Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 52

Lu Leng bertanya lagi, "Ada urusan apa? Mengapa kau menangis?"

Oey Sim Tit menangis seraya menyahut dengan air mata yang masih berlinang, "Mereka berdua... entah apa sebabnya malah menerjang ke luar lewat depan. Mereka sudah dihalangi orang-orang."

Mendengar itu seketika Lu leng melesat menuju ke depan, diikuti oleh Oey Sim Tit yang merasa sangat cemas. Tanyanya, " Saudara Lu, bagaimana baiknya?"

Lu Leng tidak menyahut. Tanpa memperdulikan Oey Sim Tit ia terus melesat ke depan. Mendadak dia merasa ada desiran angin di belakangnya, ternyata Liat Hwe Cousu sudah menyusulnya seraya berseru.

"Anak Leng!"

Saat ini hati Lu Leng sudah sampai pada puncak kegelisahannya, maka ia tidak menyahut seruan Liat Hwe Cousu. Tiba-tiba dia merasa Liat Hwe Cousu menyelipkan sesuatu ke tangannya, setelah dilihat, itu adalah sebuah kantong sutera.

Dengan keheranan Lu Leng bertanya, "Suhu, apa ini?"

Liat Hwe Cousu menyahut, "Jangan banyak bertanya, simpan dulu!"

Lu Leng segera menyimpan kantong sutera itu ke dalam bajunya tanpa bertanya apa pun.

Liat Hwe Cousu berkata, "Anak Leng, begitu bertemu mereka berdua, kau harus cepat-cepat menolong mereka. Jangan kau pedulikan diriku!"

Hati Lu Leng amat resah, ia sama sekali tidak menyelami arti ucapan Liat Hwe Cousu. Akhirnya dia cuma menyahut, "Ya, suhu!"

Tak lama mereka berdua sudah sampai di sekitar pintu besar itu, persis pada saat Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang terjala!

Liat Hwe Cousu berkata dengan suara dalam, "Cepat bawa mereka pergi!"

Ketika berkata demikian Liat Hwe Cousu masih khawatir bila Lu Leng tidak mau menurut perintahnya, maka ia menjulurkan tangannya mendorong Lu Leng. Lu Leng terdorong enam tujuh depa jauhnya mengarah pada jala tersebut. Seketika tampak beberapa orang mengepungnya. Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras, bagaikan geledek membelah bumi! Suara bentakan yang mengguntur itu membuat semua orang tertegun, termasuk Lu Leng.

Tapi Lu Leng cuma tertegun sekejap, ia segera menoleh ke belakang. Tampak Liat Hwe Cousu berdiri disitu. Jubah merahnya mengembung besar seperti sebuah balon, bahkan juga mirip segulung api yang menyala. Saat ini Lu Leng masih belum menyadari apa maksud Liat Hwe Cousu. Ternyata Liat Hwe Cousu sudah siap bertarung mati-matian dengan Liok Ci Khim Mo agar Lu Leng, Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang bisa selamat meninggalkan istana Ci Cun Kiong!

Setelah mendorong Lu Leng ke arah Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang yang terjala, Liat Hwe Cousu pun mengerahkan lweekang-nya yang puluhan tahun, lalu mengeluarkan suara bentakan yang amat dahsyat memekakkan telinga. Pada waktu bersamaan Lu Leng pun bergerak cepat menggunakan jurus Thian Te Kun Tun (Langit Bumi Kacau Balau) dan jurus Hong Moh Coh Khai (Turun Hujan Gerimis) menyerang beberapa orang.

Orang-orang itu masih dalam keadaan tertegun. Mereka tersentak sadar oleh angin pukulan, namun sudah terlambat untuk berkelit. Setelah terkena angin pukulan tersebut, mereka roboh serentak! Lu Leng segera menyambar jala berikut Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang yang ada di dalam jala itu, langsung dibawa pergi. Saat itu Liat Hwe Cousu sudah mengeluarkan suara bentakan untuk yang kedua kalinya, sekaligus menggerakkan sepasang tangannya yang penuh mengandung lweekang hasil latihan puluhan tahun.

Lu Leng sudah melesat ke luar melalui pintu besar. Dia masih sempat menengok ke belakang, tampak dua tiga puluh orang terpental bagaikan layangan putus tersambar oleh angin pukulan Liat Hwe Cousu, membentur tembok yang ada disitu.

"Bum! Bum!"

Tembok itu roboh seketika, sekaligus mengubur mereka yang terkena! Menyaksikan pukulan yang begitu dahsyat, hati Lu Leng amat terkejut dan kagum terhadap Liat Hwe Cousu, yakin gurunya itu pasti menyusul, maka dia segera melesat pergi! Sayang sekali Lu Leng tidak mengetahui bahwa Liat Hwe Cousu telah mengerahkan seluruh lweekang-nya hasil latihan selama puluhan tahun. Setelah mengeluarkan dua kali bentakan dahsyat, lweekang-nya pun musnah hampir separuh bagian! Walau saat ini Liat Hwe Cousu masih dapat melarikan diri, namun dalam hatinya sama sekali tidak berniat demikian! Sebaliknya dia terus menghimpun hawa murninya, mengeluarkan suara bentakan dahsyat dan sekaligus menggerakkan sepasang tangannya kesana kemari!

Yang mati di tangannya berjumlah lima puluh orang lebih, semuanya berasal dari golongan hitam. Mereka binasa tanpa mengeluarkan suara jeritan! Sedangkan orang-orang yang masih tersisa menjadi ketakutan, mereka segera kabur. Namun di saat bersamaan muncullah Kim Kut Lau seraya berseru,

"Bu Lim Ci Cun sudah datang...."

Belum lagi suara seruannya berhenti, mendadak Liat Hwe Cousu membalik sambil berputar putar bagikan angin puyuh menuju ke arahnya disertai dengan sebuah pukulan! Betapa terkejutnya Kim Kut Lau, ingin berkelit sudah terlambat! Dia terpaksa mengerahkan lweekang-nya untuk menangkis.

"Blaam!" terdengar suara benturan.

Kim Kut Lau menjerit dengan mulut menyemburkan darah segar, dia terpental beberapa depa jauhnya, ia sudah terluka parah!

Ketika Kim Kut Lau muncul, Liat Hwe Cousu sudah tahu bila Liok Ci Khim Mo juga akan segera menyusul. Di saat Kim Kut Lau terpental, terdengar suara harpa yang amat nyaring.

"Ting! Tung! Ting! Tung!"

Ketika Liat Hwe Cousu menggerakkan sepasang tangannya, ia juga mengeluarkan suara bentakan dahsyat. Tetapi begitu mendengar suara harpa itu, hatinya menjadi tergoncang. Ia menghimpun hawa murninya agar tetap tenang, lalu mengeluarkan bentakan yang lebih dahsyat agar dapat menekan suara harpa itu. Akan tetapi Pat Liong Thian Im merupakan ilmu yang amat hebat, selama ini belum pernah ada ilmu lain yang dapat menandingi ilmu tersebut! Maka walau Liat Hwe Cousu memiliki lweekang yang amat tinggi, akhirnya ia pun tak dapat bertahan.

Berselang sesaat, Liat Hwe Cousu sudah mulai merasa darahnya bergolak. Saking tak tahan, dia terus menerus menyemburkan darah segar dari mulutnya! Meski pun demikian dia tetap bertahan dan maju ke depan sambil mendongakkan kepala. Ia melihat Liok Ci Khim Mo berdiri di depan pintu aula besar, tangannya memegang harpa Pat Liong Khim sambil jari tangan kanannya terus memetik tali senar harpa itu. Liat Hwe Cousu terus menghimpun hawa murninya untuk melawan. Mendadak dia menerjang kedepan sambil melancarkan sebuah pukulan! Pukulan yang dilancarkan menggunakan tenaganya yang terakhir! Kalau pun pukulan itu berhasil menghantam Liok Ci Khim Mo, dirinya pun ibarat pelita yang sudah kehabisan minyak, akan mati kehabisan tenaga!

Beberapa tahun lalu di gunung Bu Yi San puncak-Sian Jin Hong, Giok Bin Sin Kun Tong Hong Pek juga pernah bertarung seperti Liat Hwe Cousu. Di saat amat kritis, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah Liok Ci Khim Mo. Ketika itu pukulan yang dilancarkan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tidak hanya berhasil melukai Liok Ci Khim Mo, bahkan berhasil membunuh Ki Hok. Sedangkan Liok Ci Khim Mo harus merawat lukanya hingga tiga tahun, barulah muncul kembali di dunia persilatan!

Akan tetapi empat lima tahun ini Liok Ci Khim Mo terus makan obat mujarab sehingga lweekang-nya bertambah tinggi, serta ilmu Pat Liong Thian Im yang dimilikinya juga bertambah maju pesat! Di saat Liat Hwe Cousu melancarkan pukulan itu, tampak mata Liok Ci Khim Mo menyorotkan sinar membunuh. Ia langsung memetik tali senar yang terakhir itu tiga kali dan membuat Liat Hwe Cousu roboh bergulingan!

Saat ini Liat Hwe Cousu hanya terpisah tiga empat meter dari Liok Ci Khim Mo, sedangkan pukulan yang dilancarkan tetap mengarah pada Liok Ci Khim Mo. Tapi suara harpa tadi merupakan yang terlihay dari Pat Liong Thian Im, sehingga membuyarkan hawa murni Liat Hwe Cousu! Walau pukulan yang dilancarkan Liat Hwe Cousu mengarah pada dada Liok Ci Khim Mo, namun sudah tiada tenaga sama sekali, bahkan tangannya pun diturunkan perlahan-lahan.

Liok Ci Khim Mo tertawa terkekeh-kekeh, jari tangannya terus memetik tali senar harpa semakin dahsyat bagaikan ombak menderu-deru atau angin badai yang memporak- porandakan segala apa yang ada di bumi! Meski pun badan Liat Hwe Cousu sudah tidak dapat bergerak, namun sepasang matanya tetap menatap Liok Ci Khim Mo dengan tajam. Ternyata ketika Liat Hwe Cousu roboh bergulingan tiga kali, dia masih mampu bangkit berdiri untuk melanjutkan pukulan yang dilancarkannya tadi. Hanya karena hawa murninya telah buyar, maka pukulannya itu jadi tak bertenaga sama sekali!

Ketika Liok Ci Khim Mo menyaksikan itu, bukan main terkejutnya. Dalam hati ia membatin, bagaimana dia tidak roboh? Tanpa sadar Liok Ci Khim Mo mundur beberapa langkah. Di saat bersamaan muncul Kiong Bu Hong, Sien Put Pah dan lainnya di belakang Liok Ci Khim Mo.

Kiong Bu Hong maju ke sisi Liok Ci Khim Mo, berkata dengan suara rendah, "Ci Cun, dia sudah mati!"

Liok Ci Khim Mo langsung berhenti memetik tali senar harpa, namun Liat Hwe Cousu tetap berdiri tak bergerak di tempat! Hal ini membuat Liok Ci Khim Mo mengerutkan kening, bertanya perlahan pada Kiong Bu Hong,

"Betulkah dia sudah mati?"

Kiong Bu Hong mengangguk. "Dia pasti sudah mati!"

Kiong Bu Hong maju ke depan Liat Hwe Cousu, menjulurkan tangannya dan mendorong dada Liat Hwe Cousu. Tetapi ternyata Liat Hwe Cousu masih dapat menghimpun sedikit hawa murninya sehingga berhasil memberatkan badannya. Sepasang kakinya tertanam ke dalam lantai, maka badannya tidak roboh.

Ketika Kiong Bu Hong menjulurkan tangannya untuk mendorong, ia justru mendorong bagian dadanya sehingga membuat hawa murni yang tersimpan di rongga dada langsung menerjang ke luar! Bukan main terkejutnya Kiong Bu Hong! Ia ingin menarik kembali tangannya, tapi sudah terlambat!

"Kreek!" terdengar suara dan ternyata tulang lengan Kiong Bu Hong telah patah. Saking sakitnya keringat Kiong Bu Hong mengucur dengan derasnya.

Di saat bersamaan mayat Liat Hwe Cousu pun roboh, mengeluarkan suara berdebuk yang amat keras, lalu tergeletak di lantai! Setelah mati, Liat Hwe Cousu masih dapat mematahkan tulang lengan Kiong Bu Hong yang berasal dari golongan hitam! Tentang itu, kelak siapa yang mengungkit kejadian tersebut pasti memuji dan menaruh hormat padanya!

Semasa hidup Liat Hwe Cousu amat angkuh dan memandang rendah pada siapa pun, tidak heran kaum rimba persilatan amat membencinya. Bahkan ketika berada di gunung Altai, dia pun pernah mencelakakan Lu Leng dan Toan Bok Ang, ini merupakan perbuatan rendah. Setelah dia mati pandangan kaum rimba persilatan kepadanya menjadi berubah, mereka mencap dirinya sebagai orang gagah atau pendekar aneh dunia persilatan!

Bukan main terkejutnya Liok Ci Khim Mo ketika melihat tulang lengan Kiong Bu Hong patah. Maka walau pun mayat Liat Hwe Cousu sudah roboh tergeletak di lantai, tapi Liok Ci Khim Mo masih memetik tali senar, sehingga menimbulkan suara yang amat dahsyat! Ternyata dengan cara itu Liok Ci Khim Mo ingin memastikan apakah Liat Hwe Cousu sudah mati atau belum? Setelah mengetahui Liat Hwe Cousu memang sudah mati, barulah Liok Ci Khim Mo menarik nafas lega, kemudian tertawa gelak...

Ketika Lu Leng membawa pergi jala besar berikut Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang, dia masih tidak menyadari bahwa Liat Hwe Cousu berniat untuk mati! Setelah mendengar suara bentakan Liat Hwe Cousu makin lama makin rendah, barulah dia mengerti. Tiba-tiba Lu Leng teringat sesuatu, ia segera merogoh ke dalam bajunya untuk mengambil kantong sutera pemberian Liat Hwe Cousu. Setelah membaca tulisan di kantong sutera barulah ia tahu, ketika Liat Hwe Cousu menerjang ke luar, Liat Hwe Cousu sudah bertekad untuk mati. Maka diserahkannya kitab pelajaran ilmu silat rahasia partai Hwa San kepadanya, agar kelak Lu Leng dapat mengangkat nama partai tersebut! Karena itu hati Lu Leng amat sedih hingga air mata terus bercucuran tak henti-hentinya!

Berselang beberapa saat, Tam Goat Hua bertanya dengan suara rendah, "Tadi kau menyinggung Tiat Sin Ong, mengapa?"

Lu Leng menghela nafas. "Liat Hwe Cousu tahu jejak Panah Bulu Api, dan itu ada hubungannya dengan Tiat Sin Ong!"

Tam Goat Hua tertegun mendengarnya. "Bagaimana bisa ada hubungannya dengan Tiat Sin Ong?"

Lu Leng menyahut, "Kakak Ang juga tahu. Ternyata Panah Bulu Api sudah dicuri orang di dalam makam nyonya Seh! Kakak Ang masih ingat itu?"

Sementara air mata Toan Bok Ang sudah berderai-derai. Dia membalikkan badannya seraya berkata, "Tentunya aku masih ingat. Segala sesuatu yang terjadi di dalam makam nyonya Seh, aku... aku takkan lupa selama-lamanya!"

Lu Leng tertegun, kemudian menghela nafas panjang seraya berkata, "Kakak Ang, aku memang tidak baik."

Air mata Toan Bok Ang mengucur lebih deras, katanya, "Bagaimana kau tidak baik? Kau mencintai kakak Tam dan tidak mencintaiku, mana bisa aku menyalahkanmu? Kau... lebih baik kau jangan... mengatakan itu lagi!"

Usai berkata Toan Bok Ang lalu duduk di atas batu, menangis terisak-isak disitu!

Tam Goat Hua mendekatinya. Menjulurkan tangannya memegang bahu Toan Bok Ang seraya berkta, "Adik Toan anggaplah kita tidak pernah bertemu dengannya, bukankah beres? Aku akan bicara sebentar padanya, lalu kita pergi!"

Toan Bok Ang mendongakkan kepala, tampak pipinya telah dibasahi oleh air mata. "Kakak Tam harus mengerti, biar bagaimana pun hatiku... tetap berduka, itu... itu tak dapat dihindarkan!"

Apa yang dikatakan Toan Bok Ang memang dapat dirasakan Tam Goat Hua, begitu pula Lu Leng.

Tam Goat Hua berpaling memandang Lu Leng sejenak, kemudian mengarah ke tempat lain seraya berkata, "Lihatlah! Bagaimana dalamnya kesedihan adik Toan demi dirimu!"

Lu Leng membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, namun tidak mampu mengeluarkan suara. Apa yang ingin disampaikannya, justru dikatakan oleh Toan Bok Ang.

"Kakak Tam, kau jangan menyalahkannya! Cobalah kau pikir, bagaimana dalamnya kesedihan Lu Leng demi dirimu? Kakak Tam, kau dan dia sebenarnya sangat serasi untuk menjadi suami istri!"

Tam Goat Hua segera berkata, "Adik Toan...."

Sebelum Tam Goat Hua menyelesaikan ucapannya, Toan Bok Ang sudah bangkit berdiri dan berkata, "Kakak Tam, jangan mengira aku berkata sebaliknya! Berhubung aku amat mencintainya, maka berharap dia gembira! Aku... aku sendiri bersedih tidak jadi masalah, asal... dia bahagia sudah cukup bagiku!"

Ucapan Toan Bok Ang itu amat memilukan, membuat hati Lu Leng terasa berduka sekali. "Kakak Ang, kau... kau sungguh baik!"

Toan Bok Ang memandangnya lama sekali, kemudian menghela nafas sambil membalikkan badannya sekaligus berjalan pergi.

Tam Goat Hua segera berseru, "Adik Toan, tunggu aku!"

Toan Bok Ang tidak membalikkan badannya, hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata, "Kau mau bicara apa, bicaralah! Aku mau pergi. Dalam hatiku aku tidak membenci siapa pun, aku... aku mau pergi!" Sambil berkata dia pun berjalan pergi.

Tam Goat Hua langsung melesat ke depan menghadangnya, menatapnya seraya berkata, "Adik Toan, seusai aku bicara, barulah kita pergi bersama!"

Toan Bok Ang menyahut dengan sedih, "Cepat atau lambat harus pergi, mengapa harus membuang waktu lagi?"

Tam Goat Hua berkata, "Dia bilang Panah Bulu Api itu ada kaitannya dengan Tiat Sin Ong. Aku justru tahu Tiat Sin Ong berada dimana!"

Begitu mendengar itu, Lu Leng cepat-cepat bertanya, "Apakah beliau masih hidup?"

Tam Goat Hua menganguk. "Ya! Bahkan beliau pun pernah mengajarkanku tiga jurus ilmu silat!"

Lu Leng girang bukan main, ia langsung bertanya, "Beliau berada di mana?"

Tam Goat Hua menyahut, "Beliau berada di...."

Di saat bersamaan mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang amat kencang. Mereka bertiga segera menoleh, mereka melihat tiga empat ekor kuda berlari amat kencang ke arah mereka. Kira-kira berjarak empat lima depa, tiba-tiba para penunggang kuda menarik tali les kuda masing-masing.

Terdengar pula suara seruan. "Di sini!"

Kemudian tampak tiga orang mengibaskan tangannya ke atas. Terlihat tiga buah benda melayang ke atas disertai suara ledakan di udara.

"Bum!"

Kejadian itu hanya berlangsung sekejap. Tam Goat Hua, Lu Leng dan Toan Bok Ang yang melihat hal tersebut sudah menduga bahwa mereka adalah orang-orangnya Liok Ci Khim Mo. Kini jejak mereka sudah ketahuan, maka orang-orang itu segera memberi isyarat ke atas dengan semacam kembang api! Setelah melepaskan kembang api, ketiga orang itu pun membalikkan kuda masing-masing bersiap-siap untuk pergi.

Akan tetapi Lu Leng langsung membentak keras, "Mau kabur ke mana?!"

Lu Leng segera melesat ke arah mereka. Bukan main cepatnya gerakan Lu Leng sehingga ketiga orang itu tidak sempat melarikan kuda tunggangan mereka. Lu Leng menjulurkan tangannya menyambar dua orang lalu dihempaskan ke bawah, sedangkan yang satu masih sempat melarikan kudanya. Namun Lu Leng sudah bergerak laksana kilat, meloncat ke punggung kuda itu! Akan tetapi kuda itu pun meloncat pergi sehingga Lu Leng merosot ke bawah! Namun Lu Leng masih berhasil meraih ekornya, dia membentak keras sambil mengerahkan ilmu memberatkan badan! Sepasang kaki Lu Leng seperti terpaku di tanah, sehingga kuda itu tidak dapat lari. Kuda itu meringkik keras sambil mengangkat sepasang kaki depannya, sehingga orang yang ada di atasnya jatuh ke bawah!

Ternyata kepandaian orang itu cukup tinggi. Ketika terpeleset ke bawah, dia masih sempat bersalto sehingga mencabut goloknya serta menyerang Lu Leng dengan jurus Ciau Hoa Kay Ting (Bunga Mekar Menutupi Atap). Golok itu menyambar kepala Lu Leng! Lu Leng segera melompat mundur. Di saat dia baru mau balas menyerang, mendadak terdengar suara bentakan nyaring dan tampak pula cahaya menyambar tenggorokan orang itu. Tanpa mengeluarkan jeritan, orang itu roboh seketika. Lu Leng menoleh, ternyata Toan Bok Ang yang menggerakkan senjata Sian Tian Sin So sudah langsung menghabisi nyawanya.

Lu Leng segera berkata, "Kembang api isyarat itu telah dilepaskan, sebentar lagi Liok Ci Khim Mo pasti kemari. Mari kita cepat-cepat pergi!"

Tam Goat Hua menunjuk ke depan. "Kita pergi menuju arah itu!"

Arah yang ditunjuk Tam Goat Hua justru menuju ke istana Ci Cun Kiong. Hal ini amat mengejutkan Lu Leng.

"Kita balik menuju ke istana Ci Cun Kiong?! Apakah tidak membahayakan?"

Tam Goat Hua menyahut, "Begitu mendengar suara kuda, kita segera bersembunyi! Kiong Bu Hong sudah terluka, tentunya tidak berani mengejar kita. Yang lain pasti tidak menduga kita berada di sekitar sana!"

Lu Leng berpikir sejenak, memang masuk akal apa yang dikatakan Tam Goat Hua. Mereka bertiga segera melesat ke arah istana Ci Cu Kiong. Kira-kira tiga mil kemudian, mendadak terdengar suara derap kaki kuda di depan. Mereka bertiga langsung berhenti, menengok kesana kemari. Tampak beberapa pohon besar dengan daun-daun yang amat lebat. Mereka bertiga meloncat ke atas pohon bersembunyi disitu.

Tak lama kemudian tampak tujuh delapan ekor kuda berlari kencang melewati tempat itu. Setelah itu tampak sebuah kereta mewah yang ditarik beberapa ekor kuda melewati, menyusul terlihat lagi beberapa ekor kuda. Kuda yang terakhir ditunggangi Kiong Bu Hong yang lengannya dibalut dengan kain putih!

Berselang beberapa saat setelah kuda-kuda dan kereta mewah itu pergi jauh, barulah Tam Goat Hua berkata dengan suara rendah, "Kiong Bu Hong juga berada di antara mereka!"

Lu Leng bertanya, "Mengapa kalau dia juga ada bersama mereka?"

Tam Goat Hua menyahut, "Dia pasti menduga kita bersembunyi di sekitar tempat ini!"

Lu Leng mengerutkan kening, kemudian berkata, "Kalau begitu, sebelum terlambat mari kita meninggalkan tempat ini!"

Tam Goat Hua mengeluarkan suara dengusan, lalu menyahut, "Waiau Kiong Bu Hong amat cerdik dan licik, pasti tidak akan menduga kita sedemikian berani bersembunyi dekat istana Ci Cun Kiong!"

Lu Leng menjadi terkejut. "Kakak Goat, apa maksudmu?!"

Tam Goat Hua berkata, "Orang yang berada di dalam kereta mewah yang lewat tadi pasti adalah Liok Ci Khim Mo! Kini di dalam istana Ci Cun Kiong sudah jelas kosong, bila kita bersembunyi di sana pasti aman!"

Toan Bok Ang segera berkata, "Kalian berdua pergilah! Aku di sini akan memancing musuh!"

Sahut Lu Leng, "Jangan bodoh!"

Lu Leng segera menarik Toan Bok Ang, lalu bersama Tam Goat Hua meloncat turun dari pohon. Cepat-cepat mereka melesat ke arah istana Ci Cun Kiong! Berselang beberapa saat mereka bertiga sudah mendekati pintu masuk istana Ci Cun Kiong. Mereka bersembunyi. Di pintu masuk itu tampak seseorang berdiri termangu-mangu di situ. Tam Goat Hua, Toan Bok Ang dan Lu Leng yang bersembunyi dapat mengenali orang yang berdiri itu, dia adalah Oey Sim Tit. Lu Leng ingin pergi menyapanya, namun Tam Goat Hua segera mencegahnya.

"Berhenti! Lebih baik kita tetap bersembunyi di sini!"

Lu Leng mengangguk, mereka tetap bersembunyi di rumput alang-alang yang lebat dan panjang itu. Tak berapa lama terdengar suara derap kuda! Kali ini Kiong Bu Hong yang di depan, kereta mewah di belakang, iring-iringan itu menuju ke istana Ci Cun Kiong!

Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam. "Kiong Bu Hong sungguh cerdas, kelihatannya dia dapat menduga kita menuju ke istana Ci Cun Kiong. Untung kita bersembunyi di sini!"

Berselang sesaat tampak seseorang keluar memanggil Oey Sim Tit. Setelah Oey Sim Tit dan orang itu masuk, kemudian tampak keluar pula dua orang lain yang tetap berdiri di sana untuk berjaga.

Sementara hari mulai gelap. Tam Goat Hua, Toan Bok Ang dan Lu Leng terus bersembunyi disitu. Berselang beberapa saat barulah mereka bertiga mundur perlahan-lahan. Setelah mundur hampir setengah mil dan tidak melihat siapa pun, barulah mereka bertiga melesat pergi. Setelah kira-kira lima enam mil, barulah mereka berhenti.

Lu Leng segera bertanya, "Kakak Goat, Tiat Sin Ong berada di mana? Liat Hwe Cousu yakin dia yang mencuri Panah Bulu Api itu!"

Tam Goat Hua memberitahukan, "Beliau berada di tengah-tengah gunung Go Bi San!" Usai memberitahukan, Tam Goat Hua pun menutur tentang apa yang dialaminya di gunung tersebut.

Lu Leng berkata, "Kakak Goat, bagaimana sekarang? Apakah kalian juga akan pergi bersama aku?"

Tam Goat Hua menggelengkan kepala. "Aku tidak mau kesana. Kalau kau membutuhkan orang menemanimu, ajaklah adik Toan saja!"

Lu Leng belum bersuara, Toan Bok Ang sudah menyahut duluan, "Kakak Tam, mengapa begitu?"

Tanpa berjanji mereka menarik nafas serentak.

Tam Goat Hua berkata, "Busur Api telah hilang lagi, itu pun harus direbut kembali...." Berkata sampai disini, Tam Goat Hua tidak melanjutkan.

Lu Leng cepal-cepat berkata, "Kakak Goat, kau tidak pergi bersamaku ke gunung Go Bi San tidak jadi masalah, namun kau tidak boleh seorang diri pergi merebut Busur Api itu! Kami semua sudah berjanji, setahun kemudian akan bertemu di persimpangan jalan yang tak jauh dari sini. Kini masih sepuluh bulan lagi! Sampai waktunya aku harap kalian berdua juga datang untuk berunding bersama!"

Tam Goat Hua cuma tersenyum getir tanpa menyahut.

Toan Bok Ang yang menyahut, "Lihat saja nanti, Adik Leng. Jaga dirimu baik-baik!"

Lu Leng berkata terputus-putus, "Kakak Ang, aku...."

Toan Bok Ang menyahut dengan sedih, "Kau jangan banyak bicara lagi, aku...."

Sebelum menyelesaikan ucapannya, Toan Bok Ang sudah melesat pergi. Tam Goat Hua juga pergi menyusulnya, tak lama kedua gadis itu sudah tidak terlihat di tempat yang gelap.

Lu Leng berdiri termangu-mangu di tempat, dan hati pun jadi merana dan amat berduka sekali! Kedua gadis itu sungguh baik terhadap Lu Leng. Salah satu di antaranya justru amat mencintainya, namun Lu Leng malah tidak dapat menggembirakannya! Setelah berdiri termangu-mangu di situ, barulah Lu Leng melesat ke arah barat. Teringat akan jejak Tiat Sin Ong dan tidak lama lagi akan memperoleh panah Bulu Api, dalam hatinya merasa agak gembira.

Lu Leng terus menuju ke gunung Go Bi San. Di dalam perjalanan ia menyamar agar identitasnya tidak diketahui siapa pun. Dalam perjalanan Lu Leng sering bertemu kaum golongan hitam yang merajalela atas nama istana Ci Cun Kiong. Entah berapa kali Lu Leng ingin turun tangan memberantas mereka, namun akhirnya dia tetap dapat bersabar agar tidak menimbulkan masalah. Dua puluh hari kemudian dia sudah memasuki gunung Go Bi San. Tak lama sampailah dia di bawah Cing Yun Ling.

Dia berdiri termenung hampir setengah harian, mengenang kembali kejadian bersama Tam Goat Hua. Tanpa sadar air mata pun meleleh. Berselang sesaat dia mendongakkan kepala memandang Tong Thian Hong (Puncak Langit Timur) dan See Thian Hong (Puncak Langit Barat), itu membuatnya menghela nafas panjang. Dia berpikir bahwa kini sudah berada di gunung Go Bi San, Tam Goat Hua pun telah memberitahukan tentang tempat tinggal Tiat Sin Ong. Dia dapat mencarinya dalam waktu sehari. Waktu masih begitu banyak, dia ingin naik ke atas Cing Yun Ling berjalan-jalan disana. Oleh karena itu dia langsung melesat ke atas Cing Yun Ling.

Akan tetapi, berselang sesaat mendadak terdengar suara bentakan, "Siapa berani memasuki tempat terlarang Go Bi Pay?!"

Lu Leng tertegun mendengar suara bentakan itu, namun bersamaan dengan itu dia pun merasa girang dalam hati. Apakah ada anggota Go Bi Pay yang sudah kembali? Lu Leng segera berhenti, mendongakkan kepala untuk melihat. Tapi pemandangan yang ada di depannya membuat ia tertegun. Ternyata di hadapannya berdiri empat orang, dua pendeta dan dua orang biasa. Kedua pendeta itu berwajah kasar, sama sekali tidak mirip orang yang menyucikan diri, sedangkan kedua orang biasa itu bermata tikus, sekali pandang sudah dapat diketahui bahwa kedua orang itu berhati licik dan bukan orang baik-baik.

Setelah tertegun sejenak, barulah Lu Leng membuka mulut bertanya, "Siapa kalian?"

Keempat orang itu mendengus, kemudian menyahut, "Pendeta dari Go Bi Pay dan murid Go Bi Pay yang tak menyucikan diri! Sebetulnya siapa kau?"

Mendengar itu, Lu Leng tampak tercengang. Saat itu dia menyamar sebagai tukang cari kayu, maka dia pun berpura-pura bodoh. "Dengar-dengar para pendeta murid-murid Sui Cing Siansu semuanya telah mati di tangan Liok Ci Khim Mo! Bagaimana kalian berdua bisa hidup?"

Kedua pendeta berwajah bengis tertawa dingin. "Sui Cing Siansu memang tak tahu diri, berani-beraninya menentang Bu Lim Ci Cun, maka dia harus mati! Kini partai Go Bi Pay aliran menyucikan diri dan tidak menyucikan diri telah dikuasai Bu Lim Ci Cun!"

Begitu mendengar itu, bukan main gusarnya Lu Leng! Akan tetapi Lu Leng masih dapat mengendalikan diri. "Kalau begitu, partai lain juga sama seperti itu?"

Keempat orang itu menyahut serentak, "Tentunya sama!"

Lu Leng bertanya, "Sekarang siapa yang menjadi ketua kedua aliran Go Bi Pay?"

Salah seorang itu menyahut, "Ketua Go Bi Pay aliran menyucikan diri adalah Thian Hang Taysu!"

Mendengar itu diam-diam Lu Leng berkata, “Bagus! Pendeta yang bengis itu kini malah menjadi ketua Go Bi Pay!”

Lu Leng menekan hawa kegusarannya, ia bertanya lagi, "Siapa ketua Go Bi Pay aliran tidak menyucikan diri?"

Keempat orang itu menyahut, "Beliau amat terkenal, tidak lain adalah Tay Lik Sin (Malaikat Tenaga Besar) Hoan Bu!"

Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala. "Belum pernah mendengar nama orang itu!"

Keempat orang itu langsung melotot berkata dengan penuh kegusaran. "Kau ini siapa? Berani menghina ketua kami?"

Lu Leng merasa marah tapi juga merasa geli. Berdasarkan cerita kedua orang itu, kelihatannya Tay Lik Sin-Hoan Bu tidak hebat sama sekali, tapi bagaimana ia begitu berani menduduki posisi Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek? Nyali orang itu sungguh besar sekali! Lu Leng menyahut perlahan-lahan, "Aku? Aku memang anggota Go Bi Pay, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek adalah guruku!"

Begitu mendengar sahutan Lu Leng, wajah keempat orang itu langsung berubah pucat pias, bahkan bibir pun gemetaran. "Apa....?! Giok Bin Sin Kun?!"

Diam-diam Lu Leng menghela nafas dalam hati. Sejak Liok Ci Khim Mo muncul di dunia persilatan hingga kini baru empat lima tahun. Penjahat kecil macam begini sudah berani menjejakkan kakinya di gunung Go Bi San! Bagaimana beberapa tahun lagi? Bukankah rimba persilatan akan diselimuti awan gelap?!

Lu Leng menyahut dengan dingin, "Tidak salah, Giok Bin Sin Kun!"

Keempat orang itu mundur beberapa Iangkah. Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri untuk bertanya, "Giok Bin Sin Kun adalah buronan Bu Lim Ci Cun. Kini Go Bi Pay sudah dikuasai Bu Lim Ci Cun, mau apa kau kemari?!"

Yang lain segera menyambung, "ltu benar! Berhubung kau masih muda dan tidak tahu apa-apa, cepatlah kau pergi dari sini!"

Lu Leng tersenyum. "Oh, ya?"

Sambil berkata, jurus Siang Hok Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan) pun sudah dikeluarkannya. Terdengar dua kali jeritan, ternyata dada kedua pendeta berwajah bengis itu telah terserang oleh tenaga Kim Kong Sin Ci. Seketika mereka berdua roboh dengan mulut menyemburkan darah segar, nafas pun amat lemah. Terlihat bahwa mereka tidak mungkin hidup lagi.

Menyaksikan itu wajah dua orang lainnya langsung berubah kelabu, namun mulut mereka masih berani menegur dengan suara terbata-bata karena gugup dan takut, "Bocah! Kau... kau berani bertingkah di tempat terlarang Go Bi Pay?!"

Lu Leng tertawa gelak lalu menyahut, "Kini aku masih belum mau menemui Thian Hang Taysu, aku hanya ingin menemui Tay Lik Sin-Hoan Bu! Oleh karena itu aku membunuh kedua pendeta itu. Aku membiarkan kalian berdua hidup untuk menunjuk jalan! Kalau kalian masih berani banyak omong, aku sendiri pun masih bisa ke atas gunung!"

Kedua orang itu tidak berani banyak bicara lagi.

Mendadak Lu Leng maju ke depan, sekaligus menjulurkan tangannya menyambar kedua orang itu, kemudian membentak, "Ayo jalan!"

Ketika merasakan jari tangan Lu Leng yang keras bagaikan kaitan besi, seketika kedua orang itu mengucurkan keringat dingin. Mereka segera berjalan ke atas gunung dengan kepala tertunduk. Tak lama kemudian sampailah mereka di atas Cing Yun Ling, lalu membelok ke arah See Thian Hong. Di sana tampak delapan orang yang berdiri sebagai penjaga. Melihat ada yang datang salah seorang membentak dengan suara keras.

"Siapa yang datang ?"

Lu Leng segera menggerakkan sepasang lengannya, mendorong kedua orang itu ke arah orang-orang yang berbaris di situ. Begitu dahsyatnya dorongan Lu Leng, membuat kedua orang itu menerjang teman-temannya sehingga mereka terjatuh saling tindih tidak karuan serta kaki dan tangan mereka menjadi patah.

Lu Leng tertawa dingin. Tanpa memandang orang-orang itu, ia langsung melesat ke depan. Berselang beberapa saat, aula pertemuan Go Bi Pay aliran tidak menyucikan diri sudah kelihatan. Sesungguhnya aula itu telah dilalap api, namun kini sudah dibangun kembali dan tampak lebih mentereng dari sebelumnya. Menyaksikan itu, Lu Leng pun membatin, “Ada baiknya juga begitu. Setelah membasmi Liok Ci Khim Mo, tidak usah repot-repot membangun tempat ini lagi!”

Sesampainya di depan pintu aula, Lu Leng langsung membentak, "Ada orang di dalam?!"

Sembari membentak, dia pun melancarkan sebuah pukulan ke arah pintu itu. Terdengar suara keras membahana. Pintu itu terbuka, dan terlihat empat lima puluh orang di dalam. Mereka serentak bangkit berdiri. Hanya seorang yang masih duduk di kursi tengah, badannya gemuk dan kelihatan agak berwibawa. Begitu melihat orang gemuk itu, Lu Leng sudah menduga dia pasti adalah Tay Lik Sin-Hoan Bu. Kelihatannya memang pernah belajar gwakang beberapa tuhun, tetapi sama sekali tidak mirip seorang jago yang tangguh. Lu Leng berjalan ke dalam perlahan-lahan, seketika terdengar suara bentakan.

"Siapa kau?!"

Lu Leng sama sekali tidak menghiraukan seruan itu, ia langsung berjalan ke hadapan Tay Lik Sin-Hoan Bu, kemudian menarik sebuah kursi sekaligus duduk di kursi itu. Setelah duduk, barulah Lu Leng bertanya, "Kaukah Tay Lik Sin-Hoan Bu?"

Air muka orang itu berubah, ia balik bertanya, "Mau apa kau kemari?"

Lu Leng tertawa gelak, sahutnya, "Aku adalah murid Go Bi Pay aliran tidak menyucikan diri, apakah aku tidak boleh datang di Cing Yun Ling ini?"

Tay Lik Sin-Hoan Bu membentak, "Ternyata kau adalah buronan yang belum mampus. Ayo! Cepat tangkap dia!"

Seketika tampak tujuh delapan orang mendekati Lu Leng, namun Lu Leng tetap duduk tak bergerak di kursi. Mendadak tangan Lu Leng bergerak cepat, dia sudah mengeluarkan jurus Pat Hong Hong Ih (Hujan Angin Delapan Penjuru). Angin pukulan itu mengarah pada delapan orang itu, tepatnya pada jalan darah Tay Pai Hiat.

"Kreak....!!"

Delapan orang itu tak mampu bergerak seketika, sedangkan semua orang yang menyaksikan itu terbelalak seraya berteriak-teriak.

"Dia... dia bisa ilmu sihir!"

Lu Leng hanya tertawa dingin, katanya, "Hm Pik Kong Tah Hoat saja tidak tahu, masih berani mengaku sebagai murid Go Bi Pay! Tay Lik Sin-Hoan Bu, cepatlah menggelinding turun!"

Tay Lik Sin-Hoan Bu gusar sekali. Dia membentak seraya menyerang ke arah kepala Lu Leng. Kini kungfu Lu Leng sudah amat tinggi sekali, di matanya orang yang berkepandaian sepeti Tay Lik Sin-Hoan Bu bukanlah apa-apa. Ketika orang itu menyerang, Lu Leng sama sekali tidak berkelit, ia malahan menjulurkan tangannya untuk menotok jalan darah di kaki orang tersebut.

"Tok! Tok!"

Begitu jalan darah di kaki Tay Lik Sin-Hoan Bu tertotok, ia segera jatuh berlutut di hadapan Lu Leng. Sedangkan pukulan yang dilancarkannya ke arah kepala Lu Leng hanya ditanggapi Lu Leng sambil lalu saja, dengan hanya mengerahkan sedikit lweekang untuk menggempur balik serangan itu, tetapi ternyata mampu membuat tangan Tay Lik Sin-Hoan Bu nyaris patah!

Wajah Tay Lik Sin-Hoan Bu tampak menghijau. Ia ingin bangkit berdiri, tapi tangan Lu Leng telah memegang bahunya sehingga Tay Lik Sin-Hoan Bu tak mampu bergerak dan tetap berlutut di hadapan Lu Leng! Kini Tay Lik Sin-Hoan Bu baru tahu betapa tingginya kepandaian Lu Leng.

Tay Lik Sin-Hoan Bu segera berteriak, "Kalian masih belum mau menyerangnya?"

Lu Leng menengok kesana kemari seraya membentak, "Siapa berani mati?!"

Puluhan orang itu saling memandangi, tiada seorang pun berani maju menyerang Lu Leng, sementara tangan Lu Leng masih memegang bahu Tay Lik Sin-Hoan Bu. Mendadak ia mengerahkan lweekang-nya, membuat keringat orang itu terus mengucur serta berteriak-teriak terputus-putus.

"Cepat! Cepat pergi panggil Thian Hang Taysu! Cepat...!!"

Lu Leng berkata dengan dingin, "Dengar-dengar keledai gundul itu masih memiliki sedikit kepandaian, tidak seperti kalian yang hanya merupakan gentong nasi! Cepat panggil dia kemari agar aku tidak usah ke Tong Thian Hong mencarinya!"

Begitu Lu Leng usai berkata, puluhan orang itu pun segera berlari ke luar serentak. Akan tetapi mendadak Lu Leng membentak keras, "Hanya boleh seorang yang ke sana!"

Badan Lu Leng mencelat ke atas, kemudian melayang turun di tengah-tengah orang-orang itu, sekaligus menggerakkan sepasang tangannya sehingga puluhan orang itu roboh saling tindih! Setelah itu Lu Leng menendang seseorang hingga terpental ke luar pintu aula. Orang itu berguling-guling, lalu bangkit berdiri dan langsung kabur ke Tong Thian Hong. Badan Lu Leng berkelebat, tahu-tahu sudah kembali ke tempat semula. Kebetulan Tay Lik Sin sedang berusaha bangkit berdiri, namun Lu Leng sudah menekan bahunya. Orang itu terpaksa berlutut kembali di hadapan Lu Leng!

Lu Leng mendengus dingin, "Hm! Go Bi Pay sejak didirikan Thian Kou Sucou, hingga kini sudah ratusan tahun! Setiap generasi pasti muncul ketua yang berkepandaian tinggi dan amat gagah. Bagaimana mungkin membiarkan kalian bertingkah di tempat ini?"

Ketika berkata, wajah Lu Leng tampak bengis sehingga membuat semua orang tak berani bersuara. Namun ada seorang bernyali dan berani menyahut, "Tay Lik Sin yang menyuruh kami kemari!"

Tay Lik Sin-Hoan Bu segera berkata, "Bu Lim Ci Cun...."

Belum juga orang itu menyelesaikan ucapannya, Lu Leng sudah mengayunkan tangan menampar mukanya.

"Plaak!"

Muka Tay Lik Sin-Hoan Bu langsung membengkak. Saat ia membuka mulut, menyemburlah delapan belas buah gigi disertai darah yang terus mengalir. Semakin berpikir Lu Leng semakin gusar, mendadak ia mengayunkan kakinya menendang dada Tay Lik Sin-Hoan Bu.

"Kreeek...!!"

Tay Lik Sin-Hoan Bu terpental beberapa depa jauhnya, tulang di sekujur badannya telah remuk! Ketika roboh di lantai dia sudah tidak menyerupai manusia lagi, tampak seperti segumpal daging gemuk yang tak bertulang sama sekali!

Lu Leng berkata lantang, "Kalian semua sudah kuberi peringatan. Lain kali kalau bertemu, aku pasti tidak akan melepaskan kalian! Apakah kalian masih belum enyah dari sini?!"

Mendengar itu semua orang yang berada di situ langsung kabur terbirit-birit! Kini di dalam aula besar itu hanya tinggal Lu Leng seorang. Dia tahu, walau pun sudah mengusir orang-orang itu, tapi tidak lama lagi pasti akan muncul orang lain yang menggunakan nama Go Bi Pay untuk menetap di situ! Oleh karena itu terlebih dahulu ia harus membasmi Liok Ci Khim Mo! Lu Leng masih tetap duduk di situ sampai berselang beberapa saat, hingga akhirnya terdengar suara pujian pada Sang Buddha,

"Omitohud!"

Lu Leng mendongakkan kepala, tampak seorang padri berjalan ke dalam. Keningnya penuh kerutan, sepasang matanya pun menyorot tajam dengan seuntai tasbeh melingkar di lehernya. Sebelah tangannya memegang sebuah senjata yang ujungnya berbentuk seperti bulan sabit. Lu Leng pernah dengar dari orang tentang padri bengis itu. Dia berasal dari daerah See Hek (Daerah Barat Luar Tionggoan), padri tersebut bergelar Thian Hang Taysu! Senjata bulan sabit dan tasbehnya amat lihay dan hebat, tentunya tidak dapat disamakan dengan Tay Lik Sin-Hoan Bu! Karenanya begitu melihat kemunculan padri itu, Lu Leng pun bersiap-siap menghadapinya.

Begitu berjalan ke dalam, Thian Hang Taysu pun menengok kesana kemari, lalu bertanya, "Apakah sicu adalah Lu Leng?"

Lu Leng mendengus dingin, "Hmm! Kau memang sudah tahu namaku!"

Thian Hang Taysu berkata, "Orang yang menyucikan diri selalu berwelas asih. Mengingat dulu kau juga adalah murid Go Bi Pay, maka aku pun berbaik hati melepaskanmu meninggalkan tempat ini! Kalau tidak, aku pasti menangkapmu untuk diserahkan kepada Bu Lim Ci Cun!"

Mendengar itu, kegusaran Lu Leng langsung memuncak. Akan tetapi dia tidak segera melampiaskan kegusarannya. Ia kemudian mengerahkan tenaga Kim Kong Sin Ci dan bersiap-siap untuk menyerang, kemudian berkata dengan dingin, "Kau sungguh tak tahu malu, berdasarkan derajat apa kau berani menyebut dirimu adalah ketua kaum padri Go Bi Pay? Orang lain akan melepaskanmu, tapi kau justru tidak bisa lolos dari tanganku!"

Thian Hang Taysu tertawa gelak. "Hahaha! sungguh besar mulutmu. Dengar-dengar kau memiliki ilmu Kim Kong Sin Ci hingga Si Setan Seng Ling pun terluka di tanganmu! Baik, kau boleh coba!"

Lu Leng sudah mengerahkan tenaga Kim Kong Sin Ci sampai sembilan bagian. Ketika Thian Hang Taysu usai berkata, dia pun berkata membentak, " Kalau begitu, sambutlah seranganku!"

Badan Lu Leng terangkat sedikit, lalu menyerang dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

"Bum!" tenaga jarinya mengarah Thian Hang Taysu

Badan padri itu berkelebat mengelak, akan tetapi angin serangan itu amat cepat. Walau Thian Hang Taysu berhasil berkelit, namun bahunya tidak terluput dari angin serangan itu. Badan Thian Hang Taysu tampak sempoyongan mundur setengah langkah. Angin serangan itu terus menerjang ke depan dan terdengar suara yang amat dahsyat.

“Blaam!" tembok yang berada di depannya telah berlubang. Dapat dibayangkan betapa hebatnya Kim Kong Sin Ci itu!

Semula Thian Hang Taysu menganggap Lu Leng masih muda, sudah pasti bukan lawannya! Namun ketika menyaksikan serangan tersebut, hatinya pun jadi tersentak kaget! Kini padri itu tidak berani meremehkan Lu Leng lagi, badannya berkelebat sekaligus mengayunkan senjata bulan sabitnya. Tampak senjata itu ber-kelebat-kelebat memancarkan cahaya, ternyata Thian Hang Taysu telah menyerang tiga jurus.

"Sreng!" mendadak Lu Leng mencabut golok pusakanya.

Terlihat cahaya kehijau-hijauan menyambar-nyambar, balas menyerang dengan tiga jurus pula! Lu Leng mengeluarkan ilmu Thian Hou Sam Sek (Tiga Jurus Harimau Langit).

"Trang! Trang! Trang!" kedua senjata itu beradu tiga kali, menimbulkan suara benturan yang memekakkan telinga.

Di saat bersamaan Thian Hang Taysu merasa tangannya mendadak jadi ringan. Cepat-cepat ia mencelat mundur, dan terlihat ujung senjatanya yang berbentuk bulan sabit telah terpapas kutung oleh golok pusaka itu. Bukan main terkejutnya Thian Hang Taysu. Ia segera mengambil tiga butir tasbeh yang melingkar di lehernya, sekaligus disambitkan ke arah Lu Leng! Ketiga butir tasbeh itu bergemerlapan kemerah-merahan, meluncur laksana kilat mengarah Lu Leng! Lu Leng pun bergerak cepat untuk mengelit serangan itu. Golok pusaka di tangannya pun diayunkan ke arah salah sebutir tasbeh itu.

"Trang!" tampak percikan bunga api, biji tasbeh itu telah terbelah dua!

Namun terdengar Thian Hang Taysu bersiul aneh, tampak empat butir tasbeh meluncur lagi menyerang Lu Leng. Bukan main cepatnya luncuran keempat butir tasbeh itu! Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa mencelat ke atas hingga keempat butir tasbeh itu meluncur melewati kakinya. Lu Leng tidak menunggu Thian Hang Taysu menyerangnya lagi dengan senjata rahasia itu. Ia langsung menggeram sambil menyerang dengan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba), orang berikut golok pusaka itu menerjang ke arah Thian Hang Taysu.

Pada waktu bersamaan, Thian Hang Taysu pun menyerang Lu Leng dengan dua butir tasbeh. Setiap jurus Thian Hou Sam Sek dapat menyerang dan bertahan terhadap serangan yang mendadak. Oleh karena itu Lu Leng tidak berkelit lagi, namun terus melancarkan serangan tersebut. Kedua butir tasbeh terpental terkena sambaran golok pusaka, sedangkan Lu Leng terus menerjang ke arah Thian Hang Taysu.

Hal ini sungguh diluar dugaan padri tersebut sehingga membuatnya tertegun. Di saat itulah golok pusaka tersebut sudah menyambar bahunya. Tanpa banyak pikir lagi Thian Hang Taysu langsung mengangkat senjatanya untuk menangkis! Padri itu lupa, golok di tangan Lu Leng merupakan golok pusaka yang amat tajam.

"Trang!" terdengar suara benturan, senjata di tangan Thian Hang Taysu terbabat kutung, sedangkan golok pusaka di tangan Lu Leng terus menyambar bahu padri itu.

Thian Hang Taysu berteriak aneh. Ia cepat-cepat mencelat mundur. Kini Lu Leng sudah berada di atas angin dan ia bertekad tidak akan melepaskan padri itu. Dia maju ke depan sambil menyerang dengan jurus Wa Hou Seh Seng (Harimau Mendekam). Padri itu sudah tidak keburu berkelit mau pun meloncat ke belakang, maka perutnya tertusuk oleh golok pusaka itu.

Terdengar suara jeritan Thian Hang Taysu. Ia mundur beberapa langkah. Sekujur badannya sudah berlumuran darah serta perut robek terkena golok pusaka. Setelah menjerit Thian Hang Taysu masih ingin menyerang. Dia mengangkat tangannya, namun mendadak badannya sempoyongan lalu roboh di lantai.

"Buuuuk!"

Sejak bertarung dengan orang, Lu Leng tidak pernah turun tangan sadis. Tapi setelah Liat Hwe Cousu mati, dia pun amat membenci para anak buah Liok Ci Khim Mo, sehingga begitu turun tangan, tidak memberi ampun lagi! Ketika melihat Thian Hang Taysu roboh, Lu Leng memandangnya seraya tertawa dingin dan berkata, "Orang macam kau, apakah berderajat jadi ketua para padri Go Bi Pay?!"

Usai berkata Lu Leng lalu berjalan pergi, membiarkan Thian Hang Taysu terus merintih-rintih di lantai. Baru meninggalkan aula besar, ia sudah melihat dua padri kabur saking ketakutan. Lu Leng segera membentak sengit, "Berhenti!"

Kedua padri itu telah menyaksikan kekalahan Thian Hang Taysu yang begitu mengenaskan, mana mungkin mereka berdua berani mengabaikan seruan Lu Leng? Kedua padri itu langsung berhenti dengan kaki gemetar. Lu Leng maju ke hadapan mereka, dengan tiba-tiba ia mengayunkan golok pusaka di tangannya, seketika tampak empat buah daun telinga melayang turun. Kedua padri itu tidak berani menjerit, hanya menutup telinga masing-masing yang berlumuran darah dengan sepasang tangan, wajah mereka meringis kesakitan.

Lu Leng berkata dengan dingin, "Sekarang aku masih ada urusan, namun aku akan segera kembali! Setelah aku kembali nanti, kalau masih ada orang di Tong Thian Hong, satu pun tidak akan kulepaskan!"

Kedua padri itu manggut-manggut, lalu berjalan pergi dengan penuh ketakutan. Lu Leng memandang punggung mereka, kemudian mengeluarkan tawa gelak yang bergema-gema. Ternyata rasa dongkolnya dalam hati sejak kematian Liat Hwe Cousu saat ini sedikit terlampiaskan. Setelah tertawa gelak, Lu Leng pun segera meninggalkan Cing Yun Ling, menuju atas sesuai dengan petunjuk Tam Goat Hua.

Tak terasa hari pun sudah mulai gelap, untung bulan yang bergantung di langit bersinar terang. Lu Leng masih dapat melanjutkan perjalanan. Hingga tengah malam Lu Leng sudah berada di tengah-tengah gunung, suasananya amat sunyi. Lu Leng berhenti, memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Sesuai dengan apa yang diceritakan Tam Goat Hua, gadis itu bertemu monyet berbulu perak di tempat ini. Kedua ekor monyet berbulu perak itu pasti sering muncul di tempat ini. Sebaiknya menunggu munculnya kedua ekor binatang itu, lalu menguntitnya agar dapat sampai ke tempat tinggal Tiat Sin Ong, pikir Lu Leng. Kalau tidak, walau berhasil mencari tempat tinggal orang tua itu, belum tentu ia bersedia menemuinya.

Setelah berpikir begitu, Lu Leng segera berbaring di sebuah batu besar. Karena ia melakukan perjalanan terus menerus agar sampai dengan cepat, maka ia menjadi sangat lelah, dan tak lama kemudian ia telah tertidur dengan pulas. Entah pulas berapa lama, mendadak ia dikejutkan oleh suara yang amat lirih. Lu Leng membuka matanya, suara lirih itu mirip suara langkah. Lu Leng yakin, itu pasti suara langkah monyet berbulu perak. Dia tidak bergerak, hanya melirik ke arah suara ilu.

Di bawah sorotan sinar rembulan, tampak dua sosok bayangan panjang. Lu Leng berpikir, apakah kedua ekor monyet berbulu perak akan membawanya ke tempat tinggal Tiat Sin Ong, ataukah sebaliknya akan membawa Tiat Sin Ong ke tempat ini? Di saat Lu Leng sedang berpikir, tampak kedua sosok bayangan panjang itu mulai mendekatinya. Saat itu pula mendadak Lu Leng melihat adanya keganjilan, sebab kedua sosok bayangan itu tidak memiliki lengan panjang yang menyentuh tanah, bahkan gerak-geriknya juga tidak menyerupai monyet! Pasti itu bukan bayangan monyet, melainkan manusia!

Betapa terkejutnya Lu Leng! Ketika dia baru mau membalikkan badannya, terlambat sudah! Tampak sehelai kain sudah menutupi mukanya. Lu Leng tidak sempat menjulurkan tangannya karena hidungnya sudah mencium bau wangi yang amat aneh! Lu Leng masih ingin menutup pernafasannya, namun matanya sudah merasa gelap. Dia segera pingsan tak sadarkan diri!

Entah berapa lama kemudian, Lu Leng siuman perlahan-lahan. Samar-samar ia melihat bayangan merah dan bayangan hijau, entah apa itu! Di saat bersamaan dia pun merasa badannya tidak bisa bergerak. Setelah melihat dengan penuh perhatian, barulah dia terkejut setengah mati. Ternyata sepasang tangan dan kakinya telah dirantai, bahkan rantai itu pun dipantek pada sebuah balok yang amat besar sehingga sekujur badannya tidak bisa bergerak sama sekali! Dirinya berada di atas punggung kuda, sedangkan bayangan merah dan hijau didepannya, tidak lain adalah dua orang yang mengenakan jubah merah dan jubah hijau.

Lu Leng coba meronta, tapi ia merasa tenaganya masih belum pulih sehingga tidak bisa bergerak sama sekali. Lu Leng menarik nafas dalam-dalam kemudian bertanya dengan sengit, "Siapa kalian?"

Begitu Lu Leng bersuara, kedua orang yang menunggang kuda di depan segera menoleh ke belakang. Ternyata mereka berdua adalah seorang lelaki dan wanita. Ia merasa belum pernah bertemu dengan mereka. Usia mereka sekitar lima puluhan. Di pinggang lelaki itu terselip sebuah golok yang tidak lain adalah golok pusaka milik Lu Leng. Ketika mereka berdua menoleh ke belakang, Lu Leng pun bertanya lagi,

"Sebetulnya siapa kalian berdua, mengapa merantai diriku di sini?"

Lelaki itu tertawa terkekeh, sahutnya, "Tuan muda Lu, kau sudah siuman? Lebih baik jangan bergerak agar kau tidak mengalami siksaan dalam perjalanan!"

Lu Leng membentak gusar, "Kalian akan membawaku ke mana?"

Lelaki itu memperdengarkan suara tawa yang tak sedap didengar, setelah itu barulah menyahut, "Kami berdua adalah suami istri, ingin pergi ke istana Ci Cun Kiong! Kebetulan kami bertemu denganmu, maka kau akan kujadikan hadiah agar kami bisa masuk ke dalam istana Ci Cun Kiong!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar