Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 37

"Aku cinta dia! Aku cinta dia! Guru, biar guru menghukumku, aku tetap mencintainya! Walau guru membunuhku, aku juga mencintainya!"

Begitu mendengar suara gadis itu, tercenganglah Lu Leng. Sebab dia mengenali suara gadis itu, tidak lain adalah Toan Bok Ang yang menghilang di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Suara itu berasal dari sebuah goa. Lu Leng segera menghampiri goa itu. Gelap gulita di dalamnya, tak tampak apa pun. Kemudian terdengar suara tawa dingin seorang wanita tua, ternyata Yok Kun Sih yaitu ketua Hui Yan Bun.

"Bocah itu kemungkinan besar sudah binasa, kau masih mencintainya?"

Toan Bok Ang tertawa. "Biar bagaimana pun dia, aku tetap mencintainya! Guru, cepatlah turun tangan membunuhku!"

"Padahal sesungguhnya kau adalah murid murtad yang tidak akan terlepas dari hukumanku! Tapi kini para murid Hui Yan Bun sudah binasa semua. Kalau aku tidak menyingkir ke daerah See Hek (Bagian Barat Luar Tionggoan), mana mungkin tanpa sengaja dapat bertemu denganmu? Hui Yan Bun hanya tersisa aku seorang, maka aku mengampunimu. Apakah kau tetap tidak rela?"

“Aku hanya bermohon dapat berjumpa dia di alam baka!"

"Binatang! Ketika kau berguru kepadaku, pernah bersumpah apa?"

"Aku tahu. Setelah masuk Hui Yan Bun selamanya tidak boleh membicarakan soal cinta. Tapi... aku justru jatuh cinta kepadanya. Guru, aku rela mati, apakah tidak boleh?" sahut Toan Bok Ang.

Lu Leng yang berada di luar goa amat terharu ketika mendengar itu. Walau percakapan mereka berdua tidak menyinggung nama Lu Leng, namun pemuda itu tahu, yang dimaksudkan ‘dia’ adalah dirinya. Teringat akan Liok Ci Khim Mo yang ke pulau Hijau, kalau tidak menemukan Yok Kun Sih, mereka pasti ke mari. Itu berarti sewaktu-waktu Liok Ci Khim Mo akan muncul di pulau ini. Berpikir sampai di situ, Lu Leng langsung memasuki goa tersebut.

Seketika terdengar suara bentakan Yok Kun Sih. "Siapa?!"

"Aku murid Go Bi Pai bernama Lu Leng!"

Terdengar Toan Bok Ang berseru girang, sedangkan Yok Kun Sih menggeram. Setelah menikung, goa itu tampak terang. Ternyata di dinding goa dipasang dua buah lampu minyak. Toan Bok Ang dirantai, Yok Kun Sih berdiri di hadapannya. Air mata gadis itu bercucuran bukan berduka, melainkan saking gembiranya. Begitu Lu Leng muncul, Toan Bok Ang berseru,

"Adik Leng, apakah kita sudah tidak berada di dunia?"

"Kakak Ang, panjang sekali kalau dituturkan. Kita harus segera meninggalkan tempat ini."

Mereka berdua bercakap-cakap, membuat hati Yok Kun Sih yang telah terbakar itu seakan tersiram minyak. Apa lagi ketika Lu Leng bilang ‘Kita harus segera meninggalkan tempat ini’, sesungguhnya termasuk Yok Kun Sih. Namun Yok Kun Sih justru salah mengerti. Dia mengira Lu Leng ingin mengajak Toan Bok Ang pergi, dan itu membuatnya menjadi semakin gusar. Kalau Hui Yan Bun tidak mengalami petaka, Toan Bok Ang pasti sudah binasa dipukulnya. Saat ini, begitu mendengar Lu Leng berkata demikian, seperti menganggapnya tidak berada di situ, dapat dibayangkan betapa gusarnya Yok Kun Sih. Badannya langsung bergerak, sekaligus mengeluarkan jurus Lau Yan Hun Hui (Burung Walet Berterbangan) menyerang Lu Leng.

Padahal Lu Leng bermaksud baik, ingin memberitahukan tentang Liok Ci Khim Mo. Namun Yok Kun Sih tanpa bertanya langsung menyerangnya dengan dahsyat. Untung kepandaian Lu Leng sudah maju pesat. Kalau tidak, pasti akan celaka di tangan ketua Hui Yan Bun itu. Lu Leng ingin berkelit, namun terlambat. Dia terpaksa menyambut serangan itu dengan jari telunjuknya, mengeluarkan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

Seketika tenaga telunjuk dan pukulan beradu. Terdengar suara benturan dahsyat memekakkan telinga, bahkan juga menggoncangkan dinding-dinding goa. Lu Leng merasa tenaga pukulan itu amat kuat sehingga mundur satu langkah. Dalam keadaan gusar Yok Kun Sih menyerang dengan sepenuh tenaga, namun Lu Leng yang masih begitu muda mampu menangkis serangannya. Itu membuat Yok Kun Sih terkejut dan bertambah gusar.

"Bocah! Ternyata kepandaianmu cukup tinggi, pantas berani bertingkah di hadapanku!"

Badannya bergerak lagi, begitu pula sepasang tangannya, tahu-tahu sudah menyerang dengan dua jurus. Kali ini Lu Leng sudah siap, maka begitu melihat Yok Kun Sih menyerang, dia cepat-cepat berkelit sambil berseru.

"Cianpwee, berhenti! Aku mau bicara!"

Yok Kun Sih berhenti menyerang, lalu menatap Lu Leng seraya berkata dingin. "Kau telah merayu murid Hui Yan Bun, masih mau bicara apa?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Urusan itu agak berliku-liku, harap cianpwee jangan bertanya dulu. Sebab kini Liok Ci Khim Mo sudah berada di pulau Hijau, mungkin sebentar lagi akan ke mari."

Ketika mendengar itu, Yok Kun Sih tampak terkejut dan wajahnya langsung berubah, namun di dalam hatinya masih kurang percaya. "Bocah busuk, apakah kau ingin menggunakan nama Liok Ci Khim Mo untuk menakutiku?"

Saking gugupnya tanpa sadar Lu Leng membanting kaki. "Cianpwee, kalau tidak pergi sekarang, pasti celaka!"

Saat ini Yok Kun Sih amat terkejut, dan mau tidak mau harus percaya. Dia segera menghampiri Toan Bok Ang untuk melepaskan rantai yang membelenggunya seraya berkata, "Kalau begitu, mari kita segera pergi!"

"Adik Leng, kau cepat ke mari!" kata Toan Bok Ang.

"Siapa mau pergi bersamanya?!" bentak Yok Kun Sih.

"Cianpwee, apakah nona Tam, putri Cit Sat Sin Kun juga berada di pulau ini?"

Yok Kun Sih diam saja. Setelah menarik Toan Bok Ang sampai di mulut goa, dia baru menoleh ke belakang seraya menyahut, "Omong kosong! Di pulau Huang Yap ini hanya ada aku dan Bok Ang berdua!"

Mendengar itu, Lu Leng menjadi tertegun. Dia tahu bagaimana sifat Yok Kun Sih, meski pun membencinya tapi tidak mungkin membohonginya. Sudah pasti hanya mereka berdua di pulau ini. Kalau begitu, di mana Tam Goat Hua mengalami kesulitan besar? Lu Leng terus berpikir. Toan Bok Ang dibelenggu dengan rantai, bahkan nyaris dibunuh gurunya, bukankah itu kesulitan besar? Sedangkan pesan itu hanya mengatakan orang yang paling dicintainya. Apakah Toan Bok Ang merupakan gadis yang paling dicintainya?

Berpikir sampai di sini, Lu Leng lalu tertegun lagi. Mendadak dia teringat akan apa yang dikatakannya di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih kepada Toan Bok Ang. Seketika dia paham sebagian besar, akhirnya menghela nafas panjang. Pada waktu itu Lu Leng berpikir sudah tiada harapan untuk bisa meloloskan diri dari makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Agar Toan Bok Ang tidak merasa kecewa, maka dia mengeluarkan kata-kata yang penuh mengandung cinta.

Sesungguhnya, orang yang paling dicintainya tidak lain adalah Tam Goat Hua. Saat ini Lu Leng sudah dapat menduga. Ketika Yok Kun Sih membawa Toan Bok Ang meninggalkan gunung Tang Ku Sat, pasti berjumpa Tam Goat Hua. Lantaran Toan Bok Ang amat mencintainya, membuat Tam Goat Hua yakin bahwa Toan Bok Ang pasti dihukum gurunya begitu tiba di telaga Tong Ting. Karena itu Tam Goat Hua meninggalkan pesan kepadanya agar ke telaga Tong Ting menyelamatkannya.

Lalu siapa pula yang menolong Han Giok Shia dan Tam Ek Hui di sungai Tiang Kang? Tentunya Tam Goat Hua juga. Apa yang dikatakan nelayan itu memang tidak salah, yang menitip surat pada nelayan itu pasti Tam Goat Hua. Saat ini Lu Leng menganalisakan itu berdasarkan apa yang telah terjadi, namun masih ada beberapa hal yang membuatnya tidak habis pikir. Namun dia yakin akan satu hal, yakni Tam Goat Hua berada di sekitar telaga Tong Ting.

Begitu berpikir sampai di situ, dia segera melesat ke luar. Karena tadi berpikir cukup lama di dalam goa, maka setibanya di luar goa, sudah tidak tampak bayangan Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang. Lu Leng berseru beberapa kali, tapi tidak terdengar suara sahutan. Maka dia yakin bahwa Yok Kun Sih pasti telah menotok jalan darah gadis itu agar tidak bisa bersuara.

Sudah cukup lama Lu Leng berada di pulau Huang Yap, tapi Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang belum juga kelihatan. Dia seorang diri berada di pulau itu, sedangkan Liok Ci Khim Mo pasti ke mari, maka kalau bertemu dirinya pasti celaka! Oleh karena itu, dia cepat-cepat menuruni bukit. Akan tetapi, baru saja dia melesat beberapa depa, tampak Liok Ci Khim Mo dan lainnya sedang mendarat di pulau itu.

Betapa terkejutnya Lu Leng. Dia langsung berhenti sambil berpikir. Kalau turun melalui jalan tadi, pasti akan bertemu Liok Ci Khim Mo. Sedangkan kalau bersembunyi disitu, rasanya juga tidak akan aman. Jalan satu-satunya dia harus kabur melalui belakang bukit, mungkin masih dapat meloloskan diri. Lu Leng segera berputar ke belakang bukit, lalu turun dan tak lama dia sudah berada di kaki bukit.

Akan tetapi, baru saja dia berhenti, matanya melihat dua orang tak jauh dari situ sedang berpaling ke arahnya. Kedua orang itu adalah orang-orang yang bersama Liok Ci Khim Mo. Mereka duduk berhadap-hadapan. Betapa terkejutnya Lu Leng. Dia tahu bahwa kedua orang itu berpencar dengan Liok Ci Khim Mo untuk mencari Yok Kun Sih. Kini kedua orang itu sudah tahu akan keberadaannya di situ, maka Liok Ci Khim Mo pasti akan ke mari pula.

Lu Leng tidak menunggu mereka berdua bersuara, langsung menerjang ke arah mereka. Dia mengerahkan ilmu Kim Kong Sin Ci, mengeluarkan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan) untuk menyerang mereka. Salah seorang langsung terkulai, yang satu lagi terpental ke belakang lalu jatuh, tapi masih sempat berteriak aneh. Begitu mendengar teriakan aneh orang itu, Lu Leng terkejut. Sebab orang itu telah terkena ilmu Kim Kong Sin Ci namun masih mampu berteriak aneh, pertanda kepandaiannya tidak rendah. Pulau Huang Yap tidak begitu besar, sudah tentu Liok Ci Khim Mo akan mendengar suara teriakan aneh itu dan pasti segera menyusul ke situ. Lalu bagaimana Lu Leng meloloskan diri?

Lu Leng menjadi gugup, maka seketika juga dia menyerang lagi. Orang itu terpental beberapa depa dan langsung tewas tanpa mengeluarkan suara. Di saat bersamaan tampak sosok bayangan berkelebat ke tempat itu. Bukan main cepatnya gerakan orang itu sehingga dalam sekejap sudah berada di hadapan Lu Leng. Lu Leng tertegun karena yang berdiri di hadapannya justru Oey Sim Tit, yang memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi.

Begitu melihat Oey Sim Tit, seketika hati Lu Leng menjadi dingin. Walau kepandaiannya jauh di atas Oey Sim Tit, tapi ilmu ginkang-nya amat tinggi. Kini Oey Sim Tit telah melihat Lu Leng, bagaimana mungkin Lu Leng dapat meloloskan diri? Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa harus turun tangan lebih dulu melukai Oey Sim Tit.

Mendadak Oey Sim Tit berkata dengan suara rendah. "Saudara Lu, ternyata kau! Kenapa kau masih belum mau kabur?"

Lu Leng tertegun mendengar pertanyaan itu. Kini dia baru ingat, meski pun Oey Sim Tit adalah putra Liok Ci Khim Mo namun berhati baik, tidak seperti ayahnya. Lu Leng mendongakkan kepala memandangnya, tampak wajah Oey Sim Tit amat gugup dan panik.

"Cepat! Cepat bersembunyi! Sebentar lagi ayahku pasti ke mari!"

Begitu melihat wajahnya, Lu Leng tahu bahwa Oey Sim Tit tidak menghendakinya binasa di bawah Pat Liong Thian Im.

" Saudara Oey, aku tidak akan melupakan budi baikmu!"

"Cepat kabur! Kalau tidak cepat, pasti akan terlambat!" sahut Oey Sim Tit.

Lu Leng tidak membuang-buang waktu lagi, langsung melesat pergi. Sebelum menikung Lu Leng memandang ke belakang, tampak Oey Sim Tit menunjuk ke depan, kemudian terdengar suara Liok Ci Khim Mo.

"Ada urusan apa?"

Lu Leng tahu bahwa sebentar lagi Liok Ci Khim Mo akan sampai di tempat itu. Tapi dia sudah tidak keburu menikung, karena itu segera bersembunyi di rumput ilalang yang lebat. Di saat Lu Leng bersembunyi, Liok Ci Khim Mo sudah sampai di tempat itu. Begitu melihat mayat kedua orang tersebut, seketika kegusarannya memuncak.

"Di mana musuh itu?" tanya Liok Ci Khim Mo kepada Oey Sim Tit.

"Ketika aku sampai di sini, orang itu... sudah kabur," sahut Oey Sim Tit.

Lu Leng yang bersembunyi di rumput alang-alang diam-diam menarik nafas lega, sedangkan Liok Ci Khim Mo langsung melesat ke sana ke mari, lalu kembali ke tempat semula dengan wajah gusar.

"Ayah, orang itu sudah kabur, mari cepat kita tinggalkan pulau ini!"

Liok Ci Khim Mo melotot kemudian membentak. "Kenapa kau begitu terburu-buru?!"

Oey Sim Tit langsung diam. Liok Ci Khim Mo tetap berdiri di tempat, kelihatannya tiada minat untuk pergi dalam waktu singkat. Lu Leng merasa tegang dan panik sekali, sebab kalau Liok Ci Khim Mo ingin mencari, tentunya akan menemukannya. Dalam hati Lu Leng berharap Liok Ci Khim Mo cepat-cepat meninggalkan tempat itu, namun Liok Ci Khim Mo malah duduk di atas sebuah batu seraya berkata,

"Sim Tit, kini dalam rimba persilatan memang banyak orang menyanjung diriku, namun kita berdua adalah ayah dan anak. Selanjutnya kau harus menuruti perkataanku dan jangan membuatku gusar."

Oey Sim Tit langsung mendekap di dada Liok Ci Khim Mo. "Ayah, aku... aku pasti menuruti perkataanmu," katanya.

Liok Ci Khim Mo manggut-manggut. "Satu bulan lagi istana Ci Cun Kiong di gunung Tiong Tiau San akan usai dibangun. Gelar Ci Cun selama ratusan tahun tiada seorang pun yang berani menggunakannya. Tapi kita berdua justru akan menikmati gelar tersebut!"

Oey Sim Tit manggut-manggut. "Mulai hari ini, kalau kau masih tidak mau mempelajari Pat Liong Thian Im, ayah pasti amat kecewa dan sia-sialah semua harapanku."

Oey Sim Tit menundukkan kepala. "Kalau begitu aku pasti belajar dengan tekun."

Wajah Liok Ci Khim Mo langsung berseri. Dia menepuk bahu Oey Sim Tit sambil bangkit berdiri, kelihatannya mereka sudah mau meninggalkan tempat itu. Maka diam-diam Lu Leng menarik nafas lega. Akan tetapi di saat bersamaan mendadak terdengar suara mendesis di rumput alang-alang itu. Lu Leng yakin Liok Ci Khim Mo tidak akan mendengar suara itu, namun dia sendiri tertegun sambil menoleh, ternyata tampak seekor ular sedang merayap.

Betapa tegangnya hati Lu Leng, sebab ular itu merayap ke arahnya. Padahal tidak sulit baginya menghadapi ular tersebut. Tapi saat ini Liok Ci Khim Mo berada tak jauh dari situ. Asal dia bergerak sedikit, Liok Ci Khim Mo pasti mendengarnya. Lu Leng tak berani bergerak sama sekali. Sepasang matanya terus menatap ular itu, kelihatannya ular berbisa. Walau ular merayap lamban, tapi tak lama kemudian sudah berada di hadapannya. Ular itu berwarna abu-abu.

Begitu sampai di hadapannya langsung tercium bau amis yang amat menusuk hidung. Setelah berada di hadapan Lu Leng, ular berbisa itu mendongakkan kepala, lalu mendadak meluncur ke muka Lu Leng. Apa boleh buat! Lu Leng terpaksa menggerakkan kedua jari tengahnya untuk menangkap ular itu. Memang Lu Leng berhasil menangkapnya, tapi tiba-tiba ekor ular itu mengibas ke arah bahunya.

Kini Lu Leng baru melihat jelas, ternyata ular berbisa itu bersisik abu-abu yang dapat memekar sehingga terasa tajam sekali. Bahu Lu Leng tersambar ekor ular itu dan tertusuk sisik-sisiknya yang tajam, maka terasa sakit sekali sehingga membuatnya nyaris menjerit. Kebetulan Lu Leng mendongakkan kepala, dilihatnya Liok Ci Khim Mo dan Oey Sim Tit membalikkan badan lalu berjalan pergi. Kalau di saat ini dia bersuara, pasti dia akan celaka. Oleh karena itu dia berkertak gigi menahan rasa sakitnya agar tidak mengeluarkan suara, sekaligus mengerahkan hawa murninya untuk melawan rasa sakit itu. Sungguh sulit menunggu Liok Ci Khim Mo meninggalkan tempat itu, sebab dia berjalan begitu lamban. Tak seberapa lama, barulah dia menikung.

Lu Leng mengeluh perlahan. Kemudian dipegangnya ekor ular itu dengan tangan kirinya, lalu ditariknya dengan sekuat tenaga. Ular itu putus menjadi dua potong dan darahnya yang berbau amis pun mengucur deras. Lu Leng cepat-cepat meloncat ke belakang agar badannya tidak terkena percikan darah, lalu menengok bahunya. Tampak beberapa lobang dan darah di bahunya pun telah menghilang. Separuh badannya terasa ngilu. Lu Leng tahu bahwa ular itu amat berbisa, maka dia cepat-cepat
menotok jalan darahnya di bagian dada agar bisa ular itu tidak menjalar ke jantung. Setelah itu, dia mengeluarkan Soat Hun Cu, lalu digosok-gosokkannya pada bekas luka di bahunya.

Soat Hun Cu memang dapat menghisap racun apa pun, dan Lu Leng telah menyaksikan itu. Akan tetapi kali ini, setelah digosok-gosokkan pada bahunya Soat Hun Cu itu berubah warnanya menjadi abu-abu. Lu Leng terkejut sebab ketika melihat bekas luka di bahunya, masih agak kehitam-hitaman. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya bisa ular itu. Lama sekali warna Soat Hun Cu itu baru berubah menjadi putih kembali. Ketika Lu Leng baru mau menggosokkannya lagi, mendadak terdengar suara di belakangnya.

"Bocah, kalau terus begitu, nyawamu sulit diselamatkan."

Lu Leng menoleh, ternyata yang berkata itu Yok Kun Sih. Lengannya mengapit Toan Bok Ang yang telah ditotok jalan darah gagunya, maka tidak mampu bersuara. Lu Leng tahu bahwa kalau terus-menerus menggosok, itu membutuhkan waktu, mungkin bisa ular itu akan lebih dulu menjalar ke jantungnya.

Setelah mendengar perkataan Yok Kun Sih, Lu Leng segera bertanya. "Cianpwee ada petunjuk apa?"

Yok Kun Sih menunjuk bangkai ular berbisa itu, lalu manyahut, "ltu adalah ular aneh yang amat berbisa. Siapa pun tidak tahu ular berbisa apa itu. Kecuali kau tidak menghendaki Soat Hun Cu lagi, barulah nyawamu dapat diselamatkan."

Lu Leng terkejut dan tidak mengerti. "Kalau tiada Soat Hun Cu, lalu bagaimana cara menghisap bisa ular itu?"

Yok Kun Sih menyahut dengan dingin. "Walau Soat Hun Cu merupakan benda pusaka, namun sudah begitu dalam kau terkena bisa ular itu. Maka kecuali hanya dengan sekali tarik nafas agar semua bisa ular itu terhisap ke luar, barulah kau selamat. Akan tetapi Soat Hun Cu itu akan berubah hitam, sekaligus kehilangan kegunaannya. Oleh karena itu harus ditaruh ke tempatnya di gunung salju, dan membutuhkan waktu seratus tahun barulah dapat berfungsi seperti semula."

Lu Leng tertegun mendengar penuturan itu. Perlu di ketahui, tidak gampang bagi Giok Bin Sin Kun memperoleh Soat Hun Cu itu. Hampir dua puluh tahun dia berada di gunung salju, barulah memperoleh Soat Hun Cu tersebut. Justru karena itu Lu Leng tidak menghendaki Soat Hun Cu itu berubah menjadi benda yang tiada manfaatnya. Lagi-pula Soat Hun Cu itu mengikat perjodohan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dengan Tam Goat Hua yang akhirnya berantakan. Maka Lu Leng merasa benda tersebut amat penting. Itu membuatnya menjadi ragu menggunakan cara Yok Kun Sih.

Maka wanita tua itu lalu berkata dengan dingin, "Bocah, karena memperoleh beritamu bahwa Liok Ci Khim Mo akan ke mari, maka aku memberi petunjuk untukmu. Sebab selama ini aku tidak mau berhutang budi kepada siapa pun, maka aku memberitahukan cara itu, sama juga telah membalas budimu itu. Tapi apabila kau selamat lalu masih mendekati Bok Ang, aku pasti tidak akan mengampunimu."

Usai berkata Yok Kun Sih melesat pergi sambil mengapit Toan Bok Ang di bawah ketiaknya, dan tak lama sudah lenyap dari pandangan Lu Leng. Tadi walau Toan Bok Ang tidak mampu bersuara, namun terus menatap Lu Leng dengan penuh cinta kasih yang amat dalam. Lu Leng amat menyesali, sebab tidak seharusnya hari itu dia mengucapkan kata-kata yang mengandung cinta di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Kini hanya ada satu jalan, menuruti perkataan Yok Kun Sih untuk tidak mendekati Toan Bok Ang lagi. Bagi Lu Leng, mendekati Toan Bok Ang atau tidak, sama sekali tidak penting. Namun tentunya gadis itu tidak akan takut terhadap ancaman gurunya, lalu bagaimana cara menghadapinya?

Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian dia mulai menggosok-gosokkan Soat Hun Cu di bahunya lagi sambil menahan rasa sakit. Berselang beberapa saat, lukanya mulai mengalirkan darah merah, sedangkan Soat Hun Cu itu telah berubah menjadi hitam tak bercahaya sama sekali. Itu pertanda benda tersebut telah kehilangan khasiatnya. Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala sambil menyimpan Soat Hun Cu ke dalam bajunya, lalu meninggalkan tempat itu.

Sampai di kaki bukit dia tidak melihat Liok Ci Khim Mo mau pun Yok Kun Sih. Lu Leng segera menebang beberapa batang pohon, kemudian diikat menjadi satu menyerupai sebuah rakit. Setelah itu dia pun membuat sebuah pengayuh. Dengan rakit itulah akhirnya dia sampai di daratan.

Setelah berada di daratan, dia berpikir bahwa tujuannya kali ini adalah mencari Tam Goat Hua. Maka dia kembali ke desa kecil itu dengan maksud menemui nelayan yang membawa surat untuknya itu. Ketika dia baru berjalan belasan depa, mendadak terdengar suara orang di rumput alang-alang yang amat lebat.

"Saudara Lu! Saudara Lu!"

Lu Leng segera menoleh, Dilihatnya seseorang menjulurkan kepalanya dari rumput alang-alang. Wajah orang itu buruk sekali, ternyata Oey Sim Tit. Lu Leng terkejut, tapi Oey Sim Tit segera menggoyang-goyangkan tangannya.

"Jangan takut, saudara Lu! Ayahku tidak berada di sekitar sini. Aku ingin bicara sebentar denganmu."

Lu Leng berpikir, kalau tadi tidak ada Oey Sim Tit, mungkin dirinya sudah celaka di tangan Liok Ci Khim Mo. maka Lu Leng yakin Oey Sim Tit berhati bajik. Dia segera menghampirinya, lalu berkata sambil menghela nafas panjang, "Kau putra Bu Lim Ci Cun, tapi kenapa masih ingin bicara denganku?"

Wajah Oey Sim Tit tampak murung sekali. "Saudara Lu, kenapa kau berkata begitu?"

Lu Leng merasa bersalah karena ucapannya tadi memang agak tajam. "Saudara Oey, maafkan aku!" ucapnya.

Oey Sim Tit manggut-manggut. "Aku tahu, kaum rimba persilatan golongan lurus amat membenci kami ayah dan anak. Namun... siapa tahu akan penderitaan batinku?"

Lu Leng menggenggam tangannya erat-erat. "Saudara Oey, aku tahu akan penderitaan batinmu."

Oey Sim Tit menghela nafas panjang, lalu mendongakkan kepala memandang ke langit.
"Selain kau, masih ada nona Tam yang tahu isi hatiku."

Ketika Oey Sim Tit menyinggung Tam Goat Hua, hati Lu Leng menjadi berduka sekali. Mereka berdua membungkam sejenak, kemudian Oey Sim Tit berkata, "Saudara Lu, dalam hatiku amat mencintai ayahku. Tapi... aku membenci semua perbuatannya. Saudara Lu, batinku sungguh menderita sekali!"

Tiba-tiba hati Lu Leng tergerak. Ternyata dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta Busur Api kepada Oey Sim Tit, namun entah diberikan atau tidak? Setelah berpikir sejenak, akhirnya Lu Leng berkata, "Saudara Oey, aku ingin meminjam sesuatu kepadamu."

"Kau mau pinjam apa? Katakanlah!"

"Saudara Oey, bolehkah aku meminjam Busur Apimu?"

Wajah Oey Sim Tit langsung berubah. Badannya bergerak, bergeser dua depa dari hadapan Lu Leng. Lu Leng terus menatapnya, tampak Oey Sim Tit menggoyang-goyangkan sepasang tangannya.

"lni justru tidak bisa!"

"Mengapa?" tanya Lu Leng,

"Busur Api itu dapat membunuh ayahku, aku... bagaimana mungkin kupinjamkan kepada orang lain?"

"Saudara Oey, ayahmu begitu jahat dan sering membunuh orang. Kenapa kau masih membelanya?" kata Lu Leng dengan suara dalam.

Oey Sim Tit menghela nafas. "Saudara Lu, biar bagaimana pun dia tetap ayahku!" sahutnya.

Lu Leng tahu bahwa Oey Sim Tit berhati lurus tapi amat lemah, ditambah sejak kecil dia kehilangan orang-tua. Kini dia telah berkumpul kembali dengan ayahnya, maka dia tidak akan melakukan sesuatu yang mencelakai ayahnya. Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tahu perasaanmu. Terima-kasih atas pertolonganmu tadi, sampai jumpa!"

"Saudara Lu, aku masih punya kata-kata yang akan kusampaikan kepadamu!"

"Perkataan apa?"

Mendadak wajah Oey Sim Tit berubah agak kemerah-merahan. "Apakah Saudara Lu tahu, kini nona Tam berada di mana?"

Lu Leng tercengang, kenapa wajahnya tampak kemerah-merahan ketika bertanya demikian?

"Aku tidak tahu," sahutnya.

"Harap saudara Lu melegakan hati! Kalau aku tahu jejak nona Tam, aku pasti tidak akan memberitahukan kepada ayahku, beritahukanlah!" kata Oey Sim Tit.

Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala. "Aku memang tidak tahu, bahkan aku pun sedang mencarinya. Bagaimana aku bisa memberitahukan kepadamu?"

Wajah Oey Sim Tit tampak murung. "Saudara Lu, ayahku memang jahat. Aku tidak bisa mencegahnya, namun dalam setahun ini aku telah banyak menyelamatkan orang, seperti halnya saudara Tam dan nona Han. Mereka berdua berjumpa ayahku, tapi di saat genting, aku mencegah ayahku turun tangan berat terhadap mereka, maka mereka
berdua tidak binasa. Kalau saudara Lu bertemu nona Tam, tolong beritahukan kepadanya bahwa aku... tidak pernah berbuat jahat."

Lu Leng manggut-manggut. "Baik. Kalau aku berjumpa dia, pasti kuberitahukan.”

Oey Sim Tit menghela nafas beberapa kali. "Saudara Lu, lebih baik kau bersembunyi hingga malam, baru meninggalkan tempat ini agar tidak bertemu ayahku." Usai berkata begitu, Oey Sim Tit pun melesat pergi. Sungguh hebat ilmu ginkang-nya! Dalam sekejap dia sudah hilang dari pandangan Lu Leng.

Lu Leng tahu bahwa Oey Sim Tit berhati bajik. Barusan dia memperingatkan Lu Leng agar bersembunyi hingga malam, tentunya punya alasan kuat. Walau dia ingin cepat-cepat mencari Tam Goat Hua, namun tetap tidak berani berlaku gegabah. Maka dia bersembunyi hingga malam, barulah memasuki desa kecil itu untuk mencari nelayan yang membawa surat Tam Goat Hua. Dia berhasil mencari nelayan itu. Setelah bertanya arah yqng ditempuh Tam Goat Hua, Lu Leng segera mengejar. Namun sudah mengejar beberapa hari, dia sama sekali tidak menemukan jejak gadis itu.

Lu Leng ingat dirinya ketika berada di gunung Tang Ku Sat berjumpa Tam Goat Hua. Gadis itu lalu pergi, membuat hatinya berduka sekali. Namun Lu Leng pun ingat, setelah keluar dari makam nyonya Mo Liong Seh Sih, kemungkinan besar Tam Goat Hua terus mengikuti di belakangnya. Apakah gadis itu sudah tidak mencintai Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, sebaliknya malah mulai mencintai dirinya? Berpikir sampai di situ, hati Lu Leng merasa gembira sekali.

Tak terasa sudah sebulan dia terus mencari Tam Goat Hua, namun tiada hasilnya, juga tidak berjumpa Liok Ci Khim Mo. Hari itu dia memasuki wilayah Shantung. Dia menghitung-hitung waktu, hanya tinggal belasan hari sudah Cit Gwee Cap Go. Kini dia berangkat ke gunung Tiong Tiau San, kebetulan membutuhkan waktu belasan hari pula. Oleh karena itu dia mengambil keputusan untuk berangkat ke gunung itu. Walau harus menempuh bahaya, tapi itu merupakan suatu kesempatan. Setelah mengambil keputusan tersebut, dia lalu berjalan ke arah barat.

Malam itu di sebuah penginapan kecil, Lu Leng menukar pakaiannya dengan pakaian seorang pengemis. Setelah itu dia membeli sedikit bahan untuk merias wajahnya agar berubah tidak karuan, bahkan juga memakai kumis palsu dan membawa sebatang tongkat bambu. Setelah mengaca, dia tertawa sendiri karena nyaris tidak mengenali dirinya sendiri. Mungkin Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, gurunya juga tidak akan mengenalinya. Setelah menyamar sebagai pengemis, malam itu juga Lu Leng berangkat ke gunung Tiong Tiau San.

Di sepanjang jalan tampak begitu banyak kaum rimba persilatan golongan hitam menuju gunung itu. Lu Leng tahu bahwa gurunya dan Cit Sat Sin Kun suami istri yang selama ini tiada kabar beritanya pasti bersembunyi di suatu tempat untuk mempelajari suatu ilmu silat lihay guna menghadapi Liok Ci Khim Mo. Maka dalam pertemuan kali ini di gunung Tiong Tiau San, mereka pasti tidak ketinggalan. Karena itu sepanjang jalan Lu Leng terus mengamati setiap orang, barangkali bertemu orang sendiri. Namun dalam perjalanan itu Lu Leng sama sekali tidak menemukannya.

Hari itu setelah dia melewati sebuah jalan besar, tampak sebuah jalan lain yang amat besar dan masih baru menuju gunung Tiong Tiau San. Lu Leng mengikuti semua orang melalui jalan besar itu. Tak seberapa lama kemudian semua orang itu berhenti, lalu berkumpul menjadi satu dan tak bergerak lagi. Lu Leng tercengang, lalu memandang ke
depan. Temyata di sana terdapat sebuah pintu masuk mirip sebuah gapura, dan tampak empat orang berdandan sebagai pelayan rumah menjaga di situ.

Walau keempat orang itu berdandan sebagai pelayan rumah, tapi sepasang mata mereka menyorot tajam. Siapa yang melihat pasti tahu bahwa mereka berempat memiliki lweekang tinggi. Siapa yang melewati pintu gapura itu, harus memberitahukan nama masing-masing. Lu Leng yang berdiri di situ, mendengar belasan orang memberitahukan nama masing-masing. Memang benar mereka berasal dari golongan hitam.

Perlahan-lahan Lu Leng berjalan ke pintu gapura. Begitu sampai di pintu itu, sebelum keempat orang itu bertanya, Lu Leng sudah berseru lantang, "Lam Cong Ok Kay (Pengemis Jahat) Kim Hong Cu (Si Gua Kim) datang memberi selamat!"

Lu Leng menyebut nama itu bukan tiada dasarnya. Karena dia lahir di kota Lam Cong, maka tahu bahwa seorang pengemis yang amat jahat dan sadis di kota tersebut bernama Kim Hong Cu. Lu Leng pernah melihatnya beberapa kali, maka dia mencatut nama itu. Keempat penjaga itu mengamati Lu Leng dengan sorotan tajam. Ketika baru mau mengibaskan tangannya agar Lu Leng masuk, mendadak terdengar suara dari gerombolan orang yang belum masuk.

“Ihh!”

Lu Leng menoleh ke belakang dan seketika menarik nafas dingin. Sudah sekian tahun dia meninggalkan kota Lam Cong, namun bagaimana rupa Kim Hong Cu, dia masih mengenalinya. Kini yang mengeluarkan suara itu ternyata si Pengemis Jahat Kim Hong Cu.

Si Pengemis Jahat itu menghampiri Lu Leng. Jelas dia sudah mendengar Lu Leng menyebut namanya. Namun dalam hati Lu Leng telah muncul suatu ide, begitu si Pengemis Jahat sudah dekat, dia akan turun tangan membunuhnya. Saat ini keempat penjaga itu sudah mulai curiga.

"Kim Hong Cu, mau apa sobat itu?" tanya salah seorang dari mereka kepada Lu Leng.

Lu Leng berusaha menenangkan perasaannya. "Aku tidak tahu."

Ketika Lam Cong Ok Kay Kim Hong Cu hampir mendekati Lu Leng, mendadak wajahnya berubah lalu menjerit aneh. Tahu-tahu dia sudah jatuh telentang, mulutnya mengeluarkan darah dan binasa seketika. Perubahan itu sungguh di luar dugaan semua orang, termasuk Lu Leng, dia pun jadi melongo.

Dua penjaga langsung melesat ke arah Kim Hong Cu, kemudian mengangkat tubuhnya. Ternyata di keningnya melekat sebuah batu kecil sampai menembus jalan darah Sin Teng Hiat di kening itu. Maka tidak mengherankan kalau Kim Hong Cu binasa seketika. Tapi sungguh mengherankan, tiada seorang pun tahu dari mana datangnya batu kecil itu. Kedua penjaga itu mendengus dingin, lalu melemparkan mayat Kim Hong Cu ke samping, setelah itu mereka membalikkan badannya sambil menatap Lu Leng dengan tajam sekali.

Lu Leng bergirang dalam hati karena orang yang turun tangan menolongnya pasti orang sendiri. Agar keempat penjaga itu tidak bercuriga, dia segera berteriak-teriak. "Siapa berani mengacau di sini?! Cepat bayar nyawa adik seperguruanku! Cepaaat!"

Kedua penjaga itu sebetulnya ingin mengajukan beberapa pertanyaan, namun karena mendengar Lu Leng berteriak-teriak begitu, mereka tidak jadi bertanya. “Ternyata orang yang binasa terserang senjata rahasia itu adalah adik seperguruan anda!" kata salah seorang dari kedua penjaga itu.

Lu Leng manggut-manggut. "Tidak salah!"

"Anda boleh berlega hati. Orang yang membunuh adik seperguruan anda itu tidak mungkin dapat meloloskan diri."

"Kalau begitu, aku harap anda berempat sudi membantuku mencari pembunuh itu!"

Usai berkata, Lu Leng melangkah lebar memasuki pintu gapura sambil membatin, “kalau tidak ada orang yang turun tangan membunuh Kim Hong Cu, tentu akan muncul kerepotan padaku.”

Berdasarkan batu kecil itu, sudah jelas Kim Hong Cu disambit oleh orang yang memiliki lweekang yang amat tinggi. Kalau bukan gurunya, pasti Cit Sat Sin Kun-Tam Sen. Oleh karena itu, setelah memasuki pintu gapura, dia berjalan lamban dengan harapan ada orang mengejarnya untuk bertegur sapa. Akan tetapi, walau dia telah berjalan tujuh delapan mil belum ada orang menegurnya, maka dia menjadi kecewa.

Tak seberapa lama kemudian Lu Leng tiba di mulut sebuah lembah. Juga ada penjaga di situ. Lu Leng tetap menggunakan nama Lam Cong Ok Kay-Kim Hong Cu untuk memasuki lembah itu. Ketika melewati lembah itu, Lu Leng mendongakkan kepala dan seketika berseru kaget.

"Haaah...?!"

Tempat itu merupakan sebidang tanah kosong yang amat luas, terletak di antara gunung Thai Hang San dan pegunungan Hwa San. Tapi kini di tanah kosong itu telah berdiri sebuah istana yang amat indah dan megah. Tembok luarnya dibikin dari semacam batu yang bergemerlapan bila tertimpa cahaya matahari, bahkan amat menyilaukan mata. Di atas pintu istana terdapat sebuah papan nama ‘Bu Lim Ci Cun Ceh Kiong’ (Istana Penguasa Rimba Persilatan).

Pintu utama istana itu tertutup rapat, namun terdapat beberapa buah pintu samping. Banyak orang keluar masuk melalui pintu samping itu. Lu Leng masuk melalui pintu samping, langsung ada orang menyambutnya sekaligus mengantarnya pergi beristirahat. Lu Leng mengamati istana itu, istana itu mewah dan terdapat entah berapa banyak kamar. Liok Ci Khim Mo membangun istana tersebut, entah menggunakan berapa banyak tenaga orang.

Lu Leng tiba di istana Ci Cun Kiong pada Cit Gwee Cap Go siang hari. Setelah beristirahat di dalam kamar, kemudian dia pergi melihat-lihat istana itu. Tampak setiap pintu pasti ada penjaganya. Liok Ci Khim Mo berada di mana, tiada seorang pun tahu. Malam harinya dia kembali ke kamar sambil berpikir. Berdasarkan keadaan di situ, Lu Leng merasa sia-sia mendatangi tempat itu. Dia membaringkan dirinya ke atas ranjang, tapi tidak bisa pulas.

Ketika larut malam, mendadak terdengar suara, "Kreek...!"

Lu Leng terkejut, lalu bangun duduk. Ternyata pintu kamar terbuka dan tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam.

"Siapa kau?" tanya Lu Leng dengan tertegun.

"Anak Leng, jangan berisik!"

Begitu mendengar suara itu, Lu Leng langsung menubruknya seraya berseru perlahan. "Guru!"

Ternyata orang itu adalah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, yang wajahnya pun telah dirias hingga tampak tidak karuan. Mereka berdua saling memeluk, berselang sesaat barulah melepaskan pelukan masing-masing.

"Anak Leng, kau terlampau ceroboh! Kim Hong Cu berada dalam rombongan itu, kenapa kau menggunakan namanya?"

"Pada waktu itu aku tidak berpikir sampai ke situ. Guru ke mari seorang diri?"

"Tidak. Cit Sat Sin Kun suami istri juga sudah ke mari."

Betapa girangnya Lu Leng. "Guru, apakah kalian bertiga sudah punya cara untuk menghadapi Liok Ci Khim Mo?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak ada. Anak Leng, larut malam begini aku ke mari justru ingin memperingatkanmu. Jangan bertindak gegabah!"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Oh, ya! Tahukah guru tentang Busur Api dan Panah Bulu Api yang dapat menundukkan Pat Liong Thian Im?"

Sesungguhnya sejak meninggalkan gunung Go Bi San setahun yang lalu, hati Giok Bin Sin Kun sudah beku dan tiada gairah hidup, bahkan juga sudah tidak percaya diri lagi. Untung Cit Sat Sin Kun suami istri terus menasihatinya, maka Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek terbangun semangat hidupnya. Sedangkan Cit Sat Sin Kun suami istri tidak pernah pulang ke pulau Hwe Ciau To, melainkan tinggal di gunung Go Ci San (Gunung Lima Jari) di pulau laut selatan.

Dua bulan lalu Cit Sat Sin Kun pergi ke daratan, barulah tahu tentang pertemuan yang akan diselenggarakan di gunung Tiong Tiau San. Mereka bertiga segera berunding, akhirnya mengambil keputusan untuk menghadiri pertemuan tersebut dengan cara menyamar. Mengenai apa yang dialami Lu Leng di gunung Tang Ku Sat, tentunya mereka bertiga tidak mengetahuinya, maka Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek segera menyahut,

"Tidak tahu, cepatlah beritahukan!"

Lu Leng menutur tentang apa yang didengarnya dari Liok Ci Khim Mo, juga menutur apa yang dialaminya di gunung Tang Ku Sat. Ketika Lu Leng usai menutur, hari sudah mulai terang.

"Sungguh sayang sekali Panah Bulu Api itu telah dicuri orang! Liat Hwe Cousu tahu siapa pencurinya?" tanya Giok Bin Sin Kun Tong Hong Pek.

"Aku belum bertemu dengannya. Kelihatannya ketika itu sepertinya dia tahu siapa pencurinya."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berpikir, "Heran!"

"Apa yang heran? Apakah cara Toan Bok Ang bisa keluar dari makam Nyonya Mo Liong Seh Sih?" tanya Lu Leng.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menggelengkan kepala. "Bukan. Yang kuherankan yaitu, ketika kami meninggalkan pulau Lam Hai To pernah melihat Liat Hwe Cousu menuju arah selatan. Ketika itu kami telah menyamar, maka dia tidak mengenali kami. Mau apa dia ke Lam Hai?"

Lu Leng diam saja. Dia tidak mengerti kenapa mendadak Giok Bin Sin Kun menyinggung tentang itu. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berpikir lagi.

"Anak Leng, kini kau sudah tahu cara menghadapi Liok Ci Khim Mo, yaitu harus berupaya mencari Panah Bulu Api. Maka kau tidak boleh bertindak ceroboh di sini. Kau menyamar sebagai Kim Hong Cu, sedangkan kami bertiga menyamar sebagai Lam Hai Sam Sat (Tiga Algojo Dari Lam Hai). Kau jangan salah memanggil kami!"

Lu Leng manggut-manggut, dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek segera melesat pergi.

Tak lama kemudian ada orang mengantar sarapan pagi seraya memberitahukan, “Sebentar lagi lonceng di aula besar akan berbunyi. Kalian semua harus berkumpul di aula besar itu!"

Lu Leng manggut-manggut. Setelah sarapan pagi dia duduk menunggu di dalam kamar. Berselang beberapa saat terdengar suara lonceng berdentang dua kali. Lu Leng membuka pintu kamar sambil melongok ke luar. Tampak semua orang meninggalkan kamar menuju aula besar itu. Lu Leng pun mengikuti mereka. Tak seberapa lama tampak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mendekatinya.

Tampak dua orang berada di sisinya, yaitu Cit Sat Sin Kun yang menyamar sebagai lelaki buta, dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua yang memakai kedok kulit manusia sehingga wajahnya kelihatan pucat pias. Mereka berempat terus berjalan, kemudian Seh Cing Hua mendekati Lu Leng.

"Anak Leng, kau bilang pernah berjumpa Goat Hua di gunung Tang Ku Sat?" tanyanya dengan suara rendah.

Lu Leng mengangguk. "Ya. Bahkan dia pun terus mengikutiku sampai di telaga Tong Ting, hanya saja secara sembunyi-sembunyi. Mungkin dia masih berduka."

"Kau tahu apa? Dia begitu menaruh perhatian padamu, tentunya terkesan baik dalam hatinya! Kalau dia memunculkan diri, kau harus menasihatinya, kalian berdua pasti akan akur kembali!" bentak Seh Cing Hua.

Lu Leng menghela nafas panjang. "Bibi Tam, Kakak Goat memang amat baik terhadapku, namun yang dia cintai adalah guruku."

Seh Cing Hua diam, sebab mereka berempat bersama orang lain sudah sampai di depan pintu aula besar itu. Lu Leng terbelalak ketika memandang ke dalam, karena aula itu amat besar dan puluhan pilar yang dibikin dari batu berdiri tegar di situ. Semua kursi meja dibikin dari batu pula. Besarnya aula itu dapat memuat tujuh delapan ratus orang lebih. Saat ini aula besar itu hanya terisi separuh. Mereka berempat memilih sebuah meja, lalu duduk di situ.

"Cukup terpandang juga binatang itu," bisik Giok Bin Sin Kun.

"Belum tentu dia cukup terpandang. Selain ilmu silatnya tidak begitu tinggi, orang pun takut mendekatinya,” sahut Cit Sat Sin Kun-Tam Sen perlahan.

Ternyata di aula besar itu terdapat sebuah panggung yang tingginya hampir lima depa, sedangkan tinggi aula besar itu enam depa lebih. Di atas panggung itu terdapat dua buah kursi batu yang amat indah. Berselang beberapa saat, setelah tiada lagi tamu yang datang, mendadak terdengar lonceng berbunyi.

"Tang! Tang!" dua kali, lalu hening tak terdengar suara apa pun.

Sebelum suara lonceng itu lenyap, terdengar pula dua kali suara denting di atas panggung, ternyata suara harpa yang membetot sukma semua orang. Begitu suara harpa itu berhenti, suasana di dalam aula besar itu bertambah hening, hanya terdengar suara desah nafas. Semua orang memandang ke atas panggung, tampak tiga orang di sana, entah kapan dan dari mana munculnya ketiga orang tersebut.

Dua orang duduk dan seorang berdiri di samping. Wajah kedua orang itu amat buruk, namun keduanya agak mirip. Di pangkuan orang yang berusia lebih tua terdapat sebuah harpa kuno. Dia adalah Liok Ci Khim Mo, yang menyebut dirinya sebagai Bu Lim Ci Cun. Yang duduk di sampingnya adalah Oey Sim Tit, putranya. Orang yang berdiri itu berbadan tinggi besar serta memakai jubah hitam.

Ketika melihat orang itu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berkata dengan suara rendah, "Dia si Kaki Tunggal, perampok besar yang amat terkenal di wilayah Hiap Kan."

"Guru, cara bagaimana Liok Ci Khim Mo naik ke panggung itu?" tanya Lu Leng.

"Apa yang harus diherankan? Tentunya di bawah panggung itu terdapat jalan rahasia ke atas. Dia berada di atas panggung, ingin menghadapinya juga tiada caranya."

"Dia justru tidak berpikir, kalau ada orang di atas atap, dia pasti celaka," kata Seh Cing Hua sambil tertawa ringan.

"Aku duga dia telah memikirkan itu. Lihatlah langit-langit di atasnya, kau akan mengetahuinya!" kata Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dengan suara rendah.

Seh Cing Hua mendongakkan kepala. Ternyata langit-langit di atas kepala Liok Ci Khim Mo berbentuk bulat yang agak kehitam-hitaman, kelihatannya dibikin dari semacam besi. Saat ini suasana di dalam aula besar itu amat hening. Mereka berempat bercakap-cakap dengan suara rendah, namun membuat cukup banyak orang memandang ke arah mereka.

Cit Sat Sin Kun Tam Sen segera memberi isyarat, maka yang lain langsung berhenti bercakap-cakap. Mendadak terdengar si Kaki Tunggal berkata lantang di atas panggung dan tampak dadanya terangkat sedikit.

"Liok Ci Khim Mo memiliki ilmu Pat Liong Thian Im yang maha dahsyat. Maka kaum rimba persilatan di kolong langit, yang menurut pasti hidup, yang melawan pasti mati! Para kaum rimba persilatan yang hadir di sini, kalau tiada pendapat lain harus segera berlutut!"

Seusai si Kaki Tunggal berkata demikian, terdengar suara sorak-sorai yang riuh gemuruh di dalam aula besar itu. Kali ini semua yang hadir di dalam istana Ci Cun Kiong boleh dikatakan terdiri dari golongan hitam yang sehari-harinya hanya melakukan kejahatan. Kini mereka punya dekingan yang begitu kuat, dan itu memang yang mereka harapkan agar bisa memusuhi kaum rimba persilatan golongan lurus! Oleh karena itu mereka semua segera bangkit berdiri, kemudian berlutut menghadap ke panggung.

Sedangkan saat ini, air muka Tong Hong Pek, Tam Sen suami istri dan Lu Leng telah berubah. Mereka ikut hadir hanya ingin tahu bagaimana keadaan istana Ci Cun Kiong. Sebelum yakin dapat menghadapi Liok Ci Khim Mo, mereka berempat tidak akan bertindak sembarangan. Namun mereka berempat sama sekali tidak menduga bahwa begitu Liok Ci Khim Mo muncul langsung macam-macam. Jangankan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen suami istri yang berkepandaian begitu tinggi, sedangkan Lu Leng pun tidak sudi berlutut di hadapan musuh besarnya itu. Oleh karena itu, ketika semua orang berlutut mereka berempat masih tetap duduk tak bergerak sedikit pun.

Terdengar si Kaki Tunggal membentak gusar. "Kenapa kalian tidak berlutut?"

Di saat si Kaki Tunggal sedang membentak, Tong Hong Pek menulis di atas meja dengan menggunakan teh serta berbunyi ‘Terjang Keluar’.

Seketika Seh Cing Hua bangkit berdiri seraya menyahut, "Kami ingin bicara sebentar!"

"Kalau ingin bicara juga harus berlutut!" bentak si Kaki Tunggal.

"Baik!" sahut Cit Sat Sin Kun-Tam Seng.

Tiba-tiba dia bergerak cepat menyambar dua orang yang duduk di meja sebelah, lalu dilemparkannya ke panggung sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Di saat bersamaan, Giok Bin Sin Kun memukul salah sebuah pilar di aula itu.

“Bum!” pilar itu langsung roboh, dan seketika suasana di dalam aula besar itu menjadi kacau balau.

Mereka berempat pun segera menerjang ke luar, yang menghadang pasti mati. Namun ketika mereka berempat baru menerjang dua tiga depa, Liok Ci Khim Mo yang berada di atas panggung tertawa aneh.

"Hehehe! Bagi yang tunduk kepadaku, cukup menahan nafas dan tidak memikirkan urusan lain, pasti tidak akan terjadi apa-apa!"

Usai dia berkata, harpa Pat Liong Khim-nya mulai berbunyi, begitu nyaring bunyinya membuat hati semua orang tergetar keras. Walau begitu banyak kaum rimba persilatan golongan hitam berada di dalam aula besar itu, hanya terdapat beberapa tokoh tua golongan hitam yang berkepandaian tinggi. Yang lain masih tidak dapat dibandingkan dengan kepandaian Lu Leng. Namun ketika harpa Pat Liong Khim berbunyi, mereka tahu, asal tunduk kepada Liok Ci Khim Mo sambil menahan nafas, pasti tidak akan celaka.

Akan tetapi Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berempat justru berbeda dengan mereka. Ketika harpa Pat Liong Khim mulai berbunyi, jantung mereka terasa terpukul oleh sesuatu yang amat berat. Padahal mereka berempat sedang menerjang ke luar. Namun
setelah harpa Pat Liong Khim mulai bunyi, terjangan mereka menjadi lamban. Tong Hong Pek yang berada di paling depan masih mengerahkan lweekang untuk memukul beberapa orang yang menghadang. Akibatnya justru membuat matanya berkunang-kunang.

Semula harpa Pat Liong Khim berbunyi cepat dengan nada tinggi, kemudian berubah menjadi lamban tapi amat nyaring. Siapa yang mendengarnya pasti merasa nyaman sekali, bahkan akan melupakan hal-hal yang merisaukan hati, dan juga menjadi lemas tak bertenaga.

Lu Leng merasa dirinya bersama Tam Goat Hua berada di pinggir sungai, saling mencurahkan isi hati dan memadu cinta. Walau tahu bahwa itu hanya khayalan karena terpengaruh oleh suara harpa, namun Lu Leng tak berdaya melawan pengaruh Pat Liong Thian Im itu. Badannya bergoyang-goyang, kemudian terkulai. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang ada di sampingnya juga hampir terpengaruh, namun dia sudah melatih diri puluhan tahun, maka masih bisa bertahan agak lama. Ketika melihat Lu Leng terkulai, dia segera menahannya.

Pada saat bersamaan, dia pun mengerahkan hawa murni seraya berseru lantang, "Cepat terjang, terlambat pasti celaka!"

Lu Leng tersentak sadar begitu mendengar suara seruan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, lalu memaksakan diri untuk menerjang ke luar, namun tak berdaya sama sekali. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek cepat-cepat menyambar tangannya sekaligus menariknya keluar aula, dan usaha ini berhasil. Namun dia cukup menguras tenaga sehingga membuat perhatiannya menjadi pecah, maka sulit baginya melawan Pat Liong Thian Im.

Seketika dia tidak mendengar suara harpa lagi, pemandangan di depan matanya berubah. Akan tetapi dalam hatinya masih terdapat sedikit kesadaran. Dia tahu bahaya sedang mengancam dirinya, namun dalam sekejap kesadaran itu telah hilang lagi. Di depan matanya muncul pemandangan khayalan. Dia melihat Tam Goat Hua duduk di pinggir ranjang, memandangnya dengan penuh cinta kasih. Tong Hong Pek tersenyum-senyum, seakan di dunia telah tiada urusan yang harus dirisaukan lagi.

Sementara Tam Sen suami istri masih berupaya menerjang ke luar. Ketika melihat Tong Hong Pek berhasil menarik Lu Leng ke luar, mereka berdua berlega hati. Tapi sekejap wajah Tong Hong Pek berubah berseri-seri, maka mereka berdua sudah tahu adanya gelagat tidak beres.

"Saudara Tong Hong! Saudara Tong Hong!" bentak mereka.

Namun Tong Hong Pek sudah tidak dapat mendengar suara bentakan mereka, badannya sempoyongan kemudian terkulai ke bawah. Begitu melihat Tong Hong Pek terkulai, terkejutlah Tam Sen dan Seh Cing Hua. Padahal di saat bersamaan mereka berdua pun sedang melawan Thian Liong Pat Im. Berhasil menerjang ke luar atau tidak masih belum tahu, tapi kini justru mulai terpengaruh pula. Mereka berdua saling memandang, kemudian tersenyum-senyum sepertinya teringat akan masa lalu, hari-hari yang penuh keindahan. Tak lama badan mereka pun sempoyongan dan akhirnya terkulai.

Di antara mereka berempat sesungguhnya Lu Leng yang paling payah. Namun dia tertarik oleh Tong Hong Pek hingga paling dahulu keluar dari aula besar itu, maka suara harpa pun menjadi agak lemah, karena itu kesadarannya juga agak normal kembali. Akan tetapi bersamaan itu tampak empat orang menerjang ke arahnya. Tanpa banyak pikir lagi Lu Leng langsung menyerang mereka dengan ilmu Kim Kong Sin Ci. Keempat orang itu menjerit lalu roboh.

Saat ini Lu Leng tidak tahu Tong Hong Pek bertiga dalam bahaya. Dia sendiri masih bingung, bagaimana caranya bisa keluar. Dia hanya ingat mendengar suara bentakan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, kemudian menerjang ke luar. Karena mengira begitu, dia pun yakin Tong Hong Pek bertiga dapat menerjang ke luar pula. Karena itu setelah keempat orang itu roboh, dia pun melesat pergi. Untung dia tidak tahu keadaan Tong Hong Pek, Tam Sen dan Seh Cing Hua. Kalau tahu, bagaimana mungkin dia akan melesat pergi?

Setelah Tong Hong Pek, Tam Sen dan Seh Cing Hua roboh tak sadarkan diri, suara harpa mulai merendah dan terdengar Liok Ci Khim Mo membentak.

"Yang satu itu telah kabur, siapa mau mengejarnya?"

Seketika juga terdengar suara sahutan. "Kami bersedia mengejarnya!"

Liok Ci Khim Mo mengibaskan tangannya. "Cepat pergi cepat pulang!"

Liok Ci Khim Mo terus memetik senar harpanya, dan makin lama suaranya semakin rendah. Oey Sim Tit yang duduk di sisi sampingnya tahu jelas, bahwa suara harpa tersebut dari nada tinggi berubah rendah, kemudian akan berubah meninggi. Maka siapa yang telah terpengaruh oleh Pat Liong Thian Im, pasti akan muntah darah dan binasa. Tong Hong Pek bertiga telah menyamar. Oey Sim Tit tidak mengenali mereka, namun berpikir, mereka bertiga berani menyelinap ke dalam istana Ci Cun Kiong, bahkan tidak mau berlutut, tentunya bukan orang biasa.

"Ayah berhenti dulu, lihat siapa mereka bertiga!" katanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar