Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 55

Nau Hu Hiat merupakan jalan darah yang umat penting! Begitu merasa jalan darah tersebut telah ditekan orang, sudah tentu Hek Sin Kun tidak berani bergerak karena dirinya telah dikuasai orang! Saat ini Hek Sin Kun menganggap orang yang menguasai dirinya pasti adalah Cit Sat Sin Kun atau Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Dia justru tidak mengira bahwa yang menguasainya adalah Lu Leng!

Setelah tertegun sejenak, barulah ia bertanya, "Sobat! Siapa... kau?"

Saat itu pun Tam Goat Hua sudah melesat menghampiri. Ketika melihat siapa yang berdiri di belakang Hek Sin Kun, gadis itu pun bergirang dalam hati. "Ternyata kau!"

Lu Leng menyahut, "Tidak salah! Kakak Goat, aku tidak apa-apa!"

Begitu Lu Leng membuka mulut, tahulah Hek Sin Kun siapa yang telah menguasai dirinya. Karena itu dia segera berkata, "Lu Leng, kau adalah pendekar muda yang gagah perkasa! Bagaimana kau begitu tega membokong orang? Cepat lepaskan tanganmu!"

Lu Leng menyahut dengan dingin, "Biar bagaimana pun masih tidak lebih rendah dari pada orang yang rela jadi budak Liok Ci Khim Mo!"

Hek Sin Kun gusar bukan main, namun tidak berani melampiaskannya. Hek Sin Kun tertawa kering seraya berkata, "Kau telah memberiku kesempatan untuk masuk ke terowongan mengambil benda mustika, mengapa kini mengingkarinya?"

Lu Leng menyahut dengan dingin, "Siapa yang ingkar janji? Aku berjanji dalam waktu setahun, apakah kini sudah sampai waktunya?"

Sesungguhnya ketika melihat Lu Leng, Tam Goat Hua ingin memberitahukannya tentang jejak Panah BuIu Api, lalu akan segera meninggalkannya. Tapi ketika mendengar pembicaraan mereka menyinggung tentang Terowongan Rahasia, ia jadi terkesiap dan bertanya, "Adik Leng, kalian membicarakan apa?"

Hek Sin Kun tidak menunggu Lu Leng menjawab pertanyaan Tam Goat Hua, cepat-cepat ia berkata, "Kalau saat ini kau membunuhku, setelah memperoleh benda mustika dan tidak kau serahkan padaku, bukankah kau telah ingkar janji?"

Lu Leng berkata dengan dingin, "Aku akan merawat baik-baik mayatmu. Setelah kuperoleh benda mustika yang kau inginkan itu, akan kutaruh di tanganmu!"

Wajah Hek Sin Kun berubah. Ia berkata dengan suara terputus-putus, "Jangan... jangan bergurau!"

Tam Goat Hua maju selangkah serta berkata dengan sungguh-sungguh, "Adik Leng, apakah yang kalian bicarakan itu adalah Terowongan Rahasia yang dibuat kakek luarku? Bagaimana kau dapat melewati Terowongan Rahasia itu? Juga berdasarkan apa kau akan memasuki Terowongan Rahasia untuk mengambil benda mustika di situ dan kemudian kau serahkan kepadanya?"

Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian memberitahukan, "ltu kejadian lampau. Aku tertangkap olehnya. Dia berjanji akan melepaskan aku asal aku mau mengabulkan permintaannya!"

Hek Sin Kun segera menyambung, "Lu Leng... orang gagah tidak akan melupakan budi. Cepatlah kendurkan tanganmu!"

Tam Goat Hua memandang Hek Sin Kun dengan penuh kebencian. Ia berkata dengan ketus, "Kau juga berani menyinggung kata ‘Orang Gagah’?"

Hek Sin Kun manggut-manggut. "Betul! Betul! Aku memang tidak pantas mengatakan itu!"

Tam Goat Hua menarik nafas, dalam hati amat memandang hina padanya!

Hek Sin Kun berkata lagi, "Saudara-kecil Lu, masih belum mau melepaskan tangan mu?"

Tam Goat Hua cepat-cepat berkata, "Jangan melepaskan tanganmu, adik Leng! Aku pernah dengar Terowongan Rahasia itu berjumlah empat puluh sembilan, lihaynya bukan main! Tiada seorang pun yang mampu melewatinya!"

Lu Leng menghela nafas. "Kakak Goat, aku telah menyanggupinya, terpaksa aku harus pergi mencoba!"

Tam Goat Hua tertawa dingin. "Mengapa harus pergi menempuh bahaya demi dia? Hek Sin Kun, kalau kau menghendaki Lu Leng melepaskanmu, kau harus membatalkan perjanjian itu!"

Hek Sin Kun menyahut, "Orang gagah satu patah kata, kuda jempolan satu pecutan...."

Sebelum Hek Sin Kun menyelesaikan ucapannya, Tam Goat Hua sudah maju selangkah. Mendadak ia membentak nyaring sekaligus mengangkat sebelah tangannya. Telapak tangannya sudah menempel di dada Hek Sin Kun dan berkata perlahan-lahan, "Kalau tidak, walau dia melepaskanmu tapi aku pasti tidak akan melepaskanmu!"

Betapa gusarnya Hek Sin Kun dalam hati. Ia kertakkan gigi seraya berkata sengit, "Goat Hua! sungguh bagus kau!"

Tam Goat Hua mengerahkan lweekang-nya. Hek Sin Kun juga menghimpuan hawa murninya untuk melawan, tapi jalan darah yang di dadanya telah dikuasai Tam Goat Hua, maka seketika dia merasa matanya berkunang-kunang!

Tam Goat Hua bertanya mendesak, "Kau kabulkan tidak?"

Hek Sin Kun berpikir, dari pada sekarang mati di tangan mereka, lebih baik mengiyakan saja. Ia lalu menyahut, "Baik! Baik! Dulu aku dan Lu Leng pernah mengadakan suatu perjanjian, saat ini dibatalkan!"

Tam Goat Hua melepaskan tangannya seraya berkata pada Lu Leng, "Adik Leng, biar dia pergi! Aku akan bicara sejenak denganmu!"

Lu Leng langsung mendorong Hek Sin Kun, membuatnya terdorong ke depan hingga jatuh. Hek Sin Kun cepat-cepat bangun, lalu melesat pergi! Setelah beberapa depa jauh, Hek Sin Kun berkata dengan sengit sekali, "Gadis busuk, jika kau terjatuh ke tanganku lagi, aku pun tidak perduli adanya hubungan famili!"

Tam Goat Hua bersiul panjang, bersikap seakan-akan ingin mengejarnya. Hek Sin Kun terkejut sekali dan langsung kabur terbirit-birit. Setelah Hek Sin Kun kabur, Tam Goat Hua pun berkata pada Lu Leng,

"Mungkin dia akan membawa orang kemari, kita harus cepat- cepat pergi!"

Tadi Lu Leng mendengar Tam Goat Hua ingin bicara sejenak dengannya, hal ini membuat Lu Leng amat bergirang dalam hati! Karena biasanya begitu bertemu Lu Leng, dia pasti langsung pergi tanpa pamit! Kini dia ingin bicara sejenak, apakah... Tam Goat Hua sudah mencintainya? Tapi Lu Leng tahu jelas, itu merupakan hal yang mustahil! Tam Goat Hua ingin bicara dengannya sejenak, pasti merupakan kabar buruk! Oleh karena itu hati Lu Leng pun menjadi cemas.

Mereka berdua terus melesat pergi, tak lama sudah melesat tiga puluh mil lebih, barulah Tam Goat Hua berhenti seraya berkata,

"Adik Leng, kau tidak bertemu Tiat Sin Ong?"

Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala.

Tam Goat Hua menghela nafas panjang, lalu memberitahukan, "Tiat Sin Ong sudah meninggal di gunung Go Bi San!"

Mendengar itu wajah Lu Leng langsung berubah. "Kalau begitu, mengenai jejak Panah Bulu Api akan menjadi teka teki selamanya?"

Tam Goat Hua menyahut, "ltu sih tidak, hanya hampir serupa!"

Lu Leng tercengang. Dia menatap Tam Goat Hua seraya bertanya, "Kakak Goat, apa artinya?"

Tam Goat Hua memberitahukan, " Sebelum Tiat Sin Ong menarik nafas penghabisan, dari mulutnya aku masih sempat mengetahui jejak Panah Bulu Api itu! Walau pun tahu, tetapi tiada gunanya juga!"

Lu Leng segera bertanya, "Mengapa bisa begitu? Apa sebabnya?"

Tam Goat Hua tertawa getir. Ia menyahut, "Tiat Sin Ong memberitahukan bahwa ketujuh batang Panah Bulu Api itu diberikan kepada Thian Sun Sianjin! Cobalah kau pikir, Thian Sun Sianjin sudah mati, bagaimana mungkin mencari ketujuh batang Panah Bulu Api itu?"

Mendengar apa yang dikatakan Tam Goat Hua, Lu Leng jadi tertegun. Dia terus berpikir.

Tam Goat Hua bertanya dengan heran, "Kenapa kau?"

Lu Leng tidak menyahut, lama sekali barulah berkata dengan suara dalam, "Kakak Goat, aku sudah tahu Panah Bulu Api berada di mana!"

Tam Goat Hua terkejut sekali, cepat-cepat dia bertanya, "Bagaimana kau tahu berada di mana?"

Lu Leng menyahut, "Pasti berada di pulau Hek Ciok To!"

Tam Goat Hua berkata, "Seandainya Panah Bulu Api berada di pulau Hek Ciok To, kau berada di pulau itu selama beberapa tahun, tetapi mengapa kau tidak menemukan Panah Bulu Api itu?"

Lu Leng menyahut, "Kini aku baru ingat. Thian Sun Sianjin meninggalkan tulisan di dinding goa, memberitahukan bahwa dia memiliki tiga macam barang pusaka di pulau itu. Aku hanya menemukan dua macam, yaitu ilmu Kim Kong Sin Ci dan Ranjang Giok Dingin! Ketika itu aku juga mencari barang pusaka ke tiga, namun karena tidak berhasil menemukannya maka aku pun tidak mencari lagi! Kini setelah kupikir, barang pusaka ke tiga itu pasti adalah Panah Bulu Api!"

Tam Goat Hua berkata, "Berapa luasnya pulau Hek Ciok To itu? Mengapa kau tidak berhasil menemukannya?"

Lu Leng menyahut, "Pada waktu itu aku tidak begitu menaruh perhatian, hanya asal cari saja! Kalau perkataan Tiat Sin Ong tidak keliru, sudah pasti Panah Bulu Api berada di pulau Hek Ciok itu!"

Tam Goat Hua berkata dengan yakin, "Tentunya Tiat Sin Ong tidak akan membohongiku!"

Lu Leng berkata, "Kakak Goat, kita berangkat bersama. Mungkin masih keburu pulang ke Tionggoan, sebelum pertemuan tahun depan!"

Tam Goat Hua membalikkan badannya seraya berkata, "Kau pergi seorang diri saja! Tidak perlu mengajakku!"

Lu Leng amat kecewa dalam hati. Ia memandang punggung Tam Goat Hua dan berkata, "Kakak Goat, kini kita sudah tahu Panah Bulu Api berada di mana! Kalau aku seorang diri berada di laut, bila sampai terjadi kecelakaan, bukankah tidak bisa kembali? Kakak Goat, dulu kau setuju bersamaku mencari keempat orang buta itu, mengapa kali ini kau justru tidak mau? Padahal urusan sudah kelihatan hampir sukses, lho!"

Apa yang dikatakan Lu Leng memang menyentuh hati. Tam Goat Hua menengadahkan kepala memandang angkasa sambil berpikir. Kalau sekarang berlayar ke pulau Hek Ciok To, pulang-pergi akan membutuhkan waktu beberapa bulan. Dalam beberapa bulan ini tentunya ia akan berduaan dengan Lu Leng di dalam satu perahu, itu sungguh tidak baik. Namun permintaan Lu Leng sangat masuk di akal, sehingga sulit untuk menolaknya.

Setelah berpikir sejenak barulah Tam Goat Hua berkata perlahan-lahan, "Baik, aku mengabulkan permintaanmu!"

Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Lu Leng. Tanpa sadar dia menggenggam tangan Tam Goat Hua erat-erat. "Kakak yang baik...."

Tam Goat Hua segera mengibaskan tangannya seraya berkata, "Adik Leng...."

Lu Leng mendongakkan kepala, melihat wajah Tam Goat Hua dingin sekali dan tersirat pula kegusarannya, membuat Lu Leng mengucurkan keringat dingin. Segera ia berkata, "Kakak Goat, kau sudah menjanjikan. Jangan tidak pergi, lho!"

Tam Goat Hua tertawa sedih, "Adik Leng, aku sudah berjanji, tentunya aku harus pergi!"

Barulah Lu Leng menarik nafas Iega.

Tam Goat Hua berkata, "Berlayar di laut, hanya kita berdua! Dapatkah kau mengabulkan permintaan yang kuajukan?"

Lu Leng bertanya, "Permintaan apa?"

Tam Goat Hua memberitahukan, "Dalam perjalanan nanti, kau harus menjaga jarak satu depa dari diriku!"

Lu Leng terbelalak. "Ini...."

Tam Goat Hua menegaskan, "Apabila kau tidak mau berjanji, aku tidak akan pergi bersamamu! Seandainya di dalam perahu kau tidak mentaati permintaanku ini, maka aku akan mencebur ke laut!"

Mendengar itu, Lu Leng cepat-cepat berkata, "Aku pasti berjanji!” Kemudian Lu Leng menghela nafas panjang dan melanjutkan, "Kakak Goat, mengapa harus begitu menyusahkan diri?"

Tam Goat Hua menyahut perlahan, "Adik Leng, seharusnya kau sudah tahu, mengapa harus bertanya lagi?"

Lu Leng manggut-manggut, lalu melanjutkan perjalanan.

Dulu Lu Leng dan Han Giok Shia sampai ke pulau Hek Ciok To karena mereka berdua bertarung di atas perahu dari sungai Huang Ho menuju ke laut hingga terdampar di pulau Hek Ciok To. Maka Lu Leng tidak tahu harus berlayar ke arah mana agar bisa sampai di pulau Hek Ciok To. Oleh karena itu dia dan Tam Goat Hua berunding, akhirnya sepakat menuju ke sungai Huang Ho. Mereka berdua akan berlayar dari sungai tersebut menuju ke laut.

Mereka segera melanjutkan perjalanan menuju ke sungai Huang Ho. Tujuh delapan hari kemudian mereka sudah tiba di tempat tujuan. Segera mereka bertanya kepada para nelayan di situ tentang pulau Hek Ciok To, akan tetapi berturut-turut dua hari tiada seorang nelayan pun yang tahu mengenai pulau tersebut. Ternyata para nelayan di tempat itu, tiada seorang pun yang pernah berlayar sampai ke pulau itu. Ternyata di sekitar pulau Hek Ciok To sering terjadi angin dan hujan badai, perahu yang sampai di sekitar sana pasti tenggelam seperti halnya dengan Lu Leng dan Han Giok Shia.

Perahu yang mereka tumpangi itu tenggelam diamuk hujan badai, untung mereka tidak mati, hanya terdampar ke pulau itu. Seandainya mereka berdua tidak berkepandaian tinggi, sudah pasti akan mati ditengah laut! Karena itu kalau pun ada nelayan yang pernah sampai di pulau tersebut, mereka juga belum tentu bisa kembali dalam keadaan hidup. Maka Lu Leng dan Tam Goat Hua tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari nelayan disana.

Apa boleh buat, mereka terpaksa harus membeli sebuah perahu, namun tiada seorang nelayan pun yang mau membantu mereka berlayar ke pulau Hek Ciok To. Terpaksa mereka berlayar berdua. Mereka segera menaikkan layar dan perahu itu pun mulai melaju di sungai Huang Ho. Setelah sampai di laut, Tam Goat Hua dan Lu Leng tidak bisa berbuat apa-apa, hanya pasrah pada hembusan angin saja. Lu Leng berdiri di geladak perahu memandang ke arah laut, teringat pada saat bertarung dengan Han Giok Shia di perahu dan lain sebagainya. Tak terasa sudah berlalu beberapa tahun, tapi seakan baru terjadi kemarin....

Dia berdiri sejenak di situ, kemudian menoleh ke belakang. Tidak terlihat adanya Tam Goat Hua di geladak itu, namun di dalam perahu sudah tampak sinar lampu menerobos ke luar. Lu Leng segera berkelebat kesana. Ketika sampai di depan pintu perahu dan baru mau melangkah masuk, mendadak terdengar Tam Goat Hua berkata,

"Adik Leng, sudah lupa akan apa yang telah kau janjikan?"

Lu Leng menghela nafas mendengar itu. "Kakak Goat, apakah aku tidak boleh masuk ke dalam?" sahutnya.

Tam Goat Hua berkata, "Tentu boleh! Tapi harus tunggu aku keluar dulu, barulah kau boleh masuk kemari!"

Sesungguhnya Lu Leng ingin bicara banyak dengan Tam Goat Hua. Saat ini mereka berdua berada di tengah laut, ini merupakan kesempatan yang amat baik baginya untuk mencurahkan isi hatinya, namun Tam Goat Hua justru tidak memperbolehkan dia mendekatinya!

Lu Leng berkata, "Kalau begitu aku tidak masuk! Kakak Goat, banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu!"

Tam Goat Hua menyahut, "Adik Leng, setelah melakukan perjalanan siang dan malam, apakah kau tidak merasa lelah? Mumpung belum ada gelombang, lebih baik kau beristirahat saja!"

Lu Leng memandang Tam Goat Hua lama sekali, kemudian menghela nafas. Lu Leng kembali ke geladak perahu dan memandang laut nan luas dengan hati duka, tak tertahan air mata pun meleleh. Setelah beberapa saat duduk di geladak dan terkena hembusan angin laut, akhirnya Lu Leng tertidur pulas.

Ketika mendusin, sang surya sudah bergantung di atas. Terlihat pula Tam Goat berdiri di depan pintu perahu. Begitu melihat Lu Leng mendusin, dia pun segera berkata,

"Nasi sudah matang, kau boleh makan di dalam!"

Lu Leng ingin mendekatinya, tapi khawatir Tam Goat Hua menjadi gusar. Akhirnya dia masuk ke dalam perahu dan makan secepatnya, lalu kembali ke geladak.

Tam Goat Hua berkata, "Waktu itu, sebelum sampai dipulau Hek Ciok To, kira-kira berapa hari kau terombang ambing di laut?"

Lu Leng berpikir sejenak, kemudian menyahut, "Dihitung dari ketika berada di laut, kira-kira dua hari satu malam!"

Tam Goat Hua manggut-manggut, tidak bicara Iagi.

Entah berapa kali Lu Leng mengajaknya bercakap-cakap, namun Tam Goat Hua sama sekali tidak mau membuka mulut. Akhirnya Lu Leng terpaksa diam juga. Satu hari sudah lewat. Ketika menjelang malam, langit tertutup oleh awan tebal, tapi masih tampak cahaya matahari yang menyorot ke luar dari celah-celah awan tebal itu sehingga membuat pemandangan jadi indah bukan main!

Saat ini barulah Tam Goat Hua membuka mulut dan berkata, "Kalau tidak salah, malam ini seharusnya sudah berada di sekitar pulau Hek Ciok To! Akan tetapi awan tebal itu mulai berubah hitam, malam ini kita harus memperhatikan dengan seksama!"

Lu Leng mengangguk dan memberitahukan, "Di pulau Hek Ciok To terdapat sepasang puncak menembus awan! Bagaimana kalau kita masing-masing melihat dari sisi perahu yang berbeda?"

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Baik!"

Disaat bersamaan langit semakin hitam, kilat menyambar-nyambar dan geledek pun mulai menggelegar. Kelihatannya tidak lama lagi akan terjadi hujan badai. Walau saat ini permukaan laut masih tampak tenang, tapi perahu itu sudah mulai bergoyang-goyang. Lu Leng dan Tam Goat Hua berdiri di sisi kiri dan sisi kanan geladak perahu, mereka melihat ke depan dengan penuh perhatian.

Berselang beberapa saat kemudian, di empat penjuru sudah berubah menjadi gelap sekali, terdengar pula suara menggelegar-gelegar di ujung laut. Tak lama suara menderu-deru pun menyusul, bagaikan ribuan kuda sedang berpacu. Tampak pula kilat menyambar-nyambar tak henti-hentinya. Di saat kilat menyambar, terlihat ombak yang setinggi gunung mengarah perahu itu.

Betapa terkejutnya Lu Leng. Segera ia berteriak-teriak, "Kakak Goat, ombak datang...."

Belum juga usai teriakannya, sudah terdengar suara gelegar. Ombak itu telah menyambar! Seketika mata Lu Leng tidak dapat melihat apa-apa, telinga pun tidak mendengar apa-apa pula. Ia hanya merasa badannya tenggelam dan terus tenggelam. Berselang sesaat barulah Lu Leng tersentak sadar. Lu Leng langsung menghirup udara, tetapi air laut yang masuk ke dalam mulutnya. Barulah Lu Leng menyadari bahwa badannya berada di dalam air. Segera Lu Leng menggerakkan sepasang kakinya agar badannya meluncur ke atas. Tak lama sampailah dia di permukaan laut yang masih tetap gelap gulita dan terdengar suara menderu-deru, kilat pun tetap menyambar-nyambar tak henti-hentinya.

Lu Leng menengok kesana kemari, perahu itu sudah tidak tampak lagi, bahkan juga tidak tahu Tam Goat Hua berada di mana! Lu Leng langsung berteriak-teriak. Kini lweekang-nya sudah tinggi sekali, maka suara teriakannya menembus suara yang menderu-deru itu hingga beberapa mil jauhnya. Ternyata dia berteriak-teriak memanggil Tam Goat Hua! Tiada sahutan sama sekali! Lu Leng berusaha berenang, namun sebuah ombak besar menindihnya.

Berulang kali Lu Leng mengalami hal itu. Terakhir kali ketika kilat menyambar, dia melihat suatu benda terapung-apung ke arahnya. Lu Leng segera memeluk benda tersebut yang ternyata adalah tiang layar. Seketika hatinya jadi dingin! Karena itu berarti ombak besar yang datang tadi telah menghancurkan perahu yang mereka tumpangi. Dia terjatuh ke laut. Entah berapa lama lagi dia masih bisa bertahan, Lu Leng tidak mengetahuinya. Dan bagaimana dengan Tam Goat Hua? Sudah pasti dia tidak akan terapung dipermukaan laut, jangan-jangan sudah mati di dasar Iaut....

Lu Leng tidak berani berpikir lagi, dia terus memeluk tiang layar itu sambil melawan ombak! Beberapa lama kemudian permukaan laut perlahan-lahan mulai tenang, juga tidak terdengar lagi suara yang menderu-deru. Lu Leng menghimpun hawa murninya, kemudian berteriak sekeras-kerasnya memanggil Tam Goat Hua,

"Kakak Goat! Kakak Goat! Kakak Goat...!"

Setelah berteriak berulang kali barulah Lu Leng berhenti, namun sama sekali tidak terdengar suara sahutan. Berselang beberapa saat sang surya mulai merayap ke atas, di ufuk timur dari permukaan laut. Lu Leng menengok kesana kemari. Hanya tampak langit bersambung dengan laut, tidak terlihat sebuah pulau kecil pun, lebih-lebih sepasang puncak yang menembus awan! Lu Leng terus terapung di permukaan laut.

Dia pun mulai putus asa karena tidak melihat bayangan Tam Goat Hua. Tanpa sadar dia berteriak-teriak lagi memanggilnya. Lu Leng berharap akan mendengar suara sahutan! Akan tetapi tetap sunyi senyap tak terdengar suara apa pun! Itu membuatnya menangis terisak-isak dan air mata pun berderai-derai. Tak lama hari pun mulai gelap perlahan-lahan, sementara Lu Leng terus terapung di permukaan laut. Berselang sesaat, mendadak kakinya menyentuh batu karang! Betapa girangnya Lu Leng sebab dia bisa beristirahat.

Dia pun segera menengok kesana kemari, ternyata di situ penuh dengan batu karang. Tampak berbagai macam ikan berenang di situ, bahkan terdapat pula beberapa ekor kura-kura besar berenang di situ. Lu Leng pernah tinggal di pulau Hek Ciok To, maka dia tahu di dalam tubuh kura-kura besar itu terdapat air yang bisa diminum! Dia segera membunuh seekor kura-kura itu dengan golok pusakanya, lalu minum air yang ada di dalam tubuh kura-kura tersebut! Setelah itu dia duduk di atas sebuah batu karang besar.

Kebetuan malam ini bulan bersinar agak terang. Dia bangkit berdiri sambil menengok ke empat penjuru laut. Berselang beberapa saat, tampak beberapa buah papan perahu terapung ke arahnya. Lu Leng segera mengumpulkan papan-papan perahu itu, diselipkan pada celah-celah batu karang. Kemudian dia duduk kembali di atas batu karang besar sambil menunggu, ternyata dia berharap Tam Goat Hua akan muncul di situ! Tetapi sia-sia dia menunggu semalaman.

Keesokan harinya dia membunuh seekor kura-kura lagi untuk minum air di tubuh kura-kura itu. Kali ini dia pun menyantap daging kura-kura agar tidak kelaparan, lalu berbaring di atas papan-papan perahu. Tak lama dia pun pulas. Entah berapa lama kemudian dia merasa papan-papan perahu itu tergoncang sehingga membuatnya mendusin. Ketika membuka matanya, dia menjadi terbelalak dan nyaris mengira dirinya berada dalam mimpi, bukan merupakan hal yang nyata! Temyata dicelah-celah batu karang terdapat sebuah papan perahu lain dan tampak seseorang tergeletak di atas papan perahu itu, seseorang itu adalah Tam Goat Hua!

Papan perahu itu amat besar dan lebar. Sepasang rantai besi di lengan gadis tersebut melingkar melilit papan perahu itu. Wajah Tam Goat Hua pucat pias, entah dia masih hidup atau sudah mati. Lu Leng cepat-cepat meloncat ke atas papan perahu itu sekaligus memeriksa pernafasan Tam Goat Hua. Legalah hati Lu Leng karena gadis itu masih bernafas, hanya amat lemah.

Dia segera membunuh dua ekor kura-kura, mengambil air di tubuh kedua ekor kura-kura itu. Diangkatnya badan Tam Goat Hua, lalu membasahi kepala gadis itu dengan air yang diambil dari tubuh kura-kura. Berselang beberapa saat, bibir Tam Goat Hua mulai bergerak, kemudian mulutnya terbuka. Lu Leng cepat-cepat menuang air itu ke dalam mulutnya. Setelah meneguk beberapa kali, mata Tam Goat Hua dengan perlahan-lahan mulai terbuka.

Tam Goat Hua memandang Lu Leng dengan tertegun, lama sekali barulah dia berkata dengan suara rendah, "Adik Leng, apakah kita bertemu di dasar laut?"

Lu Leng menggelengkan kepala seraya menyahut, "Bukan...."

Saat ini masih belum bisa dipastikan apakah mereka berdua sudah lolos dari bahaya atau tidak. Tapi Lu Leng sudah bisa bertemu dengan Tam Goat Hua, membuat hatinya menjadi sangat senang sekali. Saking girangnya sampai-sampai air matanya meleleh. Tam Goat Hua ingin duduk, namun Lu Leng tidak mau melepaskan tangannya.

Terdengar Lu Leng berkata, "Kakak Goat, kini kita sudah tidak berada di atas perahu, apakah kau masih menghendaki aku tidak mendekatimu?"

Tam Goat Hua berkata, "Adik Leng, cepat lepaskan tanganmu!"

Lu Leng menghela nafas panjang. Perlahan-lahan dia melepaskan tangannya, lalu bangkit berdiri dan menengok keempat penjuru!

Tam Goat Hua juga sudah bangkit berdiri, dia pun menengok kesana kemari, barulah diketahui bahwa dirinya berada di atas batu karang. Tak terasa air-matanya pun meleleh, ia berkata perlahan-lahan, "Adik Leng, aku kira sulit bertemu kau lagi!"

Lu Leng memberitahukan, "Aku memanggilmu semalaman, kau tidak mendengarnya?"

Tam Goat Hua menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku mendengarnya?"

Mereka saling memandang, tanpa sadar mereka berdua saling merangkul! Tetapi mendadak Tam Goat Hua menjulurkan sepasang tangannya untuk mendorong sehingga Lu Leng terdorong ke laut! Ketika melihat Lu Leng jatuh ke laut, Tam Goat Hua pun merasa tidak enak dalam hati, segera ia bertanya,

"Kau tidak apa-apa?"

Lu Leng merayap ke atas batu karang, tampak wajahnya berseri- seri, "Kakak Goat, kau...."

Teringat akan sikapnya tadi, wajah Tam Goat Hua langsung memerah dan cepat-cepat membalikkan badannya. Tadi karena senangnya bisa bertemu kembali dengan Lu Leng, tanpa sadar Tam Goat Hua saling merangkul dengan Lu Leng. Akan tetapi setelah rasa girang itu sirna, perasaan dalam hatinya pun kembali seperti semula! Dia tahu sikapnya tadi akan membuat Lu Leng salah paham, sebab orang yang amat dicintainya adalah Giok Bin Sin Kun-Tong Hok Pek, bukan Lu Leng yang berada di hadapannya!

Usia Lu Leng lebih muda darinya, maka Tam Goat Hua menganggapnya sebagai adik sendiri. Kini Lu Leng bukan anak kecil lagi, dia sudah cukup dewasa! Karena itu dia segera mendorong Lu Leng hingga terjatuh ke laut. Namun begitu teringat olehnya akan kejadian bahwa mereka saling merangkul, otomatis membuat wajahnya memerah dan tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya.

Sedangkan hati Lu Leng terus berdebar-debar tegang. Dia maju selangkah seraya berkata, "Kakak Goat, walau kita berdua belum tahu dapat lolos dari bahaya atau tidak, tapi sama-sama terdampar disini boleh dikatakan merupakan takdir!"

Tam Goat Hua bertanya, "Adik Leng, apa maksud ucapanmu itu?"

Saking girang Lu Leng menyahut dengan suara tergetar-getar, "Kakak Goat, ketika masih muda aku sudah bersumpah akan memperisterimu! Tapi waktu itu aku cuma tahu bahwa amat gembira bila berada bersamamu, sama sekali tidak tahu apa itu cinta! Setelah tinggal tiga tahun di pulau Hek Ciok To, diriku pun mulai tumbuh besar dan barulah tahu...."

Ketika Lu Leng kembali ke Tionggoan, dia justru mendengar kabar berita tentang pernikahan Tam Goat Hua dengan Tong Hok Pek. Selanjutnya walau Lu Leng juga tiba di Cing Yun Ling di gunung Go Bi San, namun tiada kesempatan baginya untuk mencurahkan isi hatinya pada Tam Goat Hua. Kemudian gara-gara Liok Ci Khim Mo yang mengakibatkan timbulnya kejadian hubungan intim Lu Leng dengan Tam Goat Hua, sehingga membuat Tam Goat Hua berduka dan merasa malu serta tidak mau bertemu siapa pun! Kini Lu Leng dan Tam Goat Hua terdampar di situ, barulah Lu Leng berkesempatan mencurahkan isi hatinya pada Tam Goat Hua. Hanya mengutarakan beberapa patah kata, air mata pun sudah mulai berderai-derai.

Tam Goat Hua berkata dengan suara rendah, "Adik Leng, kau tidak usah mengatakannya, aku... aku sudah tahu semua itu!"

Lu Leng menggelengkan kepala. "Tidak, kakak Goat! Kau tidak tahu bagaimana penderitaanku dalam hati, dengarkanlah!"

Tam Goat Hua menghela nafas, memalingkan kepalanya memandang ke arah laut nan biru.

Lu Leng berkata, "Ketika aku berada di pulau Hek Ciok To, siang malam aku terus merindukanmu! Setelah aku meninggalkan pulau itu, rasanya ingin sekali terbang ke arahmu! Di saat aku mendengar berita tentang pernikahanmu, hatiku amat berduka sekali, sulit diuraikan dengan kata-kata!"

Berkata sampai disini Lu Leng berhenti sejenak, sedangkan Tam Goat Hua mengucurkan air mata.

"Adik Leng, kau jangan menyalahkanku! Aku memang jatuh cinta padanya. Lagi-pula ketika aku berpisah denganmu, usiamu masih kecil. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan hatimu."

Lu Leng memberitahukan, "Pada waktu itu, aku menyalahkan engkau dan amat membencimu! Namun begitu tiba di Cing Yun Ling, aku pun tidak membencimu lagi karena aku lihat kau sungguh-sungguh mencintai suhuku!"

"Kau mengerti tentang itu, aku pun berlega hati!" kata Tam Goat Hua.

"Padahal hatiku telah beku dan mati, hanya meratapi nasibku yang tidak beruntung! Mungkin saat itu nona Toan dapat menghilangkan rasa duka dalam hatiku!" Lu Leng menghela nafas panjang, lalu melanjutkan, "Akan tetapi, kakak Goat, kejadian di Cing Yun Ling itu telah menyebabkan dirimu menderita, sebaliknya membuat diriku semakin mencintaimu!"

Tam Goat Hua menundukkan kepala, tidak berkata apa-apa! Namun air matanya terus berlinang-linang membasahi kedua pipinya.

Lu Leng memandangnya seraya berkata lagi, "Kakak Goat, aku tahu kau mencintai suhuku. Setelah kejadian itu hatimu pun terpukul hebat, tapi kau tetap tidak bisa mencintaiku! Kau tidak bisa berubah menghadapi kenyataan?"

Tam Goat Hua tertawa getir. "Adik Leng, lebih mudah untuk membicarakannya, tapi sulit dilakukan!"

Lu Leng menjulurkan tangannya, menggenggam erat-erat tangan Tam Goat Hua dan berkata, "Kakak Goat, biar bagaimana pun kau harus mencobanya. Kita berdua terdampar di sini sudah merupakan takdir, tiada orang lain yang akan ke mari mengganggu kita!"

Tam Goat Hua mendongakkan kepala. "Adik Leng, kau bicara apa?! Kau sudah tidak mau membalas dendam kedua orang-tuamu? Tidak mau mencari Panah Bulu Api lagi untuk membasmi Liok Ci Khim Mo?"

Lu Leng menghela nafas panjang seraya menyahut, "Kakak Goat, terus terang! Apabila kali ini terdampar di suatu pulau kosong, aku sungguh tidak akan mempedulikan apa pun, hanya ingin tetap bersamamu seumur hidup!"

Mendengar perkataan Lu Leng, Tam Goat Hua kaget sekali sampai tak dapat berkata-kata! Gadis itu tahu, Lu Leng amat membenci Liok Ci Khim Mo, entah sudah berapa kali nyaris mati hanya karena ingin membunuh Liok Ci Khim Mo. Tapi kini dia justru berkata seperti itu, dari sini dapat diketahui betapa dalam cintanya terhadap Tam Goat Hua! Berpikir sampai di situ, hati gadis itu pun bertambah kacau! Mereka berdua terdiam.

Berselang sesaat barulah Lu Leng berkata, "Kakak Goat, bagaimana menurutmu?"

Tam Goat Hua menyahut, "Aku pun tidak tahu harus bagaimana baiknya!"

"Kakak Goat, bagaimana deritanya hati suhuku, aku juga tahu! Namun beliau justru rela menyatukan kita, kakak Goat! Kini kau begini macam, bukankah akan membuat hati suhuku bertambah menderita?"

Air mata Tam Goat Hua meleleh Iagi, lama sekali barulah berkata perlahan-lahan, "Adik Leng, hatiku kacau sekali! Lebih baik kita jangan membicarakan hal tersebut! Bagaimana?"

Lu Leng memandangnya, kemudian mengangguk dan berkata, "Baik! Memang sebaiknya kita cari jalan untuk meninggalkan tempat ini!"

Tam Goat Hua bertanya, "Bagaimana kita meninggalkan tempat ini?"

"Aku berada di sini sepertinya tahu kau akan terapung kemari, maka aku terus menerus memandang ke empat penjuru! Akhirnya aku menyadari satu hal, yaitu semua kura-kura besar yang berenang ke mari kemungkinan besar dari arah timur, aku yakin di arah timur terdapat daratan! Bagaimana kalau kita menggunakan kura-kura besar itu untuk menarik papan perahu menuju ke arah timur? Lebih baik berada di pulau kosong dari pada disini!"

"Setelah berada di pulau kosong, kau pun tidak berniat meninggalkan pulau kosong itu?"

Lu Leng tertawa sedih. "Tentu berniat, namun tetap harus tinggal beberapa waktu di pulau kosong itu!"

Tam Goat Hua berpikir sejenak. Perkataan Lu Leng justru membuat hatinya semakin kacau balau!

Lu Leng memandangnya seraya berkata, "Kau beristirahat dulu, biar aku menangkap beberapa ekor kura-kura besar!"

"Mengapa aku harus beristirahat? Lebih baik kita turun tangan sekarang!"

"Kakak Goat, kali ini biar bagaimana pun sepasang rantai yang ada di lenganmu harus diputuskan. Kita menggunakan rantai itu untuk mengikat kura-kura besar agar menarik papan perahu menuju ke arah timur!"

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Pergunakanlah golok pusaka Su Yang To-mu itu!"

Lu Leng mengangguk, lalu menarik sepasang rantai yang melilit di lengan Tam Goat Hua. Setelah itu ia mengangkat golok pusaka tersebut dan berkata, "Kakak Goat, aku harap setelah sepasang rantai ini putus, semua urusan yang terganjel dihatimu pun akan sirna dengan sendirinya!"

Tam Goat Hua tertawa. "Adik Leng, sejak kapan kau belajar berkata macam-macam?"

Lu Leng menyahut sungguh-sungguh, "Kakak Goat, aku berkata sesungguhnya, bukan berkata macam-macam!"

Tam Goat Hua tahu, kalau dia melanjutkan Lu Leng pasti akan berbicara terus, maka dia langsung diam. Sedangkan Lu Leng segera mengayunkan golok pusaka Su Yang To, seketika terdengar suara.

"Trang! Trang!"

Kedua rantai itu putus bersamaan, namun ujung rantai besi itu masih melekat pada pergelangan tangan Tam Goat Hua, belum bisa diputuskan. Lu Leng mengambil kedua rantai besi, kemudian diikat pada ujung papan perahu. Setelah itu dia pun melubangi ujung belakang batok dua ekor kura-kura besar, lalu ujung rantai besi diikat di situ. Yang terakhir Lu Leng dan Tam Goat Hua pun membunuh beberapa ekor kura-kura besar, untuk mengambil air dan dagingnya sebagai bahan minuman dan makanan nanti!

Hari sudah mulai gelap ketika mereka selesai mengerjakan semuanya. Mereka berdua segera duduk di atas papan perahu, sedangkan kedua ekor kura-kura besar itu pun mulai berenang meninggalkan batu karang itu. Ketika tengah malam, mendadak Tam Goat Hua berseru sambil menunjuk ke depan.

"Adik Leng, lihatlah!"

Lu Leng segera memandang ke depan. Tampak sebuah bayangan hitam disana, kelihatannya seperti sebuah pulau kecil! Lu Leng nyaris berjingkrak saking girangnya. "Kakak Goat, kalau di pulau kecil itu terdapat pohon, kita bisa membuat sebuah rakit untuk menuju ke pulau Hek Ciok To!"

Tam Goat Hua mengerutkan kening seraya berkata, "Kau lihat! PuIau kecil itu tampak gundul, mungkin tidak terdapat pohon apa pun!"

Lu Leng tersenyum. "ltu tidak jadi masalah!"

Mereka berdua bercakap-cakap dengan penuh kegembiraan, sedangkan kedua ekor kura-kura besar terus berenang menuju ke pulau kecil itu. Setelah dekat, dibawah sinar rembulan mereka melihat sebuah pantai pasir yang cukup panjang. Di sana tampak entah berapa banyak kura-kura besar, kelihatannya sarang kura-kura besar berada di sekitar situ.

Tak lama papan perahu itu sudah membentur pantai pasir, Lu Leng dan Tam Goat Hua segera turun untuk melepaskan kedua ekor kura-kura besar itu. Tam Goat Hua khawatir kalau-kalau di pulau kecil itu terdapat binatang buas, maka ia mengambil sepasang rantai besi itu untuk dipergunakan sebagai senjata. Lu Leng juga menggenggam golok pusaka Su Yang To. Mereka berdua lalu berjalan ke darat dengan sikap waspada.

Di belakang pantai pasir itu ternyata merupakan sebuah rimba yang dipenuhi pohon-pohon yang tinggi besar. Mereka berdua memasuki rimba itu, tak seberapa lama terdengarlah suara air terjun. Bukan main girangnya mereka berdua. Segera mereka menuju ke air terjun itu, kemudian minum sepuas-puasnya di situ. Mereka memetik buah hutan untuk mengisi perut, lalu berjalan menelusuri sebuah sungai kecil. Berselang sesaat mereka berdua mulai mendaki sebuah puncak kecil, terdapat begitu banyak batu berbentuk aneh di situ, bunga-bunga liar pun memekar indah!

Hampir semalaman mereka berdua mengitari pulau kecil itu. Selain kelinci dan monyet liar, sama sekali tidak terdapat binatang buas, bahkan juga tiada seorang pun yang tinggal di situ! Ketika hari mulai pagi, barulah mereka berdua menemukan sebuah goa. Setelah goa itu dibersihkan, mereka kemudian tidur didalamnya. Saat mendusin hari sudah mulai sore. Mereka menangkap beberapa ekor kelinci, kemudian menyalakan api sekaligus membakar kelinci-kelinci itu, lalu disantap hingga kenyang!

Setelah itu barulah mereka mulai menebang pohon dan mencari rumput yang merambat untuk dibuat menjadi tali. Begitulah mereka berdua tinggal di pulau kecil itu sambil membuat sebuah rakit. Mereka bekerja keras selama tujuh delapan hari. Dalam waktu tujuh delapan hari itu, walau tidak membicarakan urusan mereka berdua, namun Lu Leng melihat wajah Tam Goat Hua semakin cerah, tidak murung seperti dulu! Setiap malam Lu Leng ingin sekali menghibur Tam Goat Hua agar gadis itu melupakan kedukaan dalam hatinya, tapi Lu Leng tidak berani melakukannya karena kuatir Tam Goat Hua akan marah padanya.

Malam ini rakit yang mereka kerjakan sudah selesai. Mereka berdua menyiapkan minuman dan makanan secukupnya untuk bekal meninggalkan pulau kecil itu esok hari. Menjelang tengah malam mendadak tampak awan hitam menyelimuti langit, kilat menyambar-nyambar dan geledek pun menggelegar-gelegar, terdengar pula suara ombak menderu-deru. Mereka berdua memandang ke arah pantai, tidak tampak seekor kura-kura pun berada di sana. Lu Leng dan Tam Goat Hua tahu, tak lama lagi pasti akan terjadi hujan badai, maka mereka berdua cepat-cepat masuk ke dalam goa.

Lewat tengah malam terasa pulau kecil itu tergoncang. Ternyata sudah terjadi hujan badai. Tanpa sadar Lu Leng dan Tam Goat Hua duduk berdampingan di dalam goa.

Berselang beberapa saat mendadak Lu Leng mencium kening Tam Goat Hua seraya berbisik, "Kakak Goat...."

Tam Goat Hua menundukkan kepala, menegurnya perlahan, "Adik Leng, jangan begitu!"

Lu Leng berkata dengan suara rendah, "Kakak Goat, ketika berada di Cing Yun Ling, walau kita terpengaruh oleh Pat Liong Thian Im, namun semua kejadian itu justru tidak dapat kulupakan untuk selama-lamanya!"

Mendadak kilat menyambar, terlihat wajah Tam Goat Hua memerah! Lu Leng pun segera memeluknya erat-erat dan gadis itu sama sekali tidak meronta....

Ketika hari mulai terang, barulah hujan badai itu berhenti. Tak Iama kemudian tampak Lu Leng dan Tam Goat Hua berjalan ke luar dari goa itu. Mereka berdua menuju ke pantai dengan wajah yang cerah ceria. Rakit yang mereka buat terdampar ke atas, namun tidak rusak. Mereka pun segera bersiap-siap mengangkut seluruh makanan dan minuman ke atas rakit, lalu mendorong rakit itu ke laut serta menaikinya.

Setelah berada di atas perahu, Lu Leng tertawa seraya berkata, "Kakak Goat, rakit ini juga tergolong semacam perahu, perlukah aku menjauhimu satu depa?"

Wajah Tam Goat Hua langsung memerah. "Phui! Licin juga ya mulutmu!"

Kini Lu Leng tahu apa yang diharapkannya sudah tercapai, maka dapat dibayangkan betapa girangnya dalam hati. Rakit itu terus terapung di permukaan laut, sedangkan Lu Leng dan Tam Goat Hua duduk berdampingan di atas rakit itu.

Tam Goat Hua memandang permukaan laut, kemudian berkata, "Adik Leng, tak disangka kita terus melakukan kesalahan, kelihatannya kita memang harus jadi suami-isteri!"

Lu Leng menyahut dengan wajah berseri-seri, "Kakak Goat, ini sudah merupakan takdir! Apabila suhuku tahu, pasti ikut gembira!"

Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Urusan di dunia memang sulit diduga! Berdasarkan kepandaian, paras dan lain sebagainya, seharusnya dia hidup bahagia! Namun dia justru hidup merana selama dua puluh tahun lebih, kehilangan segala-galanya!"

Lu Leng juga menghela nafas panjang. "Memang sulit dibayangkan! Namun aku tahu, setelah suhuku membasmi Liok Ci Khim Mo, dia pasti akan jadi biarawan!"

Tam Goat Hua mendongakkan kepala seraya bertanya, "Bagaimana kau tahu?"

Lu Leng memberitahukan, "Ketika berpisah denganku, beliau sudah berkata padaku bahwa setelah membasmi Liok Ci Khim Mo maka Go Bi Pay aliran padri dan aliran tidak menyucikan diri berada di tangan kami berdua!"

Tam Goat Hua berkata, "ltu belum memastikan dia akan jadi biarawan!"

Lu Leng menjelaskan, "Sejak Sui Cing Siansu mati di tangan Liok Ci Khim Mo, aku memikul beban untuk membangun kembali Go Bi Pay aliran tidak menyucikan diri, sedangkan beban beliau harus membangun kembali aliran menyucikan diri, maka beliau harus jadi padri!"

Tam Goat Hua menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Aku merasa bersalah terhadapnya!"

Lu Leng menggelengkan kepala. "Kakak Goat, jangan merasa bersalah. Suhu pasti tidak akan menyalahkanmu. Beliau tahu semua itu merupakan suatu takdir!"

Tam Goat Hua tersenyum, kemudian bertanya mendadak, "Lalu bagaimana dengan nona Toan? Kau harus bagaimana terhadapnya?"

Lu Leng menyahut, "Semoga dia cepat-cepat menemukan pemuda dambaan hatinya agar di hatimu tidak ada lagi masalah yang mengganjal!"

Di saat mereka berdua bercakap-cakap, rakit itu terus terapung menjauhi pulau kecil tersebut sehingga tak lama kemudian pulau itu sudah tidak kelihatan lagi. Malam harinya barulah mereka bersantap dan minum. Setelah itu mereka pun berbaring di atas rakit sambil memandang langit yang bertabur bintang-bintang. Persediaan minum dan makanan mereka cukup untuk kira-kira empat lima puluh hari. Kalau tidak terjadi hujan badai dalam puluhan hari itu, mereka pasti tidak akan kekurangan minuman mau pun makanan, dan ini membuat hati mereka menjadi tenang. Ketika mereka hampir pulas, mendadak di kejauhan terdengar suara bentakan-bentakan!

Adanya suara bentakan di tengah laut sangat mengherankan Lu Leng dan Tam Goat Hua. Mereka segera bangkit dan duduk serta memandang ke arah datangnya suara. Begitu memandang, mereka menjadi tertegun! Tampak sebuah perahu layar yang amat besar meluncur ke arah mereka. Sesungguhnya mereka pun berharap dapat bertemu dengan perahu lain, namun tetap tertegun ketika harapan mereka menjadi kenyataan.

Meski pun saat ini jarak mereka dengan perahu besar itu masih sangat jauh, namun terlihat jelas sebuah bendera berkibar-kibar pada tiang perahu besar itu dengan tulisan-tulisan ‘Bu Lim Ci Cun’ dan tulisan ‘Liok Ci Khim Mo’. Melihat itu Lu Leng dan Tam Goat Hua saling memandang dengan tertegun karena mereka tidak menyangka akan bertemu Liok Ci Khim Mo di tengah laut!

Rakit mereka terapung mengikuti arus laut, sedangkan perahu besar itu mengikuti kehendak orang. Saat ini orang-orang yang ada di perahu besar itu pasti sudah melihat rakit tersebut, maka perahu besar itu meluncur ke arah rakit! Di geladak perahu besar terdengar suara orang sedang memberi aba-aba agar perahu besar itu meluncur mendekati rakit yang ditumpangi Lu Leng dan Tam Goat Hua.

Setelah tertegun sejenak, barulah Tam Goat Hua berkata, "Adik Leng, kita harus kabur meninggalkan rakit ini!"

Lu Leng menggelengkan kepala. "Kakak Goat, kalau kita meninggalkan rakit ini, tentunya kita akan mati!"

"Kalau begitu, apakah kita harus mati di bawah Pat Liong Thian Im?"

Lu Leng mengerutkan kening, kelihatannya dia sedang berpikir. Lama sekali barulah Lu Leng berkata, "Aku justru sedang berpikir, belum tentu Liok Ci Khim Mo meninggalkan istana Ci Cun Kiong lantas berlayar di laut!"

Tam Goat Hua tertegun, lalu berkata, "Menurutmu Liok Ci Khim Mo tidak berada di atas perahu besar itu?"

Lu Leng mengangguk. "Kemungkinan besar memang begitu!"

Setelah mendengar apa yang dikatakan Lu Leng, Tam Goat Hua pun tersadar akan satu hal. Segera dia berkata, "Aku tahu sekarang, perahu besar itu pasti milik para penjahat yang berkeliaran sebagai bajak laut. Begitu mendengar Liok Ci Khim Mo mengangkat dirinya sebagai Bu Lim Ci Cun, maka mereka ingin pergi bergabung!"

Lu Leng manggut-manggut. "Betul! Itu merupakan kemungkinan besar. Kita tidak boleh memperlihatkan identitas yang sebenarnya dan harus bertindak berdasarkan keadaan!"

Di saat mereka bercakap-cakap, perahu besar itu pun melaju semakin dekat. Lu Leng dan Tam Goat Hua mendongakkan kepala untuk melihat, tampak tujuh delapan orang berdiri di geladak perahu besar itu. Ketika melihat tiada seorang pun yang mereka kenal, barulah hati mereka menjadi lega. Berselang beberapa saat terdengar suara bentakan dari atas perahu besar itu. Walau masih agak jauh lapi suara bentakannya terdengar amat jelas.

"Siapa kalian berdua yang berada di atas rakit?!"

Tam Goat Hua segera menghimpun hawa murninya, lalu bersiul panjang dan menyahut, "Dalam rimba persilatan siapa adalah Ci Cun?"

Sahutan yang tiada juntrungannya, membuat orang-orang yang ada di atas perahu itu terperangah. Pada saat itu perahu besar tersebut sudah semakin dekat dan hampir menempel pada rakit. Lu Leng segera melempar seutas tali yang dibuat dari sejenis rumput yang merambat ke atas perahu besar itu.

"Plak!"

Tali rerumput merambat itu terjatuh ke dalam perahu besar. Lu Leng pun cepat-cepat memanggil Tam Goat Hua, "Kakak Goat, cepat kemari!"

Tam Goat Hua langsung mendekatinya. Mereka berdua lalu menarik tali tersebut, serta mencelat ke atas bagaikan sepasang burung aneh, dan akhirnya melayang turun di geladak perahu besar itu. Tujuh delapan orang yang berada di situ tanpa sadar serentak melangkah mundur! Disaat bersamaan terdengar suara keras.

"Bum!" ternyata rakit itu telah hancur ditabrak perahu besar itu.

Begitu kaki menginjak geladak perahu besar, Tam Goat Hua berseru lagi, "Dalam rimba persilatan, siapa adalah Ci Cun?"

Tampak salah seorang di antara mereka, yang berusia agak lanjut dengan rambut berwarna keperak-perakan serta sepasang mata menyorot tajam, maju selangkah seraya menyahut, "Dengar-dengar Liok Ci Khim Mo memiliki ilmu Pat Liong Thian Im, sudah tentu dia adalah Ci Cun!"

Ketika mendengar sebutan itu, Lu Leng dan Tam Goat Hua menjadi tahu bahwa dugaan mereka tadi tidak meleset. Karena itu, Lu Leng segera berkata, "Apakah kalian semua ingin pergi bergabung?"

Orang tua itu memperhatikan Lu Leng sejenak, kemudian menyahut, "Betul! Entah bagaimana sebutan saudara kecil?"

Lu Leng tidak menyahut melainkan bersikap angkuh dan berkata, "Kalian ingin ke istana Ci Cun Kiong, apakah ada orang tertentu yang memperkenalkan kalian ke sana?"

Orang tua itu tampak tertegun. "Kami dengar bahwa istana Ci Cun Kiong menyambut baik semua orang yang ingin bergabung! Belum pernah kami mendengar harus ada orang tertentu untuk memperkenalkan ke sana!"

Lu Leng mendengus. "Hm! Bagaimana kalau pengkhianat yang menyelinap? Maka itu harus ada orang tertentu yang memperkenalkan."

Disaat Lu Leng sedang berbicara, muncul pula seorang berusia pertengahan dengan membawa sebuah kipas panjang yang amat aneh. Wajahnya putih seperti memakai bedak, dia berkata, "Dari nada suaramu, kau pasti berasal dari istana Ci Cun Kiong! Namun entah apa kedudukan kalian berdua di dalam istana Ci Cun Kiong?"

Lu Leng tertawa geli dalam hati, tapi bersikap sungguh-sungguh. Lu Leng menunjuk Tam Goat Hua seraya menyahut, "Kami berdua adalah suami isteri, kedudukan kami di dalam istana Ci Cun Kiong sangat tinggi dan kami adalah orang kepercayaan Liok Ci Khim Mo!"

Wajah orang tua itu langsung berubah. "Maaf, aku telah berlaku kurang hormat pada kalian berdua!"

Sedangkan orang berusia pertengahan itu diam saja, entah apa yang sedang dipikirkannya. Terdengar dia berkata dengan dingin, "Kami dengar di dalam istana Ci Cun Kiong telah berkumpul begitu banyak orang yang berkepandaian tinggi, bahkan Hek Sin kun...."

Ketika orang itu berkata sampai di situ, mendadak terdengar suara seruan kaget di antara orang-orang, "Haaah!"

Lu Leng dan Tam Goat Hua segera menoleh. Tetapi karena terlalu banyak orang yang ada, kira-kira empat lima puluh orang, maka tidak tahu siapa yang mengeluarkan seruan kaget itu. Ketika mendengar suara kaget itu, orang berusia pertengahan itu pun tampak tertegun. Akan tetapi dia tidak menoleh, melainkan melanjutkan ucapannya yang terputus tadi.

"Dengar-dengar Hek Sin Kun yang berkepandaian amat tinggi itu di dalam istana Ci Cun Kiong hanya berkedudukan sebagai Tancu! Tentunya aku tidak berani memandang rendah kalian berdua, hanya aku ingin tahu berdasarkan kemampuan apa kalian berdua berhasil meraih kedudukan tinggi itu?"

Meski pun orang itu berkata sungkan, tapi jelas terlihat bahwa dia amat meremehkan Lu Leng dan Tam Goat Hua.

Air muka Tam Goat Hua berubah seketika, langsung dia membentak, "Kau berani bermulut besar, sebetulnya siapa kau?!"

Orang itu membuka kipasnya, lalu menyahut, "Margaku Hoan, namaku Eng! Kaum rimba persilatan menjulukiku Si Kipas Emas! Dulu di dunia persilatan Tionggoan, aku memperoleh nama kecil di sana!"

Tam Goat Hua tahu jelas mengenai kaum rimba persilatan, baik golongan lurus, hitam mau pun golongan sesat. Begitu mendengar orang itu menyebut nama dan julukannya, Tam Goat Hua sudah tahu akan identitasnya. Ternyata si Kipas Emas-Hoan Eng adalah perampok tunggal di daerah Hiap Kam. Ia cekcok dengan Si Setan-Seng Ling sehingga terjadi beberapa kali pertarungan. Akhirnya Si Kipas Emas-Hoan Eng mengalami kekalahan di tangan Si Setan-Seng Ling, dan sejak itu tiada kabar beritanya. Tak disangka manusia ini sekarang justru muncul di dalam perahu besar itu.

Seketika Tam Goat Hua tertawa dingin. "Aku kira siapa, ternyata orang yang pernah kalah di tangan Seng Ling!"

Mendengar itu air muka Hoan Eng langsung berubah. Kipas yang bergemerlapan ditangannya pun diturunkan.

Tanpa menunggu Hoan Eng membuka mulut, Tam Goat Hua segera melanjutkan kata-katanya, "Tadi kau bertanya padaku punya kemampuan apa. Sekarang aku malah ingin bertanya padamu, apakah kau sanggup menerima tiga jurus seranganku?"

Begitu Tam Goat Hua bertanya, orang-orang di situ berseru tak tertahan! Di geladak perahu besar itu terdapat sembilan orang, mereka semua merupakan kaum rimba persilatan! Salah satu di antara sembilan orang itu mempunyai nama yang cukup besar, yaitu orang tua yang tadi bicara dengan Lu Leng dan Tam Goat Hua!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar