Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 54

Badan Iblis Hijau-Yo Sai Hoan bergerak sedikit, kelihatannya ingin bangkit berdiri namun tidak berhasil. Iblis Hijau-Yo Sai Hoan menatap Lu Leng, kemudian tertawa gelak seraya menyahut terputus-putus, "Obat... penawar? Kau... kau bermimpi!"

Sesungguhnya Lu Leng tahu tiada gunanya bertanya, jawaban Iblis Hijau-Yo Sai Hoan pun telah diduga sebelumnya. Mendadak badan Lu Leng sempoyongan termundur-mundur beberapa langkah, kalau tidak ditahan dengan golok pusaka, dari tadi dia sudah roboh! Pada saat bersamaan dia pun merasa sepasang tangan dan kakinya kesemutan.

Terdengar Iblis Hijau-Yo Sai Hoan tertawa ter-kekeh-kekeh, lalu berkata tersendat-sendat, "Sepasang... tangan dan kakimu sudah... sudah merasa kesemutan, kan? Kau... kau telah terkena racun penghancur tulang! Rasa itu... akan menjalar sampai ke bagian dada, kemudian... kau... kau akan mati, berubah jadi... segumpal cairan darah...."

Lu Leng berusaha membentak keras, "Diam!"

Iblis Hijau-Yo Sai Hoan masih tertawa terkekeh-kekeh. "Di kolong langit ini... tiada... seorang pun yang... dapat menolongmu!"

Sementara Lu Leng merasa kesemutan itu mulai menjalar, mendadak Iblis Hijau-Yo Sai Hoan tertawa gelak, lalu tenggorokannya mengeluarkan suara.

"Krek!" badannya bergoyang beberapa kali, setelah itu diam dan tidak bersuara lagi! Ternyata Iblis Hijau-Yo Sai Hoan sudah binasa.

Melihat itu Lu Leng merasa puas dalam hati! Mendadak ia teringat, bahwa dirinya sendiri juga tidak akan luput dari kematian, bahkan akan mati secara mengenaskan. Itu membuatnya tidak bisa tertawa. Lu Leng terus berusaha berdiri agar badannya tidak roboh, namun rasa kesemutan itu semakin menjalar. Ia sudah tidak kuat bertahan, akhirnya roboh juga di tanah.

Sementara sang surya mulai condong ke barat, membuat pemandangan di tempat itu amat indah sekali! Akan tetapi sekujur badan Lu Leng kini sudah tidak bisa bergerak! Lu Leng menyaksikan pemandangan yang amat indah itu, kemudian menghela nafas panjang, setelah itu dia pun memejamkan matanya. Semua kejadian lampau bagaikan asap, namun masih bermunculan di pelupuk matanya. Tanpa sadar dia pun menyebut nama Tam Goat Hua perlahan-lahan. Sayang saat ini Tam Goat Hua tidak berada di sekitar situ, sehingga ia tidak mengetahui keadaan Lu Leng.

Ternyata ketika Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang meninggalkan Lu Leng, mereka berdua menuju ke depan tanpa tujuan. Sepanjang jalan, kedua gadis itu sama sekali tidak mengeluarkan suara. Malam harinya barulah Toan Bok Ang berkata,

"Kakak Tam, aku takut akan berpisah denganmu!"

Tam Goat Hua manggut-manggut seraya menyahut, "Perpisahan di kolong langit ini adalah wajar!" Ketika Tam Goat Hua berkata demikian, teringat pula akan nasibnya yang malang. Air mata pun meleleh tak terbendung!

Melihat Tam Goat Hua bersedih, Toan Bok Ang berusaha menghibur, "Kakak Tam, kita semua adalah orang yang bernasib malang, juga pernah ingin mati! Tapi justru menyadari tidak bisa mati begini saja! Kakak Tam, jangan menangis lagi!"

Tam Goat Hua menyeka air matanya, "Adik Toan, kau benar. Kita memang tidak harus berduka lagi! Tapi begitu teringat, hati tidak terluput dari rasa duka!"

Toan Bok Ang menghela nafas panjang.

Tam Goat Hua bertanya, "Adik Toan, kau mau ke mana?"

Toan Bok Ang menyahut, "Kini setelah kupikirkan, benar juga apa yang dikatakan guruku. Aku baru tahu maksud guruku! Kalau aku tidak mati, guruku pasti akan mengerti!"

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Karena itu kau ingin pergi mencari gurumu?"

Toan Bok Ang mengangguk. "Ya!"

Tam Goat Hua berkata, "Bumi begitu luas, ke mana kau mencari beliau?"

Mata Toan Bok Ang mulai bersimbah air, sahutnya, "Guru amat baik terhadapku, aku percaya beliau pasti menungguku di rimba itu, di mana kami berpisah di situ! Kakak Tam, kau mau ikut aku ke sana?"

Tam Goat Hua berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepala. "Aku tidak mau ke sana!"

Toan Bok Ang menggenggam tangan Tam Goat Hua erat-erat, kelihatannya merasa berat sekali berpisah dengannya. Berselang sesaat barulah ia berkata, "Jaga dirimu baik-baik!" Usai berkata Toan Bok Ang pun melesat pergi, tak lama sudah hilang di tempat yang gelap.

Setelah Toan Bok Ang pergi, Tam Goat Hua masih berdiri termangu-mangu di tempat. Dia pikir Toan Bok Ang bernasib malang, namun masih punya seorang guru yang bisa dicari! Namun dirinya sendiri? Walau masih punya orang-tua, saudara dan orang yang dicintai, bahkan juga punya orang yang mencintainya, tapi dia justru tidak ingin bertemu seorang pun di antara mereka! Lebih baik seorang diri, berkelana kemana-mana.

Di malam yang gelap itu dia terus berjalan seorang diri hingga pagi hari. Setelah embun membasahi rambutnya, barulah dia beristirahat sejenak di atas pohon. Setelah pulas sebentar, dia pun meloncat turun dari pohon untuk melanjutkan perjalanan lagi. Tiba di sebuah kota kecil, dia sarapan dan menyiapkan sedikit makanan kering untuk bekal di perjalanan. Malam harinya, ketika berjalan-jalan di tempat yang gelap mendadak ia teringat pada Lu Leng yang sedang menuju ke gunung Go Bi San mencari Tiat Sin Ong. Entah sudah bertemu atau belum, ia juga tidak tahu apakah Tiat Sin Ong bersedia menyerahkan Panah Bulu Api kepadanya atau tidak?

Walau tidak ingin menemui Lu Leng lagi, namun mengenai Panah Bulu Api itu ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja, sebab kalau tidak berhasil memperoleh Panah Bulu Api tersebut, sudah jelas mereka tidak dapat membasmi Liok Ci Khim Mo! Padahal yang membuat dirinya mengalami hal yang amat memalukan itu adalah perbuatan Liok Ci Khim Mo, maka dendam itu harus dibalas! Karena berpikir begitu, maka Tam Goat Hua mengambil keputusan untuk berangkat ke gunung Go Bi San! Ia tidak ingin berjumpa dengan Lu Leng, ia hanya ingin menemui Tiat Sin Ong saja. Apabila Tiat Sin Ong tidak bersedia memberitahukan atau menyerahkan Panah Bulu Api itu, maka dia akan memohon pada orang tua tersebut!

Berhubung tidak ingin bertemu Lu Leng, maka Tam Goat Hua menempuh jalan yang sepi menuju ke arah gunung Go Bi San. Sesungguhnya percuma dia menempuh jalan yang sepi, sebab Lu Leng sudah menempuh hampir tiga ratus mil. Kalau pun Tam Goat Hua menempuh jalan besar, itu pun belum tentu mereka akan bertemu. Sebaliknya apabila dia menempuh jalan besar, justru akan bertemu Iblis Merah dan Iblis Hijau yang membawa Lu Leng dalam keadaan terpantek di balok. Apabila melihat Lu Leng dalam keadaan begitu, sudah pasti Tam Goat Hua akan turun tangan menolongnya, dan berdasarkan kecerdasannya dia pasti berhasil menolong Lu Leng.

Tam Goat Hua terus melakukan perjalanan siang malam. Sepuluh hari kemudian dia sudah berada di bawah Cing Yun Ling, yang membuat hatinya amat berduka sekali! Setelah termenung sesaat, barulah dia naik ke atas Cing Yun Ling, padahal baru dua hari yang lalu Lu Leng meninggalkan tempat itu. Ketika Tam Goat Hua tiba di Cing Yun Ling, masih terdapat beberapa orang yang siap meninggalkan tempat itu. Tam Goat Hua segera turun tangan menangkap mereka, untuk mencari tahu apa yang terjadi. Barulah ia tahu bahwa dua hari yang lalu Lu Leng pernah datang di tempat itu, bahkan juga tahu tentang Iblis Merah-Ban Khong dan Iblis Hijau-Yo Sai Hoan.

Gadis itu tahu siapa kedua iblis itu. Apabila Lu Leng bertemu mereka berdua, sudah pasti akan celaka! Oleh karena itu Tam Goat Hua segera menuju ke tempat tinggal Tiat Sin Ong. Ketika hari mulai malam sampailah dia di sekitar tempat yang dituju. Tampak dua ekor monyet berbulu perak berkelebat ke hadapannya. Begitu melihat gadis itu, kedua ekor monyet berbulu perak pun berjingkrak gembira. Tam Goat membelai-belai kedua ekor monyet berbulu perak itu, lalu menuju ke depan. Tampak Tiat Sin Ong duduk di kursi batu.

Tam Goat Hua segera memberi hormat dan memanggil orang tua itu, "Tiat-locianpwee!"

Akan tetapi Tiat Sin Ong tetap memejamkan matanya, bahkan juga tidak bersuara. Tam Goat Hua berpikir, Tiat Sin Ong memang ingin hidup tenang, mungkin tidak suka akan kedatangannya yang mengganggu. Saat ini Tiat Sin Ong sedang bersemedi, bagaimana mungkin membangunkannya? Setelah memanggil beberapa kali dan Tiat Sin Ong tetap tidak menyahut, maka Tam Goat Hua tidak memanggilnya lagi. Dia bermain dengan kedua ekor monyet berbulu perak hingga hari mulai gelap.

Tiat Sin Ong tetap duduk tak bergerak di tempat. Menyaksikan itu, Tam Goat Hua pun memberanikan diri untuk meraba hidungnya, ternyata masih bernafas. Tam Goat Hua memanggilnya beberapa kali, namun Tiat Sin Ong tetap tidak bergerak. Akhirnya Tam Goat Hua terpaksa duduk di atas batu lain. Tak lama kemudian ia pun tertidur pulas karena terlalu capai dalam perjalanan.

Ketika tengah malam mendadak Tam Goat Hua terbangun karena mendengar suara-suara aneh! Setelah mendengar dengan lebih seksama, ia pun makin heran sekaligus ngeri karena suara itu begitu memilukan dan seperti latihan ilmu sesat. Namun ia pun sadar bahwa ia sedang bersama Tiat Sin Ong yang membuatnya menjadi lega dan tidak terlalu khawatir lagi. Sembari berpikir Tam Goat Hua pun menengok ke arah Tiat Sin Ong yang masih duduk bersamedi. Begitu menengok, Tam Goat Hua jadi tertegun.

Ternyata kedua ekor monyet berbulu perak berlutut di hadapan Tiat Sin Ong. Suara yang memilukan itu justru keluar dari mulut kedua ekor monyet berbulu perak. Tam Goat Hua tahu, kedua ekor monyet berbulu perak memiliki perasaan yang amat tajam, tanpa sebab tidak mungkin mereka mengeluarkan suara yang amat memilukan itu! Apakah telah terjadi sesuatu atas diri Tiat Sin Ong?

Gadis itu segera meloncat ke arah Tiat Sin Ong. Sesampai di hadapan orang tua itu, Tam Goat Hua memandang dengan penuh perhatian. Terlihat olehnya wajah Tiat Sin Ong yang berwarna kemerah-merahan dan sangat aneh! Begitu melihat warna itu, bukan main terkejutnya Tam Goat Hua karena warna itu merupakan suatu cahaya terakhir! Tam Goat Hua segera memanggil, "Tiat-locianpwee! Tiat-locianpwee!"

Perlahan-lahan Tiat Sin Ong membuka sepasang matanya, lalu berkata, "Kau lagi? Mau apa kau kemari?" suara Tiat Sin Ong amat lemah dan lirih, kalau tidak mendengar dengan penuh perhatian, sudah pasti tidak akan terdengar dengan jelas!

Tam Goat Hua segera bertanya, "Tiat-locianpwee, bagaimana keadaanmu?"

Wajah Tiat Sin Ong tampak tenang sekali, sebaliknya Tam Goat Hua malah mengucurkan air mata.

Tiat Sin Ong memandangnya sambil tersenyum seraya berkata, "Gadis bodoh! Mengapa menangis? Manusia bagaikan sebuah pelita, kalau minyak sudah habis, tentunya akan padam! Di dunia ini mana ada manusia yang tidak mati? Sudah tiga hari tiga malam aku tidak makan dan tidak bergerak! Saat ini hanya karena lweekang-ku amat tinggi maka aku masih bisa bertahan serta tidak cepat mati!"

Tam Goat Hua menyeka air matanya, lalu bertanya, "Tiat-locianpwee sudah bertemu Lu Leng?"

Wajah Tiat Sin Ong tampak tertegun. Ia balik bertanya, "Siapa maksudmu?"

Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. Ia segera menjelaskan, "Lu Leng adalah cucu murid Beng Tu Lojin. Dia adalah pemuda ganteng berusia sekitar dua puluh tahun! Apakah dia tidak bertemu locianpwee?"

Tiat Sin Ong menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak! Selain kau, aku tidak pernah bertemu orang kedua!"

Tam Goat Hua amat gugup. "Hah?! Kalau begitu dia ke mana?"

Tiat Sin Ong tidak menyahut. Tam Goat Hua mendongakkan kepala dan memandangnya, namun Tiat Sin Ong sudah mulai memejamkan matanya. Tam Goat Hua jadi berpikir, jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap Lu Leng. Tapi ketika ia melihat keadaan Tiat Sin Ong, hatinya bertambah gugup dan panik! Karena di kolong langit ini hanya Tiat Sin Ong seorang yang tahu jejak Panah Bulu Api. Kalau sampai Tiat Sin Ong mati, maka jejak Panah Bulu Api akan hilang begitu saja, tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya.

Karena itu dia tidak memikirkan lagi apa yang terjadi atas diri Lu Leng, cepat-cepat ia berkata kepada Tiat Sin Ong, “Tiat-locianpwee, cepat buka mata. Aku ingin menanyakan sesuatu yang amat penting!"

Walau Tam Goat Hua memanggil berulang kali, namun Tiat Sin Ong tidak memperlihatkan reaksi apa pun sehingga membuat gadis itu mulai putus asa! Tetapi mendadak Tiat Sin Ong membuka matanya.

"Kau ingin bertanya apa padaku?"

Tam Goat Hua segera menyahut, "Panah Bulu Api! Tiat-locianpwee, Panah Bulu Api berada di mana?"

Mendadak wajah Tiat Sin Ong tampak berseri-seri, sahutnya, "Apakah kakek luarmu... yang menyuruhmu bertanya padaku? Dulu... aku... aku bergurau... dengannya...."

Tiat Sin Ong tahu, Mo Liong Seh Sih adalah kakek dari ibu Tam Goat Hua, namun orang tua itu tidak tahu bahwa Mo Liong Seh Sih telah membunuh diri di makam isterinya demi Panah Bulu Api tersebut! Ketika mendengar suara Tiat Sin Ong makin lama makin perlahan dan lirih, Tam Goat Hua segera berkata,

“Tiat-locianpwee, cepat beritahukan!"

Tiat Sin Ong memberitahukan, "Setelah aku merasa bosan, maka kuberikan kepada... orang lain!"

Mendengar itu Tam Goat Hua nyaris menangis. "Diberikan kepada siapa?"

Tiat Sin Ong menyahut dengan suara yang hampir tidak terdengar lagi, "Kuberikan... kepada... tua bangka... Thian Sun...!"

Usai berkata begitu Tiat Sin Ong pun menghembuskan nafasnya yang terakhir, sudah tidak bernafas lagi. Kedua ekor monyet berbulu perak yang tadi sudah berhenti mengeluarkan suara rintihan, begitu melihat nafas Tian Sin Ong putus mulai mengeluarkan suara rintihan yang amat memilukan. Terus menerus mereka bersujud di hadapan jenazah Tiat Sin Ong dengan air mata bercucuran! Setelah itu kedua ekor monyet berbulu perak menggotong mayat Tiat Sin Ong. Mereka memandang Tam Goat Hua sambil mengeluarkan suara rintihan beberapa kali, lalu melesat ke dalam hutan.

Tam Goat Hua tahu bahwa kedua ekor monyet berbulu perak itu akan menguburkan Tiat Sin Ong di suatu tempat. Dia berdiri termangu-mangu di situ. Lama sekali barulah menghela nafas panjang sambil berpikir. Ketujuh batang Panah Bulu Api diberikan kepada tua bangka Thian Sun. Yang dimaksudkan tua bangka Thian Sun, tentunya adalah Thian Sun Sianjin yang berdiam di gunung Tiang Pek San!

Dulu ketika Beng Tu Lojin meninggal, Thian Sun Sianjin juga melawat ke gunung Go Bi San, namun ia tidak pernah kembali ke gunung Tiang Pek San. Hal ini merupakan suatu teka-teki dalam rimba persilatan. Hingga ketika Lu Leng terdampar di pulau Hek Ciok To dan melihat tulisan peninggalan Tian Sun Sianjin, barulah ketahuan bahwa Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po bertarung di pulau itu. Akhirnya mereka berdua mati bersama di sana, dan teka-teki tersebut terungkap. Namun di mana adanya ketujuh batang Panah Bulu Api, masih tiada seorang pun yang mengetahuinya!

Karena Tiat Sin Ong telah memberikan ketujuh batang Panah Bulu Api kepada Thian Sun Sianjin, maka hanya Thian Sun Sianjin seorang yang tahu di mana adanya ketujuh batang Panah Bulu Api tersebut. Tapi sayang sekali Thian Sun Sianjin justru telah meninggal! Seandainya ketujuh batang Panah Api berada pada murid Tiang Pek Pay, sedangkan murid Tiang Pek Pay sangat lemah dan tidak dapat menjaganya, berarti sudah direbut oleh orang lain dan tidak akan berada di gunung Tiang Pek San. Hanya ada satu kemungkinan, yakni Thian Sun Sianjin membawa serta ketujuh batang Panah Bulu Api ke pulau Hek Ciok To! Tetapi Lu Leng pernah tinggal di pulau tersebut selama tiga tahun, bagaimana mungkin ia tidak menemukan ketujuh batang Panah Bulu Api itu?

Berpikir sampai disitu, hati Tam Goat Hua menjadi dingin. Ia betul-betul putus asa! Setelah berpikir sejenak, barulah Tam Goat Hua meninggalkan tempat itu sekaligus meninggalkan gunung Go Bi San. Sepanjang jalan Tam Goat Hua kembali berpikir. Setelah menerima ketujuh batang Panah BuIu Api, Thian Sun Sianjin lalu menggunakannya untuk apa? Tidak seharusnya Thian Sun Sianjin menerima ketujuh batang Panah Bulu Api itu!

Setelah meninggalkan gunung Go Bi San, pada hari ke dua menjelang petang barulah Tam Goat Hua teringat pada Lu Leng. Lu Leng belum bertemu Tiat Sin Ong, apakah mungkin telah terjadi sesuatu atas dirinya? Mungkin bertemu Iblis Merah dan Iblis Hijau! Berpikir sampai disitu, Tam Goat Hua pun cepat-cepat melanjutkan perjalanannya. Keluar dari gunung Go Bi San, Tam Goat Hua bertemu sekelompok kaum rimba persilatan yang ingin pergi ke Cing Yun Ling.

Tam Goat Hua tidak mau bertarung dengan mereka, ia hanya bertanya pada mereka mengenai Iblis Merah-Ban Khong dan Iblis Hijau-Yo Sai Hoan. Barulah ia tahu bahwa Lu Leng telah ditangkap oleh kedua iblis itu, dipantek pada sebuah balok besar dan dibawa ke istana Ci Cun Kiong sebagai hadiah untuk Liok Ci Khim Mo! Mendengar itu Tam Goat Hua langsung mengejar dengan hati tercekam dan amat cemas! Sayang sekali perjalanannya terpaut tiga hari dengan Iblis Merah dan Iblis Hijau, mungkinkah Tam Goat Hua tidak berhasil mengejar mereka...?!

Sementara itu Lu Leng masih tergeletak di tanah, sama sekali tidak bisa bergerak. Hari pun dengan perlahan-lahan berubah menjadi hitam karena tertutup oleh awan mendung. Tak lama hari pun mulai gelap, awan mendung mulai sirna. Lu Leng yang tergeletak di tanah terus memandang ke arah langit. Tampak bintang-bintang mulai bermunculan. Saat ini dia sudah tidak tahu apa yang disebut kedukaan, ia hanya merasakan hampa dan merana saja! Dia tergeletak seorang diri di situ selama hampir tiga jam. Alam di sekitarnya terasa amat sunyi dan sepi.

Semula ketika teringat dirinya akan mati secara mengenaskan, hatinya merasa berduka sekali! Namun lewat tiga jam kemudian, sekujur badannya sudah kesemutan, dan menimbulkan suatu rasa malas dalam hatinya. Ia ingin tidur seketika agar tidak bangun lagi! Sekarang dia tidak merasa berduka mau pun menderita lagi, walau masih ada rasa penasaran dalam pikirannya, yaitu belum membasmi Liok Ci Khim Mo dan dendam kedua orang-tuanya masih belum terbalas!

Malam semakin larut. Ketika menjelang tengah malam, selain merasa jantungnya masih berdetak, ia sudah tidak merasakan yang lain. Sedangkan bintang-bintang di langit masih gemerlapan, betapa indahnya bintang-bintang itu! Lu Leng justru memejamkan mata, ia tidak mau memandang bintang-bintang di langit itu! Tanpa sadar dari kedua matanya mengalir air mata, diam-diam Lu Leng menghela nafas panjang dalam hati. Perlahan-lahan kesadarannya mulai kabur, dan berangsur-angsur jadi setengah pingsan. Walau demikian dia masih dapat berpikir, “Aku sudah hampir mati! Aku akan segera meninggalkan dunia....”

Setiap manusia memang harus mati, tidak akan terlepas dari malaikat maut! Karena itu Lu Leng berharap ajal cepat-cepat datang menjemputnya! Saat ini rasa kesemutan sudah mendekati bagian dadanya. Dalam keadaan setengah pingsan Lu Leng merasa jantungnya masih berdetak, pertanda dia belum mati. Entah berapa lama kemudian sayup-sayup terdengar suara ayam berkokok. Ketika mendengar suara kokok ayam itu, Lu Leng pun merasa heran dalam hati. Apakah hari sudah terang? Dirinya masih hidup atau sudah berada di alam baka, dan di sana juga ada ayam yang berkokok? Dia sendiri pun tidak tahu!

Lu Leng berusaha membuka matanya, namun ia segera memejamkannya kembali karena silau oleh sorot matahari. Ia tertegun karena dirinya masih belum mati dan tidak berubah menjadi segumpal darah walau sudah menderita semalaman. Lu Leng memikirkan beberapa kemungkinan namun tidak terpikirkan suatu kemungkinan yang masuk akal, kecuali satu, yaitu dia mungkin tidak akan mati! Timbullah sedikit harapan di dalam hatinya, semangatnya menjadi bangkit lagi. Ia berusaha membuka sepasang matanya, terlihat olehnya segala sesuatu yang ada di sekitarnya tetap seperti biasa, cuaca pun amat bagus! Lu Leng menarik nafas dalam-dalam beberapa kali, badannya tetap tidak bisa bergerak.

Tanpa terasa sehari pun sudah lewat. Hari berubah menjadi gelap dengan perlahan-lahan, sedangkan Lu Leng belum kehilangan seluruh kesadarannya. Dia memang belum mati dan hanya bagian dada yang tidak merasa kesemutan, sedangkan sekujur badannya sama sekali tidak bisa bergerak! Tidak mati dan tidak hidup, tergeletak di tanah. Diam- diam Lu Leng menarik nafas. Kalau begini terus hanya akan semakin menderita saja, padahal akhirnya juga akan mati!

Ketika mulai larut malam mendadak terdengar suara lolongan srigala di kejauhan. Lu Leng mendengar dengan penuh pehatian, namun lolongan itu berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Dia segera menoleh. Tak jauh dari tempatnya masih tetap tergeletak mayat Iblis Hijau-Yo Sai Hoan. Lu Leng menarik nafas dalam-dalam, dalam hati ia tahu, kalau pun di sekitar tempat itu tiada srigala, namun dalam keadaan seperti ini pasti akan memancing kedatangan hewan-hewan tersebut.

Dia terus menunggu. Tak lama kemudian terdengar suara lirih di tempat yang tak begitu jauh. Lu Leng tertegun. Ia memandang ke arah datangnya suara, di sana muncul dua buah titik cahaya terang sedang menuju ke arahnya. Menyaksikan itu dinginlah hati Lu Leng. Ia memejamkan mata tak mau melihat lagi. Berselang sesaat terdengar suara,

"Krek! Krek! Krek!" seperti suara tulang hancur.

Lu Leng membuka matanya, tampak seekor srigala yang amat besar berada tak jauh dari tempatnya. Masih terdapat dua ekor srigala besar lain yang sudah melalap habis mayat Iblis Hijau-Yo Sai Hoan, lalu mendekati Lu Leng, bahkan duduk disitu pula. Lu Leng tahu ketiga ekor srigala itu baru menyantap mayat Iblis Hijau-Yo Sai Hoan, sudah pasti perut ketiga ekor binatang itu tidak begitu lapar lagi. Untuk sementara mereka tidak akan menyantap dirinya, tetapi siapa tahu kapan ketiga ekor srigala itu akan menyantap Lu Leng?

Dia ingin memejamkan matanya agar tidak melihat keadaan di sekitarnya, dan tidak mau berpikir apa yang akan terjadi. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, ia menatap lekat-lekat pada ketiga binatang tersebut yang juga menatapnya dengan tajam. Selang beberapa saat mendadak ketiga ekor srigala itu mengaung melolong panjang. dan seekor di antaranya langsung mencakar Lu Leng! Saat ini sekujur badan Lu Leng tidak bisa bergerak, tidak dapat melawan sama sekali!

"Serrt!"

Dada Lu Leng terasa sakit sekali, ternyata baju bagian dadanya telah tersobek. Bagian dada itu pun telah tercakar sehingga mengucurkan darah. Lu Leng berkeluh dalam hati, “Habislah aku kali ini!”

Mendadak di depan matanya muncul cahaya keperak-perakan, sedang ketiga ekor srigala itu pun tiba-tiba mundur beberapa langkah. Lu Leng jadi tertegun. Segera ia memandang ke sisinya, seketika dia bersorak kegirangan dalam hati. Kini baru ia mengerti, walau dirinya sudah terkena racun penghancur tulang namun masih dapat bertahan selama dua hari satu malam, ternyata karena benda itu! Benda yang memancarkan cahaya keperak-perakan itu tidak lain adalah sebuah mutiara. Itu adalah mutiara Soat Hun Cu, pemberian Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek.

Perlu diketahui, kegunaan Soat Hun Cu memang untuk memusnahkan segala macam racun. Lu Leng pernah menggunakan Soat Hun Cu untuk memusnahkan racun yang amat ganas sehingga membuat Soat Hun Cu berubah menjadi hitam. Lu Leng menganggap Soat Hun Cu telah kehilangan kegunaannya, maka walau tetap disimpan di dalam baju namun tidak pernah memperhatikannya. Ternyata Soat Hun Cu merupakan benda mustika yang istimewa yang tidak mungkin akan kehilangan kegunaannya! Hanya saja karena waktu itu terlampau banyak menghisap racun ganas, maka membutuhkan waktu untuk pulih seperti semula.

Saat ini di puncak Lian Hoa Hong, kedua ekor binatang beracun tidak berani mendekati Lu Leng. Sesungguhnya bukan merupakan suatu keajaiban apa-apa, melainkan disebabkan oleh Soat Hun Cu tersebut! Lu Leng sudah terkena racun penghancur tulang, seharusnya dia sudah mati, namun nyawanya masih panjang karena kebetulan mutiara Soat Hun Cu itu telah pulih kegunaannya.

Kalau Lu Leng mengetahui hal ini sebelumnya, di saat badannya masih bisa bergerak pasti ia akan cepat-cepat menggunakan mutiara Soat Hun Cu untuk menghisap racun penghancur tulang sehingga racun tersebut akan punah dan dia pun tidak usah tergeletak tak bergerak disitu. Lu Leng pun tidak teringat bahwa dia menyimpan mutiara Soat Hun Cu pada bagian dadanya, maka racun penghancur tulang tidak menjalar sampai ke situ! Meski pun sekujur badannya tidak bisa bergerak, namun dia tidak akan mati!

Saat ini bajunya di bagian dada tersobek oleh srigala. Barulah dia tahu, nyawanya tidak melayang disebabkan oleh mutiara Soat Hun Cu tersebut! Kebetulan mutiara Soat Hun Cu jatuh di bawah lengan kirinya. Ia merasa nyaman dan senang karena sebentar lagi lengan kirinya pasti sudah bisa bergerak. Tetapi ia melupakan ketiga ekor srigala itu yang menjadi marah akibat mutiara tersebut! Salah seekor melolong, lalu mendadak mencakar paha Lu Leng yang kakinya masih kesemutan sehingga ia tidak merasa sakit sedikit pun walau pun pahanya mengucurkan darah!

Bukan main gugupnya hati Lu Leng. Kalau lengan kirinya masih belum bisa bergerak, kemungkinan besar dia akan mati di bawah cakaran srigala itu! Lu Leng berusaha agar lengan kirinya menindih mutiara Soat Hun Cu, dan... berhasil! Lengan kirinya terasa semakin nyaman, walau untuk sementara masih belum bisa bergerak. Sedangkan kedua ekor srigala yang lain menyeringai memperlihatkan giginya yang panjang, kemudian menggigit kaki Lu Leng! Yang seekor lagi justru menerjang ke arah tenggorokannya. Kali ini nyawa Lu Leng betul-betul berada di ujung tanduk!

Di saat bersamaan mendadak dia merasa lengan kirinya sudah bisa bergerak. Cepat-cepat dia mengangkat tangan kirinya sekaligus melancarkan sebuah pukulan ke arah srigala yang menerjang ke arahnya! Srigala itu terpental dengan mulut mengucurkan darah, begitu roboh srigala itu pun binasa. Semangat Lu Leng bertambah, ia segera melancarkan dua pukulan ke arah kedua ekor srigala yang sedang menggigit kakinya. Mereka terpental oleh pukulan yang dilancarkan Lu Leng!

Akan tetapi kedua ekor srigala itu tidak binasa, setelah terpental malah bertambah ganas menerjang Lu Leng! Kini sebelah tangan Lu Leng sudah bisa bergerak, ia tidak merasa takut lagi terhadap kedua ekor srigala itu. Salah seekor srigala sudah menerjang mendekati Lu Leng, namun Lu Leng langsung menjulurkan kelima jarinya mencengkeram kepala srigala itu! Kelima jari Lu Leng menembus kepala srigala tersebut. Tanpa mengeluarkan suara, srigala itu binasa seketika! Setelah itu Lu Leng pun bergerak cepat melancarkan sebuah pukulan ke arah srigala lain.

"Plak!" kepala srigala itu terpukuI, remuk seketika dan roboh binasa!

Lu Leng menarik nafas lega, kemudian ia memungut mutiara Soat Hun Cu untuk digosok-gosokkan pada sekujur badannya sehingga sekujur badannya terasa nyaman sekali! Berselang beberapa saat kemudian sekujur badannya sudah bisa bergerak. Lu Leng segera menyimpan mutiara Soat Hun Cu, lalu duduk bersila untuk menghimpun hawa murninya. Keesokan harinya wajah Lu Leng tampak segar, ternyata dia sudah pulih seperti sediakala. Dia mengenang kembali kejadian dua hari yang lalu, sungguh menyerupai sebuah mimpi buruk!

Lu Leng termenung sejenak, setelah itu barulah memungut golok pusakanya. Dia pun berpikir. Ketika berada di gunung Go Bi San ia belum bertemu Tiat Sin Ong, sebaliknya malah bertemu Iblis Merah dan Iblis Hijau yang membuat nyawanya nyaris melayang, dan entah sudah berapa banyak waktu yang tersita disitu! Kini sesudah pulih ia harus segera kegunung Go Bi San! Setelah mengambil keputusan tersebut, dia pun segera berangkat menuju ke barat.

Ketika hari mulai petang dia sudah sampai di sebuah kota kecil. Ia mampir di sebuah rumah makan. Baru saja duduk, ia sudah melihat Kiong Bu Hong bersama dua orang lain berjalan masuk. Lu Leng tidak takut pada Kiong Bu Hong, namun saat ini dia tidak mau menimbulkan masalah. Kebetulan dia duduk di sudut, segera ia menoleh ke tempat lain sehingga Kiong Bu Hong tidak melihatnya. Setelah ketiga orang itu duduk, barulah Lu Leng melirik ke arah mereka. Ternyata Kiong Bu Hong bertiga sama sekali tidak memperhatikannya.

“Lebih baik segera meninggalkan mereka,” pikir Lu Leng.

Ketika dia baru mau bangkit berdiri, terdengar salah seorang itu berkata dengan suara rendah, "Pemimpin Kiong, mengenai gadis liar Tam Goat Hua itu, berdasarkan tenaga kita bertiga tentunya kita dapat melawan dia, tetapi mengapa pemimpin Kiong malah melepaskannya?"

Mendengar itu hati Lu Leng tersentak. Cepat-cepat ia pasang kuping untuk terus mendengar pembicaraan mereka.

Terdengar Kiong Bu Hong tertawa gelak, "Kalian tahu apa? Tentunya aku punya alasan!"

Kedua orang itu berkata serentak, "Kami tahu pemimpin Kiong pasti punya alasan, harap menjelaskannya!"

Kiong Bu Hong tertawa, setelah itu barulah menjelaskan, "Dengan tenaga kita bertiga, walau dapat melawannya, namun tahukah kalian? Tuan muda kita amat mencintainya! Kalau pun kita berhasil meringkusnya dan dibawa ke istana Ci Cun Kiong, dalam hati tuan muda pasti tidak akan senang! Meski pun Ci Cun tidak begitu puas terhadap tuan muda, tapi mereka tetap adalah ayah dan anak! Sudah pasti Ci Cun berpihak pada anaknya! Kalian mengerti?"

Kedua orang itu tertawa tergelak serta menyahut, "Pemimpin Kiong sungguh cerdik!"

Kiong Bu Hong berkata, "Ci Cun pasti akan mati! Setelah dia mati, otomatis ilmu Pat Liong Thian Im akan diwariskan kepada tuan muda, maka mana boleh kita berbuat salah terhadapnya?"

Kedua orang itu berkata, "Kelihatannya Tam Goat Hua menuju ke istana Ci Cun Kiong, entah mau apa dia kesana?"

Ketika mereka membicarakan Tam Goat Hua, Lu Leng sudah terkejut dalam hati. Namun setelah mendengar pembicaraan mereka, ia menjadi tahu bahwa mereka tidak bertarung dengan Tam Goat Hua. Barulah Lu Leng berlega hati! Kini mendengar dari kedua orang itu bahwa Tam Goat Hua menuju ke istana Ci Cun Kiong, hatinya pun tersentak. Ia terus mendengar dengan penuh perhatian.

Terdengar Kiong Bu Hong tertawa gelak, "Hahaha! Aku sudah tahu mengapa dia ke istana Ci Cun Kiong!"

Kedua orang itu segera bertanya, "Apakah... dia sudah bersedia menikah dengan tuan muda?"

Kiong Bu Hong menyahut, "Tentu bukan, seumur hidup dia tidak akan menikah dengan tuan muda!"

Kedua orang itu kelihatan tidak mengerti. Mereka bertanya lagi, "Kalau begitu, karena apa?"

Kiong Bu Hong menyahut, "Demi bocah Lu Leng itu!"

Ketika mendengar Kiong Bu Hong menyinggung namanya, hati Lu Leng langsung tegang.

Kiong Bu Hong menambahkan, "Tam Goat Hua pasti mendengar bahwa Lu Leng ditangkap oleh Iblis Merah dan Iblis Hijau, maka dia menuju ke istana Ci Cun Kiong untuk menolongnya! Dia justru tidak tahu aku telah menggunakan suatu siasat, membuat Lu Leng bertarung dengan kedua iblis itu! Sedangkan Tam Goat Hua yang pergi ke istana Ci Cun Kiong juga tidak tahu bahwa tuan muda telah dikurung oleh Ci Cun. Karena itu dia pasti akan celaka! Apabila tuan muda tahu, dia tidak bisa menyalahkan kita! Hahaha! Orang lain menggunakan siasat untuk seekor burung dengan mempergunakan tiga buah batu, tapi aku malah sebuah batu tiga ekor burung!"

Seusai Kiong Bu Hong berbicara, kedua orang itu terus memujinya. Sebaliknya justru menggusarkan Lu Leng, bahkan amat mengejutkannya pula! Setelah berpikir sejenak, tangannya meraba gagang golok pusaka, dia bangkit berdiri lalu menghampiri Kiong Bu Hong.

Kiong Bu Hong yang sedang merasa puas, sama sekali tidak menyadari akan keberadaan Lu Leng disisinya. Kiong Bu Hong mengira pelayan rumah makan biasa, yang segera dibentaknya, "Cepat ambilkan lagi seguci arak yang paling bagus!"

Lu Leng menyahut dengan dingin, "Pemimpin Kiong, jangan terlampau banyak minum!"

Walau Kiong Bu Hong licik dan banyak akal busuk, namun begitu mendengar suara Lu Leng mendengung di telinganya, bukan main terkejutnya dia. Sampai-sampai dia terlonjak dan langsung meloncat bangun dari kursinya.

Lu Leng tertawa dingin, "Pemimpin Kiong, tidak perlu begini!"

Saat ini kedua orang yang bersama Kiong Bu Hong juga terkejut sekali ketika melihat kemunculan Lu Leng. Ketika mereka berdua baru mau melancarkan serangan, Lu Leng pun tertawa dingin seraya membentak.

"Siapa berani bergerak?!"

Kedua orang itu saling memandang, kemudian diam tak berani bergerak sama sekali. Sedangkan wajah Kiong Bu Hong sudah berubah kelabu, lalu berkata terputus-putus, "Ternyata... adalah saudara Lu, kau... kau ingkar, tidak dapat dipercaya!”

Lu Leng bertanya dingin, "Siapa yang ingkar dan tidak dapat dipercaya?"

Kiong Bu Hong menarik nafas dalam-dalam. "Aku dan kau sudah berjanji, aku menghendakimu membasmi kedua iblis itu!"

Ternyata Kiong Bu Hong mengira kepandaian kedua iblis itu amat tinggi, walau pun Lu Leng memiliki ilmu Kim Kong Sin Ci tapi juga akan celaka ditangan kedua iblis itu! Karena itu ketika melihat Lu Leng berdiri di hadapannya tanpa kurang apa pun, Kiong Bu Hong mengira Lu Leng tidak menepati janji. Kiong Bu Hong memang tidak tahu, apa yang diduganya tidak meleset. Walau Lu Leng berhasil membasmi kedua iblis itu, tapi dirinya juga terkena racun aneh! Kalau tidak memiliki mutiara Soat Hun Cu, nyawa Lu Leng pasti sudah melayang!

Lu Leng memberitahukan dengan dingin, "Tidak salah, Iblis Merah-Ban Khong dan Iblis Hijau-Yo Sai Hoan sudah mati di bawah tanganku!"

Begitu mendengar kata-kata Lu Leng, Kiong Bu Hong bertambah terkejut dalam hati. Ia bangkit berdiri dengan tubuh agak bergetar. "Lu-siauhiap... sungguh merupakan pendekar muda yang gagah perkasa, aku kagum sekali! Kami... kami masih ada urusan lain, mau mohon pamit!" Ketika berkata, suara Kiong Bu Hong pun bergetar. Usai berkata, dia segera berjalan pergi.

Tetapi Lu Leng segera membentak keras, "Pemimpin Kiong! Kalau kau tahu gelagat, lebih baik duduk kembali!”

Kiong Bu Hong tertawa getir. "Lu-siauhiap...."

Lu Leng membentak Iagi, "Jangan banyak omong! Mau duduk kembali tidak?!"

Kiong Bu Hong tahu jelas kekuatan mereka bertiga. Kalau terjadi pertarungan mungkin mereka bertiga bukan tandingan Lu Leng! Apa boleh buat, dia terpaksa duduk kembali.

Lu Leng bertanya, "Dimana kalian bertiga bertemu nona Tam?"

Kiong Bu Hong menyahut, "Jaraknya kira-kira tujuh delapan mil dari sini!"

Lu Leng bertanya lagi, "Betulkah dia menuju ke istana Ci Cun Kiong?"

Kiong Bu Hong yang sudah tidak berani macam-macam menyahut dengan jujur, "Kelihatannya memang menuju ke sana!"

Lu Leng berpikir sejenak, kemudian berkata dengan dingin, "Pemimpin Kiong, kalau kau menghendakiku tidak turun tangan terhadapmu maka kau harus membawaku menyelinap ke dalam istana Ci Cun Kiong!"

Mendengar itu wajah Kiong Bu Hong langsung berubah pucat pias dan berkata tersendat-sendat, "Ini... ini... apabila Ci Cun mengetahuinya, apakah... tidak akan celaka?"

Lu Leng tertawa panjang, kemudian mengangkat jari tengah tangan kanannya sekaligus mengerahkan tenaga Kim Kong Sin Ci. Walau tidak dilancarkannya namun sudah amat mengejutkan! Setelah itu dia berkata perlahan-lahan, "Pemimpin Kiong, tanya pada diri sendiri, apakah kau sanggup menahan serangan Kim Kong Sin Ci-ku?"

Kiong Bu Hong tertegun, dia pun memikirkan suatu akal. Kalau di tempat ini bertarung dengan Lu Leng, sudah pasti bukan tandingannya! Akhirnya dia manggut-manggut seraya berkata, "Lu-siauhiap, tidak sulit bagiku membawamu ke dalam istana Ci Cun Kiong! Tapi sampai di sana, dirimu malah sulit selamat!"

Lu Leng tahu bahwa amat berbahaya menyelinap ke dalam istana Ci Cun Kiong! Namun demi menolong Tam Goat Hua, maka ia harus pergi ke sana! Lu Leng pun berkata dengan dingin, "Sampai di istana Ci Cun Kiong, kalau terjadi sesuatu pada diriku, kau pun pasti mati dihadapanku!"

Mendengar itu diam-diam Kiong Bu Hong menarik nafas dingin.

Mendadak Lu Leng membentak. "Ayo, jalan!"

Kiong Bu Hong dan kedua orang itu saling memandang, lalu bangkit berdiri. Ternyata kedua orang itu adalah orang kepercayaan Kiong Bu Hong. Ketika Kiong Bu Hong berdiri, Lu Leng segera menjulurkan tangannya mencengkeram nadi Kiong Bu Hong, sedangkan kedua orang itu sama sekali tidak berani berbuat apa-apa! Mereka berempat berjalan ke luar. Sampai di luar pintu rumah makan tampak tiga ekor kuda ditambatkan di situ. Lu Leng dan Kiong Bu Hong menaiki seekor kuda, sedangkan kedua orang itu seorang seekor. Setelah berada di punggung kuda-kuda itu, mereka segera memacu kuda-kuda itu berlari kencang menuju ke tempat dimana Kiong Bu Hong bertemu Tam Goat Hua.

Berselang beberapa saat tibalah mereka di tempat tujuan, tetapi Tam Goat Hua sudah tidak berada di situ. Saat ini hari sudah menjelang senja. Lu Leng yang duduk di punggung kuda bersama Kiong Bu Hong tetap mencengkeram nadinya.

"Cepat lanjutkan perjalanan!" Lu Leng memberi perintah dengan setengah membentak.

Kiong Bu Hong menyahut, "Lu-siauhiap, kita melanjutkan perjalanan ke istana Ci Cun Kiong, kemungkinan besar nona Tam sudah celaka di sana!"

Mendengar itu betapa cemasnya hati Lu Leng, ia membentak dengan penuh kegusaran, "Kalau terjadi apa-apa atas diri nona Tam, orang pertama yang akan kubunuh adalah kau!"

Wajah Kiong Bu Hong berubah kelabu. Dengan suara rendah ia berkata, "Lu-siauhiap, itu... itu tiada hubungannya dengan diriku!"

Mendadak Lu Leng mengayunkan tangannya menampar Kiong Bu Hong.

"Plak!"

Tamparan yang keras itu membuat mata Kiong Bu Hong berkunang-kunang, namun dia sama sekali tidak berani menjerit. Ternyata dia tahu penyakit, apabila menjerit Lu Leng pasti akan menamparnya lagi.

Lu Leng membentak, "Bukankah itu merupakan siasatmu?! Satu batu tiga ekor burung? Bagaimana tiada hubungannya dengan dirimu?!"

Kiong Bu Hong diam saja, sedangkan ketiga ekor kuda itu terus melaju ke depan.

Ketika hari mulai malam mereka tiba di jalan yang baru dibangun itu. Pada bangsal yang berada di kiri kanan jalan sudah bergantung lentera yang menyala, bahkan tampak pula para penjaganya. Ketiga ekor kuda itu terus berlari kencang melewati bangsal-bangsal itu. Lu Leng menyembunyikan mukanya pada punggung Kiong Bu Hong agar tidak terlihat oleh para penjaga yang berada di dalam bangsal. Begitu para penjaga melihat bahwa yang lewat adalah Kiong Bu Hong, maka mereka tidak berani menahannya.

Tak lama kemudian tibalah mereka di bangsal yang paling besar. Bangsal yang rusak berat itu kini sudah diperbaiki dengan rapih. Di sana bergantung empat buah lentera yang menyala terang dan tampak seseorang berada di dalam bangsal itu. Ternyata dia adalah Hek Sin Kun! Ketika Lu Leng, Kiong Bu Hong dan kedua orang itu baru mendekat, Hek Sin Kun pun bangkit berdiri sekaligus menyapa,

"Saudara Kiong sudah kembali?"

Kiong Bu Hong terpaksa menghentikan kudanya, dia pun menyahut dengan terpaksa, "Ya, sudah kembali!"

Saat ini Lu Leng sudah tidak mencengkeram nadi Kiong Bu Hong karena khawatir Hek Sin Kun melihatnya, namun telapak tangannya masih memegang bahu Kiong Bu Hong, bahkan mukanya agak menempel di punggung itu. Dalam kegelapan memang sulit melihat wajahnya dengan jelas.

Tetapi mendadak Hek Sin Kun bertanya, "Saudara Kiong, siapa yang berada di belakangmu?"

Kiong Bu Hong tertawa kering beberapa kali, kemudian menyahut, "Hek Sin Kun, apa maksudmu bertanya demikian? Kalau kukatakan di belakangku adalah Lu Leng, apakah kau percaya?"

Begitu mendengar Kiong Bu Hong berkata begitu, bukan main terkejutnya Lu Leng. Ia segera mengerahkan lweekang-nya. Di saat bersamaan terdengar Hek Sin Kun tertawa dan berkata,

"Saudara Kiong jangan bercanda!"

Setelah mendengar perkataan Hek Sin Kun, barulah Lu Leng menarik nafas lega. Untung tadi dia tidak keburu turun tangan! Ternyata Kiong Bu Hong memang amat cerdas sekali, jawabannya tadi sama dengan maju untuk mundur! Lu Leng berpikir sejenak, kemudian berbisik pada Kiong Bu Hong, "Tanya padanya, apakah nona Tam kemari?"

Kiong Bu Hong diam, lama sekali barulah membuka mulut, "Hek Sin Kun, apakah ada suatu urusan besar sehingga kau berada di sini?"

Hek Sin Kun menyahut, "Aku justru ingin bertanya padamu. Kata beberapa saudara yang berada di sekitar istana Ci Cun Kiong, mereka telah melihat nona Tam! Maka aku menjaga di sini menunggunya! Apakah kalian juga melihatnya?"

Mendengar itu Lu Leng menjadi senang dan lega dalam hatinya, karena ternyata Tam Goat Hua belum sampai ke tempat ini.

Sedangkan Kiong Bu Hong segera menyahut, "Tidak!"

Hek Sin Kun manggut-manggut, lalu kembali ke dalam bangsal dan duduk di dalamnya. Kiong Bu Hong segera melarikan kudanya.

Belasan depa kemudian Lu Leng berkata dengan suara dalam, "Nona Tam belum kemari, sungguh merupakan keberuntunganmu! Tapi aku tetap memperingatkanmu, kalau kelak kau masih berani menggunakan siasat busuk untuk mencelakai orang-orang yang datang dengan maksud membunuh Liok Ci Khim Mo, kau pasti akan mati tanpa kuburan!"

Betapa bencinya Kiong Bu Hong dalam hati, tapi dia justru tidak berani menyahut. Mendadak Lu Leng menekan punggungnya, ternyata Lu Leng meminjam tenaga tekanan itu untuk meloncat turun. Begitu turun dia pun langsung melesat ke samping dua depa jauhnya. Ketika tahu Lu Leng sudah meloncat turun, barulah Kiong Bu Hong menarik nafas lega. Tanpa membuang-buang waktu lagi ia langsung memacukan kudanya ke depan bagaikan terbang!

Lu Leng yang telah melesat ke samping sekitar dua depa jauhnya, cepat-cepat bersembunyi di semak-semak yang ada di pinggir jalan. Dengan berindap-indap ia mendekati bangsal besar itu. Tak lama dia sudah berada di sisi bangsal tersebut, tampak Hek Sin Kun duduk diam di dalam. Lu Leng segera menutup pernafasannya serta berhenti disitu, sedangkan Hek Sin Kun yang duduk di dalam sama sekali tidak tahu akan kehadirannya.

Selang beberapa saat kemudian terdengar derap kaki kuda, kira-kira tiga empat puluh ekor kuda berlari kencang dari arah istana Ci Cun Kiong. Sesampai di bangsal besar itu, mereka serentak turun seraya memberi hormat kepada Hek Sin Kun.

Hek Sin Kun segera bertanya, "Apakah kalian semua ingin ke depan menggantikan para penjaga lain?"

Semua orang itu menyahut, "Ya!"

Hek Sin Kun berkata, "Kalian pergi ke depan. Beritahukan kepada para penjaga di sana agar mereka kembali saja, termasuk kalian. Jalanan itu tidak usah dijaga lagi!"

Semua orang itu tampak tercengang, saling pandang memandang.

Wajah Hek Sin Kun langsung berubah. Bentuknya, "Bagaimana?! Apakah kalian tidak mendengar apa yang kukatakan barusan?!"

Di dalam istana Ci Cun Kiong Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau mendapat kepercayaan besar dari Liok Ci Khim Mo, maka siapa yang berani menentang perintahnya? Mereka segera mengangguk dengan hormat. Setelah mereka pergi barulah Hek Sin Kun duduk kembali. Semula Lu Leng tidak tahu, Hek Sin Kun sedang membuat permainan apa. Setelah berpikir sejenak, Lu Leng pun dapat menduga bahwa Hek Sin Kun sedang menunggu kedatangan Tam Goat Hua dan ia tidak menghendaki Tam Goat Hua bertemu dengan orang-orang itu.

Tak seberapa lama tampak tujuh delapan puluh orang berkuda sudah kembali. Hek Sin Kun pun memberi isyarat agar mereka segera kembali ke istana Ci Cun Kiong! Setelah mereka pergi, tempat itu pun jadi sepi kembali. Sementara Lu Leng juga masih tetap bersembunyi di rumput alang-alang, dia terus menunggu.

Hingga saat tengah malam, terlihat sosok bayangan melesat cepat sekali bagaikan terbang di jalan besar. Tak lama bayangan tersebut sudah berada di sekitar bangsal besar itu. Hek Sin Kun segera bangkit berdiri, badannya berkelebat menyapa bayangan tersebut! Lu Leng sudah menduga dari tadi bahwa orang yang melesat datang itu tidak lain adalah Tam Goat Hua! Sebenarnya Lu Leng juga ingin menyapanya, tetapi ia khawatir Hek Sin Kun punya suatu rencana tertentu! Kalau dia memunculkan diri nantinya malah akan mengacaukan suasana, karena itu dia tetap bersembunyi di rumput alang-alang tanpa berani bergerak sama sekali.

Terdengar Hek Sin Kun membentak, "Goat Hua! Kau, ya?"

Tam Goat Hua berhenti tanpa menyahut, sebaliknya malah langsung menyerang dengan jurus Thian Phong Te Liak (Langit Runtuh Bumi Retak). Angin pukulan itu menderu-deru, begitu pula sepasang rantai yang berada di lengannya. Tampak badan Hek Sin Kun berkelebat menghindari serangan yang dilancarkan Tam Goat Hua.

Hek Sin Kun membentak keras, "Goat Hua! Aku sengaja menyuruh yang lain pergi serta menunggu kedatanganmu! Tapi mengapa kau langsung menyerangku begitu bertemu?"

Tam Goat Hua berhenti menyerang Hek Sin Kun dan segera bertanya, "Apakah Lu Leng kemari?"

Hek Sin Kun tertegun. "Dia tidak ke mari, aku justru ingin menasehatimu!"

Saat ini sebetulnya Lu Leng ingin memunculkan diri, namun dibatalkannya karena begitu ia muncul pasti Tam Goat Hua akan segera kabur. Lebih baik menunggu kesempatan yang tepat, pikir Lu Leng.

Terdengar Tam Goat Hua bertanya dengan dingin, "Mau menasehati apa?"

Hek Sin Kun tertawa. "Goat Hua, aku adalah adik ibumu! Melihatku sama juga kau melihat ibumu, maka janganlah kau bersikap sedemikian dingin terhadapku! Aku bukan musuhmu, Iho."

Tam Goat Hua tertawa nyaring. " Apakah dalam hatimu masih tidak paham?"

Hek Sin Kun tidak marah. Ia malah tersenyum seraya berkata, "Goat Hua, saat kau kabur waktu itu, Liok Ci Khim Mo amat gusar sekali! Setelah aku dan Kim Kut Lau berusaha menghiburnya, barulah reda kegusarannya!"

Tam Goat Hua berkata dengan dingin, "Bagus sekali! Kalian berdua pandai mengambil hati Liok Ci Khim Mo, tentunya merupakan budak yang amat setia!"

Wajah Hek Sin Kun langsung berubah. Ia berkata dengan sengit, "Goat Hua! Kalau kau tidak mendengar perkataanku hari ini, kau pasti sulit meloloskan diri!"

Tam Goat Hua mendengus. "Hm!" kemudian menyahut, "Nasihat berupa apa pun, kau tidak perlu mengatakannya! Apakah benar Lu Leng tertangkap oleh Iblis Merah-Ban Khong dan Iblis Hijau-Yo Sai Hoan?"

Tentang Lu Leng yang tertangkap oleh kedua iblis itu, Kiong Bu Hong sudah berpesan kepada semua orang agar mengungkitnya! Sedangkan yang menyaksikan kejadian itu semuanya sudah mati terkena racun. Karena itu Hek Sin Kun sama sekali tidak tahu tentang kejadian tersebut. Ketika mendengar Tam Goat Hua mengatakan hal ini, timbullah kecurigaan di dalam hatinya.

"Aku tidak tahu! Kalau benar ada urusan itu, sudah pasti menggemparkan istana Ci Cun Kiong. Mengapa engkau bertanya begitu?"

Setelah mendengar jawaban Hek Sin Kun, Tam Goat Hua pun berpikir, kemungkinan dia sampai lebih awal dari kedua iblis itu. Maka gadis itu ingin mengulur waktu. Usai berpikir demikian, Tam Goat Hua pun membalikkan badannya seraya berkata, "Kalau tiada kejadian itu, sudahlah!"

Mendadak badan Hek Sin Kun bergerak, tahu-tahu dia sudah berada di hadapan Tam Goat Hua. "Tunggu!"

Tam Goat Hua menyahut dengan gusar, "Kau ingin bergebrak denganku?"

Gadis itu tahu bahwa terhadap orang semacam Hek Sin Kun sama sekali tidak bisa bicara baik-baik, sebab dia tidak mau dengar! Karena itu dia segera mengerahkan lweekang-nya, siap menyerang lalu mundur.

Hek Sin Kun tertawa-tawa. "Goat Hua, ilmu Cit Sat Sin Ciang-mu masih tidak dapat digunakan untuk bertarung denganku! Lebih baik menuruti perkataanku, mari ikut bersamaku ke istana Ci Cun Kiong dan menikah dengan tuan muda Oey, bukankah baik...."

Betapa gusarnya Tam Goat Hua mendengar itu. Sebelum Hek Sin Kun menyelesaikan ucapannya, dia sudah membentak nyaring sambil menyerang dengan sepasang tangannya! Jurus tersebut diperolehnya dari Tiat Sin Ong. Orang tua itu pernah mengajar Tam Goat Hua tiga jurus ilmu silat, yaitu jurus Thian Lo Te Bong (Jala Di Langit Dan Jaring Di Bumi)! Ketiga jurus ilmu silat tersebut merupakan ilmu andalan Tiat Sin Ong, dan sejak memperoleh ketiga jurus ilmu silat itu Tam Goat Hua belum pernah mempergunakannya. Dia tahu kepandaian Hek Sin Kun amat tinggi, maka dikeluarkannya jurus Thian Lo Te Bong itu!

Tampak bayangan telapak tangannya berkelebat-kelebat, menimbulkan suara yang menderu-deru dan bagaikan sebuah jala menindih di atas kepala Hek Sin Kun! Bukan main terkejutnya Hek Sin Kun menyaksikan jurus serangan itu, begitu pula Lu Leng yang bersembunyi di situ. Mereka sama-sama tertegun menyaksikan jurus serangan yang dilancarkan Tam Goat Hua! Kungfu apa itu, kok begitu lihay dan hebat! Kata Lu Leng dalam hati.

Walau Hek Sin Kun amat terkejut dan tidak tahu ilmu silat apa yang dipergunakan Tam Goat Hua, dia masih sempat berkelit, tapi badannya tetap terpukul sehingga membuatnya termundur-mundur beberapa langkah. Sebelum Hek Sin Kun berdiri tegak, Tam Goat Hua sudah melesat ke arahnya! Betapa terkejutnya Hek Sin Kun, ia langsung berteriak-teriak.

"Goat Hua! Jangan bergebrak dulu! Mari kita bicara baik-baik saja!"

Akan tetapi Tam Goat Hua amat membenci tindakannya yang tak tahu malu. Langsung ia menyerang lagi dengan jurus ke dua, yaitu Pao Lo Ban Siang (Segala-galanya Masuk Ke dalam Jala)! Jurus tersebut penuh mengandung lweekang sehingga merobohkan rerumputan dan semua batu yang ada dalam jarak beberapa depa. Suara yang menderu-deru itu amat memekakkan telinga!

Hek Sin Kun akhirnya menyadari kedahsyatan ilmu lawan. Namun saat ia mau berkelit, angin pukulan itu telah menerjangnya bagaikan angin topan, membuat badan Hek Sin Kun terpental seperti layangan putus, lalu roboh di tanah. Hek Sin Kun masih dapat bangkit berdiri seketika, menatap Tam Goat Hua dengan mata terbelalak. Ia tidak menyangka kepandaian gadis itu sedemikian tinggi, lagi-pula percuma menasehatinya karena akhirnya diri sendiri yang akan mendapat malu! Karena itu Hek Sin Kun mengambil keputusan untuk kabur.

Kebetulan dia jatuh dekat tempat Lu Leng bersembunyi, hanya berjarak satu dua depa saja! Berhubung hati sedang tercekam, maka Hek Sin Kun sama sekali tidak tahu akan keberadaan seseorang begitu dekat pada dirinya. Ketika dia baru mau melesat pergi, Lu Leng sudah bergerak lebih cepat. Lu Leng menangkap kakinya sehingga Hek Sin Kun tidak dapat melesat pergi! Betapa terkejutnya Hek Sin Kun! Sedangkan Lu Leng tidak memberinya kesempatan untuk menyadari apa yang telah terjadi, langsung Lu Leng bangkit berdiri dari tempat persembunyiannya sekaligus mencengkeram leher Hek Sin Kun. Di saat bersamaan jempol tangannya pun menekan jalan darah Nau Hu Hiat yang ada di belakang kepala Hek Sin Kun!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar