu perasaan aneh. Walau usia Lu Leng lebih kecil namun badannya sudah setinggi Tam Goat Hua, itu membuat jantung Tam Goat Hua berdetak lebih cepat.

Begitu pula Lu Leng, dalam hatinya pun timbul suatu perasaan aneh. Sebetulnya Lu Leng ingin bertanya kepada Tam Goat Hua, kenapa jantung gadis itu berdetak begitu cepat. Akan tetapi di saat bersamaan dia pun merasa jantungnya sendiri berdetak cepat sekali, dan ada perasaan aneh yang terus bergolak dalam hatinya. Perasaan aneh itu justru membuat mereka merasa nyaman, sehingga mereka merasa ingin lebih lama berada di dalam karung. Cinta kasih di antara remaja memang cepat sekali bersemi. Saat itu Tam Goat Hua merasa dekat sekali dengan Lu Leng, begitu pula perasaan Lu Leng, sehingga membuat mereka saling menggenggam tangan erat-erat.

Sementara itu Seng Bou sudah mengangkat karung itu untuk dibawa ke luar. Terdengar suara tegur sapa kepada Seng Bou, namun tiada seorang pun menghalanginya. Tak seberapa lama kemudian Tam Goat Hua dan Lu Leng merasa agak terang di depan mata. Mereka berdua tahu sudah sampai di ruang pertama Istana Setan, karena ruang tersebut dilengkapi dengan kaca.

Mendadak terdengar suara seorang wanita. "Mau keluar?"

Seng Bou segera menyahut. "Tidak salah, harap bukakan pintu!"

Wanita itu berkata dengan dingin sekali. "Tugasku menjaga pintu ini amat berat. Harap maaf, apakah kau membawa tanda dari Kauwcu?"

"Tentu ada," sahut Seng Bou.

Hening sejenak, kemudian terdengar lagi suara wanita itu. "Harap Kou Hun Su-Seng Bou memaafkan aku, karena tugas adalah tugas. Entah kedua karung ini berisi apa?"

Mendengar pertanyaan itu Tam Goat Hua dan Lu Leng menjadi tegang. Mereka berdua saling menggenggam tangan erat-erat.

Seng Bou tertawa. "Aku menerima perintah dari Kauwcu untuk pergi mengurusi sesuatu, mengenai isi kedua karung ini, aku tidak bisa memberitahukan. Kalau kau merasa tidak tenang, silakan bertanya kepada Kauwcu!"

Wanita itu tertawa kering, lalu berkata. "Sou Mia Su tidak perlu berkata demikian. Berhubung ada perintah dari Kauwcu, tentu aku harus membuka pintu."

“Krek! Kreeek!” terdengar suara pintu batu itu terbuka, kemudian Tam Goat Hua dan Lu Leng merasa dibawa pergi lagi.

Tam Goat Hua tahu mereka sudah berada di luar Istana Setan, dan itu membuatnya meluap-luap kegirangannya dan kemudian berseru lantang. "Hei! Sudah boleh keluarkan kami!"

Seng Bou segera menaruh karung itu. Tam Goat Hua dan Lu Leng langsung keluar dari karung tersebut.

Kemudian Tam Goat Hua menarik tangan Lu Leng seraya berkata. "Lu Leng, mari kita pergi!"

Badannya bergerak, dia sudah melesat pergi hampir tiga depa. Sou Mia Su-Seng Bou tidak mengejar, hanya berseru-seru di belakang mereka. "Nona Tam, dalam waktu tiga bulan kita berjumpa di sini, jangan ingkar janji!"

Tam Goat Hua tertawa nyaring dan menyahut. "Tentu! Kau tunggu saja!"

Usai menyahut, Tam Goat Hua menarik Lu Leng melesat pergi. Gadis itu masih tertawa karena teringat pada Seng Bou yang ingin memperisterinya.

Hal itu membuat Lu Leng terheran-heran, dan kemudian bertanya. "Kakak Tam, kenapa dari tadi kau terus tertawa sih?"

Tam Goat Hua menyahut dan masih tertawa. "Saudara kecil, si Nabi Setan-Seng Ling menyuruhku menikah dengan Seng Cai atau Seng Bou, bukankah itu menggelikan?"

Begitu mendengar ucapan itu, Lu Leng langsung merasa tegang. "Dan kau mengabulkannya?"

Ketika menyaksikan di wajah Lu Leng tersirat ketegangan, hati Tam Goat Hua tergerak dan sengaja berkata, "Tentu aku sudah mengabulkannya. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa menolongmu ke luar?"

Seketika wajah Lu Leng berubah memerah, kemudian dia berkata dengan suara keras. "Kakak Tam, demi menolongku kau mengabulkan! Kalau begitu lebih baik aku kembali ke Istana Setan saja!" Lu Leng membalikkan badannya, lalu berlari ke arah Istana Setan.

Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua, dan seketika dia berseru-seru. "Goblok! Cepat kembali, aku cuma membohongimu!"

Lu Leng langsung berhenti. Karena berhentinya terlalu mendadak sehingga membuatnya terjatuh.

“Buuk!”

Tam Goat Hua segera melesat ke arahnya, lalu membangunkannya. Gadis itu merasa geli dalam hati.

Lu Leng membersihkan pakaiannya, kemudian memandang Tam Goat Hua seraya bertanya, "Kakak Tam, sungguhkah kau membohongiku?"

Tam Goat Hua tertawa sambil menyahut. "Tentu, Bagaimana mungkin aku akan menikah dengan mereka?"

Wajah Lu Leng tampak berseri, namun kemudian dia mendadak bertanya, "Kalau begitu, kakak Tam akan menikah dengan siapa?"

Pertanyaan tersebut membuat wajah Tam Goat Hua memerah, dan gadis itu berpaling ke tempat lain. "Phui! Aku tidak mau bicara lagi denganmu!"

Barulah Lu Leng sadar bahwa pertanyaannya tadi memang keterlaluan. Seketika wajahnya memerah, lama sekali dia membungkam. Perlahan-lahan Tam Goat Hua menolehkan kepala untuk memandang Lu Leng, yang kebetulan juga sedang memandangnya, maka pandangan mereka beradu dan kemudian mereka tersenyum.

Tam Goat Hua berkata dengan suara rendah. "Saudara kecil, selanjutnya kau tidak boleh berkata begitu lagi!"

Wajah Lu Leng masih kemerah-merahan. "Kakak Tam, aku... aku harap kau jangan menikah!"

Tam Goat Hua terbelalak. Dia menatap Lu Leng dengan penuh rasa heran. "Mengapa?"

Wajah Lu Leng bertambah merah. "Jadi... aku boleh selalu bersamamu!"

Begitu mendengar sahutan Lu Leng, Tam Goat Hua tampak malu-malu, namun hatinya justru berbunga-bunga. Mereka diam sejenak. Dalam hati masing-masing telah bersemi cinta kasih.

Lama sekali barulah Tam Goat Hua berkata, "Mari kita cepat melakukan perjalanan!"

Lu Leng segera bertanya. "Kita mau ke mana?"

Tam Goat Hua menyahut. "Pokoknya ikutilah aku!"

Mereka bergandengan tangan berjalan ke depan. Tiba di sebuah jalan barulah Tam Goat Hua menutur tentang kejadian di Bu Yi San dan lain sebagainya.

Betapa terharunya Lu Leng setelah mendengar penuturan itu. Dia memandang Tam Goat Hua seraya berkata, "Kakak Tam, kita bukan sanak famili, kenapa kau mau menempuh bahaya demi diriku? Aku sungguh menyesal tidak bisa lebih awal mengenalmu!"

Tam Goat Hua tertawa. "Kau mau kenal aku lebih awal pun tidak bisa."

Lu Leng tercengang. "Kenapa?"

Tam Goat Hua menyahut serius, "Sebab belum waktunya."

Lu Leng manggut-manggut. Kemudian dia pun menutur, ketika dia di Hou Yok menganggap Han Giok Shia sebagai Tam Goat Hua, akhirnya dia nyaris mati di tangan gadis itu. Setelah menutur, dia berkata sengit. "Kakak Tam, ibuku mati di tangan ayahnya! Dia pun telah menyiksa dan ingin membunuhku! Pokoknya aku tidak akan melepaskannya!"

Walau belum lama Tam Goat Hua mengenal Lu Leng, namun gadis itu tahu hati anak itu amat keras, apa yang dikatakan pasti dilaksanakannya. Sedangkan Tam Goat Hua pun nyaris mati oleh pecut emas kepunyaan Han Giok Shia, maka dendam mereka menjadi dalam sekali. Akan tetapi Tam Goat Hua teringat akan hubungan kakaknya dengan Han Giok Shia, maka diam-diam dia menghela nafas panjang, karena di antara mereka terdapat suatu dendam yang amat dalam.

Karena melihat Tam Goat Hua diam saja, maka Lu Leng lalu bertanya. "Kakak Tam sedang memikirkan apa?"

Tam Goat Hua tertawa. "Tidak. Ayahmu di Sian Jin Hong berharap kita segera ke sana, kemungkinan besar mereka masih belum bubar."

Lu Leng manggut-manggut. "Kalau begitu alangkah baiknya kita segera melanjutkan perjalanan."

Karena mereka saling menuturkan pengalaman masing-masing, maka saat ini hari pun sudah terang benderang. Tak seberapa lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah kota.

"Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan dengan perut kosong, lebih baik kita makan dulu, lalu membeli dua ekor kuda. Bagaimana?" tanya Tam Goat Hua sambil tertawa.

Lu Leng mengangguk. "Bagus! Tapi... kau punya uang perak?"

Ketika mendengar pertanyaan itu, Tam Goat Hua langsung menarik kembali kakinya yang telah melangkah ke dalam pintu rumah makan.

"Celaka! Tidak punya uang perak, bagaimana mungkin kita bisa mengisi perut?"

Di saat mereka berdua kebingungan mendadak dari dalam rumah makan berjalan ke luar beberapa orang berpakaian mentereng. Salah seorang dari mereka berkata sambil tertawa, "Kemarin aku membeli seekor burung beo, sudah bisa bicara, harganya delapan puluh tael perak!"

Mendengar kata-kata itu Tam Goat Hua segera berbisik kepada Lu Leng dengan wajah serius. "Sudah ada!"

Usai berkata begitu, Tam Goat Hua menerobos ke arah orang-orang tersebut seraya berseru-seru. "Permisi! Permisi!"

Mereka adalah orang-orang yang selalu bertindak sewenang-wenang di kota itu. Ketika melihat ada orang menerobos, mereka melotot dan mau mencaci. Namun begitu melihat yang menerobos itu seorang gadis cantik jelita, wajah mereka berubah menjadi berseri dan ingin menggodanya.

Akan tetapi Tam Goat Hua bergerak cepat sekali. Maka sebelum mereka menggodanya, gadis itu telah menerobos melewati mereka memasuki rumah makan itu, sekaligus melambai-lambaikan tangannya ke arah Lu Leng. Anak itu segera masuk ke dalam kemudian mereka berdua naik ke loteng.

Begitu sampai di loteng, Tam Goat Hua menjulurkan tangannya seraya berkata kepada Lu Leng. "Saudara kecil, lihat apa ini?"

Lu Leng melihat, ternyata di tangan Tam Goat Hua terdapat sebuah kantong uang. Gadis itu mencopet dari orang itu. Mereka berdua tertawa, lalu duduk di tempat dekat jendela. Pelayan rumah makan segera menghampiri mereka. Tam Goat Hua memesan beberapa macam hidangan, setelah itu dia memandang ke bawah melalui jendela. Terlihat beberapa orang itu membelok ke sebuah tikungan, kelihatannya orang itu sama sekali tidak tahu telah kehilangan kantong uangnya.

Tam Goat Hua tertawa. "Mereka adalah orang-orang kaya yang tak pernah berbuat kebaikan. Dicopet sedikit uang perak mereka, juga tidak apa-apa."

Tam Goat Hua membuka kantong uang itu, ternyata berisi delapan tael uang emas. Selain uang emas itu, masih terdapat sebuah benda lain.

Begitu melihat benda tersebut, Lu Leng tercengang dan bertanya. "Eh? Benda apa itu?"

Dia menjulurkan tangannya mengambil benda tersebut, ternyata dibikin dari emas, bentuknya seperti tengkorak. Ketika melihat benda itu, air muka Tam Goat Hua langsung berubah. Ternyata dia teringat akan seseorang. Lu Leng mendongakkan kepala. Dia ingin bertanya kenapa orang itu menyimpan benda tersebut, namun dia justru melihat air muka Tam Goat Hua berubah hebat.

"Kakak Tam...," Lu Leng terheran-heran. "Kau kenapa?"

Tam Goat Hua menyahut dengan suara rendah. "Cepat simpan benda itu!"

Lu Leng tidak tahu apa yang terjadi, dia segera menyimpan benda itu ke dalam bajunya.

Di saat bersamaan, gadis itu melanjutkan ucapannya. "Ada seorang tak punya nama dan marga, dia dipanggil Kim Kut Lau (Si Tengkorak Emas). Kau tahu itu?"

Walau Lu Leng belum pernah berkecimpung dalam rimba persilatan, namun sering mendengar dari ayahnya mengenai tokoh-tokoh rimba persilatan. Maka dia langsung menjawab, "Pernah dengar."

"Orang tersebut...," Tam Goat Hua memberitahukan, "pernah bertikai denganku, Tengkorak Emas itu adalah tanda pengenalnya. Tapi sungguh mengherankan, bagaimana Tengkorak Emas itu bisa berada di dalam kantong uang orang tersebut? Saudara kecil, kau harus memperhatikan mulut tangga itu. Kalau dia muncul, kita harus berhati-hati sebab aku tak dapat melawannya!"

Lu Leng manggut-manggut. Tak seberapa lama kemudian semua hidangan pesanan Tam Goat Hua sudah disajikan. Mereka berdua segera bersantap dengan lahap sekali. Di saat bersamaan terdengar suara langkah yang hiruk-pikuk di tangga loteng, sehingga loteng itu guncang tak henti-hentinya. Tam Goat Hua dan Lu Leng mendongakkan kepala, tampak seorang berbadan amat gemuk membawa sebuah pikulan batu. Di belakangnya ikut pula dua orang, mereka sedang menuju loteng.

Ketika melihat orang berbadan amat gemuk itu, Lu Leng cepat-cepat menundukkan kepala seraya berkata dengan suara rendah. "Kakak Tam, si Gemuk itu adalah Yu Lao Pun, ketua Tay Chi Bun. Dia bukan orang baik. Kalau bukan karena dia, aku tidak akan dikurung di Istana Setan."

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Aku sudah tahu dan pernah bertemu mereka di Sian Jin Hong. Entah mau apa mereka ke mari? Jangan sampai mereka tahu kita berada di sini!"

Lu Leng mengangguk dan berkata, "Si Gemuk itu menganggap dirinya dari golongan lurus, namun perbuatannya justru amat rendah sekali. Rasanya aku ingin mempermainkannya!"

Tam Goat Hua tertawa cekikikan. "Hihihi! Kau tenang saja! Aku sudah punya ide!"

Sampai di loteng, si Gemuk Yu Lao Pun menaruh pikulan batunya ke bawah. Para tamu yang ada di loteng saling memandang, tapi semuanya diam saja. Terlihat pikulan batu itu beratnya paling sedikit empat ratus kati, pertanda si Gemuk bukan orang biasa! Yu Lao Pun duduk, kemudian berteriak-teriak minta arak dan makanan. Pelayan rumah makan itu segera menghampirinya. Maka, Yu Lao Pun mengeluarkan setael uang perak lalu diberikan kepadanya. Tak lama pelayan itu mulai menyajikan arak dan makanan pesanan si Gemuk itu.

Menyaksikan situasi itu, Tam Goat Hua tertawa kecil seraya berkata dengan suara rendah. "Sudah saatnya!"

Tam Goat Hua mematah ujung sebatang sumpit, kemudian disentilkannya ke arah jalan darah Siau Yau Hiat di pinggang pelayan. Sementara pelayan itu sedang membungkukkan badannya menaruh semangkok masakan kuah ke atas meja dengan sikap hormat sekali. Siapa sangka di saat bersamaan justru ada seseorang berkepandaian tinggi berbuat usil terhadapnya. Patahan ujung sumpit itu meluncur cepat bagaikan kilat, dan dalam waktu sekejap sudah mengenai jalan darah Siau Yau Hiat pelayan itu.

Pelayan itu merasa pinggangnya dikilik-kilik, membuatnya merasa geli dan ingin tertawa. Dia tahu bahwa saat ini tidak boleh tertawa, namun jalan darah Siau Yau Hiat telah diterjang patahan ujung sumpit, bagaimana mungkin dia dapat menahan tawanya?

"Hahahal Hihihi...!" pelayan itu tertawa gelak.

Itu membuat tangannya yang memegang semangkok masakan kuah menjadi bergoyang-goyang, akhirnya kuah itu menyiram Yu Lao Pun. Yu Lao Pun tergolong tokoh tua yang berkepandaian amat tinggi. Kalau dia bersiap, tentunya tidak mungkin masakan kuah itu akan dapat menyiram badannya. Namun saat ini dia justru sedang bersantap dengan lahapnya, sama sekali tidak menduga akan terjadi hal seperti itu. Ketika merasa ada kuah panas mengarah dirinya, tangan Yu Lao Pun cepat-cepat menekan meja, lalu meloncat ke belakang selangkah.

“Braak!”

Mangkok itu jatuh di lantai dan pecah berkeping keping, sedangkan masakan kuah yang di dalamnya justru menyiram badannya. Bahkan muka Yu Lao Pun juga tersiram kuah itu, sehingga terasa panas dan pedih. Betapa gusarnya Yu Lao Pun, dia langsung melancarkan sebuah pukulan ke arah pelayan yang masih terus tertawa itu. Meski pun pukulan itu dilancarkannya tidak dengan sepenuh tenaga, namun bagaimana mungkin pelayan yang tak pandai silat itu dapat menahannya?

“Buuk!”

Muka pelayan itu terpukul sehingga langsung membengkak, bahkan tubuhnya terpental ke arah mulut tangga loteng. Tak ampun lagi pelayan itu terguling-guling ke bawah. Kebetulan di tangga itu ada seseorang sedang naik. Orang itu menjulurkan tangannya untuk menangkap pelayan tersebut. Sementara Yu Lao Pun sibuk membersihkan pakaiannya, maka tidak memperhatikan ada orang menahan pelayan yang jatuh terguling itu.

Sedangkan Tam Goat Hua dan Lu Leng menahan tawanya. Ketika melihat kemunculan orang itu, air muka Tam Goat Hua berubah dan dia langsung menundukkan kepala. Itu tidak terlepas dari mata Lu Leng. Dia segera memandang ke mulut tangga itu. Dilihatnya seorang lelaki berusia empat puluhan sedang menaiki tangga. Lelaki itu memakai jubah panjang, yang di bagian dadanya terdapat sulaman Tengkorak Emas. Ketika melihat sulaman itu, Lu Leng sudah menduga orang itu pasti Kim Kut Lau, maka dia menjadi tegang dan keningnya berkerut-kerut.

Kim Kut lau tertawa panjang, dan kemudian berkata. "llmu pukulan yang luar biasa! Sungguh luar biasa!"

Padahal Yu Lao Pun masih dalam keadaan gusar. Tapi begitu mendengar suara tawa itu, tersentaklah hatinya dan dia segera mendongakkan kepala. Terlihat Kim Kut Lau, musuh beratnya berdiri di situ, membuatnya terkejut bukan kepalang.

Kim Kut Lau menatapnya seraya berkata, "Kalau bukan musuh berat, tentunya tidak akan berjumpa. Ya, kan?"

Saat itu pakaian Yu Lao Pun masih basah karena tersiram kuah. Tapi begitu melihat Kim Kut Lau, dia tidak mempedulikan pakaiannya lagi, melainkan langsung maju selangkah sambil mengangkat pikulan batunya.

"Tidak salah!" sahutnya dingin. "Tak disangka kita berjumpa di sini!"

Kim Kut Lau tertawa sambil duduk, lalu berkata, "Yu Lao Pun harap tenang, di sini bukan tempat bertarung! Kita ke mari hanya demi Lu Leng. Sampai waktunya barulah kita bergebrak, itu tidak akan terlambat. Sekarang aku harap kau kembalikan Tengkorak Emas itu!"

Begitu mendengar perkataan Kim Kut Lau, Tam Goat Hua dan Lu Leng tertegun dan saling memandang, sedangkan Yu Lao Pun segera menyahut dengan gusar sekali.

"Tengkorak Emas apa?! Kau mempermainkan diriku, apakah aku sedemikian gampang melepaskannya?!”

Ternyata Yu Lao Pun mengira bahwa kejadian tadi adalah perbuatan Kim Kut Lau, sebab memang sungguh kebetulan ketika peristiwa itu terjadi Kim Kut Lau tengah menaiki tangga. Sesungguhnya semua itu adalah perbuatan Tam Goat Hua, namun mereka berdua justru saling menuduh, sehingga membuat gadis itu nyaris tertawa geli.

Kim Kut Lau tertawa dingin. "Aku punya seorang kawan di masa kecil, tapi kini dia sudah menjadi hartawan di kota ini. Aku khawatir kaum rimba persilatan akan mengganggunya, maka kuhadiahkan sebuah Tengkorak Emas kepadanya. Namun hari ini barang itu hilang mendadak di sekitar tempat ini. Selain kau, tentu tiada orang lain akan turun tangan terhadapnya. Tak disangka sama sekali, ketua Tay Chi Bun justru menjadi seorang pencopet!"

Yu Lao Pun masih dalam keadaan gusar. Kini dia dituduh oleh Kim Kut Lau mencopet Tengkorak Emas, maka sudah barang tentu kegusarannya semakin memuncak, dan dia langsung membentak. "Kentut!"

Setelah itu, dia pun mengayunkan pikulan batunya. Saking cepatnya ayunan itu, timbullah angin yang menderu-deru.

Wajah Kim Kut Lau berubah, kemudian dia bertanya dengan dingin. "Mau bertarung?"

Yu Lao Pun maju selangkah seraya menyahut. "Memang mau bertarung, bagaimana?"

Yu Lao Pun tahu jelas bahwa dirinya tidak akan mampu mengalahkan Kim Kut Lau. Entah sudah berapa kali mereka bertarung di gunung Tian Bok San timur dan barat, tapi Yu Lao Pun selalu kalah. Kini kegusarannya sudah memuncak, maka dia tidak berpikir panjang lagi.

Ketika Yu Lao Pun baru mau menyerang, mendadak terdengar suara yang amat tak sedap didengar, membuat orang menjadi muak mendengarnya. "Sungguh kemarahan yang besar sekali!"

Yu Lao Pun sudah amat berpengalaman. Begitu mendengar suara itu, dia sudah tahu bahwa pendatang itu memiliki lweekang yang tinggi sekali, maka dapat mengeluarkan suara seperti itu. Oleh karena itu, dia segera mundur selangkah sambil menolehkan kepalanya. Dilihatnya sosok bayangan hitam berkelebat, kemudian seseorang sudah berdiri di samping Kim Kut Lau. Orang itu mengenakan pakaian serba hitam, badannya kurus kering dan sepasang matanya cekung. Begitu melihat orang itu, Yu Lao Pun sudah mengenalinya, yang tidak lain adalah Thaysan Hek Sin Kun.

Di puncak Sian Jin Hong di gunung Bu Yi San, Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau berdua duduk di dahan pohon. Semua orang yang berada tempat itu menyaksikannya, padahal mengenai asal-usul Kim Kut Lau, tiada seorang pun yang tahu. Namun dalam pertemuan itu, semua orang justru sudah tahu bahwa Kim Kut Lau mempunyai hubungan dengan Hek Sin Kun.

Oleh karena itu Yu Lao Pun terkejut bukan kepalang, sebab Hek Sin Kun lebih sulit dihadapi dari pada Kim Kut Lau. Lagi-pula Hek Sah Ciang (llmu pukulan Pasir Hitam) yang dilatihnya telah mencapai tingkat ke sembilan, siapa yang terkena ilmu pukulan tersebut pasti terluka bera. Kecuali orang yang telah memiliki lweekang yang amat tinggi, mencapai tingkat Kim Kong Put Huai (Badan Yang Kebal Terhadap Racun, Senjata Tajam Dan Pukulan), barulah dapat menahan ilmu pukulan itu. Dalam keadaan seperti itu, Yu Lao Pun tahu bahwa dirinya bukan lawan mereka. Itu membuatnya menjadi gugup, sehingga tak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

Kim Kut Lau berkata dengan dingin sekali, "Yu Lao Pun, sudah kukatakan dari tadi, di sini bukan tempat untuk bertarung! Lagi-pula kalau mau bertarung, kau masih tidak setimpal. Lebih baik kau cepat-cepat mengembalikan barang yang kau copet itu!"

Saat itu para tamu sedang bersantap. Begitu melihat tokoh rimba persilatan hendak bertarung di loteng, segera saja mereka langsung berubah pucat pias. Di antara mereka tiada seorang pun berani turun ke bawah karena harus lewat di dekat Yu Lao Pun. Mereka mundur ke sudut. Sesungguhnya Tam Goat Hua dan Lu Leng tidak merasa takut, tapi khawatir menarik perhatian orang. Mereka berdua membaur dengan para tamu, menjulurkan kepala memandang ke luar.

Meski pun dituduh melakukan perbuatan serendah itu oleh Kim Kut Lau, namun Yu Lao Pun sama sekali tidak berani melampiaskan kegusarannya, hanya wajahnya tampak kehijau-hijauan dan lama sekali baru membuka mulut, "Aku sungguh tidak melihat Tengkorak Emas itu."

Kim Kut Lau mengerutkan kening. Wajahnya kelihatan tercengang seraya bertanya. "Kau sungguh tidak melihat?"

Yu Lao Pun menyahut seakan bersumpah, "Siapa yang mencuri barangmu, pasti mampus disambar geledek!"

Mendengar ucapan itu, kening Tam Goat Hua langsung berkerut. Apa yang diucapkan Yu Lao Pun, justru mengenai dirinya. Sedangkan Kim Kut Lau tahu bahwa Yu Lao Pun adalah ketua Tay Chi Bun. Yu Lao Pun berani bersumpah, berarti bukan dia yang mencuri barangnya. Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun saling memandang.

Kelihatannya mereka akan meninggalkan rumah makan itu. Tam Goat Hua merasa bersyukur karena mereka tidak melihatnya. Akan tetapi, mendadak ada sebuah tangan menekan bahunya. Semula Tam Goat Hua mengira tangan Lu Leng. Dia tidak begitu memperhatikannya, namun tetap menoleh. Mendadak gadis itu menjadi sangat gugup dan panik.

Sebelum menolong Lu Leng ke luar dari Istana Setan, dia tidak begitu menaruh perhatian kepadanya. Namun setelah berhasil menolongnya ke luar dari Istana Setan dan sama-sama berada di dalam karung, dia mulai menaruh perhatian besar terhadap Lu Leng. Ketika menoleh, dia tertegun karena Lu Leng tidak berada di sisinya, entah pergi ke mana. Betapa terkejutnya gadis itu.

Dia langsung menggeserkan bahunya, sekaligus menerjang ke belakang. Tam Goat Hua bergerak begitu cepat, tapi orang yang menekan bahunya sudah tidak kelihatan, sebaliknya malah terdengar jeritan seorang lelaki yang berdiri di belakangnya. Ternyata terjangannya tadi mengenai perut lelaki tersebut. Lelaki itu tidak pandai ilmu silat, maka dia mendekap perutnya sambil merintih-rintih kesakitan, sedangkan Tam Goat Hua bergerak cepat berputar di situ, namun tetap tidak melihat Lu Leng.

Ketika lelaki itu menjerit kesakitan, Kim Kut Lau sudah mengarah ke sana, kemudian berseru. "Saudara Hek, jangan kau lepaskan gadis itu! Aku sedang mencarinya!"

Suara seruan Kim Kut Lau amat nyaring, akan tetapi Tam Goat Hua sama sekali tidak mendengarnya, sebab dia sedang kebingungan karena kehilangan Lu Leng. Dia berdiri di dekat jendela memandang ke luar. Dilihatnya di tikungan jalan sepertinya ada bayangan berkelebat. Tam Goat Hua segera melesat ke luar melalui jendela itu.

Ketika sepasang kakinya menginjak tanah, terdengar suara berdesir dari jendela. Tampak dua orang melesat ke luar mengikutinya. Kedua orang itu adalah Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun. Namun Tam Goat Hua tidak tahu ada orang mengikutinya, karena pikirannya hanya ingin mengejar orang yang menculik Lu Leng. Gadis itu sudah menikung di jalan itu, lalu melesat ke depan. Dalam waktu sekejap dia sudah meninggalkan kota itu.

Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu, sosok bayangan yang dilihatnya di tikungan jalan tadi menuju ke mana. Dia berhenti sejenak, kemudian melesat lagi. Setelah beberapa mil kemudian barulah dia merasa ada orang mengejarnya. Begitu merasa ada orang mengejarnya Tam Goat Hua langsung tahu, kalau bukan Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau, pasti Yu Lao Pun.

Seketika itu juga dia mengayunkan sepasang rantai yang melekat di lengannya, mengarah pada dua buah batu, setelah itu disentaknya ke belakang. Kedua buah batu itu melayang ke belakang, maksud Tam Goat Hua untuk menahan orang yang mengejarnya di belakang. Mendadak dia mendengar suara berdebum di belakang. Tam Goat Hua terkejut dan langsung menoleh ke belakang, ternyata kedua buah batu itu telah hancur.

Dia mendongakkan kepala. Dilihatnya Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun telah berdiri beberapa depa di depannya. Betapa benci dan gusarnya dalam hati Tam Goat Hua. Hari itu tiada sebab apa-apa dia ditangkap Kim Kut Lau, lalu dikurung di rumah batu di bagian barat gunung Thian Bok San. Kalau tidak ditolong oleh Lu Sin Kong dan isterinya mungkin hingga saat ini dia masih terkurung di rumah batu tersebut.

Kini dia sedang mencari Lu Leng, justru muncul Kim Kut Lau mencari gara-gara dengannya. Maka saking gusar dia langsung mencaci. "Kim Kut Lau, mau apalagi kau ke mari?!"

Kim Kut Lau menyahut, "Kembalikan dulu Tengkorak Emas itu, baru kita bicara!"

"Phui!" Tam Goat Hua meludah, sekaligus mengayunkan rantai besinya ke arah Kim Kut Lau.

Kim Kut Lau menjulurkan tangannya ingin menangkap rantai besi itu. Tapi di saat bersamaan Tam Goat Hua justru menariknya kembali, kemudian mendadak mencelat ke belakang dan cepat-cepat melesat pergi. Belasan depa kemudian, Tam Goat Hua mendengar suara tawa di belakangnya, ternyata Hek Sin Kun yang tertawa.

"Hehehe! Kalau kau bisa kabur, apakah kami masih punya muka bertemu orang?"

Tampak sosok bayangan hitam melesat lewat di sisi Tam Goat Hua. Orang itu ternyata Hek Sin Kun, yang kemudian berdiri di depan gadis itu. Tam Goat Hua tersentak dan langsung menghentikan langkahnya. Gadis itu memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi, namun Hek Sin Kun dapat mengejarnya, pertanda ilmu ginkang Hek Sin Kun jauh lebih tinggi. Tam Goat Hua tahu bahwa dirinya tidak akan dapat meloloskan diri. Dia menoleh ke belakang, Kim Kut Lau juga sudah berdiri di belakangnya.

Gadis itu tertawa seraya berkata. "Memang tidak sulit kalian berdua ingin mengejarku!"

Kim Kut Lau tertawa dan menyahut. "Tidak salah!"

Kim Kut Lau maju sekaligus menjulurkan tangannya mengarah bahu Tam Goat Hua. Kim Kut Lau pernah mengurung Tam Goat Hua di rumah batu. Gadis itu sama sekali tidak tahu, Kim Kut Lau ingin memperoleh apa dari dirinya. Saat ini dia tetap tidak tahu mengapa Kim Kut Lau masih mencari gara-gara dengannya. Ketika melihat Kim Kut Lau menjulurkan tangannya, Tam Goat Hua tidak tinggal diam, langsung mengayunkan rantai besinya.

Kim Kut Lau tertawa dingin, "Tak kusangka hari itu aku membelenggumu dengan sepasang rantai besi, kini justru kau jadikan suatu senjata aneh."

Di saat Kim Kut Lau berkata begitu, kebetulan Tam Goat Hua melihat sebuah rimba di pinggir jalan, maka tergeraklah hatinya.

Tam Goat Hua tertawa. "Kalau begitu, aku harus berterima-kasih kepadamu?"

Usai berkata begitu, mendadak Tam Goat Hua melesat ke arah rimba itu. Akan tetapi, sebelum kakinya menginjak tanah sudah terdengar orang tertawa dingin di belakangnya, ternyata Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun berada di depan dan di belakangnya, jadi gadis itu terkurung di tengah-tengah. Menyaksikan itu, Tam Goat Hua tersenyum getir.

"Kim Kut Lau, sebetulnya kau mau apa?"

Kim Kut Lau tertawa, "Tetap ucapan itu, ayahmu hutang suatu barang kepadaku, maka aku harus mencari dari badanmu!"

Tam Goat Hua langsung mencaci. "Kentut! Bagaimana mungkin ayahku punya hutang suatu barang kepadamu? Omong kosong!"

Kim Kut Lau menyahut. "Ayahmu memang punya banyak hutang kepadaku. Namun karena kita masih famili, maka hutang yang lain tidak kutagih, hanya yang satu ini harus
kuperoleh kembali! Karena itu, kau harus kusandera agar dapat kuperoleh kembali barang itu!"

Mendengar itu, Tam Goat Hua betul-betul penasaran dan merasa geli, sebab si Nabi Setan-Seng Ling mengaku sebagai kawan baik ayahnya, sedangkan Kim Kut Lau mengaku sebagai famili.

Tam Goat Hua tertawa, "Kau dengan kami punya hubungan famili apa? Harap dijelaskan!"

Kim Kut Lau tertawa gelak. "Hahaha! Sudah lama aku menunggu pertanyaanmu ini! Sesungguhnya kita famili dekat. Aku pamanmu, kakak ibumu!"

Tam Goat Hua tertegun dan membungkam. Kim Kut Lau adalah kakak ibunya?

Sementara Kim Kut Lau melanjutkan, "Ayahmu yang belum mampus itu tidak mau mengaku diriku sebagai iparnya, tapi aku tidak peduIi! Kau mau memanggilku paman atau tidak, aku pun tidak peduli! Hari ini kau jangan harap bisa lolos dari tanganku!"

Tam Goat Hua menahan kegusarannya. Apa yang dikatakan Kim Kut Lau, membuatnya tidak habis pikir. Dia percaya tapi juga bercuriga, sebab kalau tidak benar, tak mungkin Kim Kut Lau mau mengakui itu.

Gadis itu tertawa paksa, "Kalau benar kau pamanku, apakah boleh dengan cara demikian terhadap diriku?"

Kim Kut Lau tertawa. "lni sulit dikatakan!"

Sembari berkata, Kim Kut Lau melancarkan sebuah pukulan ke arah pinggang Tam Goat Hua. Jurus itu amat aneh, sebab kelihatannya Kim Kut Lau ingin memeluk Tam Goat Hua. Bukan main terkejutnya gadis itu, karena dia sama sekali tidak bisa berkelit. Akhirnya dia menghimpun hawa murninya. Mendadak badannya melambung ke atas, maka serangan Kim Kut Lau mengenai tempat kosong.

Akan tetapi, ketika badannya melambung ke atas, Tam Goat Hua merasakan adanya tenaga yang amat kuat menekan bahunya. Gadis itu segera menoleh. Dilihatnya Hek Sin Kun berada di belakangnya sedang mencelat ke atas pula dan sebelah tangannya menekan bahu gadis itu. Tam Goat Hua pun melihat telapak tangan Hek Sin Kun hitam sekali, itu dikarenakan Hek Sin Kun telah berhasil menguasai ilmu pukulan Hek Sah Ciang. Oleh karena itu, Tam Goat Hua tidak berani melawan. Meski pun merasa gusar dan penasaran, namun gadis itu tetap melayang turun.

Hek Sin Kun berkata sungguh-sungguh, "Asal kau tidak mengeluarkan akal busuk, aku tidak akan melukaimu. Legakanlah hatimu!"

Tam Goat Hua menyahut dengan rasa kesal. "Terima-kasih atas kebaikanmu. Kau sedemikian baik terhadapku, apakah juga familiku?"

Ucapan itu berupa sindiran, namun sungguh di luar dugaan, Hek Sin Kun justru manggut-manggut. "Tidak salah, aku paman tuamu."

Tam Goat Hua melongo, dia memandang Hek Sin Kun. Tampak wajah Hek Sin Kun begitu serius, tidak mirip sedang bergurau.

"Jadi kalian berdua kakak beradik?"

Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau menyahut hampir serentak. "Betul!"

Mengenai ibunya, Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu. Kini muncul kedua paman itu, betul-betul di luar dugaannya. Tam Goat Hua tertawa dingin, "Kalian berdua, mau kalian apakan keponakan kalian ini?"

Kim Kut Lau berkata sambil tertawa. "Keponakan yang baik, itu tergantung padamu. Kau bersedia mengembalikan barang kami atau tidak?"

"Kalau begitu, kenapa kalian berdua mengurungku di sini? Apakah kalian takut aku akan kabur?" sahut Tam Goat Hua dingin.

Kim Kut Lau tertawa lagi, "Kau takut kami mengurungmu? Baiklah kami tidak akan turun tangan terhadapmu."

Usai berkata begitu, Kim Kut Lau justru menyerang mata Tam Goat Hua dengan jurus Siang Liong Cioh Cu (Sepasang Naga Merebut Mutiara)!

Baru saja gadis itu mendengar bahwa Kim Kut Lau tidak akan turun tangan terhadapnya, namun malah menyerang sepasang matanya. Itu membuatnya gusar sekali, dan langsung mengayunkan rantai besi yang melekat di pergelangan tangannya.

Akan tetapi, Kim Kut Lau segera menarik kembali serangannya, kemudian mendadak meraih rantai besi itu, lalu tertawa. "Hahaha! Dengan cara demikian, maka aku tidak khawatir kau akan kabur lagi!"

Setelah rantai besi itu tergenggam oleh Kim Kut Lau, barulah Tam Goat Hua tahu bahwa dirinya terjebak. Dia tersenyum getir. "Untung baru sekarang aku berkenalan dengan paman berdua. Kalau beberapa tahun lebih awal, mungkin aku sudah tak bernyawa lagi!"

Hek Sin Kun tertawa gelak, "Hahaha! Keponakan yang baik, kau tidak usah kesal! Setelah urusan kami dengan ayahmu beres, belum tentu kami mau kau panggil paman, lho!"

Usai berkata begitu, Hek Sin Kun memandang Kim Kut Lau seraya berkata sungguh-sungguh, "Adik Kim, kita harus segera melakukan perjalanan, sebab kalau terlambat akan menelantarkan semua urusan."

Kim Kut Lau mengangguk. "Betul."

Kim Kut Lau melesat pergi sambil menarik rantai besi itu. Sudah barang tentu Tam Goat Hua harus mengikutinya. Hek Sin Kun mengikuti mereka dari belakang. Mendadak dia membentak keras.

"Siapa?!"

Usai membentak, dia melancarkan dua buah pukulan ke belakang. Kedua pukulannya menghantam sebuah pohon yang ada di belakangnya.

“Kraaak!” pohon itu roboh seketika.

Kim Kut Lau terperanjat. "Kakak Hek, ada apa?"

Hek Sin Kun mengerutkan kening, "Heran! Tadi sepertinya ada orang membokongku."

Kim Kut Lau juga tercengang. Kebetulan Hek Sin Kun membelakangi mereka berdua. Begitu melihat punggung Hek Sin Kun, seketika juga Tam Goat Hua tertawa geli, sedangkan wajah Kim Kut Lau tampak jengah. Dia ingin marah tapi juga merasa geli, akhirnya juga ikut tertawa.

Hek Sin Kun membalikkan badannya. Dia memandang mereka dengan penuh rasa heran. "Kenapa kalian tertawa?"

Tam Goat Hua masih terus tertawa, Kim Kut Lau memberitahukan.

"Kakak Hek, punggungmu...."

Hek Sin Kun tertegun. Dia segera meraba punggungnya, ternyata ada sesuatu yang menempel di sana. Diambilnya barang itu dan kemudian dilihatnya. Seketika dia terbelalak, ternyata selembar kertas bergambar seekor kura-kura. Pasti orang tadi yang menempelkan kertas itu di punggung Hek Sin Kun.

Sebetulnya itu merupakan suatu permainan anak-anak, tidak perlu mereka merasa heran. Akan tetapi, ada orang berani berbuat begitu terhadap Hek Sin Kun, itu sungguh merupakan hal yang amat luar biasa! Betapa gusarnya Hek Sin Kun dalam hati, namun tidak diperlihatkan pada wajah nya.

Dia tertawa dingin seraya berkata. "Sobat dari mana berani bergurau denganku? Kenapa sobat tidak mau memperlihatkan diri?"

Walau dia bertanya berulang kali, tetap tiada sahutan, rimba itu sepi-sepi saja. Hek Sin Kun seorang tokoh yang amat terkenal dari golongan hitam, tapi kini dia dipermainkan. Kalau hal itu sampai tersiar ke luar, mukanya mau di taruh di mana? Rupanya orang yang bergurau dengannya telah menanamkan dendam yang amat dalam.

Karena tiada sahutan, Kim Kut Lau tertawa dingin. "Kakak Hek, kurcaci itu tidak berani memperlihatkan diri, maka kau tidak usah mempedulikannya! Lebih baik kita segera melanjutkan perjalanan."

Hek Sin Kun mengangguk lalu merobek-robek kertas itu seraya berseru, "Aku tinggal di gunung Thay San! Kalau anda ingin memberi petunjuk, harap datang di gunung Thay San!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar