Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 39

Lu Leng juga cepat-cepat bangkit berdiri. "Kakak Ang!"

Saat itu Toan Bok Ang sudah hampir mendekati Yok Kun Sih, namun ketika mendengar seruan Lu Leng memanggilnya, dia langsung berhenti. Dibalikkan badannya lalu berlari ke arah Lu Leng lagi. Melihat hal itu Lu Leng segera merentangkan kedua belah tangannya menyambut Toan Bok Ang, lalu memeluknya erat-erat.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih mengerutkan kening dan wajahnya berubah tak sedap dipandang. Kemudian mendadak dia bersiul aneh dan berkata, “Toan Bok Ang, mulai saat ini kau bukan murid Hui Yan Bun Iagi! Hubungan kita sebagai guru dan murid putus!"

Usai berkata, Yok Kun Sih menggerakkan Cambuk Naga menghantam tanah, meninggalkan bekas panjang dan dalam.

"Guru...!" keluh Toan Bok Ang sedih.

Akan tetapi si Walet Hijau-Yok Kun Sih telah melesat pergi laksana kilat. Kedukaan dalam hati wanita tua itu sungguh tidak berbeda dengan yang dirasakan Lu Leng maupun Toan Bok Ang. Betapa tidak, semenjak kecil gadis itu berguru kepadanya. Hubungan keduanya sudah bagaikan ibu dan anak, namun kini harus berpisah lantaran berbeda keinginan.

Tadi saat Toan Bok Ang membalikkan badannya kembali ke arah Lu Leng, Yok Kun Sih sungguh ingin membunuhnya, namun dia melihat Toan Bok Ang amat mencintai Lu Leng. Lagi-pula kini Toan Bok Ang telah cacat. Hatinya merasa tidak tega membunuhnya, maka cepat-cepat melesat pergi meninggalkan tempat itu dengan mata bersimbah air.

Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang, tak ada yang saling mereka ucapkan. Setelah cukup lama, akhirnya Lu Leng yang pertama membuka mulut.

"Kakak Ang, tempat ini amat dekat dengan istana Ci Cun Kiong. Jangan lama-lama kita di sini, lebih baik aku antar kau ke suatu tempat untuk beristirahat!”

"Adik Leng, sebenarnya kau mau ke mana?"

Wajah Lu Leng tampak gusar, mendadak merasa dadanya sakit sekali dan...

"Uaaakh!" tiba-tiba mulutnya menyemburkan darah segar.

Lu Leng memang telah terluka dalam, terhantam Cambuk Naga. Tapi dia masih terus bertahan, bahkan ingin mengantar Toan Bok Ang ke tempat yang agak jauh. Setelah itu maksudnya akan pergi ke istana Ci Cun Kiong lagi. Namun ketika Toan Bok Ang bertanya begitu, barulah dia ingat akan luka dalamnya sehingga tak tertahan lagi dan langsung muntah darah.

"Adik Leng, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek bertiga berkepandaian amat tinggi, belum tentu mereka akan binasa di sana. Lebih baik... kau rawat dirimu dulu!"

Usai berkata begitu gadis itu merintih menahan rasa sakit di bahunya. Melihat hal itu Lu Leng semakin cemas dan khawatir.

"Mari kita meninggalkan tempat ini dulu!" ajaknya kepada gadis itu.

Toan Bok Ang mengangguk. Lu Leng memungut golok pusaka Su Yang To, kemudian bersama Toan Bok Ang meninggalkan tempat itu. Mereka berjalan sambil saling memapah, karena sama-sama sudah terluka parah. Berjalan kira-kira setengah mil, terdengar suara menderu-deru di belakang mereka. Bukan main terkejutnya hati kedua muda-mudi itu. Ketika keduanya menoleh, tampak empat orang melesat ke arah mereka, untuk bersembunyi jelas sudah tidak sempat lagi.

"Bocah busuk itu berada di depan, jangan sampai dia lolos!" terdengar teriakan keras dari salah seorang di antara keempat orang itu.

Sudah tidak keburu bersembunyi, Lu Leng dan Toan Bok Ang terpaksa berhenti, kemudian mereka duduk bersandar pada sebuah batu. Toan Bok Ang menahan rasa sakit di bahu sambil mengeluarkan senjata Sian Tian Sin So. Mereka berdua menarik nafas dalam-dalam, sementara keempat orang itu sudah sampai di hadapan mereka.

Ketika menyaksikan keadaan Lu Leng dan Toan Bok Ang, keempat orang itu tertawa gelak. "Hahaha! Bocah busuk itu telah terluka parah!"

Salah seorang menghunus pedangnya, kemudian mendadak menusukkannya ke dada Lu Leng! Lu Leng memang terluka parah, namun dia masih memaksa diri mengayunkan golok pusaka Su Yang To menangkis pedang itu. Tampaknya keempat orang itu bukan tokoh sembarangan. Begitu melihat golok Lu Leng, mereka segera tahu kalau itu golok pusaka. Bahkan mereka sempat melihat ayunan golok pusaka Su Yang To yang tidak begitu bertenaga itu.

Orang itu tertawa, lalu maju selangkah seraya menekan punggung golok pusaka Su Yang To dengan pedangnya. Akibatnya golok Lu Leng tertekan ke bawah. Dan sambil tertawa gelak orang itu mendadak menjulurkan tangannya ke arah lengan Lu Leng, maksudnya ingin merebut golok pusaka Su Yang To. Melihat orang itu begitu dekat, Lu Leng tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tangan kirinya langsung bergerak menyerang orang itu dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit).

Jari telunjuk Lu Leng berhasil menotok jalan darah Hwa Kai Hiat di bagian dada lawannya. Walau Lu Leng telah terluka parah, namun ilmu Kim Kong Sin Ci masih tetap hebat. Itu terlihat jelas saat orang yang ditotoknya menjerit, lalu roboh dan tewas seketika! Kejadian itu membuat tiga orang lain tertegun. Salah seorang mengeluarkan senjatanya, lalu mendekati Lu Leng sambil membentak.

"Kau masih berani membunuh kawanku?!"

Tadi Lu Leng terpaksa menyerang orang itu dengan Kim Kong Sin Ci sehingga telah menguras tenaganya. Orang itu mendekatinya dengan senjata di tangan, bahkan kedua kawannya pun menghunus senjata masing-masing dan mulai mendekat.

Menyaksikan itu Lu Leng menghela nafas panjang, dalam hati dia membatin, "Tak disangka setelah lweekang-ku bertambah tinggi malah akan binasa di tangan kaum golongan hitam ini!"

Setelah dekat orang itu mengayunkan senjatanya ke arah Lu Leng, pemuda itu tahu dirinya sudah tak bertenaga untuk menangkis dengan golok pusaka Su Yang To. Dia pasrah. Namun ketika baru mau memejamkan mata, mendadak terdengar suara bentakan Toan Bok Ang. Gadis itu mengayunkan senjata Sian Tian Sin So. Senjata tersebut milik pendekar Aneh Mo Liong Seh Sih yang dihadiahkan kepada Toan Bok Ang, seberapa hebat dan anehnya senjata itu tentu sudah dapat dibayangkan. Begitu Toan Bok Ang mengayunkannya, di depan mata bergemerlapan cahaya putih bagaikan sambaran kilat.

Lelaki itu tertegun. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Yang dapat dirasakannya hanya dadanya sakit bukan main. Kemudian mendadak saja mulut orang itu menyemburkan darah segar, lalu roboh dan tak bangkit lagi. Setelah membunuh lelaki itu dengan Sian Tian Sin So, Toan Bok Ang menarik kembali senjatanya. Dia benar-benar telah kehabisan tenaga, sementara dua lelaki lain justru berjalan selangkah demi selangkah menghampiri mereka.

Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak memandang kedua musuh itu, melainkan saling memandang.

"Adik Leng, begini pun baik, jadi tiada kerisauan lagi!"

Lu Leng menghela nafas panjang sambil menatap Toan Bok Ang. "Aku merasa sakit hati karena dendam kedua orang-tuaku belum terbalas. Kini malah harus mati di tangan manusia-manusia rendah ini."

Toan Bok Ang berkata lembut, "Adik Leng, kau tidak usah merasa sakit hati atau berduka. Perbuatan jahat pasti ada ganjarannya. Bagaimana mungkin Liok Ci Khim Mo terus malang melintang begitu? Dendam kedua orang-tuamu, pasti ada yang mewakilimu membalasnya.”

Ketika Lu Leng ingin berkata lagi, kedua orang itu sudah berada di hadapan mereka. Namun ada yang aneh! Lu Leng tercengang melihat mereka yang sudah berdiri dengan masing-masing mengangkat senjata siap membacok ke arah Lu Leng dan Toan Bok Ang. Toan Bok Ang pun tak kalah terkejutnya melihat kedua orang itu.

"Adik Leng, ini... ini apa yang telah terjadi?"

Ternyata kedua orang itu berdiri mematung di tempat masing-masing. Wajah mereka memang geram dan diliputi kemarahan hebat, namun ternyata keduanya tak mampu bergerak sama sekali. Seperti patung! Tak lama kemudian baik Lu Leng mau pun Toan Bok Ang mengetahui kalau kedua orang itu telah terbelenggu jalan darahnya akibat totokan.

Maka menyadari hal itu Lu Leng segera berseru, "Orang tangguh mana yang menolong kami, harap beritahukan namanya!"

Lu Leng berseru beberapa kali, tapi tetap tiada sahutan.

"Adik Leng, jangan menyia-nyiakan kesempatan, mari kita cepat pergi!"

Lu Leng bangkit berdiri. Karena ingin memapah Toan Bok Ang dia nyaris terjatuh. Toan Bok Ang tersenyum.

"Adik Leng, kau sungguh baik terhadapku."

Lu Leng menyahut, "Kakak Ang, kau yang amat baik terhadapku. Aku telah mengutungkan sebelah lenganmu, tapi kau sama sekali tidak mempersalahkanku."

Toan Bok Ang menghela nafas panjang. Kemudian sambil saling memapah keduanya tertatih-tatih meninggalkan tempat itu. Sebenarnya mereka pun menyadari, pasti masih ada orang dari istana Ci Cun Kiong mengejar mereka. Ingin keduanya secepat mungkin meninggalkan tempat itu, namun apa daya mereka telah sama-sama mengalami luka parah. Dengan bersusah payah mereka berjalan hampir satu mil. Mereka melihat lelaki dan seorang wanita berada di depan.

Wajah Lu Leng dan Toan Bok Ang langsung berubah setelah melihat jelas kedua orang itu. Keduanya merasa girang bukan main, karena kedua orang itu ternyata Tam Ek Hui dan Han Giok Shia. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia tersentak kaget bukan main menyaksikan keberadaan Lu Leng dan Toan Bok Ang.

"Apa gerangan yang telah terjadi?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Sulit dijelaskan dengan sepatah dua patah kata."

Tam Ek Hui langsung bertanya kepada Lu Leng, "Kau pernah melihat Goat Hua?"

Lu Leng tercengang mendengar pertanyaan Tam Ek Hui itu. "Tidak!" sahutnya kemudian.

Tam Ek Hui menghempaskan kaki ke tanah seakan merasa kesal sekali. "Goat Hua sungguh keterlaluan! Dia membawa kami pergi dari sungai Tiang Kang. Setelah luka kami sembuh, dia pergi tanpa pamit. Kami terus mengejarnya. Kemarin kami melihat dia menuju ke jalan ini, tapi kami tidak berhasil mengejarnya."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Tam Ek Hui, Lu Leng menduga. Tadi yang menotok jalan darah kedua orang itu, bisa jadi Tam Goat Hua.

"Kalian mau ke mana?" tanya Lu Leng kepada kedua orang itu.

"Liok Ci Khim Mo menyebut diri sebagai Bu Lim Ci Cun. Kami ingin pergi bertarung dengannya!" Han Giok Shia yang menyahut dengan geram.

Mendengar itu hati Lu Leng seperti tersayat. Mulutnya tampak mengeluarkan darah lagi.
"Tidak usah... ke sana!"

"Mengapa?" tanya Han Giok Shia kepada Lu Leng.

"Kita bukan lawannya. Bahkan guruku dan Cit Sat Sin Kun suami istri, saat ini entah masih hidup atau sudah mati," tutur Lu Leng memperingatkan.

Tam Ek Hui terkejut. "Kedua orang-tuaku berada di dalam istana Ci Cun Kiong?"

Lu Leng segera menceritakan secara ringkas tentang dirinya yang menyamar sebagai pengemis, menyelinap ke dalam istana tersebut. Dia bertemu Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua. Dia juga menjelaskan tentang Pat Liong Thian Im dan lain sebagainya.

Sebelum Lu Leng selesai menceritakan, wajah Han Giok Shia sudah diliputi kegusaran, sedangkan Tam Ek Hui mengucurkan air mata. "Biar bagaimana pun kami harus ke sana melihat!" ujar keduanya hampir bersamaan.

"Maaf. Menurutku, sekarang ke sana juga percuma," tukas Toan Bok Ang.

Han Giok Shia yang memiliki sifat keras langsung berteriak. "Apakah harus menyudahi begitu saja?!"

Toan Bok Ang menghela nafas panjang. "Kalau sekarang ke sana, tentunya hanya mengantarkan nyawa. Lebih baik tunggu hari gelap dulu, baru kita pergi melihat keadaan di sana."

Tam Ek Hui berpikir, memang masuk akal apa yang dikatakan Toan Bok Ang. Namun kedua orang-tuanya dalam bahaya, bagaimana mungkin menunggu sampai hari gelap untuk menolongnya? Han Giok Shia lebih tidak sabaran. Mereka berdua saling memandang tanpa mengucapkan apa pun, sepertinya keduanya tahu maksud hati masing-masing.

Maka mereka serentak bersiul panjang dan langsung bergerak cepat. Han Giok Shia membopong Toan Bok Ang, sedang Tam Ek Hui membopong Lu Leng. Keduanya melesat meninggalkan tempat itu. Tak seberapa lama mereka sudah menempuh dua puluh mil lebih. Ternyata mereka membawa Toan Bok Ang dan Lu Leng menuju sebuah goa. Toan Bok Ang yang terluka bahunya segera diletakkan untuk diobati

"Kalian berdua tidak mau dengar nasihatku? Kalian akan menyesal!" ujar Toan Bok Ang yang melihat Tam Ek Hui dan Han Giok Shia bekerja dengan terburu-buru sekali.

"Walau sangat berbahaya, kami tetap harus menempuhnya!" ujar Tam Ek Hui.

Sementara itu Lu Leng tak mampu berkata apa-apa. Hatinya merasa berduka mengetahui kedua orang yang tengah menolongnya ini akan tetap pergi. Padahal jelas itu hanya mencari mati saja. Mendadak saja Tam Ek Hui dan Han Giok Shia berkelebat menuju mulut goa.

"Adik Leng, nona Toan! Kalian berdua baik-baik merawat luka di sini. Kalau hingga malam hari kami tidak kembali ke sini, berarti... selamanya tidak akan kembali lagi!" ujar Tam Ek Hui yang membalikkan badan memandang ke arah Lu Leng dan Toan Bok Ang.

Lu Leng dan Toan Bok Ang mengucurkan air mata. Sementara Tam Ek Hui dan Han Giok Shia tak ingin membuang waktu, langsung melesat pergi. Lu Leng dan Toan Bok Ang duduk tertegun, perasaan mereka tercekam. Goa itu tidak begitu dalam, mereka berdua dapat melihat ke luar yang masih tampak terang. Keduanya terus menunggu dengan hati berdebar-debar tegang.

Tak seberapa lama, hari pun sudah mulai gelap. Lu Leng dan Toan Bok Ang tetap tidak mengeluarkan suara. Mereka berdua menipu diri sendiri, meyakini bahwa di luar belum gelap. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia pasti akan kembali! Padahal sebenarnya di luar sudah gelap, malam telah turun dengan hawa dingin dan kegelapan.

Toan Bok Ang tak dapat menahan lagi, dengan sedih ia menangis. "Mereka berdua pasti sudah celaka," ujarnya dengan terisak-isak.

Wajah Lu Leng murung sekali, dia diam tak mengeluarkan suara. Toan Bok Ang menggeserkan badan mendekatinya, kemudian memeluknya dengan lengan kiri. Lu Leng juga memeluknya erat-erat. Air mata mereka bercucuran, tak mampu mengucapkan apa pun.

"Kakak Ang, bagaimana luka di bahumu?"

Toan Bok Ang tersenyum getir. "Sudah tidak begitu sakit, hanya saja sekujur badan tak bertenaga."

Lu Leng menghela nafas panjang. "Aaakh! Kesalahanku telah membuatmu cacat seumur hidup."

Toan Bok Ang tersenyum. "Adik Leng, jangan berkata begitu lagi. Aku sama sekali tidak mempersalahkanmu."

Lu Leng menarik nafas dalam-dalam. "Kakak Ang, mudah-mudahan kita bisa sembuh dalam waktu singkat!"

Toan Bok Ang manggut-manggut. "Ya, mudah-mudahan. Tapi setelah luka kita sembuh, kau mau apa?"

"Biar bagaimana pun aku harus pergi ke istana Ci Cun Kiong, menyelidiki keadaan mereka!"

Toan Bok Ang manggut-manggut lagi. “Tidak salah. Namun kau harus berjanji padaku, jangan menimbulkan urusan lagi!"

Lu Leng mengangguk. "Oh ya, guruku bilang, tak lama setelah mendarat di Lam Hai sempat bertemu Liat Hwe Cousu. Aku pikir Liat Hwe Cousu sudah tahu siapa pencuri Panah Bulu Api, maka kita harus ke Lam Hai juga."

"Adik Leng, aku ikut."

Lu Leng mengangguk. "ltu sudah pasti!"

"Adik Leng, kau berkatalah jujur padaku. Sebetulnya kau mencintaiku tidak?"

"ltu sudah tentu," sahut Lu Leng sambil tersenyum.

Toan Bok Ang menghela nafas panjang. "Adik Leng, aku tahu... sesungguhnya kau amat mencintai Nona Tam."

Lu Leng adalah pemuda jujur. Maka mendengar ucapan Toan Bok Ang itu, dia tak mampu menjawabnya.

Toan Bok Ang menghela nafas panjang lagi. "Adik Leng, aku sama sekali tidak cemburu."

Lu Leng menggenggam tangan gadis itu erat-erat. "Kakak Ang, nona Tam telah ternoda olehku. Dia sama sekali tidak mencintaiku."

Mendadak Toan Bok Ang tersenyum. "Sudahlah! Jangan membicarakannya lagi!"

Hari sudah semakin malam, di dalam goa gelap gulita tak tampak apa pun. Saat itu Lu Leng mulai menghimpun hawa murni untuk mengobati luka dalamnya. Mendadak tampak sosok bayangan berkelebat di depan goa, kemudian terdengar pula suara langkah. Itu membuat Lu Leng dan Toan Bok Ang terkejut sekali. Walau luka mereka sudah sembuh sebagian, namun kalau musuh tangguh muncul tentu akan kesulitan mengadakan perlawanan.

Lu Leng dan Toan Bok Ang segera menahan nafas agar tidak diketahui orang yang baru datang itu. Suara langkah itu amat ringan sekali, tak lama sudah terdengar memasuki goa. Lu Leng dan Toan Bok Ang duduk berdampingan. Keduanya berusaha melihat rupa orang itu, namun amat gelap sehingga tidak dapat melihatnya. Lu Leng dan Toan Bok Ang merasa orang yang memasuki goa semakin mendekat, bahkan menuju ke arah mereka. Padahal dalam hati mereka berharap orang itu tidak mengetahui keberadaan mereka di situ.

Keduanya sama sekali tidak berani bergerak. Mereka tentu khawatir kalau orang yang datang akan mengetahui keberadaan mereka di situ. Lu Leng dan Toan Bok Ang merasa orang itu berhenti kira-kira satu depa di hadapan mereka, tetapi berdiam tak bergerak. Hening sekali di dalam goa.

Toan Bok Ang berpikir, “Kalau orang itu musuh, tentunya sudah turun tangan. Apakah yang datang ini termasuk kawan? Tapi kalau kawan kenapa tidak bersuara menyapa?”

Berpikir sampai di sini, ketika Toan Bok Ang baru mau bersuara, mendadak terdengar suara helaan nafas panjang. Walau amat perlahan dan rendah, terdengar jelas hingga membuat Lu Leng dan Toan Bok Ang tertegun.

"Siapa kau?" tanya Lu Leng dan Toan Bok Ang hampir bersamaan.

Namun belum sempat mendengar jawaban, tahu-tahu mereka terkejut mendengar suara langkah yang melesat ke luar meninggalkan goa itu. Sungguh misterius kedatangan dan kepergian orang itu, hanya meninggalkan suara helaan nafas saja.

Lama sekali barulah Toan Bok Ang bersuara. "Adik Leng, dia sudah pergi!"

"Ya! Entah siapa orang itu?"

Toan Bok Ang menarik nafas lega. "Entahlah! Adik Leng, apakah Tam Ek Hui dan Han Giok Shia?"

"Bagaimana mungkin mereka?"

Waktu sudah larut malam, tapi Tam Ek Hui dan Han Giok Shia belum kembali. Siapa pun dapat menduga, mereka pasti sudah celaka di istana Ci Cun Kiong. Perasaan Toan Bok Ang tercekam, gadis itu mendekap di dada Lu Leng. Lu Leng dan Toan Bok Ang terus menunggu hingga hari mulai pagi. Sebelum hari mulai terang, Lu Leng dan Toan Bok Ang masih punya sedikit harapan. Namun setelah hari mulai terang, harapan itu pun sirna. Mereka tidak bisa berharap akan keselamatan Tam Ek Hui dan Han Giok Shia. Mereka berdua bangkit berdiri ketika sinar mentari pagi menyorot ke dalam goa.

Lu Leng berjalan keluar, tapi baru beberapa langkah, Toan Bok Ang sudah berseru. "Adik Leng, luka kita belum sembuh. jangan keluar dulu!"

"Aku ingin melihat-lihat di luar," ujar Lu Leng sambil menoleh ke arah Toan Bok Ang.

Toan Bok Ang segera mengikutinya. Sebelum sampai di mulut goa, mendadak mereka tersentak dengan mata membelalak. Ternyata dekat mulut goa terdapat sebuah kotak giok di atas tanah. Di sisi kotak giok terdapat tulisan berbunyi ‘Cepat Lari!’.

Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang.

"Pasti orang misterius semalam!" ujar gadis itu.

Lu Leng merasa dadanya sakit. Dia berdiri mematung di tempat, Toan Bok Ang tercengang melihatnya. "Kenapa kau?"

Lu Leng tidak mendengar pertanyaan Toan Bok Ang. Ia tetap berdiri mematung, namun air matanya sudah meleleh.

Toan Bok Ang perlahan-lahan mendekatinya lalu bertanya dengan lembut, "Adik Leng, mengapa kau berduka lagi?"

Lu Leng menundukkan kepala, kemudian memandang gadis itu. Walau telah kehilangan sebelah lengan, gadis itu masih tampak cantik dan patut dikasihani. Lama sekali Lu Leng memandangnya, setelah itu perlahan-lahan mencium keningnya pula.

"Aku... aku tidak berduka!"

Usai berkata Lu Leng menoleh ke tempat lain, tidak berani beradu pandang lagi dengan Toan Bok Ang yang memandangnya dengan penuh cinta kasih. Sebab barusan Lu Leng telah berbohong, sesungguhnya hatinya amat berduka. Ketika melihat kotak giok dan tulisan itu, Lu Leng langsung teringat akan seseorang. Orang itu adalah Tam Goat Hua yang amat dicintainya. Akan tetapi, di saat bersamaan dia pun ingat dirinya telah mengutungkan lengan Toan Bok Ang. Juga telah mengabulkan seumur hidup harus menggembirakan dan membahagiakan gadis itu. Berpikir sampai di situ, hatinya jadi kacau dan amat berduka, sehingga tak tertahan lagi air matanya meleleh.

Toan Bok Ang tidak tahu bagaimana isi hati Lu Leng, Walau lengannya telah kutung oleh pemuda itu, namun dalam hatinya sama sekali tidak menyalahkan Lu Leng. Asal Lu Leng mencintainya, dia sudah merasa bahagia sekali. Karena itu Toan Bok Ang mengira Lu Leng sedang memikirkan Tong Hong Pek dan lainnya.

"Adik Leng, kau sendiri pun harus menjaga diri baik-baik. Kini orang yang mengetahui rahasia Panah Bulu Api tidak begitu banyak. Kalau kau tidak mempedulikan dirimu sendiri, itu amat menguntungkan Liok Ci Khim Mo."

Perlahan-Iahan Lu Leng menoleh pada gadis itu. "Kakak Ang, benar katamu."

Dengan ujung baju, Toan Bok Ang menghapus air mata di pipi Lu Leng. Kemudian dia memandangi kotak giok itu. "Adik Leng, mungkin kotak giok itu ditinggalkan tokoh tua rimba persilatan. Bagaimana kalau kita lihat apa isinya?"

Lu Leng mengangguk. "Baik, kau buka saja!"

Toan Bok Ang maju beberapa langkah, membungkukkan badan mengambil kotak giok itu, lalu dibukanya. Lu Leng mendekatinya, mereka berdua melihat isi kotak giok itu. Keduanya sama tercengang ketika melihat di dalam kotak giok itu berisi empat butir obat. Harum sekali obat tersebut. Di sisi kotak giok terukir beberapa huruf, ‘Tok Liong Cai Sen Tan’ (Obat Mujarab Naga Beracun). Keduanya pun kaget membaca tulisan itu.

Mereka berdua murid perguruan terkenal, tentunya amat berpengetahuan pula. Maka mereka tahu obat tersebut merupakan pusaka golongan sesat, yang berasal dari Tok Liong Pai (Partai Naga Beracun) di daerah Miau. Konon di puncak Tok Liong Hong terdapat sebuah goa yang dihuni seekor naga beracun. Setiap empat puluh sembilan tahun naga beracun itu muncul sekali. Maka pihak Tok Liong Pai mengambil air liur naga beracun dengan kotak giok. Ditambah beberapa macam bahan obat, maka jadilah suatu ramuan obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan.

Lu Leng dan Toan Bok Ang juga membaca huruf-huruf yang terukir di atas kotak giok itu. Tulisan itu berbunyi ‘Kami mengucapkan selamat kepada Liok Ci Khim Mo, hormat dari Tok Liong Pai’. Kini Lu Leng dan Toan Bok Ang tahu bahwa obat Tok Liong Cai Sen Tan merupakan kado dari Tok Liong Pai untuk Liok Ci Khim Mo. Liok Ci Khim Mo membangun istana Ci Cun Kiong di gunung Tiong Tiau San sekaligus menyebut dirinya Bu Lim Ci Cun, tentunya banyak golongan sesat yang pergi ke sana memberi selamat dan menghadiahkan berbagai macam kado, termasuk Tok Liong Pai.

Toan Bok Ang dan Lu Leng tidak mengerti, bagaimana kado untuk Liok Ci Khim Mo bisa muncul di situ? Semula Lu Leng mengira yang menaruh kotak giok dan meninggalkan tulisan itu adalah Tam Goat Hua. Namun setelah melihat obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan, barulah dia tahu dugaannya meleset. Tentunya orang yang membawa kotak giok ini telah mencurinya dari istana Ci Cun Kiong. Walau kepandaian Tam Goat Hua amat tinggi, namun tidak mungkin gadis itu dapat keluar masuk istana Ci Cun Kiong tersebut. Kalau begitu, siapa yang mengantar kotak giok dan meninggalkan tulisan itu?

Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang. "Siapa kira-kira orang yang datang semalam?"

Hati Lu Leng sedang kacau, maka mendengar pertanyaan itu dia menyahut sekenanya saja. "Tidak usah peduli siapa dia. Obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan berjumlah empat butir. Kita masing-masing makan dua butir. Tidak sampai matahari terbenam, luka kita pasti sudah pulih."

Wajah Toan Bok Ang berseri, tapi kemudian berubah murung lagi. "Setelah makan obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan, kita bisa pulih sebelum matahari terbenam. Itu memang baik sekali, namun... kau pasti akan pergi ke istana Ci Cun Kiong. Terus terang, aku lebih senang kita tetap berada di dalam goa ini," Toan Bok Ang berkata dengan memelas, membuat hati Lu Leng jadi sedih.

"Kakak Ang, jangan cemas dan berduka. Kalau aku pergi ke sana, tidak akan aku menimbulkan masalah."

"Kalau kau tidak ke sana, bukankah lebih aman?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Guru dan Cit Sat Sin Kun suami istri, Tam Ek Hui dan Nona Han, semua telah pergi ke sana. Kita sama sekali tidak tahu bagaimana nasib mereka. Aku harus pergi menyelidiki keadaan mereka!"

Toan Bok Ang mengerutkan kening. "Adik Leng, aku khawatir... sampai waktunya kau pasti menimbulkan masalah."

Lu Leng sendiri pun tidak berani memastikan, setiba di istana Ci Cun Kiong dia akan melakukan apa. Karena itu dia diam saja.

Toan Bok Ang menghela nafas panjang sambil memandangnya. "Adik Leng, kau berkeras mau ke sana, tentunya aku tidak akan melarangmu!"

Lu Leng tersenyum getir. "Kakak Ang, kau tahu perasaanku."

Mereka lalu makan obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan masing-masing dua butir, kemudian keduanya duduk bersila menghimpun hawa murni. Berselang beberapa saat, luka di bahu Toan Bok Ang sudah tidak dirasa sakit lagi, sehingga ketika hari mulai senja, mereka berdua sudah pulih.

Toan Bok Ang bangkit berdiri, dia mengayun-ayunkan senjata Sian Tian Sin So beberapa kali dengan sebelah tangannya. Mulutnya menyunggingkan senyum. "Adik Leng, rasanya badanku lebih ringan!"

Lu Leng tahu, Toan Bok Ang berkata begitu agar dia tidak membuatnya cemas. Bagaimana mungkin seorang yang telah cacat dapat bergerak gesit dan badan jadi ringan? Lu Leng terharu mendengarnya, bahkan membuatnya tak mampu mengucapkan apa pun.

Toan Bok Ang tersenyum sedih. "Adik Leng, aku berkata sesungguhnya."

"Kakak Ang, kau... kau...." tak mampu Lu Leng melanjutkan, matanya bersimbah air, tak mampu menahan rasa haru di hatinya.

Toan Bok Ang segera mendekatinya. "Adik Leng, asal kau tetap bersamaku, aku merasa rela sekali pun harus kehilangan kedua belah lenganku!"

Lu Leng membelai-belai rambut gadis itu dengan hati semakin haru. "Kakak Ang, aku ingin kau menungguku di sini saja."

Toan Bok Ang kelihatan sudah tahu Lu Leng akan berkata begitu, maka segera menyahut tanpa berpikir Iagi. "Tidak!"

Lu Leng tampak terkejut mendengar sahutan gadis itu. "Kakak Ang, kau dengarlah perkataanku...."

Toan Bok Ang menjulurkan tangannya, menutup mulut Lu Leng seraya berkata dengan tegas. "Biar kau katakan apa, aku tetap ikut kau!"

Lu Leng menggenggam tangan gadis itu, berkata dengan lembut, "Kakak Ang, kalau kita berdua sampai mengalami hal yang tak kita kehendaki, siapa yang mencari Panah Bulu Api?"

"Aku pergi denganmu. Kalau sampai terjadi hal yang gawat aku kan dapat menyadarkanmu agar tidak bertindak ceroboh. Adik Leng, kau tidak usah banyak bicara lagi. Kalau aku tidak ikut, aku akan jadi gila menunggumu di sini!"

Lu Leng jadi tertegun. Dia mulai berpikir keras, bagaimana harus membuat Toan Bok Ang tidak ikut dengannya.

"Begitu juga baik, tapi kau harus mengabulkan satu permintaanku!" ujarnya kemudian menatap ke arah Toan Bok Ang.

"Permintaan apa?"

"Seandainya terjadi sesuatu di istana Ci Cun Kiong, kau harus berupaya meloloskan diri."

"Tidak, biar bagaimana pun kau yang harus berupaya meloloskan diri."

Lu Leng berkata dengan gugup, "Kakak Ang, kalau kau mencintaiku kau harus menuruti perkataanku."

Toan Bok Ang menaruh kepalanya di bahu Lu Leng. "Tidak, adik Leng! Kau sudah bilang seumur hidup akan menggembirakan dan membahagiakanku. Tanpa kau, bagaimana mungkin aku akan gembira dan bahagia?"

Lu Leng berkata sambil menghempaskan kaki. "Kita ke istana Ci Cun Kiong memang berbahaya, tapi belum tentu akan terjadi sesuatu. Kau kok tidak mau mengabulkan permintaanku?"

Toan Bok Ang menggeleng-gelengkan kepala. "Kau menghendakiku berbuat apa, aku pasti mengabulkan, hanya yang satu ini jangan disinggung lagi.”

Lu Leng menghela nafas, dia tidak banyak bicara lagi. Sementara hari sudah mulai malam. Mereka berdua memandang ke luar, tidak tampak seorang pun berada di luar goa. Namun mereka berdua tetap menunggu dengan sabar. Setelah hari sudah malam, keduanya mulai mengendap-endap meninggalkan goa itu. Begitu berada di luar goa, mereka langsung melesat mengerahkan ilmu ginkang. Tak seberapa lama mereka sudah sampai di pintu gapura.

Lu Leng dan Toan Bok Ang bersembunyi di belakang pohon, kemudian mengintip ke arah gapura istana itu. Ternyata mulai dari pintu gapura, setiap setengah mil dipasang sebuah lentera merah. Lentera merah itu bergantung di batang bambu yang cukup tinggi, dan tampaknya tidak jauh dari setiap lentera terdapat penjaganya. Para penjaga itu setiap kali menggoyang-goyangkan lenteranya, sebagai pertanda bahwa di situ sang penjaga masih ada. Ini merupakan kode isyarat bagi penjaga yang lainnya. Kalau lentera merah itu tidak bergoyang, berarti telah terjadi sesuatu bagi penjaganya.

Sesungguhnya bagi Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak begitu sulit menyelinap ke dalam istana Ci Cun Kiong, sebab mereka berdua berkepandaian tinggi. Namun melihat ketatnya penjagaan itu, apabila ingin menyelinap ke istana Ci Cun Kiong, mau tidak mau harus membunuh para penjaga. Seandainya para penjaga tahu akan kehadiran mereka berdua, Liok Ci Khim Mo pasti muncul. Cukup lama mereka melakukan pengintaian dengan hati-hati.

"Adik Leng, lebih baik kita jangan pergi menempuh bahaya ini."

"Kita sudah kemari, bagaimana mungkin batal di tengah jalan?"

"Lihatlah! Begitu ketat Liok Ci Khim Mo mengatur penjagaan itu, bagaimana mungkin kita menyelinap ke sana?"

"Kita masuk dari samping pintu gapura," usul Lu Leng sambil mengawasi ke arah samping.

Toan Bok Ang akhirnya menyetujui juga. Banyak bicara pun tak ada gunanya karena Lu Leng tak menghiraukannya. Keduanya melangkah hati-hati. Tampak ada empat orang menjaga di pintu gapura. Dalam kegelapan tak dapat melihat jelas wajah mereka satu persatu. Lu Leng dan Toan Bok Ang bersembunyi lagi di tempat gelap. Dan saat keempat penjaga itu lengah, mereka berdua maju lagi dua depa dan langsung bersembunyi di belakang batu. Keempat penjaga itu sama sekali tidak tahu akan keberadaan mereka di belakang batu.

Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memberi isyarat, lalu mendadak saja mereka mencelat ke atas dengan cepat. Setelah bersalto beberapa kali mereka memasuki gapura dan mendarat dengan ringan di dalam. Keduanya sempat menoleh ke arah keempat penjaga pintu, tampaknya mereka tidak ada yang tahu kedatangan Lu Leng dan Toan Bok Ang. Namun mendadak lentera merah yang di pintu gapura bergoyang dua kali. Keempat penjaga pun menggoyangkan lentera merah dua kali, disusul kemudian oleh goyangan lentera merah lain dan seterusnya.

Menyaksikan itu, Lu Leng mengerutkan kening. Sebenarnya mudah baginya turun tangan terhadap keempat penjaga itu. Namun kalau tiada orang menggoyangkan lentera merah itu, jejak mereka pasti ketahuan. Lama sekali Lu Leng dan Toan Bok Ang bersembunyi di tempat gelap, tak terpikirkan harus menggunakan cara apa agar dapat melewati penjaga itu.

Mendadak Toan Bok Ang berbisik di telinga Lu Leng. "Adik Leng, aku punya akal."

"Akal apa? Beritahukanlah!" tanya Lu Leng dengan suara berbisik pula.

"Setiap lentera merah pasti ada penjaga, kita bunuh tiga penjaga sisakan satu...."

Lu Leng tersenyum getir. "ltu apa gunanya?"

"Kau dengarkan dulu! Para penjaga itu terdiri dari golongan hitam, tentunya takut mati. Yang satu itu jika melihat kita turun tangan langsung membunuh yang lain, pasti ketakutan setengah mati. Kita menotok jalan darah, memberitahukannya bahwa itu merupakan ilmu totokan istimewa. Kalau dalam waktu tiga jam tidak dibebaskan, maka akan menderita selama tujuh hari tujuh malam, lalu binasa secara mengenaskan. Aku yakin dia percaya!"

Lu Leng berpikir, merasa akal itu agak kurang baik tapi masih boleh dicoba. Karena itu dia pun manggut-manggut. Perlahan-lahan mereka berdua mendekati para penjaga gapura. Langkah mereka amat ringan, tak mengeluarkan suara sedikit pun. Jarak keduanya sudah sangat dekat, tapi keempat penjaga itu sama sekali tidak tahu akan kehadiran mereka. Dan ketika berjarak dua tiga depa, mendadak Lu Leng memunculkan diri.

Keempat penjaga pintu itu tersentak kaget, namun belum juga sempat bersuara, Lu Leng telah menyerang dengan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan). Dua penjaga langsung roboh binasa. Setelah itu Lu Leng mengayunkan golok pusaka Su Yang To, sekejap saja satu penjaga telah terbabat dan terbelah dua oleh golok pusaka itu. Satu orang penjaga lagi jadi ketakutan setengah mati. Dia melangkah mundur dengan wajah pucat pasi. Dan belum sempat orang itu kabur, Toan Bok Ang telah menotok jalan darah Tay Pay Hiat-nya yang membuat sekujur tubuhnya berkesemutan.

"Kini kau telah tertotok oleh ilmu totokan istimewa kami. Selain kami tiada orang yang mampu membebaskan totokan itu. Dalam waktu tiga jam, kau pasti akan binasa secara mengenaskan. Kalau kau ingin hidup, harus tetap berdiri di sini menggoyangkan lentera merah itu. Dalam waktu tiga jam, aku pasti kembali ke sini membebaskan totokan itu!"

Dengan ketakutan sekali penjaga itu hanya bisa manggut-manggut. Melihat hal itu Toan Bok Ang segera mengajak Lu Leng untuk meneruskan langkahnya. "Adik Leng, mari kita lanjutkan!"

Mereka berdua langsung melesat tanpa menoleh. Kira-kira belasan depa kemudian, Lu Leng dan Toan Bok Ang menengok ke belakang. Tampak lentera merah yang pertama sudah bergoyang. Seketika hati Lu Leng dan Toan Bok Ang berdebar-debar tegang, sebab kalau lentera merah kedua tidak bergoyang, maka semua penjaga akan tahu, pasti telah terjadi sesuatu. Mereka terpaksa menunggu sambil menahan nafas. Dengan memasang mata tajam keduanya menatap lentera merah yang kedua. Sesaat kemudian lentera merah yang kedua pun bergoyang. Melihat hal itu keduanya menarik nafas lega.

"Kakak Ang, ternyata penjaga itu takut mati. Akalmu patut dipuji!"

Toan Bok Ang menatap ke depan dengan kening berkerut tajam. "Ya, tapi kalau bertemu seseorang yang tidak takut mati, kita bisa celaka!"

"Mari kita jalan! Kalau tidak terpaksa jangan mempergunakan cara itu."

Toan Bok Ang mengangguk. Mereka berdua lalu mulai melangkah, dan berhasil melewati penjagaan lentera merah ketiga. Ketika sampai di tempat lentera keenam, mulai sulit melewatinya sebab di kedua sisi merupakan tebing. Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa membunuh tiga penjaga lagi, kemudian menotok jalan darah yang seorang serta mengancamnya. Wajah penjaga itu pucat pias mendengarnya tetapi menganggukkan kepala.

Setelah melewati lentera merah yang keenam, tampaklah sekarang istana Ci Cun Kiong, maka keduanya langsung melesat. Tak lama kemudian keduanya telah berada di sekitar istana, suasana tampak gelap dan sepi sekali. Perlahan dan dengan hati-hati sekali mereka mendekati tembok, kemudian mendadak keduanya melompat ke atas melewati tembok memasuki istana itu. Di dalam tembok ternyata ada pelataran tanah kosong. Melewati pelataran kosong itu barulah mereka bertemu ruang besar istana Ci Cun Kiong. Lu Leng pernah datang ke tempat itu sekali, maka sudah paham benar tempat itu.

Lu Leng melesat ke sisi ruang besar, lalu memasang pendengaran dengan penuh perhatian. Namun tak juga ada suara. Maka kemudian kedua muda-mudi itu memasuki ruang besar hingga ke belakang. Ketika baru mau mulai memeriksa tempat itu, mendadak tampak dua sosok bayangan berkelebat ke arah mereka. Lu Leng dan Toan Bok Ang segera bersembunyi. Gerakan kedua sosok bayangan itu amat cepat hingga sekejap sudah melewati mereka.

Toan Bok Ang segera menggerakkan senjata Sian Tian Sin So ke arah punggung salah seorang itu. Bergemerlapan senjata Sian Tian Sin So menembus punggung orang itu, dan tanpa menjerit orang itu roboh binasa! Yang satu ingin melarikan diri, namun Lu Leng bergerak cepat menyerangnya dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

Tampaknya yang satu ini berkepandaian cukup tinggi. Cepat sekali ia berkelit sambil balas menyerang dengan sebuah pukulan. Akan tetapi Kim Kong Sin Ci merupakan ilmu yang amat hebat, lagi-pula Lu Leng menggunakan tujuh bagian tenaganya, tak mungkin orang itu mampu mengatasinya. Ketika tubuh itu sempoyongan terkena serangannya, Lu Leng cepat-cepat menyerang lagi. Maka orang itu langsung menjerit-jerit aneh.

Begitu mendengar orang itu berteriak aneh, Lu Leng dan Toan Bok Ang amat terkejut! Mereka berdua saling memandangi, kemudian mendadak Lu Leng menotok jalan darah orang itu. Tapi di saat bersamaan, mendadak terdengar suara bentakan dari empat penjuru.

"Kakak Ang, mari kita bersembunyi di atas tiang yang melintang di langit-langit ruang ini!"

Toan Bok Ang tanpa membuang waktu langsung mencelat ke atas mengikuti Lu Leng. Keduanya bersembunyi di tiang yang melintang di langit-langit ruangan, kebetulan berada di balik sebuah papan bertulis ‘Bu Lim Ci Cun Ceh Kiong’ sehingga tak terlihat dari bawah. Sesaat kemudian muncul belasan orang, semuanya membawa obor. Mereka terkejut ketika melihat dua sosok mayat di lantai.

"Cepat lapor kepada Liok Ci Khim Mo, ada musuh menyelinap di dalam istana!" seru salah seorang di antara mereka.

Lu Leng dan Toan Bok Ang bersembunyi di balik papan itu. Keduanya merasa tegang sekali. Semua orang yang membawa obor itu tidak menemukan mereka. Namun begitu keduanya menyadari, apabila Liok Ci Khim Mo muncul, jangan harap bisa selamat! Satu-satunya jalan bagi mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Keduanya tampak saling memberi isyarat, lalu membongkar kaca yang di atas kepala mereka. Setelah itu mereka sama-sama merayap ke sebelah melalui lobang itu, kemudian menutupnya kembali.

Ternyata mereka sampai di sebuah aula besar, maka serentak melayang turun. Mereka berdua memang berhasil meloloskan diri dari bahaya, namun suasana sangat gelap di dalam aula besar itu sehingga suIit mencari tempat untuk bersembunyi. Mereka berdua terus berjalan berdampingan. Tanpa diduga sudah berada di sisi panggung batu. Ketika berada di sisi panggung batu, hati Lu Leng pun tergerak. Dia ingat hari itu, mendadak Liok Ci Khim Mo dan putranya muncul di atas panggung batu. Tentunya di tempat ini terdapat jalan rahasia.

Di saat Lu Leng sedang berpikir, mendadak di dalam panggung batu terdengar suara langkah. Lu Leng segera menarik Toan Bok Ang bersembunyi di tempat yang gelap di samping panggung batu. Berselang sesaat terdengar suara menjeplak dan suasana terang seketika. Tampak dua orang membawa obor muncul di situ.

"Ci Cun sudah tahu ada orang menyelinap ke mari. Harap kalian tetap berjaga di tempat, tidak usah panik!" seru salah seorang dengan tiba-tiba, membuat cemas hati Lu Leng.

Kedua orang itu sama sekali tidak tahu kalau Lu Leng dan Toan Bok Ang berada di situ. Begitu melihat kedua orang itu berjalan pergi, Lu Leng dan Toan Bok Ang segera masuk ke tempat kedua orang itu tadi keluar. Ternyata ruangan dalam panggung batu itu kosong. Tampak sebuah undakan batu menuju ke atas. Hari itu Lu Leng sudah melihat, di atas panggung batu dipasang lempengan besi berbentuk bundar guna menjaga jika ada serangan dari atas. Selain undakan batu yang menuju ke atas, juga terdapat sebuah terowongan rahasia, menembus ke dalam istana Ci Cun Kiong yang amat rahasia.

Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang, lalu berjalan ke dalam melewati terowongan. Semakin ke dalam semakin sunyi tidak terdengar suara apa pun. Berselang sesaat mereka mendengar sayup-sayup suara petikan harpa. Tentunya itu suara Pat Liong Thian Im yang dimainkan Liok Ci Khim Mo. Karena Lu Leng dan Toan Bok Ang berada di dalam terowongan bawah tanah, maka Pat Liong Thian Im kedengaran amat lirih. Walau tetap membuat sukma mereka seperti terbetot, namun tidak akan terluka.

Kedua muda-mudi itu terus berjalan dengan hati-hati. Setelah melewati puluhan depa, tampak ada tiga jalan di depan. Di setiap mulut jalan itu terdapat seorang penjaga dengan senjata tajam di tangan. Ketika melihat ada penjaga, Lu Leng dan Toan Bok Ang ingin bersembunyi, tapi sudah terlambat karena ketiga penjaga itu telah melihat mereka.

"Siapa?!" bentak mereka.

Lu Leng tahu sudah tidak bisa bersembunyi lagi, maka dia tetap melangkah ke depan. Lalu dia menyahut dengan tenang, "Aku!"

Salah seorang menghampirinya dengan pedang terhunus. Matanya tajam menatap Lu Leng. "Siapa kau?"

Lu Leng langsung menyerang orang itu dengan golok pusaka Su Yang To. "Aku adalah aku!" sahutnya sambil tetap menyerang.

Maka hanya sekali terdengar dentangan suara pedang saling beradu. Pedang orang itu patah, sekejap kemudian lehernya telah putus tersambar golok pusaka milik Lu Leng. Dua penjaga lainnya tertegun. Toan Bok Ang tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, langsung mengayunkan Sian Tian Sin So menyerang salah seorang.

"Aaaakh!" orang itu menjerit dan roboh seketika.

Yang satu lagi langsung menyerang Lu Leng dengan senjata rahasia. Dengan cepat Lu Leng menangkis menggunakan Kim Kong Sin Ci jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan). Maka ketiga senjata rahasia itu terpukul balik, menembus dada pemiliknya hingga tewas seketika. Lu Leng membalikkan badannya. Melihat Toan Bok Ang telah berhasil merobohkan orang itu, Lu Leng mendekatinya. Ternyata orang itu belum mati, maka Lu Leng cepat mencengkeram bahunya seraya berkata dengan suara dalam.

"Jangan gugup!"

Orang itu menengok ke sana ke mari kemudian tertawa dingin. "Kalian berdua jangan harap dapat meloloskan diri!" ancamnya dengan mata melotot.

Lu Leng mendengus. "Hm! Kalau pun kami tidak dapat meloloskan diri, kau pasti tidak dapat hidup!"

Sekujur badan orang itu bergemetar.

"Aku bertanya padamu, apakah Giok Bin Sin Kun dan Cit Sat Sin Kun suami istri sudah celaka?"

Orang itu tampak terperangah, lalu tertawa gelak. Dengan gusar sekali Lu Leng melancarkan sebuah pukulan, seketika orang itu tewas tanpa terdengar jeritannya.

"Adik Leng, bagaimana kita sekarang?"

Lu Leng berkertak gigi kemudian mengerutkan kening. Dia tampak begitu geram. "Kenapa orang itu begitu mendengar aku menanyakan guruku dan Cit Sat Sin Kun suami istri, langsung tertawa gelak?"

"Aku pun merasa heran, mungkin mereka bertiga masih hidup."

"Mudah-mudahan begitu. Sekarang kita menggeserkan mayat-mayat itu ke samping."

Mereka berdua lalu menarik ketiga sosok mayat itu ke samping.

"Kita menuju jalan yang di tengah saja!" Toan Bok Ang berbisik. "Adik Leng, kita harus berupaya mencari jalan ke luar!"

Lu Leng manggut-manggut, lalu melangkah ke jalan yang di tengah. Toan Bok Ang segera mengikutinya. Ternyata jalan itu cuma beberapa depa, tak jauh dari situ sudah terlihat ujungnya. Lu Leng tertegun. Kenapa jalan ini sedemikian pendek? Dia menjulurkan tangannya mendorong.

“Kreek!” terdengar suara, ternyata dia mendorong sebuah pintu rahasia hingga terbuka.

Terasa ada angin berhembus ke dalam. Saat mereka hendak melesat, terdengar suara orang berteriak-teriak. Ternyata tak jauh dari ujung lorong itu ada sebuah taman. Maka Lu Leng segera menyadari, cepat atau lambat jejak mereka pasti ketahuan. Lu Leng mengamati tempat itu, kemudian menarik Toan Bok Ang ke samping sebuah gunung-gunungan. Tinggi gunung-gunungan itu hampir empat depa. Lu Leng menyuruh gadis itu menunggu di bawah, sedangkan dia sendiri mencelat ke atas gunung-gunungan untuk bisa memandang ke sekeliling. Seketika itu dia menarik nafas dingin. Ternyata dia melihat begitu banyak orang membawa obor mencari mereka. Lu Leng cepat-cepat meloncat turun.

"Bagaimana?" tanya Toan Bok Ang yang langsung mendekatinya.

Lu Leng menghela nafas panjang. "Kakak Ang, aku suruh kau jangan ikut, kau malah mau ikut! Kini...."

Toan Bok Ang tersenyum sedih. "Apakah kita tidak dapat meloloskan diri?"

"ltu belum tentu, hanya saja... agak tipis harapan bisa meloloskan diri. Tadi aku melihat banyak orang membawa obor mendekati tempat ini. Kemana pun kita kabur, pasti akan ketahuan."

"Kalau pun jejak kita ketahuan, belum tentu kita tidak dapat menerjang ke luar. Kenapa harus putus asa?"

Lu Leng tahu, ilmu ginkang Liok Ci Khim Mo tidak begitu tinggi, belum tentu dapat mengejar mereka. Lalu kenapa yakin tidak dapat meloloskan diri? Berpikir sampai di situ, Lu Leng menggenggam tangan Toan Bok Ang erat-erat. "Benar katamu."

Ketika mereka berdua hendak menerjang ke luar, mendadak terdengar suara di belakang gunung-gunungan itu. "Jangan sembarangan menerjang ke luar!"

Lu Leng dan Toan Bok Ang terkejut melihat sesosok bayangan yang tiba-tiba berkelebat ke luar. Meski pun tidak melihat jelas siapa sosok bayangan itu, Lu Leng langsung menyerang dengan jari telunjuknya. Namun gerakan orang itu sungguh cepat, bagaikan segulung asap menghindari serangan yang dilancarkan Lu Leng sambil berseru dengan keras.

"Saudara Lu, aku!"

Lu Leng tersentak kaget ketika mengetahui kalau sosok bayangan itu ternyata Oey Sim Tit, putra kesayangan Liok Ci Khim Mo.

"Kalau kau kenapa?" tanya Lu Leng dengan rasa penasaran.

"Perbolehkanlah aku mendekatimu, aku akan menjelaskannya!"

Lu Leng manggut-manggut. "Baiklah!"

"Adik Leng, siapa dia?" tanya Toan Bok Ang merasa heran.

Lu Leng menyahut dengan suara rendah. "Dia adalah putra Liok Ci Khim Mo!"

Bukan main terkejutnya Toan Bok Ang mendengar hal itu. Ketika dia hendak bertanya lagi, Oey Sim Tit sudah berada di hadapan mereka. Oey Sim Tit tampak gugup dan panik.

"Aaah! Kenapa kalian tidak mau pergi? Malah ke mari lagi?"

"Saudara Oey, apakah kau yang menghadiahkan keempat butir obat mujarab Tok Liong Cai Sen Tan?"

Oey Sim Tit menganggukkan kepala. "Kalau kalian mendengar nasihatku, tentunya tidak akan menimbulkan kerepotan!"

Lu Leng maju selangkah mendekati Oey Sim Tit. "Saudara Oey, kami berdua tidak akan melupakan budi baikmu. Tapi bagaimana kau tahu kami bersembunyi di dalam goa itu?"

Oey Sim Tit tampak gugup untuk menjawab pertanyaan Lu Leng.

"Apakah Tam Ek Hui dan Nona Han yang memberitahukan padamu?" desak Lu Leng karena tak sabaran dengan jawaban Oey Sim Tit.

Oey Sim Tit manggut-manggut.

"Kini mereka berada di mana?"

Ketika Oey Sim Tit baru mau menjawab, mendadak terdengar suara orang di dalam terowongan rahasia itu. Wajah Oey Sim Tit langsung berubah.

"Kalian berdua cepat ikut aku!"

Lu Leng tahu keadaan sudah gawat sekali, maka tanpa banyak bertanya lagi langsung menarik Toan Bok Ang mengikuti Oey Sim Tit. Tak lama mereka sudah sampai di sebuah tempat peristirahatan. Oey Sim Tit mengangkat batu penutup sebuah lobang.

"Kalian berdua bersembunyi dulu di dalam lobang itu!"

Toan Bok Ang penuh tanda tanya di dalam hati. Namun Lu Leng sudah menariknya ke dalam lobang yang dalamnya sekitar lima depa. Setelah bersembunyi di dalam lobang itu, mereka berdua tidak berani bergerak.

"Adik Leng, kenapa putra Liok Ci Khim Mo itu sudi membantu kita?"

"Hari itu di Cing Yun Ling Go Bi San, kalau dia tidak merebut Pat Liong Khim dari tangan ayahnya, mungkin para jago tangguh sudah binasa semua!"

"Tak disangka mereka ayah dan anak berbeda sama sekali!"

Ketika mereka bercakap-cakap dengan suara rendah, terdengar suara langkah yang tergesa-gesa. Keduanya menghentikan percakapan itu. Dan sesaat kemudian terdengar seseorang bertanya.

“Tuan muda berada di sini, apakah melihat ada orang keluar dari terowongan bawah tanah?"

Yang ditanya ternyata Oey Sim Tit. Putra Liok Ci Khim Mo ini menggelengkan kepala. "Tidak. Kalau ada orang ke mari, aku pasti melihatnya!"

"Tapi mereka memang telah memasuki terowongan bawah tanah. Selain tempat ini, tiada tempat lain yang dapat dilalui!" ujar orang itu seolah tak mempercayai kata-kata Oey Sim Tit.

Oey Sim Tit mengerutkan kening seraya berkata, "Kalau begitu, mungkin mereka telah kabur melewati belakangku, maka aku tidak mengetahuinya!"

"Ayahmu amat gusar karena tidak dapat menangkap kedua orang itu,” terdengar suara seorang lelaki dan seorang wanita. “Apakah benar tuan muda tidak melihat mereka?"

Oey Sim Tit menyahut agak tergagap karena dia memang tidak biasa berbohong. "Tidak melihat!"

Orang itu melangkah pergi. Lu Leng dan Toan Bok Ang yang bersembunyi di dalam lobang menarik nafas lega. Akan tetapi mendadak terdengar suara dentingan nyaring sekali. Hati Lu Leng dan Toan Bok Ang seakan terguncang hebat, namun buru-buru mereka berusaha menenangkannya. Sesaat kemudian terdengar pula suara Liok Ci Khim Mo yang penuh kegusaran.

"Lelaki dan perempuan itu, selain tempat ini tiada tempat lain untuk kabur! Kau pasti melihat mereka, tapi tidak mau memberitahukan! Ya, kan?"

Begitu mendengar suara Liok Ci Khim Mo, hati Lu Leng dan Toan Bok Ang tegang bukan main karena tidak bisa keluar dan tidak bisa bersembunyi di tempat lain. Mereka berdua betul-betul tegang dan panik.

"Ayah, aku... aku sungguh tidak melihat mereka," ujar Oey Sim Tit menggeragap.

Liok Ci Khim Mo mendengus. "Hm! Binatang! Urusan besar ayahmu cepat atau lambat pasti berantakan di tanganmu!"

Oey Sim Tit segera berlutut seraya berkata, "Ayah! Kenapa ayah berkata begitu?"

"Di mana lelaki dan perempuan tadi?! Cepat beritahukan!"

Hati Lu Leng dan Toan Bok Ang berdebar-debar tegang sekali.

"Aku... aku sungguh tidak tahu!" ujar Oey Sim Tit lagi coba meyakinkan ayahnya.

Liok Ci Khim Mo tertawa dingin. "Bagus! Kau tidak tahu, ya sudahlah! Namun kelima orang yang di dalam penjara, nyawa mereka akan kuhabisi malam ini!"

Oey Sim Tit berkata gugup, "Bukankah ayah bilang, tunggu sampai Pek Gwee Cap Go (tanggal lima belas bulan delapan), mereka berlima akan dijadikan tumbal?"

Liok Ci Khim Mo tertawa dingin lagi. "Tidak salah, ayah memang pernah mengatakan begitu. Namun, tidak sampai Pek Gwee Cap Go kau akan melepaskan mereka berlima!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar