Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 27

Wajah kedua orang itu tampak kemerah-merahan. "Kalau begitu kenapa anda menghadang kami, tidak membiarkan kami turun gunung?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tersenyum lagi. "Kalian berdua utusan Liok Ci Khim Mo. Kini para jago rimba persilatan berada di ruang besar itu. Kalian berdua belum usai bicara, maka tidak bisa pergi begitu saja!"

Kedua orang itu saling memandang. "Menurut anda, kami...."

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa. "Ketika tiba di sini, kalian berdua mengatakan Liok Ci Khim Mo adalah Penguasa Rimba Persilatan. Kalian berdua adalah utusan untuk menyampaikan pesannya, kenapa malah tidak punya nyali masuk ke dalam?"

Wajah kedua orang itu bertambah merah oleh perkataan Tam Sen yang bernada menyindir, kemudian saling memandang lagi, setelah itu barulah melangkah ke dalam ruang besar itu. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengikuti mereka dari belakang, tak lama sudah sampai di dalam ruang besar.

Ketika Tam Sen berbicara dengan kedua orang itu, semua orang yang di dalam ruang besar telah mendengarnya. Maka ketika kedua orang itu masuk, semua memandang mereka dengan dingin sekali, sehingga membuat kedua orang itu jadi salah tingkah, tidak tahu harus bagaimana baiknya! Liok Ci Khim Mo memang hebat, namun saat ini di ruang besar itu berkumpul banyak jago rimba persilatan. Kalau salah seorang jago yang berada di situ menjulurkan tangan, nyawa kedua orang itu pasti melayang, bagaimana mereka berdua tidak ketakutan?

"Silakan duduk kalian berdua! Entah berada di mana Liok Ci Khim Mo sekarang?" ujar Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mempersilakan keduanya.

Begitu Tam Sen menyebut nama Liok Ci Khim Mo, nyali kedua orang itu pun jadi besar lagi serentak. Mereka menyahut, "Berada di bawah Cing Yun Ling!"

Sahutan itu membuat air muka semua orang berubah. Semua itu tidak terlepas dari mata kedua orang itu sehingga mereka merasa bangga dalam hati. Mereka juga membatin, “Walau kalian semua berkepandaian amat tinggi, siapa mampu melawan Pat
Liong Thian Im?” setelah berkata dalam hati, nyali kedua orang itu pun bertambah besar lagi, sikap mereka mulai angkuh!

Tam Sen memberi isyarat kepada Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua, kemudian bertanya kepada kedua orang itu. "Sebetulnya ada urusan apa malam begini Liok Ci Khim Mo datang di Cing Yun Ling Go Bi San?"

"Liok Ci Khim Mo adalah Bu Lim Ci Cun. Kini banyak jago rimba persilatan berkumpul di sini, maka Liok Ci Khim Mo memberi perintah, selanjutnya berbuat apa pun harus ada perintahnya!"

Ketika kedua orang mengatakan begitu, air muka semua orang berubah, terutama Lu Leng yang langsung membentak, "Kentut!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen segera mengibaskan tangannya, agar Lu Leng diam saja. Setelah itu bertanya lagi kepada kedua orang tersebut. "Bagaimana seandainya kami tidak mau menuruti perintahnya?"

Kedua orang itu menyahut. "Membasmi semuanya dengan suara Pat Liong Thian Im!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tersenyum. "Bagaimana kalau kami menuruti perintahnya?"

Kedua orang itu menyahut dengan dada terangkat sedikit. "Kalian semua harus berbaris sampai ke bawah gunung, menyambut kedatangan Bu Lim Ci Cun Liok Ci Khim Mo!"

Seusai kedua orang itu berkata, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen segera bangkit berdiri. Semua orang yang berada di ruang besar, menduga Cit Sat Sin Kun-Tam Sen pasti akan marah besar, bahkan mungkin juga akan membunuh kedua orang itu. Akan tetapi justru sungguh di luar dugaan, ternyata Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berkata demikian, "Tidak salah apa yang kalian katakan. Siapa mampu melawan Pat Liong Thian Im? Liok Ci Khim Mo memang Bu Lim Ci Cun, itu memang benar. Nah, harap kalian berdua mengantar kami pergi menemui Liok Ci Khim Mo!"

Apa yang dicetuskan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tidak hanya mencengangkan semua orang, bahkan kedua orang itu jadi tertegun.

"Apakah Tam Tocu akan mewakili semua orang?" tanya utusan itu.

Ketika Cit Sat Sin Kun-Tam Sen baru mau menyahut, mendadak si Walet Hijau tertawa dingin, "Cit Sat Sin Kun, aku anggap kau adalah orang gagah, tidak tahunya begitu rendah dan tak tahu malu! Kau mau pergi menemui Bu Lim Ci Cun apa, pergi saja sendiri!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menoleh ke arahnya seraya menatap si Walet Hijau. "Yok Kun Sih, apakah kau tidak takut Pat Liong Thian Im itu?"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih tertawa angkuh. "Takut apa?"

Usai berkata, mendadak si Walet Hijau-Yok Kun Sih mencelat ke atas. Ilmu ginkang Hui Yan Bun memang amat terkenal, lagi-pula dia memiliki lweekang yang telah dilatihnya puluhan tahun. Gerakannya begitu ringan dan sangat cepat. Setelah mencelat ke atas, dia melesat ke arah kedua orang itu dengan kecepatan laksana kilat. Wajah kedua orang itu langsung berubah pucat. Kedua utusan itu hendak mundur, tapi Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berkata keras.

"Jangan takut!"

Membungkukkan badannya sedikit, tangan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen bergerak mengeluarkan jurus Sam Sat Hwee Thian (Tiga Algojo Menghadap Langit), salah satu jurus Cit Sat Sin Ciang, mengarah pada si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Gerakan Yok Kun Sih dan Tam Sen amat cepat. Ketika Yok Kun Sih melesat ke sana, Tam Sen melancarkan jurus serangan itu ke arahnya.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih yang berada di udara merasa ada serangkum angin yang amat dahsyat mengarahnya. Ketika melihat Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang melancarkan pukulan itu, dia amat terkejut dalam hati. Siapa tidak tahu akan kehebatan Cit Sat Sin Ciang? Si Walet Hijau-Yok Kun Sih tidak berani menyambut pukulan itu.

Semua orang jadi tegang, terutama para murid Hui Yan Bun, semuanya langsung bangkit berdiri. Namun di saat bersamaan terdengar suara seruan nyaring, ternyata Lu Leng yang berseru.

"Paman Tam, kenapa begitu?"

Di saat Lu Leng berseru, Toan Bok Ang murid kesayangan si Walet Hijau-Yok Kun Sih, segera memandangnya dengan penuh cinta kasih, itu terjadi dalam waktu sekejap. Semua orang langsung mendongakkan kepala.

Mendadak si Walet Hijau-Yok Kun Sih bersiul panjang, badannya mencelat ke atas beberapa depa. Setelah mencelat ke atas, kemudian berjungkir balik beberapa kali dan melayang turun. Si Walet Hijau-Yok Kun Sih dapat menghindari pukulan yang dilancarkan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, itu mengandalkan pada ginkang-nya yang amat tinggi. Betapa kagumnya para jago yang berada di situ, membuat mereka melupakan urusan Liok Ci Khim Mo. Seketika mereka bertepuk sorak dengan riuh gemuruh.

Setelah sepasang kaki menginjak lantai, si Walet Hijau-Yok Kun Sih langsung membentak sengit. “Tam Tocu, kau rela jadi budak Liok Ci Khim Mo?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menyahut lantang. “Tahu gelagat adalah orang pintar! Yok Kun Sih, selain kalian Hui Yan Bun, mungkin semua orang punya pikiran sepertiku!"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih mendengus dingin, "Hmm!"

Ketika Walet Hijau-Yok Kun Sih baru mau berkata, salah seorang tongcu Hwa San Pai sudah mendahului berkata lantang. "Cousu ada perintah. Para murid Hwa San kalau berani meninggalkan ruangan besar ini, harus dibunuh!" perintah itu ditujukan kepada para murid Hwa San Pai, namun sesungguhnya justru menyatakan bahwa pihak Hwa San Pai tidak tunduk terhadap Liok Ci Khim Mo.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih dengan Liat Hwe Cousu sama sekali tiada kesan baik, tapi di saat ini Liat Hwe Cousu justru memperlihatkan kegagahannya, sama sekali tidak merendahkan derajat mau pun kedudukannya. Karena itu si Walet Hijau-Yok Kun Sih jadi berkesan baik terhadapnya. "Liat Hwe tua! Tak kusangka kau ternyata orang gagah!"

Liat Hwe Cousu memandang ke sana ke mari dengan tajam. "Terima-kasih!" setelah itu, Liat Hwe Cousu memejamkan matanya, duduk tak bergerak di tempat.

Sementara itu Lu Leng justru emosi sekali. "Paman Tam! Apakah paman sungguh ingin bertekuk lutut di hadapan Liok Ci Khim Mo itu?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen membentak. "Anak Leng! Kau masih muda, mengerti apa? Cepat ikut aku ke bawah gunung!"

"Aku tidak mau ikut!"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih menatapnya, lalu berseru, "Bagus!"

Usai si Walet Hijau-Yok Kun Sih berseru begitu, terdengar pula suara seorang gadis menyambung, "Gagah dan punya pendirian!"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih dan Lu Leng segera menoleh ke arah suara itu, ternyata Toan Bok Ang. Matanya beradu dengan mata Lu Leng. Seketika pipi gadis itu jadi kemerah-merahan, cepat-cepat dia menundukkan wajahnya dalam-dalam.

Sementara Tam Ek Hui yang diam dari tadi, mendadak maju dua langkah seraya berkata. "Ayah! Nama ayah..!"

Sebelum Tam Ek Hui usai berkata, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen sudah membentak sengit, "Tutup mulutmu! Kalau kau bersuara lagi, kau akan mati di tanganku!"

Han Giok Shia menggenggam tangan Tam Ek Hui erat-erat, gadis itu berkata tegas, "Paman Tam, pokoknya kami tidak mau turun ke bawah!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa panjang. "ltu urusan kalian! Adik Cing, saudara Tong Hong, mari kita pergi menyambut Liok Ci Khim Mo!"

Semua orang menduga, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua pasti menolak. Namun justru sungguh di luar dugaan semua orang, ternyata mereka berdua mengangguk.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen memandang kedua utusan Liok Ci Khim Mo. "Nah, harap kalian tunjuk jalan!"

Kedua orang itu langsung menuding semua orang yang berada di ruang besar seraya berkata, “Tam Tocu, mereka semua tidak mau menuruti perintah, kenapa kau tidak mau membereskan mereka dulu?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa. "Aku yakin Liok Ci Khim Mo sudah tidak sabar menunggu, lebih baik kita pergi menyambutnya ke mari dulu. Kalau harpa sudah bunyi, mereka semua mau berlutut pun sudah terlambat!"

Kedua orang itu manggut-manggut. "Tidak salah!" ucap salah satu dari mereka. Kemudian keduanya membalikkan badan, lalu melangkah lebar meninggalkan ruang besar itu.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, dan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen saling memberi isyarat, kemudian mengikuti mereka dari belakang. Baru saja mereka berlima keluar dari pintu, terdengar suara seruan si Nabi Setan-Seng Ling.

"Tunggu sebentar!"

Si Nabi Setan-Seng Ling bangkit berdiri. Dia menarik putranya seraya berkata pada Cit Sat Sin Kun-Tam Sen. "Kami ayah dan anak juga mau pergi menyambut Liok Ci Khim Mo!"

Betapa dukanya dalam hati Lu Leng, Kedua orang yang amat dihormatinya ternyata akan tertekuk lutut di hadapan Liok Ci Kim Mo. Ditambah lagi barusan si Nabi Setan-Seng Ling mengatakan begitu, sehingga membuatnya tidak dapat bersabar lagi. Pemuda itu membentak sambil maju selangkah dan secepat itu pula menggerakkan jari telunjuknya menyerang si Nabi Setan dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

Sebenarnya si Nabi Setan-Seng Ling saat itu belum juga sembuh dari lukanya. Tentu saja tak mungkin dia punya tenaga menangkis serangan itu. Maka ketika hendak berusaha mengelak dari serangan Lu Leng, angin serangan itu sudah menyambarnya. Seketika pinggangnya terkena serangan itu, si Nabi Setan-Seng Ling menjerit, dengan tubuh terhuyung-huyung ke belakang dan roboh di lantai.

"Phui!" Lu Leng meludah, pertanda amat memandang rendah kepadanya.

Sementara Giok Bin Sin Kun dan lainnya sudah meninggalkan ruang besar sehingga tiada seorang pun mempedulikan si Nabi Setan-Seng Ling.

Mendadak Toan Bok Ang berseru nyaring, "Bagus! Biar si Setan Tua itu tahu rasa! Tapi gurumu sudah bergabung dengan Liok Ci Khim Mo, kenapa tadi Lu-siauhiap tidak turun tangan menghalanginya?"

"Kalau dia menyambut Liok Ci Khim Mo ke mari, aku tidak mau mengakuinya sebagai guru lagi!"

Toan Bok Ang memang sudah terkesan baik terhadap Lu Leng. Ia kini tidak mempedulikan orang lain, yang penting menarik perhatian pemuda yang telah mencuri hatinya itu. Maka ketika mendengar Lu Leng menjawab begitu, wajahnya berubah cerah berseri-seri. Namun saat hendak membuka mulut untuk bicara lagi, si Walet Hijau-Yok Kun Sih langsung membentak.

"Anak Ang, tutup mulutmu!"

Toan Bok Ang diam seketika, tidak berani bicara apa-apa lagi. Namun sepasang matanya tetap memandang Lu Leng. Sementara hati Lu Leng menjadi kacau dan tak karuan mendapati Toan Bok Ang memandangnya dengan mata berbinar-binar penuh diliputi cinta kasih.

Setelah Toan Bok Ang diam, ruang besar itu jadi hening. Hati semua orang tercekam, masing-masing diliputi kegelisahan. Kalau sampai Liok Ci Khim Mo muncul di tempat ini, mungkin tiada seorang pun dapat meloloskan diri. Meski pun Liat Hwe Cousu dan si Walet Hijau-Yok Kun Sih berkepandaian amat tinggi, belum tentu dapat melawan Pat Liong Thian Im.

Sui Cing Siansu segera duduk bersila, kemudian mulai membaca doa dengan suara rendah. Suara doanya rendah, namun kedengarannya amat sangat bersungguh-sungguh, seperti sedang memberi kekuatan batin kepada semua orang. Yang terdengar di dalam ruang besar itu hanya suara doa Sui Cing Siansu, tidak terdengar suara lain. Semua orang menunggu nasib yang menentukan mereka.

Sementara Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua terus mengikuti dua orang utusan Liok Ci Khim Mo menuju ke bawah gunung. Tak seberapa lama setelah meninggalkan Cing Yun Ling, mereka melihat ada sebuah kereta yang berhenti di tengah jalan. Di bawah cahaya sinar bulan kereta itu tampak gemerlapan. Kereta itu ternyata dihiasi dengan berbagai macam batu permata sehingga bergemerlapan tertimpa sinar bulan, amat menyilaukan mata!

Begitu melihat kereta itu, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen memperlambat langkahnya, kemudian mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua yang di belakangnya. Itu merupakan suatu isyarat. Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua, yang satu adalah kawan baiknya, sedangkan yang satu lagi istrinya, maka mereka berdua memahami sifat dan gerak-geriknya Cin Sat Sin Kun-Tam Sen.

Ketika mereka mendengar pengakuan Cin Sat Sin Kun-Tam Sen rela pergi menyambut kedatangan Liok Ci Khim Mo, mula-mula mereka sangat terkejut, namun kemudian mengetahui juga maksud tujuannya. Karena itu ketika Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mengajak mereka pergi menyambut Liok Ci Khim Mo, keduanya langsung setuju. Kini Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mengibas-ngibaskan tangannya ke belakang. Keduanya segera maju selangkah ke sisi kiri dan kanannya, sekaligus menghimpun lweekang masing-masing.

Setelah berada di hadapan kereta mewah, kedua orang utusan tadi memberi hormat. "Di atas gunung hanya Tam Sen, Tong Hong Pek, dan Seh Cing Hua yang datang menemui majikan!" kata mereka memberitahukan.

Sementara Cit Sat Sin Kun-Tam Sen membentak sambil menyingkir beberapa langkah, sedangkan Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua sudah maju sambil melancarkan pukulan.
Bersamaan dengan itu Cit Sat Sin Kun-Tam Sen juga melancarkan pukulan bergabung dengan serangan yang dilancarkan Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua. Tujuan ini hanya di dalam hati Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, namun Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua rupanya mengetahui tujuannya itu. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiganya segera menjalankan kerja-sama dengan baik sekali.

Gabungan ketiga macam tenaga itu dahsyat sekali, hingga mampu menciptakan suara gemuruh hebat laksana gemba bumi dan melesat ke arah kereta merah itu. Dua orang utusan tadi sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di belakang mereka. Mereka terkejut bukan kepalang ketika tahu-tahu kereta mewah itu sudah hancur berkeping-keping dan bahkan tertumpas terbang ke segala arah, laksana terhantam badai dahsyat sekali.

Begitu melihat pukulan gabungan itu berhasil, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen langsung tertawa terbahak-bahak. Akan tetapi, sebelum tawanya lenyap telah terdengar suara tawa panjang di belakangnya.

"Aku tidak berada di dalam kereta! Kalian bertiga telah sia-sia melancarkan serangan itu!"

Tiga orang itu mengira kalau Liok Ci Khim Mo berada di dalam kereta, dan tentu saja sudah hancur berkeping-keping. Namun ketika mendengar suara itu barulah mereka tahu, Liok Ci Khim Mo tidak berada di dalam kereta. Cepat ketiganya membalikkan tubuh, seketika mereka membelalak melihat sesosok tubuh manusia duduk di atas sebuah batu. Pakaiannya indah dan tampak mewah, namun wajahnya sungguh menakutkan. Di pangkuan orang itu terdapat sebuah harpa kuno berbentuk aneh, yang talinya berjumlah delapan.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tersentak kaget. Dia merasa kenal pada orang itu, hanya benar-benar tak ingat di mana pernah bertemu orang itu. Namun ketiganya tidak lama tertegun seperti itu, karena kemudian ketiganya sama-sama mengayunkan tangan masing-masing. Dan pada saat yang sama orang itu juga menggerakkan jari tangan memetik tali senar harpa di pangkuannya.

Harpa tersebut berbunyi tiga kali, suaranya nyaring bukan main! Tong Hong Pek, Tam Sen, dan Seh Cing Hua berkepandaian amat tinggi, namun mereka merasa seperti terpukul oleh palu yang ribuan kati beratnya. Seketika pikiran mereka bertiga jadi kacau dan tanpa sadar langsung mundur tiga langkah. Yang membuat aneh, mereka lupa untuk melakukan serangan masing-masing.

Liok Ci Khim Mo tertawa aneh sambil menggerakkan kembali jari tangannya. Kali ini harpa kedengaran seakan membetot ke luar sukma. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang merasakan adanya bahaya maut mengancam tampak mengerutkan kening, lalu segera memerintahkan kedua kawannya.

"Cepat duduk bersila menenangkan hati!"

Ketika Cit Sat Sin Kun-Tam Sen membuka mulut, nada harpa itu justru meninggi, dan inilah nada "Membunuh". Tam Sen merasa ada ribuan kuda menyerang ke arahnya. Sesaat matanya jadi gelap dan langsung jatuh duduk di tanah! Sedangkan Tong Hong Pek dan Seh Cing Hua segera duduk bersila menghimpun hawa murni untuk melawan Pat Liong Thian Im.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang jatuh duduk terlihat berguling-guling kesakitan. Dirasakan ada ribuan senjata tajam menusuk dan membacok dirinya, sehingga membuatnya menjerit-jerit kesakitan. Namun karena lweekang-nya amat tinggi, tidak lama kemudian dia sudah berusaha mengendalikan diri dengan menghimpun hawa murni. Walau masih merasa kesakitan yang hebat tapi kesadarannya tidak hilang sama sekali.

Dulu Cit Sat Sin Kun-Tam Sen pernah dilukai Pat Liong Thian Im. Apa yang dialaminya dulu tidak berbeda jauh dengan sekarang. Hanya saja dulu dia tidak melihat jelas siapa pemetik harpa Pat Liong Thian Khim, namun kini dia melihat jelas. Kalau dulu Liok Ci Khim Mo cuma melukainya, kini kelihatannya ingin membunuh mereka bertiga.

Nada suara harpa itu makin lama makin meninggi. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen merasakan mulutnya mengeluarkan sesuatu, ternyata darah! Begitu pula Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, mulut mereka sudah mengeluarkan darah.
Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tahu, kalau tidak segera menghentikan Pat Liong Thian Im itu, mereka bertiga pasti celaka.

“Mumpung kini masih memiliki kesadaran, harus segera bertindak,” pikirnya tidak sabaran.

Berdasarkan sedikit kesadaran itu, dia ingin melukai Liok Ci Khim Mo untuk menyelamatkan rimba persilatan. Padahal kini dia sudah jatuh duduk di tanah, namun tujuan itu justru membangkitkan semangatnya, sehingga dia masih dapat melangkah beberapa depa. Sayang, sebelum dia sempat melancarkan pukulan, suara Pat Liong Thian Im mendadak semakin meninggi. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tampak tersentak kaget bukan main. Badannya mencelat ke atas, kemudian melesat ke atas pohon. Dengan cepat dia memukul pohon itu berkali-kali menggunakan tenaga sepenuhnya. Wajah Liok Ci Khim Mo yang buruk itu tidak memperlihatkan ekspresi apa pun. Dia hanya menggerakkan jari tangannya memetik tali senar harpa Pat Liong Khim itu.

Sementara itu, di ruang besar tempat semua orang berkumpul tetap hening seperti semula, hanya terdengar suara doa yang dibacakan Sui Cing Siansu. Ketika mendengar suara menggetarkan dari bawah gunung, Sui Cing Siansu terkejut bukan main. Berhentilah ia membaca doa sambil membuka matanya.

"Siancai! Siancai! Kita semua telah salah menilai mereka bertiga!" serunya begitu menyadari apa yang terjadi di lembah sana.

Semua orang juga mendengar suara tersebut, maka mereka pun tahu pasti Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua sudah menggabungkan tenaga sakti masing-masing dan bertarung dengan Liok Ci Khim Mo.

"Aku tahu Tam Tocu bukan orang semacam itu!" timpal si Walet Hijau-Yok Kun Sih.

Sui Cing Siansu bangkit berdiri sambil mengedarkan pandangan kepada orang-orang. "Kita tidak boleh membiarkan mereka bertiga melawan Liok Ci Khim Mo!"

Liat Hwe Cousu dan Yok Kun Sih juga ikut bangkit berdiri, sementara bersamaan dengan itu pula suara Pat Liong Thian Im sudah mengalun sampai di ruang besar itu! Walau suara itu sudah agak lemah, namun beberapa orang yang lweekang-nya masih dangkal seketika berubah pucat pias.

"Siancai! Siancai!" Sui Cing Siansu berteriak, kemudian mendadak menerjang ke luar.

"Siansu, ke sana sekarang juga tiada artinya!" seru Liat Hwe Cousu.

Sui Cing Siansu menyadari, makin mendekati Pat Liong Thian Im, maka semakin membahayakan nyawa. Kalau Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua bertiga tidak dapat bertahan menghadapi Pat Liong Thian Im, Sui Cing Siansu memang tiada artinya. Apa yang dikatakan Liat Hwe Cousu amat masuk akal, karena itu Sui Cing Siansu segera kembali ke ruang besar.

"Menurut Cousu, harus bagaimana?" tanyanya kepada Liat Hwe Cousu.

Liat Hwe Cousu perlahan-Iahan bangkit berdiri, lalu menghela nafas panjang seraya berkata. "Kita tetap duduk di sini. Liok Ci Khim Mo pasti ke mari. Tapi kaum muda harus segera menyingkir ke belakang gunung, menghindari petaka!"

Biasanya Liat Hwe Cousu amat angkuh dan tidak punya perasaan sehingga banyak kaum rimba persilatan membencinya. Namun kali ini apa yang dikatakannya justru membuat semua merasa heran.

"Siancai! Siancai! Aku memang sudah pasrah, bagaimana kalau Cousu memimpin para kaum muda menyingkir ke belakang gunung untuk sementara?" pinta Sui Cing Siansu.

Liat Hwe Cousu membeliak marah mendengar saran Sui Cing Siansu. "Siansu, kau kira aku takut mati? Haruskah kau mengatakan begitu?"

Sebelum Sui Cing Siansu menyahut, si Walet Hijau-Yok Kun Sih sudah menyela. "Sudahlah, jangan ribut! Kita menuruti perkataan Liat Hwe Cousu saja! Ah Ang, kau pimpin semua murid Hui Yan Bun meninggalkan tempat ini melalui belakang gunung. Jangan lupa, gurumu mati di tangan Liok Ci Khim Mo!"

Perkataan itu membuktikan bahwa si Walet Hijau-Yok Kun Sih tidak takut mati. Hal itu membuat semua orang jadi kagum. Seketika para tokoh tua langsung bangkit berdiri, menyuruh murid-murid mereka pergi melalui belakang gunung.

Lu Leng maju ke hadapan Sui Cing Siansu, lalu berkata dengan tegas. "Supek, aku tidak mau mundur!"

Wajah Sui Cing Siansu tertegun, wajahnya berubah menatap Lu Leng. "Anak Leng, kau harus tahu, yang tinggal di sini semuanya sudah berbau tanah. Kalau pun tidak mati sekarang, kelak pasti akan mati pula. Kau masih muda dan punya tanggung-jawab untuk membasmi Liok Ci Khim Mo. Bagaimana mungkin menunggu mati di sini?"

Lu Leng termangu-mangu di tempat.

"Daripada kita menunggu di sini, lebih baik pergi ke bawah gunung membantu mereka bertiga!" seru Liat Hwe Cousu dengan suara lantang.

Sui Cing Siansu menganggukkan kepala. "Baik!"

Salah seorang tongcu langsung membawa obor besar, maka kemudian mereka langsung berangkat menuju ke bawah gunung.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih juga melesat pergi seraya berseru, "Liat Hwe tua, jangan bertindak sendiri!"

Sui Cing Siansu dan puluhan pesilat ulung lainnya segera melesat menyusul mereka menuju ke bawah gunung. Sekejap saja tubuh mereka sudah tidak kelihatan ditelan malam. Kini di ruang besar hanya tertinggal sekitar empat puluh orang, semua terdiri dari kaum muda.

Lu Leng memandang mereka, kemudian menghela nafas panjang. "Para cianpwee kita sudah turun ke bawah sana untuk menghadapi Liok Ci Khim Mo. Kita... kita harus turuti saran mereka. Para saudara seperguruan, cepat berkumpul! Kita mundur melalui belakang gunung!" ujar Lu Leng kepada para murid itu.

Akan tetapi para kaum muda itu justru saling memandang. Siapa pun tidak ada yang menunjukkan bersedia mengikuti ajakan Lu Leng. Melihat hal itu Lu Leng merasa gugup dan serba salah.

“Kalau tidak mau mundur, kita semua akan tertimpa petaka!"

Maka belasan orang mulai meninggalkan ruang besar itu melalui pintu belakang. Lu Leng menyuruh salah seorang saudara seperguruannya menjadi penunjuk jalan. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia mendekatinya.

"Adik Leng, kami berangkat belakangan saja!"

Lu Leng manggut-manggut. Saat itu mendadak terdengar suara seruan seorang gadis dengan nyaring.

"Aku pun akan pergi belakangan!"

Lu Leng menoleh, ternyata yang berseru itu Toan Bok Ang. Mereka berempat berdiri di situ. Tak seberapa lama para kaum muda lain sudah meninggalkan ruang besar. Kini ruang besar tinggal mereka berempat, dan si Nabi Setan serta puteranya yang terluka. Mereka berempat saling memandang. Masing-masing merasa tercekam oleh ketegangan.

Pat Liong Thian Im memang tidak dapat dilawan. Guru mereka saja pergi ke bawah gunung tanpa membawa harapan bisa hidup menghadapi Liok Ci Khim Mo, apalagi kaum muda yang ilmu mereka jelas masih berada di bawah para gurunya itu.

Tam Ek Hui menghela nafas panjang, dia memandang Lu Leng. "Adik Leng, kita pun harus segera mundur!" ujarnya tampak tegang dan panik.

Lu Leng berkertak gigi hingga berbunyi gemeretukan. "Liok Ci Khim Mo itu adalah musuh besarku. Kini tahu dia berada di bawah gunung, kita harus kabur? Kalau tidak mati, jadi orang pun sudah tiada artinya!"

Tam Ek Hui tahu, ketika terdengar suara ledakan dahsyat di bawah gunung, kemudian terdengar pula suara harpa, itu membuktikan bahwa kedua orang-tuanya dan Tong Hong Pek berada dalam bahaya. Bagaimana hatinya tidak kacau dan mendendam pada Liok Ci Khim Mo? Oleh karena itu, ketika mendengar perkataan Lu Leng wajahnya tampak murung sekali dan membungkam.

Perkataan Lu Leng justru membangkitkan kegusaran Han Giok Shia. "Ayahku juga mati di tangan Liok Ci Khim Mo. Kita menahan penghinaan mencuri hidup, apakah ada artinya?" Sifat Han Giok Shia bagaikan api menyala, tidak aneh kalau dia mengatakan hal seperti itu.

Toan Bok Ang sesungguhnya tidak begitu kenal dengan mereka bertiga. Namun karena ingin tetap bersama Lu Leng, maka gadis itu tidak mau pergi bersama para murid Hui Yan Bun. Ketika mendengar pembicaraan ketiga murid ini, Toan Bok Ang tahu mereka bertiga tidak berniat mundur. Namun ia bukanlah orang yang takut mati, sebaliknya justru suka menimbulkan gara-gara.

Tapi tentu saja dirinya tidak akan bertindak ceroboh. Oleh karena itu dia memandang mereka bertiga sambil menghela nafas panjang dan berkata, "Kalian bertiga punya dendam pada Liok Ci Khim Mo. Dengar, aku yang tidak punya dendam dengannya saja tetap berniat membasminya! Akan tetapi, apa yang dikatakan Sui Cing Siansu memang benar. Jika sekarang kita ikut turun ke bawah gunung itu, sama saja mengantarkan nyawa!"

Wajah Han Giok Shia memerah, gadis itu menyahut sengit. "Manusia hidup hanya puluhan tahun, siapa yang tidak akan mati?"

"Aku tidak takut mati," sahut Toan Bok Ang bernada dingin, "Aku hanya tak ingin mati sia-sia!"

Apa yang dikatakan gadis itu memang masuk akal dan membuktikan bahwa dia tidak mau bertindak ceroboh. Tam Ek Hui dan Lu Leng jadi tertegun karenanya, akhirnya mereka diam saja. Hal itu membuat Han Giok Shia tidak senang.

"Apa maksudmu dengan mati sia-sia?" tanya Han Giok Shia.

Toan Bok Ang tersenyum, tapi segera menjelaskan, "Nona Han, apakah kita berempat dapat dibandingkan dengan Tong Hong Pek, Tam Tocu suami isteri dan Liat Hwe Cousu?"

Han Giok Shia menyahut lantang, "Biar bagaimana pun aku tidak sudi menyingkir karena kemunculan musuh besar itu! Dari-pada harus menerima penghinaan, lebih baik aku mati tanpa tercela!" Usai berkata begitu, Han Giok Shia mengeluarkan senjata andalannya, Liat Hwe Soh Sim Lun.

Toan Bok Ang memang tidak punya hubungan apa-apa dengan Han Giok Shia, namun ketika melihatnya tidak mau mendengar nasehat baiknya, gadis tersebut pun jadi agak gusar.

Han Giok Shia melanjutkan dengan wajah merah padam. "Aku sendiri yang rela pergi mengantar mati. Kalian tidak ikut tidak apa-apa, tapi jangan mencegahku!"

Mendadak gadis itu berkelebat, ternyata dia telah melesat ke arah pintu.

"Giok Shia, tunggu aku!" teriak Tam Ek Hui yang merasa terkejut.

Han Giok Shia tidak berhenti, hanya menyahut. "Kau seorang diri ikut aku!"

Tam Ek Hui bergerak melesat ke arah pintu, sedangkan ketika Han Giok Shia sampai di luar pintu. Mendadak terlihat sosok bayangan dari luar menerjang ke dalam. Gerakan orang itu amat cepat dan tidak menimbulkan suara sedikit pun bagaikan bayangan setan.

Han Giok Shia terkejut melihat kedatangan orang itu. "Siapa?!" bentaknya dengan mata tajam, dan secepat itu pula dia mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun, mengeluarkan jurus Yah Hwe Sioh Thian (Api Liar Membakar Langit).

Terjangan orang itu seharusnya bertubrukan dengan Han Giok Shia, sebab laksana kilat gerakan gadis itu melancarkan serangan, tidak mungkin serangannya akan meleset. Namun sungguh di luar dugaan, ternyata dengan gerakan tak kalah cepat orang itu mencelat ke belakang beberapa depa. Kecepatan gerakannya bagaikan kilat, hingga sulit diikuti dengan pandangan mata. Bukan main terkejutnya Han Giok Shia melihat yang menerjang dirinya bukan sosok tubuh manusia, melainkan segumpalan asap tebal. Han Giok Shia tertegun lama sekali dengan mata membelalak heran.

"Siapa?!" bentaknya lagi penuh kegeraman menatap ke arah sosok orang itu yang dengan cepat telah melesat pergi, kemudian menghilang di tempat yang gelap.

Tam Ek Hui cepat-cepat melesat ke sana, tapi tidak melihat apa pun. Dia membalikkan badannya memandang Han Giok Shia, gadis itu pun memandangnya. Mereka berdua lalu tersenyum getir! Sesaat kemudian keduanya bergandengan tangan sambil melesat ke bawah gunung.

Lu Leng tertegun di ruang besar ketika melihat mereka berdua pergi, dan mendadak dia
menghentakkan kakinya.

"Krak!" lantai yang terhempas kakinya pecah seketika.

Toan Bok Ang yang berdiri di sisinya melihat kalau wajah Lu Leng mencerminkan kebulatan hatinya. Rupanya dia sudah tahu apa yang terkandung dalam hati pemuda itu. Dia menghela nafas panjang, memandang Lu Leng yang masih tampak tertegun.

"Lu-siauhiap, kau juga mau ke bawah gunung?" tanyanya.

Lu Leng berkertak gigi, lalu menyahut dengan suara pelan. "Benar kata Nona Han. Dari-pada harus menerima penghinaan, lebih baik mati tanpa tercela!"

"Lu-siauhiap, aku ikut kau!" ujar Toan Bok Ang dengan suara rendah.

Lu Leng sudah mau melesat pergi. Namun ketika mendengar perkataan gadis itu, dia jadi tertegun dan terheran-heran. "Liok Ci Khim Mo tidak punya dendam denganmu, kenapa kau ingin mengantar kematian?"

Toan Bok Ang terdiam, wajahnya tampak kemerah-merahan. Hal itu tentu tidak terlepas dari mata Lu Leng, sehingga hati pemuda itu merasa tidak enak. Setelah mengalami kejadian bersama Tam Goat Hua, Lu Leng sudah tidak mau memikirkan tentang cinta lagi. Dia memang amat mencintai Tam Goat Hua. Seandainya tidak terjadi suatu perubahan apa pun, dengan lancar Tam Goat Hua menikah dengan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Kini persoalan telah berubah kacau, namun begitu, dalam hatinya tetap mencintai Tam Goat Hua.

Seumur hidup Lu Leng tidak mau membicarakan soal cinta lagi! Oleh karena itu, walau dia sudah melihat apa yang terkandung dalam hati Toan Bok Ang, namun dia justru pura-pura tidak mengetahuinya. "Gurumu telah ke bawah gunung, mati atau hidup sutit dipastikan. Tanggung-jawab terhadap Hui Yan Bun berada di pundakmu, bagaimana bisa kau ikut aku ke sana?"

Usai berkata begitu, Lu Leng segera melesat pergi. Wajah Toan Bok Ang tampak kecewa, tapi gadis itu pun melesat mengikutinya dari belakang. Lu Leng merasa ada serangkum angin di belakangnya, dia tahu gadis itu pasti mengikutinya. Tiba-tiba dia mengayunkan tangannya ke belakang. Dia tidak bermaksud melukai Toan Bok Ang, hanya mencegahnya agar tak ikut ke bawah gunung. Karenanya dia hanya melancarkan pukulan biasa, tidak menggunakan Kim Kong Sin Ci.

Toan Bok Ang terhadang oleh pukulan itu, maka jadi terlambat. Sementara itu Lu Leng sudah melesat pergi. Pemuda itu terus berlari meninggalkan Toan Bok Ang, namun mendadak saja dikejutkan oleh berkelebatnya sesosok bayangan di depannya. Gerakannya begitu cepat dan ringan hingga tak menimbulkan suara sedikit pun. Tadi ketika Han Giok Shia berada di luar pintu juga dihadang oleh bayangan ini, dan Lu Leng melihatnya. Kini bayangan itu muncul lagi, bahkan menerjang ke arahnya.

Maka tanpa pikir lagi dia melancarkan serangan dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit). Namun ternyata orang itu mampu mengelak dengan cepat. Lu Leng melihat bayangan itu seperti segulung asap. Dia mencelat mundur beberapa depa, kemudian berdiri tegap. Orang itu kurus pendek tapi tak terlihat wajahnya.

Lu Leng segera membentak lantang, "Siapa?!"

Yang mengherankan sikap orang itu tampak seperti ketakutan. "Apakah Anda Lu-siauhiap?"

Pertanyaan tersebut amat mencengangkan Lu Leng, karena ginkang orang itu masih di atas si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Dia pasti berkepandaian amat tinggi, tapi kenapa sikapnya tampak ketakutan? Lu Leng sungguh tak mengerti.

Setelah tercengang sejenak, Lu Leng menyahut. "Tidak salah, aku memang Lu Leng! Ada urusan apa pun, kau tidak perlu cari aku, sebab saat ini aku sudah mau menuju ke akhirat. Aku tidak akan mengurusi hal lain!"

Orang itu tampak terkejut, badannya bergerak dan tahu-tahu sudah berada di sisi Lu Leng. Gerakannya begitu cepat dan ringan, sangat mengagumkan. Kini Lu Leng baru melihat jelas orang tersebut. Berusia sekitar dua puluh lima tahun, namun wajahnya buruk sekali. Baru lah sekarang Lu Leng tersadar.

"Oh! Kalau tidak salah, kau bernama Oey Sim Tit, kan?"

Lu Leng pernah mendengar tentang si Budak Setan dari Tam Goat Hua, maka ketika melihat orang itu, langsung menyebut namanya. Hal itu membuat wajah Oey Sim Tit yang buruk berubah kemerah-merahan.

"Betul! Aku Oey Sim Tit. Oh ya, apakah Nona Tam sudah jadi pengantin?"

Lu Leng tertegun mendengar pertanyaan tersebut sehingga terbelalak.

Oey Sim Tit berkata lagi dengan suara rendah. "Aaah! Aku amat merindukannya. Aku ingin sekali menemuinya, tapi tidak berani."

Lu Leng tercengang. "Sobat Oey, kau tidak tahu apa yang telah terjadi rupanya!"

Kini justru Oey Sim Tit yang jadi tertegun. "Aku bersembunyi di bawah See Thian Hong selama dua hari, kini baru punya keberanian ke mari. Apa yang telah terjadi?"

Lu Leng cuma menghela nafas panjang, seakan tengah bermimpi buruk. Tidak sampai setengah malam, telah terjadi banyak perubahan. Hal ini tidak bisa begitu saja diceritakannya dengan hanya beberapa patah kata.

"Sobat Oey, perubahan yang terjadi setengah malam ini rasanya terlalu panjang untuk diceritakan. Kini Liok Ci Khim Mo sudah datang. Apakah kau tidak mendengar suara Pat Liong Thian Im?"

Oey Sim Tit terdiam. Dia menganggukkan kepalanya pelan. "Aku mendengar suara harpa. Itulah sebabnya aku keluar dari tempat persembunyian. Di mana nona Tam?" tanyanya kemudian, tampak penasaran sekali.

Hati Lu Leng terasa pedih sekali. Dia tidak mempedulikan Oey Sim Tit lagi, dan langsung melesat pergi. Toan Bok Ang pun ikut melesat pergi mengikutinya dari belakang, gadis itu terlambat selangkah. Sementara Oey Sim Tit melongok ke dalam ruang besar, seketika dia mengeluarkan suara sambil menggetarkan kepala.

"Tuan penolong Seng, kau juga berada di sini?" bentaknya terkejut.

Si Nabi Setan-Seng Ling mendongakkan kepala, "Budak Setan, ternyata kau! Bagus! Bagus...!"

Toan Bok Ang mendengar jelas suara dari Nabi Setan-Seng Ling itu, namun tidak tahu apa maksudnya. Gadis itu cuma ingin mengejar Lu Leng, tiada waktu mempedulikan mereka. Lu Leng yang terus melesat sekarang sudah turun dari See Thian Hong, sementara Toan Bok Ang juga sudah sampai di belakangnya. Lu Leng menoleh ke arahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Nona Toan, untuk apa kau menyusahkan diri sendiri?"

"Kau tidak usah mempedulikanku!" sahut Toan Bok Ang dengan ketus.

Mereka berbicara, namun kaki tidak berhenti, terus berlari ke bawah gunung sehingga tak berapa lama kemudian suara Pat Liong Thian Im sudah terdengar jelas. Diam-diam Lu Leng menghela nafas panjang, kemudian menghentikan langkahnya.

"Nona Toan, kau sudah dengar?"

Lweekang Toan Bok Ang sudah di bawah Lu Leng. Ketika mendengar suara harpa itu, seketika pikirannya jadi kacau-balau. Gadis itu mendekati Lu Leng, wajahnya tampak pucat pias dan gelagapan. "Sungguh hebat Pat Liong Thian Im itu," gumamnya sambil menggelengkan kepala.

"Pat Liong Thian Im itu sebenarnya merupakan sebuah ilmu silat yang menyerang hati dan pikiran. Sejak dahulu hingga kini, tiada seorang pun dapat melawan Pat Liong Thian Im. Karena itu, nona Toan, cepatlah kau pergi!"

Semakin Lu Leng menyuruhnya pergi, gadis itu justru merasa Lu Leng semakin memperhatikannya, sehingga membuatnya enggan pisah darinya. Toan Bok Ang mengeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak mau pergi!" sahutnya.

Kemudian diam-diam ia mengerahkan lweekang-nya melawan Pat Liong Thian Im. Namun nafasnya terdengar sudah mulai memburu. Lu Leng tahu, sebelum sampai di sana Toan Bok Ang pasti sudah terluka parah. Jadi sebenarnya tak ada gunanya dia ikut bersamanya menuju ke tempat itu. Ketika Toan Bok Ang menyahut begitu, dalam hati Lu Leng sudah punya suatu ide.

Maka mendadak saja dia menyerang gadis itu dengan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan). Namun agaknya dia tidak ingin mengerahkan lweekang Kim Kong Sin Ci itu. Meski pun begitu, jurus tersebut sangat dahsyat. Jari telunjuknya tampak mengarah ke jalan darah di bahu gadis itu.

Siapa nyana, Toan Bok Ang ternyata seorang gadis yang cerdas. Dia sudah menduga, Lu Leng pasti akan turun tangan terhadapnya dengan cara menotok jalan darahnya agar dia tidak bisa ikut. Dengan gerakan yang sangat cepat dia mengelakkan serangan Lu Leng itu. Lu Leng yang tak menduga serangannya berhasil dielakkan, cepat maju selangkah sekaligus melancarkan serangan lagi dengan jurus Soat Hua Liok Cut (Bunga Salju Berterbangan). Sebuah jurus keenam dari Kim Kong Sin Ci, yang jauh lebih hebat dan dahsyat dari jurus pertamanya tadi.

Toan Bok Ang melihat begitu banyak bayangan jari telunjuk mengarahnya. Namun dengan cepat ia mencelat ke belakang, sayang sudah tidak keburu lagi. Jalan darah Tay Pai Hiat di pinggangnya sudah tertotok sehingga membuat badannya tidak bisa bergerak. Lu Leng tahu, kalau Toan Bok Ang tetap berada di situ pasti akan celaka oleh Pat Liong Thian Im yang terus terdengar mengalun. Karena itu, dia segera membopong Toan Bok Ang ke atas Cing Yun Ling.

Ketika dibopong, hati gadis itu pun berbunga-bunga dan merasa nyaman sekali. Akan tetapi, Toan Bok Ang juga merasa berduka, karena tidak lama lagi Lu Leng pasti menurunkannya lagi, sedangkan Lu Leng akan pergi cari mati. Bopongan itu dianggapnya sebagai bopongan perpisahan Namun Toan Bok Ang tidak bisa bergerak. Mulutnya kelu tak bisa bersuara, hanya air matanya yang terus meleleh. Sedih dan rasa haru tak bisa dikatakannya.

Lu Leng mengetahui kalau gadis itu menangis, namun rupanya dia pura-pura tidak melihatnya. Tak lama dia sudah sampai di Cing Yun Ling. Pemuda itu meletakkan Toan Bok Ang di dalam sebuah goa. Dipandangnya sejenak gadis itu, lalu menghela nafas panjang. "Aaaah! Nona Toan, aku tahu apa yang ada dalam hatimu. Tapi apa yang terjadi malam ini, kau pun telah menyaksikannya. Aku harap... kau jangan berkata aku terlalu tega terhadapmu!"

Berkata sampai di situ, air mata Lu Leng pun meleleh, kemudian dibalikkan badannya dan segera melesat pergi.

Toan Bok Ang membelalakkan mata melihat Lu Leng meninggalkannya, entah bagaimana rasanya dalam hati. Setelah Lu Leng tidak kelihatan, Toan Bok Ang mulai mengerahkan lweekang-nya untuk membuka jalan darahnya yang tertotok. Akan tetapi, walau Toan Bok Ang berusaha beberapa kali, tampaknya tetap tidak bisa membuka jalan darahnya yang tertotok. Kini dia berada di dalam goa, suara Pat Liong Thian Im sudah tidak begitu terdengar lagi. Meski begitu dia tak bisa menepiskan rasa gugup dan panik dalam hatinya.

Berselang beberapa saat, gadis itu mendengar suara si Nabi Setan-Seng Ling, "Budak Setan, kau sendiri yang pergi! Lukaku amat parah, tidak dapat bertahan. Kalau terus turun aku pasti mati."

Ujar Budak Setan Oey Sim Tim, "Tuan penolong, Liok Ci Khim Mo mencariku. sebetulnya ada urusan apa?"

Si Nabi Setan-Seng Ling menarik nafas beberapa kali. "Aku pun tidak tahu. Ketika bertemu denganku dia justru menanyakan apakah di dalam Istana Setan terdapat seseorang yang memiliki Busur Api? Aku menjawab sejujurnya, maka dia menyuruhku agar mencarimu."

Mereka berdua sudah sampai di depan goa tempat Toan Bok Ang berada. Gadis itu memandang ke luar, ternyata putra si Nabi Setan juga berada di situ. Mereka bertiga berdiri di depan goa itu. Toan Bok Ang terkejut bukan main. Dia berharap si Nabi Setan-Seng Ling jangan memasuki goa. Si Nabi Setan-Seng Ling sudah terluka parah, jadi tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya. Namun putranya yang hanya buntung sebelah tangannya, kalau ingin mencelakai Toan Bok Ang, masih dapat melakukannya. Dalam kepanikan dan gugup gadis itu berusaha tetap mendengar pembicaraan mereka dengan penuh perhatian.

"Tuan penolong, Pat Liong Thian ini itu sangat dahsyat. Sebelum aku mendekatinya, aku pasti akan terluka!" ujar Budak Setan-Oey Sim Tit.

Sou Mia Su-Seng Bou menyela, "Liok Ci Khim Mo mau menerimamu. Tak perlu khawatir, dia tidak akan mencelakaimu. Kau boleh berlega hati ke sana."

Budak Setan-Oey Sim Tit tampak tercenung seperti memikirkan sesuatu. "Kini sudah larut malam, bagaimana dia tahu aku akan ke sana?"

Si Nabi Setan-Seng Ling berpikir sejenak, setelah itu berkata. "Aku punya akal!"

"Ayah punya akal apa, cepat katakan! Kalau Budak Setan bertemu Liok Ci Khim Mo, kita pun bisa melampiaskan kedongkolan hati kita!" ujar Sou Mia Su.

Si Nabi Setan-Seng Ling manggut-manggut. "Liok Ci Khim Mo ingin mencari orang yang memiliki Busur Api. Tentu dia tahu asal-usul pemilik Busur Api itu. Setelah sampai di tempat yang kau sudah tidak dapat bertahan, gunakanlah busur itu untuk memanah! Begitu dia mendengar suara busur itu, dia pasti tahu bahwa kau sudah datang!"

Budak Setan-Oey Sim Tit berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Baik!"

Si Nabi Setan-Seng Ling menambahkan, "Setelah bertemu Liok Ci Khim Mo, jangan lupa menyinggung kami, Iho!"

Budak Setan-Oey Sim Tit mengangguk lagi, kemudian melesat pergi laksana kilat. Si Nabi Setan-Seng Ling dan putranya berdiri sejenak di depan goa, namun kemudian mereka berdua melangkah ke dalam goa. Melihat kedua orang itu masuk, seketika Toan Bok Ang jadi tegang. Cepat-cepat dikerahkannya lweekang untuk membuka jalan darahnya yang masih tertotok, namun tetap tidak berhasil. Hal itu membuat Toan Bok Ang semakin gugup dan panik.

Si Nabi Setan-Seng Ling dan putranya duduk, sekitar dua depa dari mulut goa. Goa itu amat gelap, sehingga si Nabi Setan-Seng Ling dan putranya tidak melihat Toan Bok Ang tergeletak tak jauh dari tempat mereka berada. Sedangkan gadis itu berusaha menahan nafas.

Terdengar suara helaan nafas si Nabi Setan-Seng Ling. "Aaaah! Tak kusangka diriku begitu terkenal, tapi aku nyaris mati di Cing Yun Ling!"

Sou Mia Su berkertak gigi dan berkata, "Orang membalas dendam, sepuluh tahun pun belum terlambat. Kalau kita memperoleh bantuan Liok Ci Khim Mo, tidak usah takut dendam tidak terbalas!"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa dingin. "Kita diam saja di sini. Kalau suara harpa itu berhenti, mereka semua pasti sudah mampus!"

Sou Mia Su-Seng Bou kelihatan kurang percaya. "Ayah, betulkah Pat Liong Thian Im begitu hebat?"

Si Nabi Setan-Seng Ling menyahut, "Itu sudah pasti. Pat Liong Thian Im itu ilmu tingkat tinggi yang mampu menyerang hati dan pikiran orang sehingga pihak lawan dapat terpengaruh semua!"

"Bagaimana kalau dibandingkan dengan ilmu Delapan Setan yang kita miliki itu?"

Si Nabi Setan-Seng Ling menghela nafas panjang. "Seperti kunang-kunang dibandingkan dengan cahaya matahari!"

Sejauh itu si Nabi Setan-Seng Ling belum mengetahui akan keberadaan orang lain di tempat itu. Toan Bok Ang nyaris tertawa, mendengar Sou Mia Su-Seng Bou yang membandingkan Delapan Setan dengan Pat Liong Thian Im! Sou Mia Su manggut-manggut. Diam-diam merasa kagum akan kehebatan Liok Ci Khim Mo yang memiliki senjata sakti berupa harpa.

"Cepatlah kau keluarkan barang itu!" ujar Setan-Seng Ling setelah keduanya terdiam beberapa saat lamanya.

Sou Mia Su-Seng Bou terkejut, "Ayah, barang itu sangat berbahaya. Bagaimana mungkin kita keluarkan di sini?"

Si Nabi Setan Seng Ling membentak. "Kau tahu apa?! Barang itu khusus untuk menghisap hawa mayat. Dia memiliki sebuah mutiara yang dapat menambah lweekang-ku sepuluh tahun latihan! Kalau aku menelan mutiara itu, lukaku akan cepat sembuh!"

Toan Bok Ang tidak tahu apa yang dibicarakan mereka. Namun mendengar sampai di situ, dia menduga yang dimaksudkan kedua orang itu pasti Kura-Kura Mayat.

“Ternyata begitu. Nenek setan itu telah melupakan itu, sehingga kitalah yang memperoleh keuntungan!" ujar Sou Mia Su-Seng Bou sambil manggut-manggut.

"Cepat tuangkan arak yang kuberikan tadi. Kalau binatang aneh itu keluar dari tabung bambu, pasti akan minum arak itu, dan tentu akan membuatnya tak mampu bergerak. Maka kita boleh membelah perutnya untuk mengambil mutiara itu!"

Sou Mia Su menurut begitu saja. Tak lama Kura-Kura Mayat itu sudah mabuk, tak mampu bergerak lagi dan bahkan terlentang lemas. Sou Mia Su-Seng Bou segera mengeluarkan sebuah belati, lalu dibelahnya perut binatang aneh itu. Kemudian dari dalam perut binatang aneh itu meloncat ke luar suatu benda, bergelinding dekat perut Toan Bok Ang.

Toan Bok Ang keheranan karena ada suatu benda yang agak dingin mendekati mulutnya. Apa yang dibicarakan si Setan-Seng Ling semuanya masuk ke dalam telinga Toan Bok Ang, maka dia tahu benda itu pasti mutiara dari dalam perut binatang aneh itu. Hati gadis itu pun berdebar-debar, karena tahu mutiara itu sangat bermanfaat bagi orang yang sedang berlatih lweekang. Karena itu dia langsung membuka mulutnya menghisap, seketika mutiara itu pun masuk ke mulutnya. Toan Bok Ang tidak berpikir kalau kedua orang itu pasti akan mencari mutiaranya yang hilang.

"Tadi dari dalam perut binatang aneh itu meloncat ke luar suatu benda, tapi ke mana dia?" seru Sou Mia Su-Seng Bou dengan mata jelalatan mencari-cari mutiara tadi yang meloncat ke luar dari perut binatang aneh.

Si Nabi Setan-Seng Ling menghardik dengan penuh kegusaran. "Cepat cari! Kalau benda itu terkena angin, setengahnya sudah tak bermanfaat lagi!"

Sou Mia Su-Seng Bou mengangguk dia mulai mencari ke sana ke mari. Hal itu tentu saja membuat tegang hati Toan Bok Ang. Rasanya ingin ia memuntahkan mutiara itu ke arah Sou Mia Su-Seng Bou, tapi mendadak dia justru mendengar pemuda itu berseru kaget.

"Ayah, tak jauh dari tempatmu ada seseorang tergeletak!"

Si Nabi Setan-Seng Ling terkejut, dia segera menoleh dan melihat seorang tergeletak di situ. Toan Bok Ang tahu mereka sudah melihatnya, maka segera menelan mutiara tersebut. Begitu masuk ke tenggorokan, mutiara itu pecah. Toan Bok Ang merasa ada cairan yang amat dingin mengalir ke dalam tenggorokan dan menerebos ke dalam perutnya sehingga perutnya terasa dingin sekali.

Sesaat kemudian sekujur tubuh Toan Bok Ang menggigil kedinginan saat hawa dingin dari mutiara tadi menjalar cepat ke sekujur urat nadi di tubuhnya. Mendadak jalan darah yang tertotok pun terbuka dengan sendirinya, namun Toan Bok Ang tetap belum bisa bangun! Giginya bergetar dan bergemeretukan, badannya menggigil.

Sou Mia Su-Seng Bou memapah ayahnya mundur beberapa langkah, kemudian mereka membentak serentak. "Siapa kau?!"

Toan Bok Ang tidak menyangka cairan itu membuat sekujur badannya jadi membeku. Ketika mau menyahut, dia tak mampu mengeluarkan suara karena bibirnya pun seakan membeku.

Si Nabi Setan-Seng Ling dan putranya terkejut, tapi juga merasa heran. Kalau yang dilihatnya adalah mayat, kenapa bisa menggigil kedinginan? Seandainya orang itu masih hidup, kenapa diam saja? Sou Mia Su tak berani bergerak karena terkejut, sementara si Setan-Seng Ling yang agak bernyali mendekati Toan Bok Ang dengan membungkukkan badannya melihat.

"Mutiara itu telah ditelannya!" si Nabi Setan menggeram penuh kemarahan.

Sou Mia Su-Seng Bou terperanjat kaget bukan main. "Lalu bagaimana baiknya?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar